Oleh karena itu idealnya melalui pembelajaran kooperatif selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana
membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam pembelajaran kooperatif memang bukan pekerjaan yang mudah.
Dari uraian mengenai keunggulan dan kelamahan pembelajaran kooperatif tersebut, maka dapat dianalisis bahwa dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif, dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan interaksi antara guru dengan siswa, antara siswa dengan
siswa lainnya, bersifat multi arah, serta sangat komunikatif.
6. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran IPA
Pembelajaran kooperatif menganut pandangan konstruktivis dengan anggapan bahwa dalam proses belajar a murid-murid tidak
menerima begitu saja pengetahuan yang didapatkan dan menyimpannya di kepala, melainkan mereka menerima informasi dari dunia sekelilingnya,
kemudian membangun pandangan mereka sendiri tentang pengetahuan yang mereka dapatkan, dan b semua pengetahuan disimpan dan
digunakan oleh setiap orang melalui pengalaman yang berhubungan dengan ranah pengetahuan tertentu.
14
Pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat
dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.
Paham konstruktivisme merupakan paham yang memiliki hubungan
yang sangat
erat dengan
pembelajaran kooperatif.
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi kita sendiri.
14
Fachrurrazy, Pendekatan Konstruktivis untuk Pengajaran Reading Bahasa Inggris, Jurnal pendidikan pembelajaran, Vol. 9, No. 1, April, 2002
Menurut konsep konstruktivisme, pengetahuan seseorang bersifat temporer, terus berkembang, terbentuk dengan mediasi masyarakat dan
budaya. Pengetahuan itu tidak pernah berhenti berkembang. Pengetahuan dalam diri seseorang terbentuk ketika seseorang mengalami tempaan
kognitif. Melalui perspektif ini belajar dapat dipahami sebagai proses terbentuknya konflik kognitif yang bergulir dengan sendirinya dalam diri
seseorang ketika yang bersangkutan memperoleh pengalaman kongkret, wacana kolaboratif, dan kegiatan melakukan refleksi.
15
Konstruktivisme menganggap bahwa peserta didik mulai dari usia kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi memiliki gagasan atau
pengetahuan tentang lingkungan dari peristiwa gejala yang terjadi di lingkungan sekitar. Konstruktivisme ini yang menjadi landasan terhadap
berbagai seruan dan kecenderungan yang muncul dalam dunia pembelajaran, seperti perlunya siswa berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran, perlunya
siswa memiliki
kemampuan untuk
mengembangkan pengetahuannya
sendiri, perlunya
siswa mengembangkan kemampuan belajar mandiri serta perlunya guru berperan
sebagai fasilitator, mediator dan manager dalam proses pembelajaran. Hal ini berkaitan dengan pembelajaran IPA yang memuat aktivitas
mempertanyakan dan meneliti fenomena alam melalui kegiatan observasi serta pencarian makna dari hasil observasinya, sehingga pembelajaran IPA
tidak hanya mencakup produk IPA tetapi juga proses pembelajaran itu sendiri.
Catherine Twomey Fosnot dalam buku yang berjudul In Search of Understanding the Case for Constructivist Classrooms seperti yang
dikutip oleh Syukur Ghazali memformulasikan 5 prinsip belajar menurut paradigma konstruktivisme yang satu sama lain berjalin berkelindan,
yaitu: a. Menghadapkan peserta didik kepada problem yang saling berkaitan
b. Membuat struktur pembelajaran lewat konsep pokok dan di sekitar pikiran dasarnya
15
Syukur Ghazali,…., h. 116
c. Mendorong dan menghargai munculnya pandangan dari dalam diri peserta didik
d. Kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan dan kemauan peserta didik e. Selalu menilai kemajuan peserta didik melalui konteks pembelajaran.
16
Kelima prinsip akan menjadi lebih hidup subur di dalam kelas apabila guru dengan ikhlas menerima dan mendorong tumbuhnya otonomi
dalam diri siswa, data mentah hasil belajar dan sumber utama rekaman hasil belajar lainnya dijadikan dasar untuk meneliti kemajuan belajar
siswa. Kelas akan menjadi hidup dan suasana kelas konstruktivisme akan mendapatkan lahan yang subur apabila guru menerima dengan dada
terbuka dan memberikan tempat terhadap munculnya pikiran siswa, rasa ingin tahu, keinginan meneliti, dialog guru-siswa dan siswa-siswa, serta
keberanian mempersoalkan sesuatu yang belum jelas.
B. Teknik-teknik Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif memiliki banyak teknik, dua di antaranya adalah teknik Think-Pair-Share dan teknik Think-Pair-Square. Kompetensi
inti dari kedua teknik tersebut yaitu:
17
1. Menulis, berbicara dan bentuk ekspresi diri lainnya.
2. Sintesis perpaduan dan analisis dalam memecahkan masalah, berpikir
kritis meliputi penerapan alasan dan metode penafsiran serta pemikiran kuantitatif.
3. Pembelajaran kolaboratif dan kerja kelompok teamwork.
4. Kompetensi alternatif yang signifikan bagi pembelajaran aktif yang
didesain untuk dan sesuai bagi suatu topik tertentu. Selanjutnya mengenai pengertian dan langkah-langkah dari teknik think
pair share dan teknik think pair square, berikut penjelasannya:
16
Syukur Ghazali,...., h. 115
17
Schreyer institute for teaching excellence, Think Pair Share, Penn state: University Park, 2007, h. 2