ringan atau berat, sesudah 4 jam bekerja produktivitasnya akan menurun Yanuar, 2009. Menurut Aryanti 2006, durasi kerja bagi seseorang
menentukan tingkat efisiensi dan produktivitas kerja. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa lama rata-rata ibu
menyusui adalah 23,24 menit. Dengan minimal lama menyusui sebesar 3 menit dan maksimal lama menyusui 60 menit. Bayi biasanya menyusui
sebanyak 10-12 kali dalam sehari Sari, 2009. Kegiatan ibu menyusui membutuhkan waktu yang lama dan dilakukan berkali-kali dalam sehari
baik malam maupun siang. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji T-test independen, diketahui bahwa tidak ada hubungan antara lama
menyusui dengan keluhan musculoskeletal disorders pada ibu menyusui. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kantana
2010 menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara durasi dengan keluhan musculoskeletal disorders dengan nilai p value sebesar 0,092.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih dan Jayanti 2008 menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara lamanya kerja
wanita pemetik melati dengan kejadian musculoskeletal disorders dimana p value yang di dapatkan sebesar 0,913.
Tidak ada hubungan antara lama menyusui dengan keluhan musculoskeletal
disorders, dikarenakan
ibu menyusui
rata-rata menghabiskan waktu 23,24 menit. Hal ini lebih lama dibandingkan
dengan waktu standar yang digunakan untuk menyusui. Seperti menurut Soetjiningsih 1997, ibu menyusui diperbolehkan menyusui selama 15-
20 menit. Selain itu, bayi yang menyusu akan menentukan sendiri kebutuhannya.
Bayi yang sehat akan mengosongkan satu payudara sekitar 5-10 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam.
Menurut Indarwati 2012, secara normal bayi yang baru lahir akan menyusui sebanyak 8-12 kali dalam sehari dengan lama minimal 10
menit. Selain itu, diasumsikan bahwa ketika ibu menyusui bayinya mungkin responden jarang melakukan istirahat. Menurut Murtopo dan
Sarimurni 2005, pekerja yang melakukan istirahat 5 menit selama 4 kali sepanjang waktu bekerja dapat mengurangi keluhan.
Meskipun untuk variabel lama menyusui tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan musculoskeletal disorders, tetapi untuk
meminimalisasi hal tersebut, diharapkan ketika ibu tidak menyusui agar beristirahat. Seperti m
enurut Suma’mur 1967, pekerja wanita setelah bekerja selama 4 jam harus diadakan waktu untuk beristirahat dengan
lamanya 30 menit. c.
Berat Badan Bayi Force merupakan jumlah usaha fisik yang digunakan untuk
melakukan pekerjaan seperti mengangkat benda berat. Jumlah tenaga bergantung pada tipe pegangan yang digunakan, berat obyek, durasi
aktivitas, postur tubuh dan jenis dari aktivitasnya. Massa bebanobjek merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan
otot rangka Soleha, 2009. Menurut Meshkati 1988 dalam Tarwaka
2010, Beban kerja dapat didefinisikan sebagai suatu perbedaan antara kemampuan pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi.
Bayi yang dilahirkan biasanya dengan ukuran dan ciri yang berbeda. Berat badan dapat digunakan untuk mengetahui kecukupan ASI
pada bayi. Namun, perlu diketahui bahwa pada beberapa hari pertama bayi akan mengalami penurunan berat badan 10 dari berat badan lahir,
ini hal yang normal. Dan setelah 10-14 hari kemudian berat badan bayi akan naik kembali Indarwati, 2012. Pada usia 1-3 bulan, kenaikan berat
badan bayi normal sekitar 200 gram per minggu. Lalu pada usia 4-6 bulan, berat badan bayi akan naik 500-600 gram per bulan. Memasuki
usia 7-9 bulan, kenaikan berat badan bayi ideal 350-450 gram per bulan pada usia 10-12 bulan. Kenaikan berat badan bayi sekitar 200 gram per
bulan Harnowo, 2013. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa rata-rata berat badan bayi
sebesar 6,0411 kg, dengan maksimal berat badan yaitu sebesar 14,20 kg dan minimal berat badan yaitu sebesar 3,87 kg. Berdasarkan hasil uji
statistik diketahui bahwa tidak ada hubungan antara berat badan bayi dengan keluhan musculoskeletal disorders.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Thamrin Muis 2010 menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara berat barang
dengan kejadian keluhan musculoskeletal disorders pada aktivitas manual handling. Tidak ada hubungan antara berat badan bayi dengan keluhan
musculoskeletal disorders dikarenakan bayi lebih banyak berusia 0 – 3
bulan yang memiliki kenaikan berat badan normal sekitar 200 gram per minggu.
6.2.3 Gambaran dan Hubungan Faktor Individu dengan Keluhan
Musculoskeletal disorders pada Ibu Menyusui 0 sampai 6 bulan Di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Jakarta Tahun 2013
a. Usia
Usia mempengaruhi dalam pengambilan keputusan ibu dalam memberikan ASI eksklusif, semakin bertambah usia tua maka
pengalaman dan pengetahuan semakin bertambah Notoatmodjo, 2003 dalam Arifah, 2010. Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi
degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di saat seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa
kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas pada
tulang dan otot menjadi berkurang Bridger, 2003. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa sebagian besar menyatakan
usia ≤ 35 tahun yaitu 86,8. Sedangkan berdasarkan hasil analisis hubungan antara usia dengan keluhan musculoskeletal disorders bahwa
lebih banyak usia ≤ 35 tahun yang mengalami keluhan musculoskeletal disorders dibandingkan dengan usia 35 tahun. Berdasarkan hasil uji
statistik dengan menggunakan uji chi square bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan keluhan musculoskeletal disorders pada ibu menyusui
di kelurahan pisangan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jayanti dan Setyaningsih 2013 bahwa faktor usia pada pekerja pembuat wajan tidak
berhubungan dengan keluhan musculoskeletal disorders dengan nilai p value 0,150. Penelitian yang dilakukan oleh Zulfiqor 2010 bahwa faktor
usia pada welder tidak berhubungan dengan keluhan musculoskeletal disorders. Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhikmah 2010
menyatakan ada hubungan yang signifikan antara faktor usia dengan keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja furnitur dimana nilai p
value sebesr 0,002 p value0,05. Tidak ada hubungan antara usia dengan keluhan musculoskeletal
disorders, dikarenakan jumlah responden yang mengalami keluhan musculoskeletal disorders lebih banyak ber
usia ≤ 35. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan
menjadi jaringan parut, pengurangan cairan sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang Bridger,
2003. Tetapi hal ini dapat diminimalisir dengan berolahrga. Namun dari hasil wawancara kebanyakan ibu menyusui yang
berusia ≤ 35 tahun jarang berolahraga dikarenakan malas. Selain itu, tidak ada hubungan
antara usia dengan keluhan musculoskeletal disorders bahwa usia lebih muda biasanya memiliki pengalaman menyusui yang masih dini dan
pemahaman tentang menyusui sedikit.
Chaffin 1979 dan Guo et.al 1995 dalam Tarwaka, 2010 menjelaskan bahwa pada umumnya keluhan sistem musculoskeletal
disorders mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan
akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Besarnya keluhan musculoskeletal disorders yang terjadi pada kelompok usia 18-
30 tahun dikarenakan telah terjadi penyusutan dimensi tubuh ketika 18 tahun dimana hal ini mempengaruhi kekuatan otot pada tubuh Oborne,
1995 dalam penelitian Aprilia, 2009. Meskipun variabel usia tidak memiliki hubungan yang signifikan
dengan keluhan musculoskeletal disorders untuk mengurangi keluhan musculoskeletal disorders diharapkan untuk ibu menyusui agar rutin
melakukan olahraga. b.
Kesegaran Jasmani Kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko
terjadinya keluhan otot Mitchell, 2008 dalam penelitian Kantana, 2010. Pada penelitian ini, variabel kesegaran jasmani merupakan suatu bentuk
penilaian kebugaran seseorang melalui aktifitas kebiasaan seseorang dalam berolahraga.
Dari hasil univariat diketahui bahwa distribusi responden sebagian besar kurang olahraga yaitu 81,6. Berdasarkan analisis hubungan antara
kesegaran jasmani dengan keluhan musculoskeletal disorders diketahui bahwa responden yang mengalami keluhan musculoskeletal disorders
lebih banyak responden yang kurang berolahraga dibandingkan dengan yang memiliki olahraga yang cukup. Hasil uji statistik dengan
menggunakan chi square bahwa ada hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan musculoskeletal disorders pada ibu menyusui.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhikmah 2011 bahwa pada pekerja furniture ada hubungan antara kesegeran
jasmani dengan keluhan musculoskeletal disorders dengan P value 0,033. Laporan NIOSH yang dikutip dari hasil penelitian Cady, et.al 1979
dalam Tarwaka 2010, menyatakan bahwa untuk kesegaran tubuh yang rendah, maka resiko terjadinya keluhan adalah 7,1, tingkat kesegaran
tubuh sedang adalah 3,2 dan tingkat kesegaran tubuh tinggi adalah 0,8.
Hal ini juga diperkuat denga n laporan Betti’e.et.al, 1989 dalam
Tarwaka 2010, menyatakan bahwa hasil penelitian terhadap para penerbang menunjukkan bahwa kelompok penerbang dengan tingkat
kesegaran tubuh yang tinggi mempunyai resiko yang sangat kecil terhadap resiko cedera otot. kebugaran fisik dan aktivitas secara umum
diterima sebagai cara untuk mengurangi musculoskeletal disorders yang berhubungan dengan pekerjaan, literature epidemiologi saat ini tidak
memberikan indikasi yang jelas seperti itu. Ada hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan
musculoskeletal disorders, dimungkinkan responden yang tidak mengalami keluhan musculoskeletal disorders rutin melakukan olahraga
sehingga membuat kondisi atau badan ibu menjadi baik. Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh Evans 1996 yang dilakukan terhadap
10 pekerja yang telah berusia tua, didapatkan bahwa olahraga telah terbukti efektif meningkatkan daya tahan otot tubuh seseorang Zulfiqor,
2010. Kesegaran jasmani dan kemampuan fisik dipengaruhi oleh kebiasaan olahraga karena dapat melatih fungsi-fungsi otot sehingga
keluhan otot jarang terjadi Hairy, 1989 dan Genaidy, 1996 dalam Tarwaka, 2004.
c. Status Gizi
Status gizi merupakan salah satu unsur yang menentukan kualitas fisik dan kondisi fisik tenaga kerja Kantana, 2010. Menurut Zakaria dan
Bachrudin 2010, status gizi ibu menyusui disebabkan oleh banyak faktor, salah satu diantaranya adalah pola makan atau asupan zat gizi ibu.
Zat gizi menyusui sangat penting karena berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak. Selama menyusui, ibu dianjurkan untuk meningkatkan
asupan kalori, protein, kalsium, zat besi, asam folat dan vitamin serta mineral lainnya untuk mencukupi kebutuhan zat gizi saat menyusui.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa distribusi responden sebagian besar memiliki status gizi normal yaitu 50. Sedangkan
berdasarkan hasil analisis hubungan antara status gizi dengan keluhan musculoskeletal disorders diketahui bahwa responden yang lebih banyak
mengalami keluhan Musculoskeletal disorders adalah responden yang memiliki status gizi normal yaitu 84,2. Berdasarkan hasil uji statistik,