Pengujian Hipotesis Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif teknik think pair share dan teknik think pair squre
think pair share dapat memberi banyak waktu berpikir, merespon dan saling membantu di antara siswa.
8
Hal ini juga sependapat dengan Ian Clark dari University of Washington bahwa Think pair share mendorong siswa untuk
berpikir dan mempertimbangkan secara lebih baik terhadap pertanyaan atau masalah yang diajukan sebelum mendiskusikan gagasannya dengan
pasangannya.
9
Saat presentasi pun siswa tidak saling mengandalkan dan saling bekerja sama dalam menjawab pertanyaan dari siswa lain, sehingga tidak
hanya salah satu siswa saja yang memahami materi pelajaran, tetapi secara merata siswa memahami semua materi yang disampaikan. Dengan demikian
siswa dapat lebih aktif bertanya maupun mengungkapkan pendapatnya dan kreatif dalam mengembangkan ide-ide yang dimilikinya. Pelaksanaan teknik
think pair share ini juga dapat mengembangkan sistem diskusi antar siswa, sehingga secara langsung mampu mengembangkan kerjasama antar siswa,
serta mendapat keterampilan kelompok, keterampilan sosial karena model pembelajarannya bervariasi. Senada dengan Schreyer Institute for Teaching
Excellence bahwa teknik think pair share cukup baik untuk membangkitkan diskusi dalam kelas tentang sebuah pendapat atau masalah.
10
Teknik think pair share ini juga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa seperti
mereka berdiskusi dengan yang lainnya.
11
Pertemuan pertama kelas think pair share, aktivitas siswa mengerjakan LKS secara individu [
“think”] didapatkan nilai rata-rata 68,20.
12
Pada tahap [
“think”] ini termasuk kategori baik. Aktivitas siswa dalam mengerjakan LKS kelompok berpasangan [
“pair”] didapatkan nilai rata-rata 71,80.
13
Pada tahap
8
Usman, Penerapan perangkat pembelajaran melalui model think pair share dalam peningkatan penguasaan konsep listrik statik pada SLTP Negeri 4 Sigli, Jurnal pendidikan
serambi ilmu volume 2 nomor 1, Sigli, 2004, h. 50
9
Ian Clark, Assessment is for learning: Formative assessment and positive learning interactions, University of Washington: Florida journal of education administration policy vol
2, issue 1, 2008, h. 4
10
Schreyer institute for teaching excellence, Think Pair Share, Penn state: University Park, 2007, h. 1
11
Nik Azlina Binti nik Mahmood, Collaborative teaching environment system using think-pair-share technique, Faculty of computer science and information technology university of
Malaya, Kuala Lumpur, September, 2008, h. 73, Disertasi Master
12
Lampiran 4, h. 95
13
Lampiran 4. h. 96
ini dinilai cukup karena siswa belum terbiasa belajar kelompok. Sedangkan aktivitas siswa mempresentasikan [
“share”] siswa dinilai baik, namun siswa yang melakukan presentasi hanya 2 kelompok, ini disebabkan karena siswa
merasa belum terbiasa dengan teknik yang diajarkan sehingga hal tersebut adalah hal yang baru bagi siswa. Selanjutnya pertemuan ke-2 dan ke-3,
aktivitas siswa mengerjakan LKS secara individu [ “think”] didapatkan nilai
rata-rata 70,45 dan 71,82.
14
Pada tahap [ “think”] ini termasuk kategori baik
karena siswa sudah terbiasa mengisi LKS sendiri. Aktivitas siswa mengerjakan LKS berpasangan [
“pair”] didapatkan nilai rata-rata 72,72 dan 80,00.
15
Siswa sudah mulai menyesuaikan diri dari kelompoknya, sedangkan siswa mempresentasikan hasil diskusi berpasangan dengan baik. Pada
pertemuan ke-2 dan ke-3 siswa yang melakukan presentasi hanya 4 kelompok. Selanjutnya pembelajaran kooperatif menggunakan teknik think pair
square, sesuai yang telah dijelaskan di bab II bahwa pelaksanaan teknik ini hampir sama dengan teknik think pair share, siswa dibagi beberapa kelompok
yang terdiri dari 2 orang yang saling berpasangan, sehingga siswa lebih fokus dan mudah terkontrol saat pelaksanaan pembelajaran. Namun untuk teknik
think pair square ini, pelaksaan presentasi tidak dilaksanakan di depan kelas, akan tetapi presentasikan dilaksanakan dalam kelompok berempat saja. Pada
saat presentasi pun siswa tidak saling mengandalkan dan saling bekerja sama dalam menjawab pertanyaan dari siswa dalam kelompoknya. Dengan
demikian teknik think pair square dapat mengaktifkan siswa selama pembelajaran berlangsung. Sesuai pernyataan oleh Hikmah Dwi Rumbia
bahwa teknik think pair square memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Siswa berkesempatan
untuk memberikan dan mendiskusikan ide mereka dengan anggota lain. Siswa juga dapat membantu anggota lain yang merasa kesulitan dalam memahami
soal ataupun materi yang diberikan oleh guru.
16
14
Lampiran 4, h. 95
15
Lampiran 4, h. 196
16
Hikmah Dwi Rumbia, Penerapan pembelajaran kooperatif teknik think-pair-square untuk mengurangi kecemasan belajar matematika siswa, Jakarta:UIN Jakarta, 2009. Skripsi
Pertemuan pertama kelas think pair square, aktivitas siswa mengerjakan LKS secara individu [
“think”] didapatkan nilai rata-rata 66,25
17
pada tahap [ “think”] ini termasuk kategori cukup baik. Aktivitas siswa dalam
mengerjakan LKS kelompok berpasangan [ “pair”] didapatkan nilai rata-rata
71,67.
18
Pada tahap ini dinilai cukup karena siswa belum terbiasa belajar kelompok. Sedangkan aktivitas siswa [
“square”] dinilai baik, namun siswa dalam berdiskusi berempat ini kurang kondusif karena siswa merasa belum
terbiasa dengan teknik yang diajarkan sehingga hal tersebut adalah hal yang baru bagi siswa. Selanjutnya pertemuan ke-2 dan ke-3 siswa sudah tampak
terbiasa dengan teknik think pair square ini, aktivitas siswa mengerjakan LKS secara individu [
“think”] didapatkan nilai rata-rata 67,50 dan 70,80.
19
Pada tahap [
“think”] ini termasuk kategori baik karena siswa sudah terbiasa mengisi LKS sendiri. Aktivitas siswa mengerjakan LKS berpasangan [
“pair”] didapatkan nilai rata-rata 73,33 dan 79,20.
20
Siswa sudah mulai menyesuaikan diri dengan kelompoknya dan dapat berdiskusi dengan baik.
Dari data-data tersebut, dapat diketahui bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif teknik think pair share dan teknik think pair square
memiliki pengaruh terhadap proses pembelajaran. Kedua teknik ini memiliki keunggulan untuk meningkatkan proses berpikir siswa. Proses berpikir yang
hanya dilakukan sendiri akan memperoleh proses berpikir yang lebih baik pada saat berpasangan, karena pada saat berpasangan, kedua siswa akan saling
memberikan pendapat atau ide dari tiap-tiap siswa. Pada teknik think pair share proses berpikirnya dilanjutkan dengan presentasi kelas
[“share”], sedangkan pada teknik think pair square proses berpikirnya dilanjutkan
dengan diskusi berempat [“square”] yang tentunya akan diperoleh proses
berpikir yang lebih baik lagi dari pada saat berpasangan, karena memperoleh masukan atau pendapat yang lebih banyak dan beragam. Oleh karena itu siswa
memperoleh keuntungan dalam bentuk mendengarkan berbagai ungkapan
17
Lampiran 4, h. 97
18
Lampiran 4. h. 98
19
Lampiran 4, h. 97
20
Lampiran 4, h. 98
mengenai konsep yang sama dinyatakan dengan cara yang berbeda oleh individu yang berbeda. Hal ini terjadi karena peserta didik memiliki cara
penyampaian jawaban yang unik untuk pertanyaan yang diajukan oleh guru. Berdasarkan hasil perhitungan t-test, diketahui t
hitung
=1,22, sedangkan untuk db = 44 pada taraf signifikasi
α = 0,05 didapat t
tabel
= 2,02. Kriteria pengujian hipotesis adalah jika t
hitung
t
tabel
, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Setelah dilakukan t-test diketahui bahwa t
hitung
t
tabel
artinya Ho diterima dan Ha ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-
rata yang signifikan antara siswa yang diajar menggunakan pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Share dengan teknik Think Pair Square.
Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Share lebih tinggi daripada rata-
rata hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Square. Namun melalui perhitungan statistik
dengan menggunakan t-test, ternyata perbedaan rata-rata hasil belajar siswa tidak signifikan. Walaupun pada awalnya diharapkan bahwa penggunaan
pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Share ini akan memiliki perbedaan yang signifikan dengan pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Square,
namun ternyata pada penelitian kali ini hal itu tidak terwujud. Tidak terwujudnya hal tersebut di atas bisa disebabkan oleh faktor bahwa
pembelajaran kooperatif teknik Think Pair Share dan teknik Think Pair Square sama-sama merupakan model atau metode pembelajaran aktif.
Pembelajaran aktif menuntut siswa bisa berperan aktif dalam pembelajaran di kelas untuk mencapai tujuan belajarnya. Kedua teknik dari pembelajaran
kooperatif tersebut dapat merangsang siswa terlibat secara aktif untuk bekerjasama, berdiskusi dan saling membantu antar anggota kelompok dalam
belajar sehingga mereka dapat mengkonstruk sendiri pemahaman mereka secara bersama-sama walaupun masih terdapat siswa yang masih enggan
terlibat aktif dalam pembelajaran. Teknik think pair share dan think pair square ini dapat membuat siswa
secara individu dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing karena
adanya waktu berpikir, banyak siswa yang mengangkat tangan mereka untuk menjawab setelah berdiskusi dengan pasangannya dan kualitas jawabannya
menjadi lebih baik. Dalam kegiatan kooperatif dalam kelompok sudah terlihat, banyak siswa yang terlihat antusias sehingga pembelajaran menjadi lebih
menarik dan menyenangkan. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Richard M. Felder dan Rebecca Brent bahwa cooperative learning merupakan salah satu
pendekatan terhadap kerja kelompok yang meminimalkan terjadinya kondisi yang kurang disenangi dan memaksimalkan pembelajaran dan kepuasan yang
dihasilkan dari suatu kerja tim yang baik.
21
Selain hal itu, berdasarkan pengamatan penulis, tidak nyatanya perbedaan rata-rata hasil belajar siswa yang diajar menggunakan pembelajaran
kooperatif teknik Think Pair Share dengan yang diajar menggunakan teknik Think Pair Square adalah keduanya memiliki teknik yang dalam tahapan-
tahapannya tidak jauh berbeda atau hampir sama. Keduanya sama-sama memiliki 3 tiga tahapan, pada tahap pertama diawali dengan pemberian
tugas oleh guru kemudian siswa diberi waktu secukupnya untuk berpikir sejenak terhadap topik yang ada di depan mereka
[”think”] dan pada tahap kedua siswa mendiskusikan dengan teman sebelahnya
[”pair”]. Perbedaan dari kedua teknik tersebut hanya pada tahap diskusinya saja. Pada teknik
Think-Pair-Share, dimana setelah tahap berpikir [”think”] dan berpasangan
[”Pair”], kemudian setelah itu mereka mengungkapkan hasil diskusi kepada seluruh kelas share. Namun pada teknik Think-Pair-Square, setelah tahap
think berpikir dan berpasangan [”Pair”] siswa mengungkapkan hasil diskusi
kepada kelompok berempat [”Square”].
21
Richard M. Felder Rebecca Brent, Cooperative Learning, P.A. Mabrouk, ed., Active Learning: Models from the Analytical Sciences, ACS Symposium Series 970, Chapter 4,
pp. 34-53. Washington, DC: American Chemical Siciety, 2007, h. 1