Faktor-faktor yang berhubungan dengan parsifasi ibu balita ke posyandu di kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur tangerang selatan tahun 2010

(1)

ii

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Ibu Balita Ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2010

xxii + 138 halaman, 30 tabel, 2 bagan, 6 lampiran ABSTRAK

Partisipasi masyarakat adalah suatu bentuk keterlibatan secara aktif dari masyarakat dalam segala bidang kehidupan. Dalam bidang kesehatan, salah satu partisipasi masyarakat adalah memantau pertumbuhan berat badan balita di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), dengan tolak ukur melihat jumlah balita yang ditimbang dibandingkan jumlah balita seluruhnya (D/S). Hasil laporan Puskesmas Ciputat Timur tahun 2009, angka D/S paling rendah terdapat di Kelurahan Rempoa yaitu 34,24%. Angka tersebut masih jauh dibawah target Nasional yaitu sebesar 80%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2010, yang dilaksanakan pada bulan April - November dengan menggunakan desain penelitian studi cross sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 222 ibu balita. Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel, analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan dependen dengan menggunakan uji statistik chi-square serta analisis multivariat untuk mengetahui faktor yang paling dominan berhubungan dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita berpartisipasi tidak aktif ke Posyandu (63,5%). Berdasarkan analisis bivariat diketahui bahwa umur ibu, pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu, sikap ibu, status bekerja ibu, pendapatan keluarga, perilaku kader dan perilaku petugas kesehatan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa. Sedangkan kepemilikan KMS dan perilaku tokoh masyarakat memiliki hubungan yang bermakna dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa pada tahun 2010. Selanjutnya, berdasarkan analisis multivariat diketahui


(2)

iii

Ciputat Timur disarankan agar segera mengganti Kartu Menuju Sehat (KMS) yang hilang, memberi penyuluhan kepada ibu tentang kegunaan KMS, serta mensosialisasikan untuk menjaga KMS dengan baik dan disiplin membawanya pada saat kegiatan Posyandu. Untuk Dinas Kesehatan Tangerang Selatan disarankan dapat memberikan pembinaan kepada pihak Puskesmas tentang kegiatan Posyandu.


(3)

iv

Factors that are Related with the Participation of Toddler Mother to Posyandu in Rempoa Village Ciputat Timur Subdistrict of Tangerang Selatan City at 2010 xxii + 138 pages, 30 tables, 2 charts, 6 attachments

ABSTRACT

Public participation is a form of active society involvement in all aspects of life. In the health sector, one of the public participation is monitoring weight gain of children under five in "Pos Pelayanan Terpadu" (Posyandu), by considering the ratio of the number of toddler measured to the total number of toddler (D / S). Ciputat Timur Medical Center reported in 2009 that the lowest D / S ratio is in Sub Rempoa which is 34.24%. The number is still far below the national target which is 80%.

The aim of this research is to determine the factors that are related with the participation of mothers in the village Rempoa Ciputat Timur district of Tangerang Selatan City in 2010, which was held in April-November by using cross sectional research design. The samples of this research are 222 mothers. The data analysis which were used in this research consists of univariate analysis to determine the frequency distribution of each variable, bivariate analysis to determine the relationship between independent and dependent variables using chi-square statistical test and multivariate analysis to determine the most dominant factor that are related with mothers' participation to Posyandu by using multiple logistic regression.

The results show that most of the mothers do not participate actively in Posyandu (63.5%). Bivariate analysis shows that maternal age, maternal education, maternal knowledge, attitude of mothers, mothers working status, household income, attitude and behavior of cadres of health workers do not have a significant relationship with the participation of mothers in the Rempoa district. However, the ownership of KMS and the behavior of public figures have a significant impact to the participation of mothers in the Rempoa district in 2010. Furthermore, it was shown by multivariate analysis that the ownership of KMS is the most dominant factor that are related with the participation of mothers in the Rempoa district's Posyandu in 2010.


(4)

v

Tangerang Selatan Health Department is recommended to provide guidance to the health center on integrated health activities.


(5)

ix

limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Ibu Balita Ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2010”. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rosul tercinta yang telah membawa kebenaran yaitu Islam dan telah menjadi suri tauladan bagi kita umatnya.

Dengan bekal pengetahuan, pengarahan serta bimbingan yang diperoleh selama perkuliahan penulis mencoba menyusun skripsi ini. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis bermaksud menyampaikan rasa terima kasih yang setulusnya kepada : 1. Bapak Prof. DR. (HC) dr. MK Tadjuddin, Sp. And, selaku dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Yuli Prapanca Satar, MARS, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ayah dan Bunda tersayang, serta abang dan adik-adik tercinta (b’ichsan, d’rahmat, d’maman, d’husnul dan d’intan) yang nan jauh disana yang telah memberikan kasih sayang, perhatian serta dorongan semangat kepada ananda,


(6)

x

banyak memberikan arahan, saran dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, nasihat, motivasi, saran-saran, dan do’a yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak/Ibu dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam kehidupan penulis.

7. Kepala Puskesmas dan Kepala Kelurahan Rempoa yang telah memberikan izin bagi peneliti untuk melakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas.

8. Staff gizi dan bidan kelurahan Rempoa yang telah membantu penulis dalam mendapatkan data penelitian.

9. Ibu-ibu kader Posyandu se-Kelurahan Rempoa yang banyak membantu penulis dalam memberikan informasi terkait dengan kegiatan Posyandu, sehingga dengan bantuan beliau-beliau lah pengumpulan data bisa lebih cepat selesai.

10. Pengurus Mahasiswa Beasiswa Santri Departemen Agama (CSS MoRA) yang telah memberikan motivasi baik moril maupun materil hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan pendidikaan S1.


(7)

xi

selalu memberikan motivasi bagi penulis, Barakallah…

12. Ade-ade tercinta dari dayah Jeumala Amal yang seperjuangan terutama de Ainul, Zakiah, Cut Meurah, Zikriah, Reka, Ema dan Mirza yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. Jazakumullah. Tetap jaga ukhuwah-nya. 13. Bapak dan Ibu Zul selaku ibu kos yang baik bagi penulis, yang telah memberikan

banyak saran kepada penulis sejak awal tinggal di Ciputat sampai terakhir.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu.

Penulis menyadari bahwa skripsi atau laporan penelitian ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar di masa mendatang penulis dapat menyusun laporan penelitian yang lebih baik lagi.

Semoga dengan disusunnya skripsi ini akan memberikan manfaat bagi banyak pihak, khususnya bagi penulis serta bagi pembaca.

Ciputat, 25 Desember 2010


(8)

xii

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN ... vi

LEMBAR PENGESAHAN ... vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR BAGAN ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 11

1.4.1 Tujuan Umum ... 11

1.4.2 Tujuan Khusus ... 11


(9)

xiii

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

2.1 Partisipasi Masyarakat ... 16

2.1.1 Pengertian ... 16

2.1.2 Dasar-Dasar Filosofi Partisipasi Masyarakat ... 18

2.1.3 Tahap-Tahap Partisipasi ... 19

2.2 Posyandu ... 20

2.2.1 Konsep Dasar Posyandu ... 20

2.2.2 Tujuan Penyelenggara Posyandu ... 21

2.2.3 Sasaran Posyandu ... 21

2.2.4 Penyelenggaraan Posyandu ... 22

2.2.5 Kegiatan Posyandu ... 22

2.2.6 Cakupan Penimbangan Balita ... 25

2.2.7 Perkembangan Posyandu ... 26

2.3 Perilaku Kesehatan ... 28

2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Ibu Balita ke Posyandu ... 32

2.4.1 Umur Ibu ... 32


(10)

xiv

2.4.6 Pendapatan Keluarga ... 40

2.4.7 Jarak Tempuh dari Rumah Ke Posyandu ... 42

2.4.8 Kepemilikan KMS ... 43

2.4.9 Perilaku Kader ... 44

2.4.10 Perilaku Petugas Kesehatan ... 45

2.4.11 Perilaku Tokoh Masyarakat ... 46

2.5 Kerangka Teori ... 48

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 50

3.1 Kerangka Konsep ... 50

3.2 Definisi Operasional ... 52

3.3 Hipotesis ... 55

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 57

4.1 Desain Penelitian ... 57

4.2 Lokasi dan waktu Penelitian ... 57

4.3 Populasi dan Sampel ... 58

4.3.1 Populasi ... 58

4.3.2 Sampel ... 58


(11)

xv

4.7.1 Analisis Univariat ... 67

4.7.2 Analisis Bivariat ... 67

4.7.3 Analisis Multivariat ... 69

BAB V HASIL ... 72

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 72

5.1.1 Keadaan Geografis ... 72

5.1.2 Keadaan Demografi ... 73

5.2 Analisis Univariat ... 75

5.2.1 Partisipasi Ibu Balita ke Posyandu ... 75

5.2.2 Umur Ibu ... 76

5.2.3 Pendidikan Ibu ... 76

5.2.4 Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Posyandu ... 78

5.2.5 Sikap Ibu ... 78

5.2.6 Status Bekerja Ibu ... 79

5.2.7 Pendapatan Keluarga ... 80

5.2.8 Jarak Tempuh dari Rumah ke Posyandu ... 80

5.2.9 Kepemilikan KMS ... 81


(12)

xvi

5.3.1 Hubungan antara Umur Ibu dengan Partisipasi ke Posyandu .... 84

5.3.2 Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Partisipasi ke Posyandu ... 85

5.3.3 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Partisipasi ke Posyandu ... 86

5.3.4 Hubungan antara Sikap Ibu dengan Partisipasi ke Posyandu .... 87

5.3.5 Hubungan antara Status Bekerja Ibu dengan Partisipasi ke Posyandu ... 88

5.3.6 Hubungan antara Pendapatan Keluarga dengan Partisipasi Ibu ke Posyandu ... 89

5.3.7 Hubungan antara Kepemilikan KMS dengan Partisipasi Ibu ke Posyandu ... 90

5.3.8 Hubungan antara Perilaku Kader dengan Partisipasi Ibu ke Posyandu ... 92

5.3.9 Hubungan antara Perilaku Petugas Kesehatan dengan Partisipasi Ibu ke Posyandu ... 93

5.3.10 Hubungan antara Perilaku Tokoh Masyarakat dengan Partisipasi Ibu ke Posyandu ... 94

5.4 Analisis Multivariat ... 95

BAB VI PEMBAHASAN ... 103

6.1 Keterbatasan Penelitian ... 103


(13)

xvii

6.5 Tingkat Pengetahuan Ibu dan Hubungannya dengan Partisipasi

ke Posyandu di Kelurahan Rempoa ... 109

6.6 Sikap Ibu dan Hubungannya dengan Partisipasi ke Posyandu di Kelurahan Rempoa ... 112

6.7 Status Bekerja Ibu dan Hubungannya dengan Partisipasi ke Posyandu di Kelurahan Rempoa ... 114

6.8 Pendapatan Keluarga dan Hubungannya dengan Partisipasi Ibu Balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa ... 117

6.9 Kepemilikan KMS dan Hubungannya dengan Partisipasi Ibu Balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa ... 118

6.10 Perilaku Kader dan Hubungannya dengan Partisipasi Ibu Balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa ... 120

6.11 Perilaku Petugas Kesehatan dan Hubungannya dengan Partisipasi Ibu Balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa ... 123

6.12 Perilaku Tokoh Masyarakat dan Hubungannya dengan Partisipasi Ibu Balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa ... 125

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 129

7.1 Simpulan ... 129

7.2 Saran ... 132

DAFTAR PUSTAKA ... 134 LAMPIRAN


(14)

xviii

3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 52 5.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur di Kelurahan

Rempoa ………. 73

5.2 Distribusi Penduduk Kelurahan Rempoa Berdasarkan

Tingkat Pendidikan Tahun 2006 ……….. 74 5.3 Distribusi Penduduk Kelurahan Rempoa Berdasarkan Jenis

Pekerjaan Tahun 2006 ……… 74

5.4 Distribusi Partisipasi Ibu Balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan

Tahun 2010 ………. 75

5.5 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan

Tahun 2010 ………. 76

5.6 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Pendidikan di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan

Tahun 2010 ………. 77

5.7 Distribusi Pendidikan Ibu Balita Berdasarkan Kategori

“Rendah” dan “Tinggi” di Kelurahan Rempoa Kecamatan

Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 …….. 77 5.8 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Tingkat Pengetahuan di

Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota

Tangerang Selatan Tahun 2010 ……… 78

5.9 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Sikap di Kelurahan

Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan

Tahun 2010 ………. 79

5.10 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Status Bekerja di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota


(15)

xix

5.12 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Jarak Tempuh dari Rumah ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat

Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 ……….. 81

5.13 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Kepemilikan KMS di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota

Tangerang Selatan Tahun 2010 ……… 81

5.14 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Perilaku Kader di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota

Tangerang Selatan Tahun 2010 ……… 82

5.15 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Perilaku Petugas Kesehatan di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur,

Kota Tangerang Selatan Tahun

2010……… 83

5.16 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Perilaku Tokoh Masyarakat di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat

Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun

2010……….. 83

5.17 Hubungan antara Umur Ibu dengan Partisipasi ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota

Tangerang Selatan Tahun 2010 ………... 84 5.18 Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Partisipasi ke

Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur,

Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 ………... 85 5.19 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan

Partisipasi ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan

Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 ………. 86 5.20 Hubungan antara Sikap Ibu dengan Partisipasi ke Posyandu

di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 ………...


(16)

xx

5.22 Hubungan antara Pendapatan Keluarga Ibu dengan Partisipasi ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan

Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 ………. 89 5.23 Hubungan antara Kepemilikan KMS dengan Partisipasi ke

Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur,

Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 ………... 91 5.24 Hubungan antara Perilaku Kader dengan Partisipasi Ibu ke

Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur,

Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 ………... 92 5.25 Hubungan antara Perilaku Petugas Kesehatan dengan

Partisipasi ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan

Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 ………. 93 5.26 Hubungan antara Perilaku Tokoh Masyarakat dengan

Partisipasi ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan

Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 ………. 94 5.27 Pemilihan Kandidat Variabel Independen yang akan Masuk

Model Multivariat ………... 96

5.28 Hasil Pemodelan Prediksi Partisipasi Ibu ke Posyandu …... 98 5.29 Model Prediksi Partisipasi Ibu Balita ke Posyandu di

Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur Kota


(17)

xxi

2.1 Kerangka Teori Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

Partisipasi Ibu Balita ke Posyandu... 49 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 51


(18)

xxii Lampiran 2 Surat Izin Penelitian dari Kelurahan Lampiran 3 Kuesioner

Lampiran 4 Analisis Univariat, Bivariat dan Multivariat Lampiran 5 Perubahan Nilai OR pada Uji Multivariat Lampiran 6 Peta Wilayah Kelurahan Rempoa


(19)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh :

NURUL HIDAYATI 106101003718

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H/2010 M


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dalam penjelasan umum Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, disebutkan bahwa salah satu prinsip dasar dalam pelaksanaan setiap kegiatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya adalah partisipasi masyarakat. Salah satu partisipasi masyarakat dalam upaya kesehatan adalah kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Menurut Depkes RI (2009), Posyandu merupakan suatu bentuk pemberdayaan masyarakat melalui Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dibentuk, dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar.

Posyandu memiliki beberapa kegiatan, salah satu kegiatan bulanan (kegiatan rutin) yang dilakukan yaitu memantau pertumbuhan berat badan balita dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS). Pemantauan pertumbuhan balita dilakukan karena kelompok umur balita menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat, serta merupakan kelompok yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (Soediaoetama, 2006). Ibu yang tidak menimbang balitanya ke Posyandu secara rutin dapat menyebabkan tidak terpantaunya pertumbuhan dan


(21)

perkembangan balita, sehingga berisiko terjadinya gangguan pertumbuhan dan mengalami gizi buruk (Depkes RI, 2006).

Setelah mengetahui kekurangan gizi pada anak-anak yang menyebabkan mereka tidak bisa tumbuh optimal dan di masa depannya kemungkinan tidak bisa bersaing, maka untuk itu perlu diperhatikan peringatan dari Allah SWT sebagaimana tersurat dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 9, yang berbunyi:

Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (QS. An-Nisa: 9).

Banyaknya anak berstatus gizi kurang mencerminkan masalah yang besar pada sumber daya manusia di Indonesia. Pada periode 1989 – 2003 Pemerintah Indonesia hanya dapat mengurangi kondisi malnutrisi <1% per tahun (Depkes, 2005 dalam khomsan, et al, 2007). Pada tahun 2007 prevalensi nasional gizi buruk–kurang mencapai 18,4% (gizi buruk 5,4% dan gizi kurang 13%). Walaupun angka tersebut sudah mencapai target MDGs untuk Indonesia yaitu sebesar 18,5%, namun berdasarkan prevalensi tersebut gizi buruk-kurang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat (>15%) dan dalam hal gizi kurang


(22)

masih dalam situasi kritis (10-14,9%) (Depkes, 2007). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, kejadian gizi buruk di Banten sebanyak 4,4% dan gizi kurang 12,2%, angka ini hampir mendekati dengan angka nasional (Depkes RI, 2008).

Menurut hasil pemantauan status gizi balita yang dilakukan di wilayah Kota Tangerang Selatan didapatkan data gizi buruk sebesar 1%, gizi kurang sebesar 9,43%, gizi baik sebesar 85,74% dan gizi lebih sebesar 3,83%. Untuk prevalensi gizi buruk sebesar 1% dan gizi kurang 9,43%. Dari angka ini terlihat bahwa balita dengan kurang gizi sebesar 10,43% (Dinkes Tangsel, 2009). Angka tersebut melebihi dari batasan WHO yaitu sebesar 10%, sehingga bisa dikatakan banyak balita mengalami gizi kurang (Depkes RI, 2009). Selanjutnya, berdasarkan data Puskesmas Ciputat Timur, angka prevalensi gizi buruk di wilayah tersebut sebesar 1,67%, gizi kurang sebesar 15,50%. Hal ini menunjukkan masalah yang serius terhadap nasib generasi muda di masa mendatang.

Peran serta masyarakat menjadi begitu penting sejak dikembangkannya Posyandu sebagai sarana pendidikan dan pelayanan gizi kepada para ibu agar lebih sadar gizi, karena dengan adanya partisipasi masyarakat akan berpengaruh besar terhadap peningkatan status gizi balita.

Untuk meningkatkan status gizi balita, maka diperlukan peran serta masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan Posyandu, yaitu dengan cara memantau pertumbuhan balita. Menurut Depkes RI (2009), perubahan berat


(23)

badan merupakan indikator yang sangat sensitif untuk memantau pertumbuhan anak balita. Jadi, untuk memantau berat badan seluruh balita di suatu wilayah maka diperlukan tolak ukur balita yang dipantau berat badannya, yaitu dengan melihat cakupan penimbangan atau jumlah balita yang ditimbang dibandingkan dengan jumlah balita seluruhnya (D/S).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia tahun 2007, balita yang pernah ditimbang di Posyandu dalam 6 bulan terakhir adalah 74,5% serta balita yang memiliki KMS sebesar 65%, kedua angka ini masih berada dibawah standar nasional yang ditetapkan yaitu (80%). Menurut laporan tahunan program perbaikan gizi masyarakat Dinkes Provinsi Banten tahun 2002, menunjukkan bahwa cakupan penimbangan balita di Posyandu sebesar 64,34%, angka ini masih dibawah target karena adanya penurunan partisipasi dari masyarakat (Sambas, 2002).

Rendahnya partisipasi masyarakat dalam upaya kesehatan tersebut, salah satunya dapat dilihat dari pemanfaatan Posyandu oleh keluarga yang mempunyai anak balita (partisipasi keluarga membawa anak balita ke Posyandu) proporsinya masih rendah.

Berdasarkan laporan dari Dinkes Tangerang Selatan tahun 2009, angka cakupan D/S di Tangerang Selatan sekitar 55,99%, dari 10 puskesmas yang terdapat di Tangerang Selatan angka D/S yang paling rendah terdapat di daerah Ciputat Timur yaitu 42,05%, artinya angka ini masih jauh dari target yang sudah


(24)

ditetapkan Dinkes Tangerang Selatan yaitu 72%, sedangkan angka yang paling tinggi terdapat di daerah Pondok Aren yaitu 81,70%.

Menurut laporan tahunan Puskesmas Ciputat Timur tahun 2009, angka cakupan D/S dari 6 kelurahan yang terdapat di Ciputat Timur, yang merupakan wujud partisipasi ibu yang memiliki anak balita ke Posyandu yang paling rendah terdapat di daerah Rempoa yaitu 34,24%, artinya angka ini masih jauh dibawah standar Dinas Kesehatan Tangerang Selatan. Padahal kedatangan mereka ke Posyandu sangat penting dalam rangka pemantauan pertumbuhan anak melalui penimbangan bulanan di Posyandu dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS), agar dapat mengetahui keadaan kesehatan serta memberikan pelayanan kesehatan lainnya pada balita. (Depkes RI, 2003).

Banyak faktor yang berhubungan dengan partisipasi ibu ke Posyandu. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sambas (2002), bahwa tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu berhubungan dengan partisipasi ibu ke Posyandu yaitu ibu yang berpendidikan rendah yang partisipasinya kurang ke Posyandu sebanyak 50% dan ibu yang berpendidikan tinggi yang partisipasinya kurang ke Posyandu sekitar 33,6%, sedangkan ibu yang berpendidikan rendah yang partisipasinya baik ke Posyandu yaitu sekitar 50% dan ibu yang berpendidikan tinggi yang partisipasinya baik ke Posyandu sekitar 66,4%. Selanjutnya, ibu yang bekerja yang partisipasinya kurang ke Posyandu sekitar 30,6% dan ibu yang tidak bekerja yang partisipasinya kurang ke Posyandu ada 45,4%, sedangkan ibu yang bekerja yang partisipasinya baik ke Posyandu ada


(25)

69,4% dan ibu yang tidak bekerja yang partisipasinya baik ke Posyandu ada 54,6%.

Dalam penelitian Maharsi (2007) ditemukan bahwa pengetahuan juga berhubungan dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu. Selanjutnya, hasil penelitian Sambas (2002) juga ditemukan, bahwa kepemilikan KMS berhubungan dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu, hal ini karena KMS dapat menjadi motivasi bagi ibu untuk hadir ke Posyandu. Serta masih terdapat beberapa faktor lagi yang berhubungan dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu, yaitu sikap ibu, jarak dari rumah ibu ke Posyandu, pendapatan keluarga, perilaku kader, perilaku petugas kesehatan serta perilaku tokoh masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa banyak faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi ibu ke Posyandu. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010”.

1.2Rumusan Masalah

Posyandu adalah salah satu tempat untuk mendeteksi gangguan kesehatan masyarakat, seperti melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita setiap bulan. Pemantauan pertumbuhan yang dilakukan secara terus menerus tersebut dapat digunakan untuk melihat adanya gangguan keseimbangan gizi secara dini. Dengan diketahuinya gangguan gizi tersebut maka tindakan


(26)

penanggulangannya dapat dilakukan dengan segera, sehingga keadaan gizi yang memburuk dapat dicegah.

Angka rata-rata jumlah balita yang ditimbang dibandingkan dengan jumlah balita seluruhnya (D/S) di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur masih rendah yaitu 34,24%, artinya angka tersebut masih berada dibawah standar Dinas Kesehatan Tangerang Selatan yaitu 72%. Hal ini dapat menyebabkan tidak terpantaunya pertumbuhan dan perkembangan balita, sehingga berisiko mengalami gizi buruk dan terjadinya gangguan pertumbuhan yang merupakan salah satu masalah yang serius dalam kesehatan masyarakat.

Berdasarkan masalah tersebut dan belum pernah ada penelitian terhadap partisipasi ibu balita ke Posyandu di wilayah ini sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2010.

1.3Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran partisipasi ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010? 2. Bagaimana gambaran umur ibu balita di Kelurahan Rempoa, Kecamatan

Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?

3. Bagaimana gambaran pendidikan ibu balita di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?


(27)

4. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan ibu balita tentang Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?

5. Bagaimana gambaran sikap ibu balita di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?

6. Bagaimana gambaran status bekerja ibu balita di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?

7. Bagaimana gambaran pendapatan keluarga ibu balita di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?

8. Bagaimana gambaran jarak tempuh ibu balita dari rumah ke Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?

9. Bagaimana gambaran kepemilikan KMS ibu balita di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?

10. Bagaimana gambaran perilaku kader terhadap kegiatan Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?

11. Bagaimana gambaran perilaku petugas kesehatan terhadap kegiatan Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?


(28)

12. Bagaimana gambaran perilaku tokoh masyarakat terhadap kegiatan Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?

13. Apakah ada hubungan antara umur ibu balita dengan partisipasinya ke Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?

14. Apakah ada hubungan antara pendidikan ibu balita dengan partisipasinya ke Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?

15. Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu balita terhadap Posyandu dengan partisipasinya ke Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?

16. Apakah ada hubungan antara sikap ibu balita dengan partisipasinya ke Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?

17. Apakah ada hubungan antara status bekerja ibu balita dengan partisipasinya ke Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?

18. Apakah ada hubungan antara pendapatan keluarga ibu balita dengan partisipasinya ke Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?


(29)

19. Apakah ada hubungan antara jarak tempuh ibu balita dari rumah ke Posyandu dengan partisipasinya ke Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?

20. Apakah ada hubungan antara kepemilikan KMS ibu balita dengan partisipasinya ke Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?

21. Apakah ada hubungan antara perilaku kader dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?

22. Apakah ada hubungan antara perilaku petugas kesehatan dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?

23. Apakah ada hubungan antara perilaku tokoh masyarakat dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?

24. Apakah faktor paling dominan yang berhubungan dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010?


(30)

1.4Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran partisipasi ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

2. Diketahuinya gambaran umur ibu balita di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

3. Diketahuinya gambaran pendidikan ibu balita di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

4. Diketahuinya gambaran tingkat pengetahuan ibu balita tentang Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

5. Diketahuinya gambaran sikap ibu balita di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

6. Diketahuinya gambaran status bekerja ibu balita di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.


(31)

7. Diketahuinya gambaran pendapatan keluarga ibu balita di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

8. Diketahuinya gambaran jarak tempuh dari rumah ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

9. Diketahuinya gambaran kepemilikan KMS di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

10. Diketahuinya gambaran perilaku kader terhadap kegiatan Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

11. Diketahuinya gambaran perilaku petugas kesehatan terhadap kegiatan Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

12. Diketahuinya gambaran perilaku tokoh masyarakat terhadap kegiatan Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

13. Diketahuinya hubungan antara umur ibu balita dengan partisipasinya ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.


(32)

14. Diketahuinya hubungan antara pendidikan ibu balita dengan partisipasinya ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

15. Diketahuinya hubungan antara tingkat pengetahuan ibu balita tentang Posyandu dengan partisipasinya ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010. 16. Diketahuinya hubungan antara sikap ibu balita dengan partisipasinya ke

Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

17. Diketahuinya hubungan antara status bekerja ibu balita dengan partisipasinya ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

18. Diketahuinya hubungan antara pendapatan keluarga ibu balita dengan partisipasinya ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

19. Diketahuinya hubungan antara jarak tempuh ke Posyandu dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

20. Diketahuinya hubungan antara kepemilikan KMS ibu balita dengan partisipasinya ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.


(33)

21. Diketahuinya hubungan antara perilaku kader dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

22. Diketahuinya hubungan antara perilaku petugas kesehatan dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

23. Diketahuinya hubungan antara perilaku tokoh masyarakat dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

24. Diketahuinya faktor paling dominan yang berhubungan dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Tahun 2010.

1.5Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Masyarakat

Untuk para ibu yang memiliki anak balita dapat lebih termotivasi dalam memahami pentingnya membawa anak balita ke Posyandu dan melaksanakan kegiatan Posyandu setiap sebulan sekali.

1.5.2 Bagi Puskesmas Ciputat Timur

Memberikan informasi kepada pihak Puskesmas tentang keterkaitan antara faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan partisipasi ibu balita ke


(34)

Posyandu. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam perencanaan program-program kesehatan terkait dengan Posyandu.

1.5.3 Bagi Penelitian

Untuk menambah wawasan dan pengalaman yang tak ternilai dalam melakukan penelitian dan sebagai aplikasi ilmu yang telah didapat selama kuliah serta dapat mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa. Selain itu dapat dijadikan sebagai bahan penelitian lanjutan oleh peneliti lain dalam topik yang sama yaitu terkait dengan partisipasi ibu ke Posyandu.

1.6Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan. Penelitian dilakukan oleh mahasiswa Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah pada bulan April -November tahun 2010. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional yang menggunakan kuesioner dan wawancara kepada ibu yang memiliki balita.

Penelitian ini dilakukan mengingat masih rendahnya partisipasi ibu yang membawa anaknya ke Posyandu untuk di timbang dibandingkan dengan jumlah balita seluruhnya di wilayah Rempoa (D/S) yaitu hanya 34,24%, artinya angka tersebut masih berada dibawah target Dinas Kesehatan Tangerang Selatan (72%).


(35)

16 2.1 Partisipasi Masyarakat

2.1.1 Pengertian

Secara umum partisipasi masyarakat merupakan suatu bentuk keterlibatan secara aktif dari masyarakat dalam segala bidang kehidupan. Hal ini berkaitan dengan pengertian partisipasi yang dikemukakan dalam kamus besar Bahasa Indonesia tahun 2005 yang menyatakan partisipasi sebagai hal turut berperan serta dalam suatu kegiatan (Pusat Bahasa, Depdiknas 2005).

Menurut Notoatmodjo (2007), partisipasi masyakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan yang mereka hadapi sendiri baik masalah keluarga ataupun masyarakat itu sendiri.

Partisipasi masyarakat umumnya dipandang sebagai suatu bentuk perilaku. Salah satu bentuk perilaku kesehatan adalah partisipasi ibu balita dalam program Posyandu, yang diwujudkan dengan membawa anak mereka untuk ditimbang berat badannya ke Posyandu secara teratur setiap


(36)

bulan, karena perilaku keluarga sadar gizi (keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya) salah satunya dapat dilihat dari indikator menimbang berat badan balita secara teratur ke Posyandu. Penimbangan balita dikatakan baik apabila minimal ada empat kali anak balita ditimbang ke Posyandu secara berturut-turut dalam enam bulan dan dikatakan tidak baik apabila kurang dari empat kali secara berturut-turut ke Posyandu dalam enam bulan (Depkes RI, 2007).

Posyandu adalah wadah yang paling tepat untuk peran serta masyarakat tersebut, karena dengan adanya peran serta dari masyarakat secara teratur dan berkesinambungan maka akan terciptanya kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Posyandu dapat dikatakan sebagai sarana partisipasi atau peran serta masyarakat dalam usaha peningkatan kesehatan masyarakat (Sembiring, 2004).

Didalam partisipasi, setiap anggota masyarakat dituntut suatu kontribusi dan sumbangan. Kontribusi tersebut bukan hanya terbatas pada dana dan finansial saja, tetapi dapat berbentuk daya (tenaga), dan ide (pemikiran). Dalam hal ini dapat diwujudkan didalam 4 M, yakni manpower (tenaga), money (uang), material (benda-benda lain seperti kayu, bambu, beras, batu dan sebagainya), mind (idea atau gagasan) (Notoatmodjo, 2007).

Mengingat pentingnya partisipasi masyarakat atau peran serta masyarakat sehingga diatur dalam UU nomor 36 2009 Bab XVI,


(37)

dicantumkan tentang peran serta masyarakat dan salah satu pasalnya yaitu pasal 174 ayat (1) yang menyatakan bahwa masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam rangka membantu mempercepat pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, artinya peran serta masyarakat atau partisipasi masyarakat khususnya dalam pembangunan dilindungi oleh undang-undang.

2.1.2 Dasar-Dasar Filosofi Partisipasi Masyarakat

Dalam hubungannya dengan fasilitas dan tenaga kesehatan, partisipasi masyarakat dapat diarahkan untuk mencukupi kelangkaan tersebut. Dengan kata lain, partisipasi masyarakat dapat menciptakan fasilitas dan tenaga kesehatan. Pelayanan kesehatan yang diciptakan dengan adanya partisipasi masyarakat didasarkan kepada idealisme (Notoatmodjo, 2007):

1) Community felt need

Apabila pelayanan itu diciptakan oleh masyarakat sendiri, ini berarti bahwa masyarakat itu memerlukan pelayanan tersebut. Sehingga adanya pelayanan kesehatan bukan karena diturunkan dari atas, yang belum dirasakan perlunya, tetapi tumbuh dari bawah yang diperlukan masyarakat dan untuk masyarakat.

2) Organisasi pelayanan kesehatan masyarakat yang berdasarkan partisipasi masyarakat adalah salah satu bentuk pengorganisasian


(38)

masyarakat. Hal ini berarti bahwa fasilitas pelayanan kesehatan itu timbul dari masyarakat sendiri.

3) Pelayanan kesehatan tersebut akan dikerjakan oleh masyarakat sendiri. Artinya tenaganya dan penyelenggaraannya akan ditangani oleh anggota masyarakat itu sendiri yang dasarnya sukarela.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa filosofi partisipasi masyarakat dalam pelayanan kesehatan masyarakat adalah terciptanya suatu pelayanan untuk masyarakat, dari masyarakat dan oleh masyarakat.

2.1.3 Tahap-Tahap Partisipasi

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengajak atau menumbuhkan partisipasi masyarakat, yaitu dengan dua cara (Notoatmodjo, 2007):

1) Partisipasi dengan paksaan

Artinya memaksa masyarakat untuk kontribusi dalam suatu program, baik melalui perundang-undangan, peraturan-peraturan maupun dengan perintah lisan saja. Cara ini akan lebih cepat hasilnya dan mudah. Tetapi masyarakat akan takut, merasa dipaksa dan kaget karena dasarnya bukan kesadaran tetapi ketakutan. Akibatnya masyarakat tidak akan mempunyai rasa memiliki terhadap program.


(39)

2) Partisipasi dengan persuasi dan edukasi

Yakni suatu partisipasi yang didasari pada kesadaran, sukar ditumbuhkan dan akan memakan waktu yang lama. Tetapi bila tercapai hasilnya akan mempunyai rasa memiliki dan rasa memelihara. Partisipasi ini dimulai dengan penerangan, pendidikan dan sebagainya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.2 Posyandu

2.2.1 Konsep Dasar Posyandu

Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006).

UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat, dengan bimbingan dari petugas puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya (Depkes RI, 2006).

Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non-instruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan


(40)

masyarakat, agar mampu mengidentifikasi masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki, merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat (Depkes RI, 2006).

2.2.2 Tujuan Penyelenggara Posyandu

Posyandu diselenggarakan dengan tujuan sebagai berikut (Sembiring, 2004):

1. Mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran.

2. Mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS), sebagai salah satu upaya mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal yang merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional.

3. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai dengan kebutuhan.

2.2.3 Sasaran Posyandu

Posyandu merupakan program pemerintah dibidang kesehatan, sehingga semua anggota masyarakat dapat memanfaatkan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) terutama (Depkes RI, 2006) :

a. Bayi (dibawah satu tahun) b. Balita (dibawah lima tahun)


(41)

c. Ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui d. Pasangan Usia Subur (PUS)

Program Posyandu ini ditujukan untuk memperbaiki kualitas pertumbuhan dan kesehatan anak dan Ibu.

2.2.4 Penyelenggaraan Posyandu

Kegiatan rutin Posyandu diselenggarakan dan diminati oleh kader Posyandu dengan bimbingan teknis dari Puskesmas dan sektor terkait, jumlah minimal kader untuk setiap Posyandu adalah 5 orang, jumlah ini sesuai dengan jumlah kegiatan utama yang dilaksanakan oleh Posyandu, yakni yang mengacu pada pada sistem 5 meja (Depkes RI, 2006).

Yang bertindak sebagai pelaksanaan Posyandu adalah kader, kader Posyandu dipilih oleh pengurus dari anggota masyarakat yang tersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan Posyandu.

2.2.5 Kegiatan Posyandu

Menurut Depkes RI (2006), kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan/pilihan. Kegiatan utama Posyandu dapat dilihat sebagai berikut :

1. Kegiatan Ibu dan Anak (KIA) a. Ibu Hamil


(42)

a) Penimbangan berat badan dan pemberian tablet besi yang dilakukan kader kesehatan.

b) Untuk lebih meningkatkan kesehatan ibu hamil, perlu diselenggarakan kelompok ibu hamil pada setiap hari buka Posyandu atau pada hari lain sesuai dengan kesepakatan.

b. Ibu Nifas dan Menyusui

Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu nifas dan menyusui mencakup yaitu: penyuluhan kesehatan meliputi (KB, ASI, dan gizi, ibu nifas, perawatan kebersihan jalan lahir), pemberian viatamin A dan tablet besi, perawatan payudara dan senam ibu nifas.

c. Bayi dan Anak Balita

Pelayanan Posyandu untuk balita harus dilaksanakan secara menyenangkan dan memacu kreatifitas tumbuh kembang anak. Jika ruang pelayanan memadai, pada waktu menunggu giliran pelayanan, anak balita sebaiknya tidak digendong melainkan dilepas bermain sesama balita dengan pengawasan orang tua dibawah bimbingan kader. Oleh karena itu, perlu disediakan sarana permainan yang sesuai dengan umur balita. Jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup :

a) Penimbangan berat badan b) Penentuan status pertumbuhan c) Penyuluhan


(43)

d) Jika ada tenaga kesehatan puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi, dan deteksi dini tumbuh kembang. Apabila ditemukan kelainan segera dirujuk ke puskesmas.

2. Keluarga Berencana (KB)

Pelayanan KB di Posyandu yang dapat diselenggarakan oleh kader adalah pemberian kondom dan pemberian pil ulangan.

3. Imunisasi

Pelayanan imunisasi di Posyandu hanya dilaksanakan apabila ada petugas puskesmas. Jenis imunisasi yang diberikan disesuaikan dengan program, baik terhadap bayi dan balita maupun terhadap ibu hamil. 4. Gizi

Pelayanan gizi di Posyandu dilakukan oleh kader. Sasaranya adalah bayi, balita, ibu hamil dan WUS. Jenis pelayanan yang diberikan meliputi penimbangan berat badan, deteksi dini gangguan pertumbuhan, penyuluhan gizi, pemberian IMT, pemberian vitamin A dan pemberian sirup Fe.

5. Pencegahan dan Penanggulangan diare

Pencegahan diare di Posyandu dilakukan dengan penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Sedangkan penanggulangan diare dapat dengan memberikan penyuluhan, pemberian larutan gula garam yang dapat dibuat sendiri oleh masyarakat atau pemberian Oralit yang disediakan.


(44)

Beberapa kegiatan pengembangan/tambahan Posyandu yang telah diselenggarakan antara lain ;

a) Bina Keluarga Balita (BKG)

b) Kelompok Peminat Kesehatan Ibu dan Anak (KP-KIA)

c) Penemuan dini dan pengamatan penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB), misalnya: ISPA, DBD, gizi buruk, polio, campak, difteri, pertusis, tatanus neonatorum.

d) Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD)

e) Usaha Kesehatan Gizi Masyarakat Desa (UKGMD)

f) Penyediaan Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PAB-PLP)

g) Program diversifikasi tanaman pangan dan pemanfaatan pekarangan, melalui Tanaman Obat Keluarga (TOGA)

h) Desa siaga

i) Pos Malaria Desa (Posmaldes)

j) Kegiatan ekonomi produktif, seperti: Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K), usaha simpan pinjam

k) Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), Tabungan Masyarakat (Tabumas)

2.2.6 Cakupan Penimbangan Balita

Dalam pelaksanaan Posyandu terdapat dua hal penting yang menjadi sasaran. Pertama adalah perilaku masyarakat untuk membawakan


(45)

anaknya ke Posyandu dan yang kedua adalah perhatian daerah termasuk perangkat desa. Dengan demikian perilaku antara warga masyarakat merupakan hasil langsung dari pelaksanaan Posyandu. Ukuran perilaku masyarakat ini dapat dilihat dari hasil cakupan, yang salah satunya adalah cakupan penimbangan balita (Mamdy, 1989 dalam Juarsa tahun 2004).

Pencapaian hasil kegiatan di Posyandu dapat dilihat melalui balok SKDN (S = jumlah anak balita yang ada di wilayah kerja Posyandu tertentu, K = jumlah anak balita yang memiliki KMS, D = jumlah anak balita yang datang ditimbang berat badannya, N = jumlah anak balita yang menunjukkan kenaikan berat badannya). Cakupan penimbangan balita (D/S) adalah jumlah balita yang datang untuk ditimbang (D) dibandingkan dengan jumlah balita yang ada di wilayah kerja Posyandu pada periode waktu yang sama (S). Cakupan penimbangan balita (D/S) merupakan indikator yang digunakan untuk menilai tingkat partisipasi masyarakat dalam upaya memanfaatkan Posyandu sebagai sarana pemeliharaan kesehatan, khususnya anak balita (Depkes RI, 1996 dalam Juarsa, 2004).

2.2.7 Perkembangan Posyandu

Perkembangan masing-masing Posyandu tidak sama. Dengan demikian pembinaan yang dilakukan untuk masing-masing Posyandu juga berbeda. Posyandu dibedakan menjadi 5 tingkatan (Depkes RI, 2006 dan Majalah Gemari Edisi 62, 2006) yaitu:


(46)

1) Posyandu Tingkat Pratama

Merupakan Posyandu yang kegiatannya masih belum optimal dan belum bisa melaksanakan kegiatan rutinnya setiap bulan serta jumlah kader sangat terbatas yaitu kurang dari lima orang. Intervensi yang dapat dilakukan dengan memotivasi masyarakat serta menambah jumlah kader.

2) Posyandu Tingkat Madya

Merupakan Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader 5 orang atau lebih, tetapi cakupan program utamanya masih rendah yaitu kurang dari 50%. Intervensi yang dapat dilakukan adalah meningkatkan cakupan dengan mengikutsertakan tokoh masyarakat sebagai motivator serta lebih menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan Posyandu.

3) Posyandu Tingkat Purnama

Merupakan Posyandu yang frekuensi pelaksanaannya lebih dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader yang bertugas 5 orang atau lebih, cakupan program utamanya lebih dari 50% sudah dilaksanakan, serta sudah ada program tambahan dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas.

4) Posyandu Tingkat Mandiri

Merupakan Posyandu yang sudah bisa melaksanakan programnya secara mandiri, cakupan program utamanya sudah bagus serta sudah


(47)

ada program tambahan Dana Sehat dan telah menjangkau lebih dari 50% Kepala Keluarga (KK).

5) Posyandu Plus

Merupakan kegiatan terkait pembangunan manusia. Karena menyangkut manusia berarti terkait pula dengan masalah potensi sumber daya manusia (SDM). Posyandu ini tidak hanya sebagai tempat perawatan kesehatan, tetapi juga menjadi sarana pengembangan kecerdasan bagi anak.

2.3 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati, yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Salah satu bentuk perilaku kesehatan disini adalah partisipasi ibu balita dalam program Posyandu, yang diwujudkan dengan membawa anak balita mereka untuk ditimbang berat badannya ke Posyandu secara teratur setiap bulan.

Perilaku manusia adalah sangat kompleks, dilihat dari berbagai sudut pandang. Perilaku seseorang atau subjek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subjek. (Notoatmodjo, 2005).


(48)

Menurut teori Lawrence Green (1980) yang dikutip dalam Notoatmodjo (2005), dalam mendiagnosa perilaku kesehatan seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing faktors)

Faktor yang mendahului terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi perilaku, juga sebagai faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang antara lain: pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nila-nilai, budaya dan lain-lain berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak. Misalnya, seorang ibu mau membawa anaknya ke Posyandu, karena tahu bahwa di Posyandu anaknya akan dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui pertumbuhannya. Tanpa adanya pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan membawa anaknya ke Posyandu.

Dalam arti umum, dapat dikatakan faktor predisposisi sebagai preferensi (pribadi) yang dibawa seseorang atau kelompok kedalam suatu pengalaman belajar. Preferensi ini mungkin mendukung atau menghambat perilaku sehat, dan dalam setiap kasus faktor ini mempunyai pengaruh. Meskipun berbagai faktor demografis seperti umur, jenis kelamin, juga sangat penting sebagai faktor predisposisi.

2. Faktor Pemungkin (Enabling faktors)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas (yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat).


(49)

Pengetahuan dan sikap saja tidak menjamin terjadinya perilaku, maka masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut. Dari segi kesehatan masyarakat, agar masyarakat mempunyai perilaku sehat harus terakses (terjangkau) sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan kesehatan. Misalnya seorang ibu mau membawa anaknya ke Posyandu tidak hanya karena ia tahu dan sadar akan manfaat melainkan juga ibu tersebut dapat dengan mudah memperoleh sarana dan fasilitas, misalnya KMS dan gedung Posyandu. Fasilitas ini hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor pemungkin.

3. Faktor Penguat (Reinforcing faktors)

Untuk berperilaku sehat, terkadang masyarakat tidak hanya memerlukan pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas saja, melainkan juga diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para petugas terlebih lagi petugas kesehatan, kader dan tokoh masyarakat. Faktor penguat adalah faktor yang medorong atau memperkuat terjadinya perilaku, juga sebagai faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Faktor yang termasuk disini yaitu faktor sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan, kader dan tokoh masyarakat. Disamping itu undang-undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait dengan kesehatan juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.


(50)

Selanjutnya, tim kerja kesehatan dari WHO merumuskan determinan perilaku ini sangat sederhana. Mereka mengatakan bahwa mengapa seseorang berperilaku, karena adanya beberapa alasan pokok (determinan) yaitu (Notoatmodjo, 2005):

1. Pemikiran dan perasaan

Hasil pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku. Misalnya, seseorang ibu akan membawa anaknya ke Puskesmas untuk memperoleh imunisasi, akan didasarkan pertimbangan untung ruginya, manfaatnya, dan sumber daya atau uang yang tersedia dan sebagainya.

2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai (personal references), yang pada umumnya adalah para tokoh masyarakat setempat.

3. Sumber daya yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Kalau dibandingkan dengan teori Green, sumber daya ini adalah sama dengan faktor enabling (sarana dan prasarana atau fasilitas).

4. Sosio budaya setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang. Telah diuraikan terdahulu bahwa faktor sosio budaya merupakan faktor eksternal untuk terbentuknya perilaku seseorang. Hal ini dapat dilihat dari perilaku tiap-tiap etnis di Indonesia yang berbeda-beda


(51)

karena memang masing-masing etnis mempunyai budaya yang berbeda yang khas.

2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Ibu Balita ke Posyandu

2.4.1 Umur Ibu

Menurut Pusat Bahasa, Depdiknas 2005, umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan).

Umur berpengaruh terhadap terbentuknya kemampuan, karena kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dapat diperoleh melalui pengalaman sehari-hari selain faktor pendidikannya (Budiyanto, 2000 dalam Ningsih, 2008). Orang tua muda terutama ibu, cenderung kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengasuh anak sehingga umumnya mereka mengasuh anak hanya berdasarkan pengalaman orang tuanya terdahulu. Selain itu, faktor usia yang muda juga cenderung menjadikan ibu untuk mendahulukan kepentingan sendiri daripada kepentingan anaknya sehingga kuantitas dan kualitas pengasuhan kurang terpenuhi (Hurlock, 1999 dalam Gabriel, 2008).

Sunyoto (1991) dalam Arinta (2010) mengatakan adanya pengalaman bahwa seseorang yang sudah lanjut usia maka penerimaan terhadap hal baru semakin rendah. Hal ini karena orang yang termasuk dalam golongan tua memiliki kecenderungan selalu bertahan dengan


(52)

nilai-nilai lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang sifatnya baru.

Berdasarkan hasil Susenas (1986) dalam Alibbirwin (2001) menunjukkan adanya hubungan bermakna antara ibu dengan status gizi balita. Dari hasil Susenas ini diketahui bahwa balita yang ibunya berumur 20-29 tahun adalah balita yang berstatus gizi baik.

2.4.2 Pendidikan Ibu

Pendidikan adalah suatu proses penyampaian bahan/materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkat lalu (Notoatmodjo, 1993 dalam Arinta, 2010).

Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat berdasarkan lamanya atau jenis pendidikan yang dialami seseorang (Khomsan et al, 2007). Pendidikan dapat berfungsi sebagai dasar seseorang untuk berperilaku sesuai dengan tingkatan dan jenis pendidikan yang diikutinya. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya (Soetjiningsih (1995) dalam Khalimah (2007).


(53)

Begitu juga, Gunarsa dan Gunarsa (1995) mengatakan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap suatu hal baru. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang dalam menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam hal kesehatan dan gizi. Terkait dengan hal ini, pendidikan ibu sangat erat kaitannya dengan kesehatan anak. Hal ini dikarenakan, ibu adalah pendidik pertama bagi anaknya dan sekaligus menjadi pengasuh utama bagi anak. Oleh karena itu, seseorang ibu hendaknya dibekali dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan dalam merawat anak, terutama dalam masalah tumbuh kembang anak. Tingkat pendidikan ini juga mempengaruhi terjadinya perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan, khususnya tingkat pendidikan wanita mempengaruhi derajat kesehatan (Atmarita dan Fallah, 2004).

Menurut Phenix dalam Harianto (1992) bahwa pendidikan adalah suatu proses di mana manusia membina perkembangan manusia lain secara sadar dan berencana. Sebagaimana di kemukakan oleh Spencer 1859 dalam Harianto (1992), orang tua yang berpendidikan rendah akan sulit beradaptasi dengan situasi dan kondisi dari kegiatan yang dilaksanakan sehingga dapat mempengaruhi dalam kegiatan pelaksanaan Posyandu. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Harianto (1992) yang


(54)

menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan responden dengan partisipasi masyarakat (D/S).

2.4.3 Tingkat Pengetahuan Ibu

Menurut Engel, Blakcwell dan Miniard (1995) dalam Khomsan et al (2009), pengetahuan adalah informasi yang disimpan dalam ingatan dan menjadi penentu utama perilaku seseorang. Selanjutnya Winkel (1984) dalam Khomsan mengemukakan bahwa tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya. Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu, karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku tidak didasari oleh pengetahuan. Cahyaningsih (1999) dalam Khomsan et al (2007) juga mengatakan bahwa seseorang dengan pendidikan relatif tinggi cenderung memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan yang berpendidikan lebih rendah.

Pengetahuan gizi adalah segala bentuk informasi yang berkaitan dengan pangan dan gizi. Seseorang dapat memperoleh pengetahuan gizi melalui berbagai sumber seperti buku-buku pustaka, majalah, televise, radio, surat kabar dan orang lain (suami, teman, tetangga, ahli gizi, dokter


(55)

dan lain-lain) (Khomsan et al, 2009). Dalam penelitian Maharsi (2007), pengetahuan ibu berhubungan dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003) disebutkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:

1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan,


(56)

kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran tidak berlangsung lama.

2.4.4 Sikap Ibu

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu perbuatan (action), tetapi dari sikap dapat diramalkan perbuatannya. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut (Koentjaraningrat (1983) dalam Maulana (2009).

Sikap tidak dibawa seseorang semenjak lahir tapi mengalami proses dan dipengaruhi lingkungan. Oleh karena itu, lingkungan mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan dan perubahan sikap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Madihah (2002) bahwa sikap lebih banyak diperoleh dari belajar daripada proses pematangan.

Sikap tidak sama dengan perilaku dan perilaku tidak selalu mencerminkan sikap seseorang. Individu sering kali memperlihatkan tindakan bertentangan dengan sikapnya (Sarwono, 1997 dalam Maulana, 2009). Akan tetapi, sikap dapat menimbulkan pola-pola cara berfikir tertentu dalam masyarakat dan sebaliknya, pola-pola cara berfikir ini


(57)

mempengaruhi tindakan dan kelakuan masyarakat, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hal membuat keputusan yang penting dalam hidup (Koentjaraningrat, 1983 dalam Maulana, 2009).

Sikap terbentuk karena ada faktor pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta pengaruh faktor emosional (Azwar, 2003). Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (1997) dalam Maulana (2009) bahwa sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tertentu, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya. Sikap dapat terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami individu. Interaksi disini tidak hanya berupa kontak sosial dan hubungan antarpribadi sebagai anggota kelompok sosial, tetapi meliputi juga hubungan dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis serta dapat berubah jika ada pengalaman luar biasa. Menurut Pranadji (1988) perubahan sikap dan kepercayaan dapat dipengaruhi oleh adanya suatu pendidikan, baik formal maupun informal.

Salah satu cara untuk dapat mengukur atau menilai sikap seseorang dapat menggunakan skala atau kuesioner. Skala penilaian sikap mengandung serangkaian pertanyaan tentang permasalahan tertentu. Responden yang akan mengisi diharapkan menentukan sikap setuju terhadap pertanyaan tertentu. Skala pengukuran sikap oleh Likert dibuat dengan pilihan jawaban sangat setuju terhadap sesuatu pertanyaan, setuju,


(58)

tidak setuju dan sangat tidak setuju (Sarlito (2000) dalam Khalimah (2007). Dalam penelitian Maharsi (2007) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara sikap ibu dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu.

2.4.5 Status Bekerja Ibu

Menurut Pandji Anoraga (1998) dalam Khalimah (2007), kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak dicapainya dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada sesuatu keadaan yang lebih memuaskan dari pada keadaan sebelumnya.

Suatu jenis pekerjaan dari seseorang akan memberikan pengalaman belajar terhadap yang bersangkutan baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, baik secara financial maupun psikologis. Peristiwa yang manis maupun yang pahit itu akan berperan terhadap perilaku seseorang. Kejadian seperti itu adalah suatu kenyataan bahwa ada korelasi yang penting antara jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan dengan berbagai tekanan psikologis didalamnya (Siagian,1983 dalam Hasan, 2005).

Pekerjaan memiliki hubungan dengan pendidikan dan pendapatan serta berperan penting dalam kehidupan sosial ekonomi dan memiliki


(59)

keterkaitan dengan faktor lain seperti kesehatan (Sukarni, 1994 dalam Gabriel, 2008). Hal ini sesuai menurut Khomsan et al (2007) bahwa pekerjaan termasuk ke dalam salah satu sumber pendapatan dalam keluarga. Dengan adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga, maka keluarga tersebut relatif terjamin pendapatannya setiap bulan. Jika keluarga tidak memiliki pekerjaan tetap, maka pendapatan keluarga setiap bulannya juga tidak dapat dipastikan.

Seseorang yang mempunyai pekerjaan dengan waktu yang cukup padat akan mempengaruhi ketidak hadiran dalam pelaksanaan Posyandu. Pada umumnya orang tua tidak mempunyai waktu luang, sehingga semakin tinggi aktivitas pekerjaan orang tua semakin sulit datang ke Posyandu. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sambas (2002) yang menyatakan bahwa ibu balita yang tidak bekerja berpeluang baik untuk berkunjung ke Posyandu dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Hasil penelitian kualitatif di Kota Denpasar yang dilakukan Widiastuti juga ditemukan bahwa ibu yang bekerja menyebabkan tidak membawa anaknya ke Posyandu untuk ditimbang.

2.4.6 Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga/rumah tangga adalah harta yang diterima oleh sebuah rumah tangga sebagai hasil dari seluruh usaha semua warganya (Depdiknas, 2005). Pendapatan keluarga juga merupakan seluruh


(60)

penghasilan/penerimaan anggota keluarga yang diperoleh baik berupa gaji, upah, pendapatan dari usaha rumah tangga, pendapatan lainnya maupun pendapatan transfer (sisa antara penerimaan dan sumbangan/kiriman dan pemberian sumbangan.kiriman) (BPS, 1987 dalam Tuti, 1989).

Menurut BPS yang dimaksud dengan anggota keluarga adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal dalam satu rumah tangga. Anggota keluarga yang bepergian selama enam bulan atau lebih atau yang bepergian dengan tujuan pindah atau meninggalkan rumah enam bulan atau lebih tidak termasuk anggota keluarga. Tamu yang telah tinggal kurang dari 6 bulan tetapi bermaksud tinggal 6 bulan atau lebih dianggap anggota rumah tangga.

Pendapatan yang lebih tinggi akan memberikan kemungkinan yang lebih besar bagi seseorang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bahkan kesempatan untuk memilih atau menentukan jenis pelayanan sesuai dengan keinginannya. Hal ini dihubungkan dengan tersedianya biaya baik untuk pengobatan, pemeliharaan kesehatan, maupun pencegahan penyakit. Dapat pula dihubungkan dengan kemampuan untuk mendapatkan informasi tentang tersedianya fasilitas pelayanan yang modern (Tuti, 1989). Hal ini sesuai dengan penelitian Ascobat Gani dalam Tuti (1989) mengemukakan bahwa ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan kebutuhan pelayanan kesehatan. Namun berbeda menurut


(61)

penelitian Tuti (1989) menyatakan bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara pendapatan keluarga dengan kunjungan ibu balita ke Posyandu.

2.4.7 Jarak Tempuh dari Rumah ke Posyandu

Yang dimaksud dengan jarak disini adalah ukuran jauh dekatnya dari rumah atau tempat tinggal seseorang ke Posyandu dimana adanya kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di wilayahnya. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2002) dalam Khalimah (2007), jarak adalah ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat yaitu jarak antara rumah dengan tempat Posyandu.

Menurut Effendy (1997) dalam Khalimah (2007), letak Posyandu sebaiknya berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat, ditentukan lokal sendiri, atau dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos RT atau RW atau pos lainnya. Hal ini agar jarak Posyandu tidak terlalu jauh sehingga tidak menyulitkan masyarakat untuk menimbangkan anaknya.

Dari beberapa hasil penelitian bahwa faktor jarak ternyata memberikan kontribusi terhadap seseorang dalam melakukan suatu tindakan, seperti yang dikemukakan dalam hasil penelitian Sambas (2002) bahwa responden yang jarak tempuhnya dekat dari rumah ke Posyandu


(62)

(<10 menit) berpeluang baik untuk berkunjung ke Posyandu dibandingkan yang jarak tempuhnya jauh (> 10 menit).

2.4.8 Kepemilikan KMS

Menurut Mahdi (2001) dalam Maharsi (2007), KMS merupakan alat untuk memotivasi ibu dalam upaya memberikan sesuatu yang terbaik untuk anaknya agar perkembangan anak akan lebih normal, dengan demikian dikemudian hari anak menjadi lebih cerdas. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Sambas (2002), bahwa terdapat hubungan antara kepemilikan KMS ibu balita dengan partisipasi mereka ke Posyandu.

Menurut Depkes RI (2000), Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah alat sederhana dan murah yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Selanjutnya, kurva perkembangan anak yang dipersiapkan itu tidak sulit untuk dimengerti, baik oleh ibu maupun oleh petugas formal ataupun informal, serta sangat relevan dengan program pemerintah dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Menurut Sukarni (1994) dalam Khomsan et al (2007), KMS adalah alat yang memungkinkan dilakukannya pengamatan yang terarah dengan cara yang sederhana terhadap masalah kesehatan anak dari segala segi. Untuk itu, KMS balita dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk memantau tumbuh kembang anak agar tidak terjadi


(63)

kesalahan atau ketidakseimbangan pemberian makan pada anak (Depkes, 2000).

2.4.9 Perilaku Kader

Menurut Depkes RI (2005), kader adalah anggota masyarakat yang dipilih untuk menangani masalah kesehatan, baik perseorangan maupun masyarakat, serta untuk bekerja dalam hubungan yang amat dekat dengan tempat pelayanan kesehatan dasar. Jadi, kader Posyandu sebagai penyelenggara utama kegiatan Posyandu mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan Posyandu.

Tugas kader pada hari buka Posyandu, antara lain yaitu melaksanakan penimbangan balita dan ibu hamil yang berkunjung ke Posyandu, mencatat hasil penimbangan di KMS atau buku KIA dan mengisi buku register Posyandu, melaksanakan kegiatan penyuluhan kesehatan dan gizi sesuai dengan hasil penimbangan serta memberikan PMT dan lain-lain. Sedangkan tugas kader diluar hari buka Posyandu antara lain; melakukan tindak lanjut terhadap sasaran yang datang dan memerlukan penyuluhan lanjutan, memberitahukan agar sasaran berkunjung saat hari buka Posyandu, melakukan kunjungan tatap muka kepada tokoh masyarakat dan menghadiri pertemuan kelompok rutin, kelompok masyarakat atau orgaisasi keagamaan dan lain-lain. Tugas kader selain di Posyandu melakukan kunjungan rumah didampingi oleh tenaga


(64)

kesehatan atau tokoh masyarakat untuk mendata dan mencari tahu tentang sebab ketidak hadiran pengguna Posyandu, pendataan bayi, anak Balita, ibu hamil, ibu menyusui dan keluarga miskin (GAKIN) (Depkes RI, 2006).

Ketrampilan kader merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam sistem pelayanan di Posyandu, karena dengan pelayanan kader yang terampil akan mendapat respon positif dari ibu-ibu yang mempunyai balita, sehingga terkesan ramah dan baik serta pelayanannya teratur. Hal ini mendorong para ibu rajin berkunjung ke Posyandu (Azwar, 1996 dalam Khalimah, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian Eddy (2000) menyatakan bahwa kemampuan ataupun ketrampilan kader mempunyai hubungan paling kuat dengan cakupan penimbangan balita. Penelitian Sambas (2002) juga ditemukan terdapat hubungan yang bermakna antara pembinaan dari kader dengan kunjungan ibu-ibu anak balita ke Posyandu.

2.4.10Perilaku Petugas Kesehatan

Dalam kegiatan Posyandu petugas kesehatan menjadi acuan bagi masyarakat. Petugas yang berperilaku baik seperti akrab dengan masyarakat, menunjukkan perhatian pada kegiatan masyarakat dan mampu mendekati para tokoh masyarakat merupakan salah satu cara yang


(65)

dapat menarik simpatik masyarakat, sehingga masyarakat mau ke Posyandu (Widiastuti, 2007).

Hal ini sesuai dengan penelitian Sambas (2002) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara bimbingan petugas kesehatan dengan kunjungan ibu-ibu anak balita ke Posyandu yang menunjukkan nila p<0,05. Begitu juga dengan penelitian Hutagulung (1992) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara bimbingan petugas kesehatan kepada responden dengan perilaku ibu menimbangkan anaknya.

2.4.11Perilaku Tokoh Masyarakat

Keluarga merupakan bagian dari masyarakat sehingga perilaku keluarga tidak dapat dipisahkan dari perilaku masyarakat di sekitarnya. Jika dalam kegiatan yang diselenggarakan masyarakat melihat bahwa tokoh-tokoh masyarakat yang disegani ikut serta maka mereka akan tertarik juga untuk berpartisipasi. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2005) yang menyatakan bahwa tokoh masyarakat adalah jembatan antara sektor kesehatan dengan masyarakat.

Keterlibatan pemimpin informal dan partisipasi masyarakat akan berpengaruh terhadap keberhasilan program Posyandu. Kegiatan


(66)

Posyandu dilaksanakan oleh masyarakat dan untuk masyarakat sendiri. Oleh karena itu, jika tokoh masyarakat setempat tidak berpartisipasi/terlibat dalam kegiatan Posyandu, ada kemungkinan bahwa masyarakat setempat tidak akan menggunakan Posyandu (Sitohang, 1989 dalam Juarsa, 2004). Dalam Al-Qur’an Allah Ta’ala juga berfirman, yang berbunyi:

Artinya: “Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (Q.S. Al- Ankabut: 6).

Ayat diatas menegaskan bahwa “dan barang siapa yang berjihad”

yakni mencurahkan kemampuannya untuk melaksanakan amal shaleh hingga ia bagaikan berlomba dalam kebajikan, maka seseungguhnya manfaat dan kebaikan jihadnya adalah untuk dirinya sendiri. Seseorang yang beriman dan beramal shaleh maka Allah akan menghapuskan dosa-dosa mereka dan Allah akan memberi ganjaran yang lebih baik dari apa yang mereka senantiasa kerjakan. Ayat tersebut jika dikaitkan dengan penelitian ini, maka dapat dijelaskan apabila tokoh masyarakat berperilaku positif terhadap kegiatan Posyandu dan mereka mau menggunakan kemampuannya dalam memberikan pelayanan kesehatan


(67)

yang baik kepada ibu-ibu balita di Posyandu, maka Allah juga akan membalas amal kebajikan mereka dengan yang lebih baik dari apa yang dikerjakannya.

Hasil penelitian Soedarti (1988) dalam Juarsa (2004) di Tangerang ditemukan bahwa partisipasi aktif dari tokoh masyarakat menghasilkan kemajuan kegiatan Posyandu. Begitu juga menurut hasil penelitian Sambas (2002) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dorongan dari tokoh masyarakat dengan kunjungan ibu-ibu anak balita ke Posyandu.

2.5 Kerangka Teori

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi teori Green (1980) dalam Notoatmodjo (2005) tentang faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat yang mempengaruhi perilaku seseorang. Kerangka teori tersebut dapat dilihat pada bagan dibawah ini.


(1)

b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -.554 .139 15.807 1 .000 .574

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Pekrjaan_New 1.700 1 .192

KpmlknKMS_New 4.379 1 .036

tokoh_new2 7.607 1 .006

Overall Statistics 13.322 3 .004

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square df Sig.

Step 1 Step 14.013 3 .003

Block 14.013 3 .003

Model 14.013 3 .003

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 277.324a .061 .084

a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001.


(2)

Classification Tablea Observed Predicted PartisipasiIbu Percentage Correct Tidak aktif Aktif

Step 1 PartisipasiIbu Tidak aktif 141 0 100.0

Aktif 81 0 .0

Overall Percentage 63.5

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

90.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step 1a Pekrjaan_New .527 .394 1.788 1 .181 1.694 .886 3.240

KpmlknKMS_New .925 .457 4.103 1 .043 2.522 1.190 5.344 tokoh_new2 .782 .294 7.085 1 .008 2.185 1.348 3.541 Constant -2.241 .582 14.824 1 .000 .106

a. Variable(s) entered on step 1: Pekrjaan_New, KpmlknKMS_New, tokoh_new2.

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 222 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 222 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 222 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding Original

Value Internal Value

Tidak aktif 0


(3)

Overall Percentage 63.5 a. Constant is included in the model.

b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -.554 .139 15.807 1 .000 .574

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables KpmlknKMS_New 4.379 1 .036

tokoh_new2 7.607 1 .006

Overall Statistics 11.559 2 .003

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 12.142 2 .002

Block 12.142 2 .002

Model 12.142 2 .002

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 279.195a .053 .073

a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001.


(4)

Classification Tablea

Observed

Predicted PartisipasiIbu

Percentage Correct Tidak aktif Aktif

Step 1 PartisipasiIbu Tidak aktif 141 0 100.0

Aktif 81 0 .0

Overall Percentage 63.5

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

90.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step 1a KpmlknKMS_New .904 .455 3.940 1 .047 2.470 1.168 5.223

tokoh_new2 .785 .292 7.205 1 .007 2.192 1.355 3.547 Constant -1.788 .465 14.750 1 .000 .167

a. Variable(s) entered on step 1: KpmlknKMS_New, tokoh_new2.


(5)

Sikap ibu

1.63

1.633

0.199

1.628

-0.1

1.584

-2.78

1.566

-3.876

1.451

-10.9

1.466

-10

-

-

-

-

Pekerjaan

1.717

1.719

0.123

1.726

0.549

1.721

0.254

1.824

6.28

1.829

6.567

1.763

2.725

1.694

-1.307

-

-

Pendapatan

1.064

1.062

-0.16

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

KMS

2.589

2.599

0.367

2.578

-0.41

2.536

-2.06

2.504

-3.275

2.492

-3.77

2.588

-0.04

2.522

-2.602

2.47

-4.617

Kader

0.794

0.8

0.748

0.8

0.664

0.793

-0.21

0.784

-1.272

-

-

-

-

-

-

-

-

Petugas

1.04

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-


(6)