UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.3 Persiapan Bahan Baku
Bahan baku limbah kulit pisang yang digunakan adalah kulit pisang yang masih mentah berwarna hijau atau kekuningan. Kebanyakan limbah kulit pisang
dari pengolahan kripik pisang menggunakan buah pisang yang masih mentah. Limbah kulit pisang dipisahkan dari tangkai dan ujungnya kemudian dibersihkan
dengan dicuci menggunakan air mengalir, dipotong kecil-kecil dan dikeringkan dengan diangin-anginkan dan selanjutnya dikeringkan lebih lanjut menggunakan
oven pada suhu 50 ℃ selama kurang lebih 3 hari hingga kulit pisang benar-benar
kering dengan kadar air kurang dari 10. Kulit pisang yang telah kering selanjutnya dihaluskan hingga berbentuk serbuk dan diayak dengan ayakan mesh
100 ukuran partikel 105 mikrometer. Pemotongan dan pembelahan bahan-bahan yang akan diekstraksi membantu pengontakan antara padatan dengan pelarut
karena pecahnya sel-sel yang mengandung solut Perina, et al., 2007. Serbuk kulit pisang yang dihasilkan ditentukan kadar airnya. Penentuan kadar air serbuk
kulit pisang menggunakan prinsip gravimetri. Kadar air serbuk kulit pisang adalah 8,39 kadar ini tidak lebih dari yang ditetapkan yakni tidak lebih dari 10
Tarigan, et al., 2012. Pemeriksaan kadar air dilakukan di BPPT LABTIAP Serpong, Banten.
Tabel 4.1. Bahan Baku Bahan Baku
Hasil
Bobot kulit pisang kepok awal 5 kg
Bobot serbuk kulit pisang kepok setelah pengeringan 511 gram
Kadar air serbuk kulit pisang 8,39
Kulit pisang kepok yang belum dipisahkan dari ujung dan tangkainya serta belum dibersihkan dari pengotornya seperti tanah yang melekat adalah sebanyak 5
kilogram. Setelah dilakukan pembersihan, pengeringan dan penghalusan menghasilkan serbuk kulit pisang sebanyak 511 gram. Dengan demikian,
dibutuhkan banyak bahan baku limbah kulit pisang yang diperlukan untuk menghasilkan serbuk kulit pisang yang banyak pula. Sebab dengan 5 kg limbah
kulit pisang segar hanya menghasilkan serbuk kering kulit pisang sebanyak 511 gram. Artinya kandungan air dalam limbah kulit pisang segar cukup tinggi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sehingga setelah pengeringan menghasilkan sedikit serbuk kulit pisang. Begitu pula dengan banyaknya bagian yang tidak diambil dari kulit pisang tersebut
seperti tangkai dan ujung kulit pisang.
4.2 Ekstraksi Pektin
Pektin diekstraksi dengan menggunakan pelarut asam laktat dengan variasi pH 1, 1,5 dan 2, variasi suhu ekstraksi 80
℃ dan 90℃ dengan waktu ekstraksi tetap yakni 80 menit. Waktu ekstraksi ditetapkan berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Tarigan, et al., 2012 yang menyatakan bahwa waktu optimum rendemen tertinggi yang diperoleh dari hasil ekstraksi kulit pisang kepok
menggunakan pelarut asam klorida adalah selama waktu 80 menit. Sehingga waktu optimum tersebut yang digunakan dalam penelitian ini. Ekstraksi pektin
disini dilakukan dengan metode konvensional yakni secara pemanasan langsung, menurut Srivastava dan Malviya 2011 ada dua metode ekstraksi pektin yang
biasa dilakukan yaitu pemanasan langsung dan pemanasan menggunakan microwave
. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi pektin disini adalah menggunakan
pelarut asam organik berupa larutan asam laktat dengan variasi pH. Larutan asam laktat digunakan untuk merombak protopektin yang tidak larut menjadi pektin
yang dapat larut. Berdasarkan Tarigan, et al., 2012 ekstraksi pektin dilakukan dengan hidrolisis asam atau enzimatis. Ekstraksi pektin pada penelitian ini
dilakukan dengan hidrolisis asam, asam yang berperan adalah larutan asam laktat. Penggunaan asam laktat dalam ekstraksi pektin sesuai dengan yang dikemukakan
oleh Fellow 2002 dalam Perina, et al., 2007 bahwa asam lain selain HCl asam klorida, H
2
SO
4
asam sulfat dan CH
3
COOH asam asetat yang dapat digunakan adalah asam sitrat, asam laktat dan asam tartrat.
Bahan baku berupa serbuk kering kulit pisang kepok berukuran 105 mikrometer, berdasarkan Fellow 2002 di dalam Perina, et al., 2007
menjelaskan bahwa semakin kecil ukuran partikel berarti semakin luas permukaan yang kontak antara padatan dan pelarut serta semakin pendek jarak difusi solut
sehingga kecepatan ekstraksi lebih besar. Sebanyak 60,0 gram serbuk kering kulit pisang kepok tersebut di masukkan dalam Erlenmeyer 2000 mL yang kemudian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan dengan larutan asam laktat hingga batas 2000 mL. Dalam Erlenmeyer tersebut dimasukkan pula magnetic stirrer dan pada leher
erlenmeyer ditutup menggunakan sumbat kapas. Pemanasan dilakukan diatas hot plate dengan masing-masing pengaturan suhu 80
℃ dan 90℃ yang selalu dikontrol dengan termometer agar suhunya tetap. Pengadukan otomatis juga
dilakukan dengan kecepatan yang konstan menggunakan magnetic stirrer. Menurut Perina, dkk 2007 pengadukan dalam ekstraksi penting karena
meningkatkan perpindahan solut dari permukaan partikel ke cairan pelarut, selain itu pengadukan suspensi partikel halus mencegah pengendapan padatan dan
memperluas kontak partikel dengan pelarutnya. Pemanasan dilakukan selama 80 menit dan setelah selesai pemanasan dilakukan penyaringan yang sebelumnya
campuran tersebut didinginkan terlebih dahulu. Penyaringan hasil ekstraksi dilakukan dengan menggunakan kertas saring dan bantuan corong Buchner dan
pompa sehingga penyaringan dapat berjalan lebih cepat. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan antara filtrat dan ampasnya.
Filtrat yang diperoleh ditampung dan selanjutnya dilakukan pengendapan pektin dengan penambahan aseton. Penambahan aseton dalam filtrat dilakukan
dengan perlahan sambil diaduk sehingga terbentuk endapan. Endapan yang terbentuk didiamkan selama semalaman 10-14 jam dan kemudian endapan yang
diperoleh dicuci beberapa kali dengan aseton pula hingga bebas dari asam dan dilakukan penekanan terhadap endapan dalam kertas saring sehingga endapan
tidak terlalu basah dengan aseton. Endapan yang telah bebas dari asam dan tidak terlalu basah dengan aseton selanjutnya dikeringkan dalam oven menggunakan
cawan porselain selama ± 8 jam dengan suhu oven 40 ℃. Pada awalnya
pengendapan pektin dilakukan dengan penambahan etanol 96 ke dalam filtrat, namun menghasilkan endapan yang tidak lebih baik pemisahannya antara
supernatan dibandingkan endapan yang terbentuk dengan penambahan aseton dalam filtrat. Agen pengendap pektin yang digunakan dalam penelitan ini adalah
aseton yang mampu mengendapkan lebih baik daripada menggunakan etanol 96. Hal ini sesuai menurut Akhmalludin dan Kurniawan 2009 yang
menyatakan bahwa pengendapan dengan aseton lebih disukai karena dapat membentuk endapan yang tegar sehingga mudah dipisahkan dari asetonnya,