Lokasi dan Waktu Penelitian Perbandingan Spektrum FTIR

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merah kemudian dititrasi dengan titran NaOH 0,1 N hingga larutan berubah menjadi merah muda. Kadar Metoksil = ml NaOH x 31 x N NaOH x 100 bobot sampel mg Dimana 31 adalah berat molekul BM dari metoksil 6. Kadar Galakturonat Ismail, et al., 2012 Kadar galakturonat dihitung dari miliekivalen NaOH yang diperoleh dari penentuan BE berat ekivalen dan kandungan metoksil. Galakturonat = meq dari NaOH untuk asam bebas + meq dari NaOH untuk metoksil x 176 x 100 bobot sampel mg Dimana 176 adalah berat ekivalen terendah asam pektat 7. Derajat Esterifikasi Schultz, 1965 dalam Hariyati, 2006 Derajat esterifikasi DE dari pektin dapat dihitung dengan: DE = kadar metoksil x 176 x 100 kadar galakturonat x 31

3.6 Perbandingan Spektrum FTIR

Spektrum FTIR digunakan untuk memperoleh informasi serapan gugus fungsional. Data FTIR diperoleh dengan menggunakan Jasco FTIR-6100 dengan rentang panjang gelombang dari 4000 cm -1 sampai 400 cm -1 Ismail, et al., 2012. Perbandingan antara sebuk KBr dan masing-masing sampel pektin adalah 100:1 mg. Setelah didapatkan spektrum masing-masing sampel pektin, ketiganya pektin hasil ekstraksi, komersial dan standard dibandingkan tiap serapan gugus fungsionalnya. 30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Bahan Baku

4.1.1 Penentuan Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kulit pisang kepok yang diperoleh dari pengolahan kripik pisang di daerah Lampung. Kulit pisang merupakan bagian dari buah pisang yang umumnya dibuang sebagai sampah. Limbah kulit pisang kepok dipilih sebagai bahan baku karena pisang kepok lebih sering digunakan sebagai makanan olahan sehingga menghasilkan limbah kulit yang cukup banyak. Pemilihan bahan baku berupa limbah kulit pisang didasarkan pada pemanfaatan limbah yang tidak digunakan menjadi suatu bahan baku produksi pektin. Cahyono 2009 mengungkapkan bahwa kulit buah pisang kepok sangat tebal. Sedangkan pektin terdistribusi secara luas dalam jaringan tanaman dan umumnya terdapat dalam dinding sel, sehingga pemilihan kulit pisang kepok untuk produksi pektin diharapkan mampu menghasilkan pektin yang melimpah pula. Menurut Mohapatra, et al., 2010 kandungan pektin dalam kulit pisang berkisar antara 10-21. Limbah kulit pisang diperoleh dengan tidak mengeluarkan biaya karena limbah biasanya dibuang begitu saja. Keuntungan dari pemanfaatan limbah tersebut adalah menjadikan biaya produksi pektin dapat lebih ekonomis dan diharapkan tidak mengurangi kualitas pektin yang dihasilkan.

4.1.2 Determinasi Tanaman Bahan Baku

Determinasi tanaman bahan baku dilakukan di Herbarium Bogoriense Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman bahan baku yang digunakan adalah benar tanaman pisang kepok Musa balbisiana ABB famili Musaceae. Hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 1. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.1.3 Persiapan Bahan Baku

Bahan baku limbah kulit pisang yang digunakan adalah kulit pisang yang masih mentah berwarna hijau atau kekuningan. Kebanyakan limbah kulit pisang dari pengolahan kripik pisang menggunakan buah pisang yang masih mentah. Limbah kulit pisang dipisahkan dari tangkai dan ujungnya kemudian dibersihkan dengan dicuci menggunakan air mengalir, dipotong kecil-kecil dan dikeringkan dengan diangin-anginkan dan selanjutnya dikeringkan lebih lanjut menggunakan oven pada suhu 50 ℃ selama kurang lebih 3 hari hingga kulit pisang benar-benar kering dengan kadar air kurang dari 10. Kulit pisang yang telah kering selanjutnya dihaluskan hingga berbentuk serbuk dan diayak dengan ayakan mesh 100 ukuran partikel 105 mikrometer. Pemotongan dan pembelahan bahan-bahan yang akan diekstraksi membantu pengontakan antara padatan dengan pelarut karena pecahnya sel-sel yang mengandung solut Perina, et al., 2007. Serbuk kulit pisang yang dihasilkan ditentukan kadar airnya. Penentuan kadar air serbuk kulit pisang menggunakan prinsip gravimetri. Kadar air serbuk kulit pisang adalah 8,39 kadar ini tidak lebih dari yang ditetapkan yakni tidak lebih dari 10 Tarigan, et al., 2012. Pemeriksaan kadar air dilakukan di BPPT LABTIAP Serpong, Banten. Tabel 4.1. Bahan Baku Bahan Baku Hasil Bobot kulit pisang kepok awal 5 kg Bobot serbuk kulit pisang kepok setelah pengeringan 511 gram Kadar air serbuk kulit pisang 8,39 Kulit pisang kepok yang belum dipisahkan dari ujung dan tangkainya serta belum dibersihkan dari pengotornya seperti tanah yang melekat adalah sebanyak 5 kilogram. Setelah dilakukan pembersihan, pengeringan dan penghalusan menghasilkan serbuk kulit pisang sebanyak 511 gram. Dengan demikian, dibutuhkan banyak bahan baku limbah kulit pisang yang diperlukan untuk menghasilkan serbuk kulit pisang yang banyak pula. Sebab dengan 5 kg limbah kulit pisang segar hanya menghasilkan serbuk kering kulit pisang sebanyak 511 gram. Artinya kandungan air dalam limbah kulit pisang segar cukup tinggi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sehingga setelah pengeringan menghasilkan sedikit serbuk kulit pisang. Begitu pula dengan banyaknya bagian yang tidak diambil dari kulit pisang tersebut seperti tangkai dan ujung kulit pisang.

4.2 Ekstraksi Pektin

Pektin diekstraksi dengan menggunakan pelarut asam laktat dengan variasi pH 1, 1,5 dan 2, variasi suhu ekstraksi 80 ℃ dan 90℃ dengan waktu ekstraksi tetap yakni 80 menit. Waktu ekstraksi ditetapkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tarigan, et al., 2012 yang menyatakan bahwa waktu optimum rendemen tertinggi yang diperoleh dari hasil ekstraksi kulit pisang kepok menggunakan pelarut asam klorida adalah selama waktu 80 menit. Sehingga waktu optimum tersebut yang digunakan dalam penelitian ini. Ekstraksi pektin disini dilakukan dengan metode konvensional yakni secara pemanasan langsung, menurut Srivastava dan Malviya 2011 ada dua metode ekstraksi pektin yang biasa dilakukan yaitu pemanasan langsung dan pemanasan menggunakan microwave . Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi pektin disini adalah menggunakan pelarut asam organik berupa larutan asam laktat dengan variasi pH. Larutan asam laktat digunakan untuk merombak protopektin yang tidak larut menjadi pektin yang dapat larut. Berdasarkan Tarigan, et al., 2012 ekstraksi pektin dilakukan dengan hidrolisis asam atau enzimatis. Ekstraksi pektin pada penelitian ini dilakukan dengan hidrolisis asam, asam yang berperan adalah larutan asam laktat. Penggunaan asam laktat dalam ekstraksi pektin sesuai dengan yang dikemukakan oleh Fellow 2002 dalam Perina, et al., 2007 bahwa asam lain selain HCl asam klorida, H 2 SO 4 asam sulfat dan CH 3 COOH asam asetat yang dapat digunakan adalah asam sitrat, asam laktat dan asam tartrat. Bahan baku berupa serbuk kering kulit pisang kepok berukuran 105 mikrometer, berdasarkan Fellow 2002 di dalam Perina, et al., 2007 menjelaskan bahwa semakin kecil ukuran partikel berarti semakin luas permukaan yang kontak antara padatan dan pelarut serta semakin pendek jarak difusi solut sehingga kecepatan ekstraksi lebih besar. Sebanyak 60,0 gram serbuk kering kulit pisang kepok tersebut di masukkan dalam Erlenmeyer 2000 mL yang kemudian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ditambahkan dengan larutan asam laktat hingga batas 2000 mL. Dalam Erlenmeyer tersebut dimasukkan pula magnetic stirrer dan pada leher erlenmeyer ditutup menggunakan sumbat kapas. Pemanasan dilakukan diatas hot plate dengan masing-masing pengaturan suhu 80 ℃ dan 90℃ yang selalu dikontrol dengan termometer agar suhunya tetap. Pengadukan otomatis juga dilakukan dengan kecepatan yang konstan menggunakan magnetic stirrer. Menurut Perina, dkk 2007 pengadukan dalam ekstraksi penting karena meningkatkan perpindahan solut dari permukaan partikel ke cairan pelarut, selain itu pengadukan suspensi partikel halus mencegah pengendapan padatan dan memperluas kontak partikel dengan pelarutnya. Pemanasan dilakukan selama 80 menit dan setelah selesai pemanasan dilakukan penyaringan yang sebelumnya campuran tersebut didinginkan terlebih dahulu. Penyaringan hasil ekstraksi dilakukan dengan menggunakan kertas saring dan bantuan corong Buchner dan pompa sehingga penyaringan dapat berjalan lebih cepat. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan antara filtrat dan ampasnya. Filtrat yang diperoleh ditampung dan selanjutnya dilakukan pengendapan pektin dengan penambahan aseton. Penambahan aseton dalam filtrat dilakukan dengan perlahan sambil diaduk sehingga terbentuk endapan. Endapan yang terbentuk didiamkan selama semalaman 10-14 jam dan kemudian endapan yang diperoleh dicuci beberapa kali dengan aseton pula hingga bebas dari asam dan dilakukan penekanan terhadap endapan dalam kertas saring sehingga endapan tidak terlalu basah dengan aseton. Endapan yang telah bebas dari asam dan tidak terlalu basah dengan aseton selanjutnya dikeringkan dalam oven menggunakan cawan porselain selama ± 8 jam dengan suhu oven 40 ℃. Pada awalnya pengendapan pektin dilakukan dengan penambahan etanol 96 ke dalam filtrat, namun menghasilkan endapan yang tidak lebih baik pemisahannya antara supernatan dibandingkan endapan yang terbentuk dengan penambahan aseton dalam filtrat. Agen pengendap pektin yang digunakan dalam penelitan ini adalah aseton yang mampu mengendapkan lebih baik daripada menggunakan etanol 96. Hal ini sesuai menurut Akhmalludin dan Kurniawan 2009 yang menyatakan bahwa pengendapan dengan aseton lebih disukai karena dapat membentuk endapan yang tegar sehingga mudah dipisahkan dari asetonnya, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sedangkan pengendapan dengan etanol menghasilkan pektin yang kurang murni karena etanol tidak hanya mengendapkan pektin tetapi juga senyawa lain seperti dekstrin dan hemiselulosa. Endapan kering pektin kemudian dapat dihitung hasil rendemen terhadap bahan baku dan pengkarakterisasian diantaranya pengukuran kadar air, kadar abu, berat ekivalen, kadar metoksi, kadar asam galakturonat dan derajat esterifikasi. Pektin kering yang diperoleh berwarna kecoklatan hal ini dapat disebabkan adanya pengaruh bahan baku yang digunakan. Bahan baku berupa serbuk kulit pisang berwarna hitam dan filtrat hasil ekstraksi berwarna kehitamanan pula. Pada penelitian ini, endepan pektin yang telah kering berbentuk tepung setelah dilakukan penggerusan menggunakan lumpang. Jika pektin yang dihasilkan banyak maka dapat dilakukan penghalusan menggunakan alat penghalus seperti blender. Namun, dikarenakan pektin kering yang dihasilkan sedikit maka hanya dilakukan penggerusan menggunakan lumpang.

4.3 Pemerian Pektin Hasil Ekstraksi

Tabel 4.2. Hasil Pemerian Pektin Kondisi ekstraksi Pemerian pH 1., T: 80 ℃ Serbuk halus, abu-abu kecoklatan, tidak berbau pH 1., T: 90 ℃ Serbuk halus, abu-abu kecoklatan, tidak berbau