Rendemen Karakterisasi Pektin Hasil Ekstraksi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.4.3 Kadar Abu

Abu merupakan residu atau sisa pembakaran bahan organik yang berupa bahan anorganik. Kandungan mineral suatu bahan dapat diketahui dari kadar abu yang dimiliki bahan tersebut. Kadar abu berpengaruh pada tingkat kemurnian pektin Budiyanto dan Yulianingsih, 2008. Semakin tinggi tingkat kemurnian pektin, maka kadar abu dalam pektin akan semakin rendah. Jika kadar abu dalam tepung pektin tinggi, maka persentase kandungan pektin yang terdapat di dalamnya semakin rendah sehingga tingkat kemurnian tepung pektin tersebut juga rendah. Kadar abu dalam tepung pektin dipengaruhi oleh adanya residu bahan anorganik yang terkandung dalam bahan baku, metode ekstraksi dan isolasi pektin Kalapathy, 2001. Gambar 4.3. Kadar Abu Hasil penelitian menunjukksn kadar abu tepung pektin yang diperoleh adalah berkisar antara 4,25-8,05. Batas maksimum kadar abu pektin dalam IPPA International Pectin Producers Association 2002 adalah tidak lebih dari 10. Kadar abu pektin tertinggi terukur pada kondisi ekstraksi pH 2 dengan suhu 90 ℃ yakni 8,05, sedangkan kadar abu pektin terendah terukur pada kondisi ekstraksi pH 1,5 dengan suhu 90 ℃ yakni 4,25. Pektin dengan kondisi ekstraksi pH 1 suhu 80 ℃ memiliki kadar abu 6,90 berbeda nyata dengan suhu ekstraksi 90 ℃ dengan kadar abu 4.70. begitu pula kondisi ekstraski pH 1,5 suhu 80 ℃ memiliki kadar abu 6,15 berbeda nyata dengan suhu 90 ℃ yakni memiliki kadar abu 4,25. Sedangkan untuk kondisi 6,90 6,15 7,92 4,70 4,25 8,05 pH 1 pH 1,5 pH 2 k a d a r a b u Suhu 0ᵒC Suhu 0ᵒC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ekstraski pH 2 suhu 80 ℃ memiliki kadar abu 7,92 dan suhu 90℃ memiliki kadar abu 8,05, perbedaan suhu disini tidak menghasilkan perbedaan kadar abu yang terukur. Pada dasarnya semakin tinggi suhu maka kecepatan hidrolisis protopektin semakin meningkat sehingga kadar abu juga akan semakin tinggi. Hanya kondisi ekstraski pH 2 yang sesuai dengan pernyataan tersebut. Untuk kondisi ekstraksi pH 1 dan pH 1,5 tidak sesuai dengan pernyataan tersebut. Pektin merupakan hasil hidrolisis dari protopektin dalam buah-buahan dan sayuran. Protopektin terdapat dalam bentuk kalsium-magnesium pektat. Perlakuan dengan asam mengakibatkan terhidrolisisnya pektin dari ikatan kalsium dan magnesiumnya. Peningkatan reaksi hidrolisis protopektin akan mengakibatkan bertambahnya komponen Ca dan Mg dalam larutan ekstrak. Dengan demikian, semakin banyaknya mineral berupa kalsium dan magnesium akan semakin banyak kadar abu pektin tersebut Hanum, et al., 2012. Kadar abu dalam pektin akan meningkat seiring meningkatnya konsentrasi asam yang digunakan, suhu dan waktu ekstraksi. Hal demikian disebabkan oleh kemampuan asam untuk melarutkan mineral alami dari bahan yang diekstrak. Mineral yang terlarut akan turut mengendap bercampur dengan pektin pada saat proses pengendapan Kalapathy, 2001. Hasilnya pengukuran kadar abu pektin pada penelitian ini tidak sesuai dengan pernyataan di atas, karena pada konsentrasi asam terendah menghasilkan kadar abu tertinggi, bukan pada konsentrasi asam tertinggi. Kadar abu adalah salah satu parameter mutu pektin yang dihasilkan. Semakin rendah kadar abu, maka mutu pektin semakin meningkat.

4.4.4 Berat Ekivalen

Berat ekivalen merupakan ukuran terhadap kandungan gugus asam galakturonat bebas tidak teresterifikasi dalam rantai molekul pektin. Asam pektat murni merupakan zat pektat yang seluruhnya tersusun atas asam poligalakturonat yang bebas dari gugus metil ester atau tidak mengalami esterifikasi. Asam pektat murni memiliki berat ekivalen 176. Tingginya derajat esterifikasi antara asam galakturonat dengan metanol mengakibatkan semakin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta rendahnya jumlah asam galakturonat bebas yang berarti semakin tingginya berat ekivalen Rouse, 1977. Gambar 4.4. Berat Ekivalen Berat ekivalen yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara 4094,47- 9534,71. Pektin hasil ekstraksi pH 1 suhu 80 ℃ memiliki berat ekivalen 5757,44 mg sedangkan pada ekstraksi suhu 90 ℃ memiliki berat ekivalen 4094,47. Berat ekivalen pektin hasil ekstraksi pH 1 dan 1,5 menurun seiring meningkatnya suhu ekstraksi, akan tetapi untuk pektin hasil ekstraksi pH 2 dengan suhu 80 ℃ dan 90 ℃ tidak menunjukkan peningkatan ataupun penurunan seiring meningkatnya suhu ekstraksi. Ekstraksi pH 1,5 suhu 80 ℃ menghasilkan pektin dengan berat ekivalen 8667,91 dan pada suhu 90 ℃ sebesar 6652,12. Kemudian untuk ekstraksi pH 2 suhu 80 ℃ menghasilkan pektin dengan berat ekivalen 9534,71 dan 9534,71 untuk pektin hasil ekstraksi suhu 90 ℃. Berat ekivalen pektin yang dihasilkan semakin menurun dengan semakin meningkatnya suhu ekstraksi kecuali pada pH 2. Berat ekivalen pektin berdasarkan standar IPPA International Pectin Producers Association 2002 yakni berkisar antara 600-800 mg. Pektin hasil ekstraksi dari limbah kulit pisang kepok ini memiliki berat ekivalen yang tidak memenuhi standar yang ada. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Budiyanto dan Yulianingsih 2008 dan Hariyati 2006 bahwasanya pengaruh kenaikan suhu dan waktu ekstraksi mengakibatkan semakin rendahnya berat ekivalen pektin yang dihasilkan. Pada penelitian ini, berat ekivalen pektin cenderung menurun seiring 5757,44 8667,91 9534,71 4094,47 6652,12 9534.71 pH 1 pH 1,5 pH 2 B e ra t E k iv a le n Suhu 0ᵒC Suhu 0ᵒC