Pemanfaatan selulosa bakteri-polivinil alkhohol (PVA) hasil iradiasi (Hidrogel) sebagai matriks topeng masjer wajah

(1)

i

MATRIKS TOPENG MASKER WAJAH

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

Oleh : ELI FELASIH

106102003400

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2010 M/1431 H


(2)

ii

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI

ATAU LEMBAGA PENDIDIKAN MANAPUN.

Jakarta, September 2010

Eli Felasih 106102003400


(3)

v

IRADIASI (HIDROGEL ) SEBAGAI MATRIKS TOPENG MASKER WAJAH

Salah satu pemanfaatan air kelapa adalah untuk pembuatan nata de coco atau selulosa

bakteri. Dengan modifikasi penambahan polivinil alkohol (PVA) akan diperoleh selulosa bakteri

– polivinil alkohol (PVA) yang dapat digunakan untuk keperluan medis khususnya dalam bidang

kosmetik. Penelitian dilakukan dengan menggunakan vitamin C yang digunakan sebagai model.

Hasil radiasi antara selulosa bakteri – polivinil alkohol (PVA) menghasilkan hidrogel yang

diperoleh dari proses pembentukan ikatan silang (

crosslinking

). Polivinil alkohol (PVA) yang

berupa polimer hidrofilik yang banyak digunakan karena bersifat tidak toksik, kemampuan

menyerap yang tinggi, dan tidak karsinogenik. Hasil uji dari ketebalan selulosa kering 0,028 mm,

absorpsi 238,773 %, kekuatan tarik 1137 kg/cm

2

, elongasi 86,666 %, 89,655 % setelah diradiasi

dengan berkas elektron sedangkan selulosa bakteri basah mempunyai ketebalan 0,090 mm. Laju

pelepasan vitamin C ditentukan dengan alat uji difusi dalam medium aquabidest pH 7 pada suhu

37 ± 0,5

0

C, kecepatan 50 rpm selama 1 jam. Hasil uji difusi menunjukkan bahwa profil

pelepasan matriks selulosa bakteri – pva + vitamin C mengikuti kinetika orde nol dengan

mekanisme difusi.


(4)

vi

ABSTRACT

UTILIZATION OF BACTERIAL CELLULOSE – PVA AFTER IRRADIATION

(HYDROGEL) AS A FACE MASK MATRIX

One of the utilization of coconut water is produce nata de coco or bacterial cellulose.

Modification by addition of polyvinyl alcohol will collected cellulose bacteria - PVA which it

can be used for medical purposes, especially in the cosmetics. Using the vitamin c as a model

was choosen this research. The results collect form of a matrix obtained from the process of

forming crosslinking (crosslinking) between bacterial cellulose and PVA in the form of

hydrophilic polymer that is widely used because harmless, the high ability to absorb, and not

carcinogenic. So it can be applied as a face mask matrix. Pva used with various concentration are

2%, 4%, and 6%. The test results characteristics of hydrogels include thickness of dry cellulose

0.028 mm, strengthent of PVA 6% about 238,773 %, strengthen is 1137 kg/cm

2

, elongation

86.666%, gel fraction after irradiated with electron beam is 89.655% while the wet bacterial

cellulose has a thickness of 0.090 mm. Rate of vitamin c release is determined by test equipment

aquabidest diffusion in the medium pH 7 at 37 ± 0.5 0C, at 50 rpm for 1 hour. Diffusion test

results showed that the release profile of bacterial cellulose matrix - PVA + vitamin C followed

zero order kinetics with a diffusion mechanism rule.


(5)

vii

limpahan nikmat, rahmat dan ridho-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul ‘‘Pemanfaatan Selulosa Bakteri – Polivinil alkohol (PVA) Hasil Iradiasi (Hidrogel) Sebagai Matriks Topeng Masker Wajah’’ ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih dengan seikhlas hati dihanturkan kepada Bapak Dr. Darmawan Darwis, M. Sc,. Apt., selaku Pembimbing BATAN dan Ibu Yuni Anggraeni, S. Si, Apt., selaku pembimbing UIN Syarif Hidayatullah yang telah meluangkan waktu, perhatian dan tenaganya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. M.K Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Drs. Muhammad Yanis Musdja, M. Sc,. Apt, selaku Ketua

Program studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dosen penguji I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingannya selama menyusun skripsi ini.

3. Dosen-dosen Farmasi UIN dan Staff yang telah membimbing dan memberikan ilmu pengetahuannya selama ini.


(6)

viii

peneliti dan pegawai Laboratorium Sterilisasi Bidang Proses Industri BATAN, Jakarta yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penelitian berlangsung.

5. Untuk kedua orang tua tercinta, ibunda Hj. Muhibah dan ayahanda H. Puryanto, kakak, saudara – saudara ku tersayang atas doa, cinta dan kasih sayang, kesabaran, dan dukungan baik moril maupun materil. Semoga Allah SWT selalu melindungi.

6. Teman-teman farmasi 2006 dan teman terdekat ku (pipit, acit, gita, alfi, hana, icha, yunita, nindi, reni, eka w, syifa) atas dukungan selama kuliah.

7. Teman-teman 11 pejuang (Irma, rico, landing, amal, Sheila, lisna, yayah, tiwi, ardian, hilda).

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis sebagai manusia biasa menyadari dan merasa bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis pun terbuka terhadap kritik dan saran yang sifatnya membangun. Meskipun demikian penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat berguna untuk pihak-pihak lain yang memerlukan.

Jakarta, September 2010

Penulis


(7)

ix

Halaman

COVER...i

LEMBAR PERNYATAAN...ii

LEMBAR PERSETUJUAN...iii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI...iv

ABSTRAK...v ABSTRACT...vi KATA PENGANTAR...vii DAFTAR ISI...ix DAFTAR TABEL...xii DAFTAR GAMBAR...xiii DAFTAR LAMPIRAN...xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1

1.2 Perumusan Masalah... 4

1.3 Hipotesis...4

1.4 Tujuan Penelitian...5

1.5 Manfaat Penelitian...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa...6

2.1.1 Deskripsi Kelapa...6

2.1.2 Penyebaran Kelapa... 7

2.1.3 Kandungan Nutrisi dan Manfaat Kelapa...8

2.2 Sukrosa...12

2.3 Amonium Sulfat ...12

2.4 Selulosa Bakteri... ...13

2.4.1 Struktur Selulosa Bakteri...14

2.4.2 Aplikasi Selulosa Bakteri...15

2.4.3 Sumber Selulosa...20

2.4.4 Pelikel Selulosa Bakteri...21

2.4.5 Pembuatan Pelikel Selulosa...22

2.5 Acetobacter Xylinum... ...24

2.5.1 Deskripsi A.Xylinum...24

2.5.2 Tingkat Bahaya A.Xylinum...25

2.5.3 Pertumbuhan Bakteri A.Xylinum... ...26

2.6 Hidrogel...27

2.6.1 Sintesis Hidrogel...29

2.6.2 Sifat Fisika – Kimia Hidrogel ...32


(8)

x

2.9 Polivinil Alkohol...38

3.0 Asam Askorbat...39

3.1 Radiasi...39

3.1.1 Sumber Radiasi...40

3.1.2 Dosis Radiasi... ...43

3.1.3 Efek Radiasi pada Polimer... 44

3.1.4 Keunggulan menggunakan Mesin Berkas Elektron.. ...45

3.2 Radiofarmasi...46

B III KERANGKA KONSEP 3.1 Alur Penelitian... ...51

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian...52

4.2 Alat dan Bahan Penelitian...52

4.2.1 Alat Penelitian... ... 52

4.2.2 Bahan Penelitian...52

4.3 Prosedur Penelitian... 53

4.3.1 Pengumpulan Tanaman... ...53

4.3.2 Pembuatan Starter... ...53

4.3.3 Pengembangan Starter A.Xylinum...53

4.3.4 Pembuatan Membran Selulosa Bakteri...55

4.3.5 Pembuatan Larutan Polivinil alkohol... ...60

4.3.6 Optimasi Waktu Perendaman Membran Selulosa – PVA.60 4.3.7 Pembuatan Membran Selulosa Bakteri – PVA...61

4.3.8 Pembuatan Membran Selulosa Bakteri – PVA + Vit.C....61

4.3.9 Karakterisasi Membran Selulosa – PVA Sebelum dan Sesudah Radiasi……….61

4.4 Analisa Data………...…67

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian...68

5.1.1 Pengumpulan...68

5.1.2 Hasil Uji Tebal Membran Selulosa Basah dan Kering Sebelum Radiasi ...68

5.1.3 Hasil Optimasi Waktu Perendaman Membran Selulosa Bakteri – PVA... ...68

5.1.4 Hasil Uji Sifat Mekanik Membran Selulosa Bakteri – PVA Sebelum dan Sesudah Radiasi...69

5.1.5 Hasil Uji Gel Fraksi Membran Selulosa Bakteri – PVA Sesudah Radiasi...72

5.1.6 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Vitamin C...73

5.1.7 Pembuatan Kurva Kalibrasi Vitamin C...73


(9)

xi

5.2.3 Hasil Uji Daya Absorpsi Membran Selulosa Bakteri –

PVA...78

5.2.4 Hasil Uji Kekuatan Tarik Hidrogel (Selulosa Bakteri – PVA Hasil Iradiasi)... .78

5.2.5 Hasil Uji Gel Fraksi (Selulosa Bakteri – PVA Hasil Iradiasi)... 80

5.2.6 Uji Penetrasi Vitamin C (Selulosa Bakteri – PVA 2 %, 4 %, 6 %)... ...80

5.2.7 Data Hasil ANNOVA... ...82

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 84

6.2 Saran...85

DAFTAR PUSTAKA...86


(10)

xii

Halaman Tabel 1 Hasil Uji Tebal Membran Selulosa Basah dan Kering Sebelum

Radiasi...11

Tabel 2 Hasil Optimasi Waktu Perendaman Membran Selulosa Bakteri – PVA ...19

Tabel 3 Hasil Uji Sifat Mekanik Membran Selulosa Bakteri – PVA ...44

Tabel 4 Hasil Uji Gel Fraksi Membran Selulosa Bakteri – PVA Sesudah Radiasi...68

Tabel 5 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Vitamin C...69

Tabel 6 Pembuatan Kurva Kalibrasi Vitamin C...70


(11)

xiii

Halaman

Gambar 1 Polivinil alkohol...7

Gambar 2 Air Kelapa...12

Gambar 3 Biakan Acetobacter xylinum...14

Gambar 4 Amonium...15

Gambar 5 Nata de coco...17

Gambar 6 Asam Askorbat...25

Gambar 7 Alat Mikrometer...38

Gambar 8 Alat Pemotong Sampel...39

Gambar 9 Alat Difusi...43

Gambar 10 Alat Tensiometer...45


(12)

xiv

Halaman Lampiran 1 Gambar Bahan, alat Penelitian, SEM Selulosa Bakteri…....90 Lampiran 2 Hasil Tebal Membran Selulosa Bakteri ...93 Lampiran 3 Tabel Hasil Optimasi Waktu Perendaman Membran

Selulosa Bakteri dengan PVA 2 %, 4 %, 6 %...95 Lampiran 4 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 % Tanpa Radiasi………... …………..…95 Lampiran 5 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 4 % Tanpa Radiasi...……... …………..…95 Lampiran 6 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 6 % Tanpa Radiasi...95 Lampiran 7 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 %

Setelah Radiasi...95 Lampiran 8 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 4 %

Setelah Radiasi... ...96 Lampiran 9 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 6 %

Setelah Radiasi... ………...…...96 Lampiran 10 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 %

Tanpa Radiasi...96 Lampiran 11 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 4 %

Tanpa Radiasi...96 Lampiran 12 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 6 %

Tanpa Radiasi...97 Lampiran 13 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 %

Setelah Radiasi...97 Lampiran 14 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 4 %

Setelah Radiasi...97 Lampiran 15 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 6 %

Setelah Radiasi...97 Lampiran 16 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 % +

Vit.C Tanpa Radiasi...98 Lampiran 17 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 4 % +

Vit.C Tanpa Radiasi...98 Lampiran 18 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 6 % +

Vit.C Tanpa Radiasi...98 Lampiran 19 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 % +

Vit.C Setelah Radiasi...98 Lampiran 20 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 4 % +

Vit.C Setelah Radiasi... ...99 Lampiran 21 Hasil Elongasi Membran Selulosa Bakteri – PVA 6 % +

Vit.C Setelah Radiasi... ……….99 Lampiran 22 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 % + Vit.C Tanpa Radiasi...99


(13)

xv

+ Vit.C Tanpa Radiasi...100

Lampiran 25 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 % + Vit.C Setelah Radiasi...100

Lampiran 26 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 4 % + Vit.C Setelah Radiasi...100

Lampiran 27 Hasil Kekuatan Tarik Membran Selulosa Bakteri – PVA 6 % + Vit.C Setelah Radiasi...100

Lampiran 28 Hasil Gel Fraksi Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 %, 4 %, 6 %...101

Lampiran 29 Hasil Gel Fraksi Membran Selulosa Bakteri – PVA 2 %, 4 %, 6 % + Vit.C ...101

Lampiran 30 Penentuan Panjang Gelombang Vit.C...102

Lampiran 31 Kurva Kalibrasi Vit.C... ...104

Lampiran 32 Pelepasan Difusi Vit.C... ...105

Lampiran 33 Hasil Statistik Elongasi PVA dan PVA +Vit C Sebelum dan Sesudah Radiasi………..106

Lampiran 34. Hasil Statistik Daya Tarik PVA dan PVA +Vit C Sebelum dan Sesudah Radiasi………...114


(14)

(15)

1 1.1 LATAR BELAKANG

Selulosa merupakan bahan/materi yang sangat berlimpah di bumi ini. Diperkirakan 1 triliun ton selulosa telah diproduksi tiap tahunnya. Selulosa yang dihasilkan digunakan untuk membuat perabot kayu, tekstil, kertas, kapas serap/bahan penyerap pada popok ataupun pembalut wanita, dan juga dalam berbagai bidang seperti pertambangan, kedokteran, obat-obatan, kosmetik dan lain-lain (Soetrisno T, 1996). Sumber utama selulosa terdapat dalam tumbuh-tumbuhan terutama pada kayu dan kapas. Saat ini selulosa dapat juga dihasilkan dari proses fermentasi Acetobacter xylinum

menggunakan media air kelapa sebagai sumber mikronutrien yang disebut selulosa bakteri.

Acetobacter xylinum merupakan bakteri golongan asam asetat yang berbentuk batang pendek, bersifat non motil, obligat aerobik dan dengan pewarnaan gram menunjukkan gram negatif. Bakteri ini akan membentuk

nata de coco (pelikel selulosa bakteri) jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang kaya akan sumber karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Bakteri tersebut akan menghasilkan enzim ekstraselular yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa (Siahaan,dkk, 2003).

Penggunaan selulosa sebagai bahan baku dalam berbagai bidang cukup banyak dibutuhkan, sehingga selulosa bakteri dapat dimanfaatkan sebagai


(16)

alternatif bahan baku yang mudah diperoleh. Selulosa bakteri juga mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi suatu produk yang berkualitas serta dapat diaplikasikan secara luas, seperti dalam industri pembuatan kertas, biomaterial, bahan penyerap (pembalut dan popok), dan juga membran penyaring (Taufan,dkk, 1996). Penggunaan selulosa bakteri juga dapat memberikan nilai tambah karena memanfaatkan air kelapa yang selama ini menjadi limbah.

Air kelapa merupakan limbah yang biasanya berasal dari industri pengolahan kelapa seperti industri kelapa kopra, pembuatan minyak goreng, santan, ataupun kelapa yang dijual di pasar. Air kelapa yang digunakan dalam pembuatan nata de coco harus berasal dari kelapa yang masak optimal tidak terlalu tua atau terlalu muda (berumur ±6 bulan). Air kelapa mengandung beberapa vitamin seperti vitamin C 0,7 – 1,7 mg/100 mg dan vitamin B kompleks yang terdiri dari asam nikotinat 0,4 g/ml, asam pantotenat 0,52 g/ml, biotin 0,02 g/ml, riboflavin 0,01 g/ml, asam folat 0,03 g/ml, thiamin dan juga piridoksin, yang berperan sebagai sumber mikronutrien yang mendukung proses fermentasi selain dari bahan utama yaitu sukrosa sebagai sumber karbon dan ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen (Warisno, 2004).

Pemanfaatan selulosa sebagai bahan baku biomaterial haruslah bersifat steril, salah satu cara sterilisasi paling praktis adalah dengan iradiasi EBM (mesin berkas elektron). Akan tetapi iradiasi EBM (mesin berkas elektron) dapat menyebabkan perubahan sifat mekanik dan kemampuan daya serap selulosa bakteri yang diiradiasi pada dosis 25 kGy. Adapun keuntungan


(17)

dari iradiasi EBM (mesin berkas elektron) yaitu terjadinya crosslinking

(pembentukan ikatan silang) yang mengakibatkan suatu polimer mempunyai sifat viskositas bertambah, berat molekul bertambah dan sifat mekanik bertambah. Sedangkan kerugian dari iradiasi EBM (mesin berkas elektron) yaitu terjadinya degradasi (pemutusan rantai polimer) yang mengakibatkan suatu polimer mempunyai sifat viskositas berkurang, bobot molekul berkurang, dan sifat mekanik berkurang. Dosis iradiasi untuk sterilisasi biomaterial umumnya 25-50 kGy (Darmawan, 2008). Dalam Farmakope Indonesia Edisi IV disebutkan bahwa dosis sterilisasi yang digunakan untuk produk kesehatan adalah 25 kGy (Darmawan, 2002).

Selama bertahun-tahun pemilihan dosis 25 kGy ini sangatlah aman, sederhana dan mudah. Beberapa peneliti melaporkan bahwa pada bahan-bahan yang sebagian besar mengandung selulosa bila diiradiasi akan terjadi reaksi degradasi atau perubahan ikatan silang. Reaksi degradasi dan ikatan silang saling berkompetisi dan umumnya ikatan silang terjadi pada dosis rendah yaitu 10-30 kGy, sedang degradasi terjadi pada dosis di atas 30 kGy (Erizal,dkk, 2008). Energi radiasi pengion dapat menginduksi reaksi kimia pada bahan yang diiradiasi. Selain terjadi perubahan kimia ternyata reaksi kimia dapat juga menimbulkan perubahan sifat fisika dan biologi (Mirzan,dkk, 1993).

Sifat mekanik dan kemampuan daya serap merupakan sifat-sifat fisika yang dimiliki selulosa. Pemanfaatan pada bidang kosmetik, khususnya untuk matriks topeng wajah, sifat dan karakteristik selulosa bakteri masih memiliki keterbatasan sehingga perlu dikombinasikan dengan material lain


(18)

seperti polivinil alkohol (PVA) yang mempunyai sifat fisik yang baik, tidak toksik, dan mempunyai kemampuan menyerap air yang relatif tinggi. Sifat fisik hidrogel yang terpenting adalah kemampuan hidrogel dalam menyerap dan menyimpan air dalam jumlah besar.

Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya pemanfaatan selulosa bakteri – polivinil alkohol (pva) hasil iradiasi (hidrogel) sebagai matriks topeng masker wajah yang menggunakan model asam askorbat (vitamin C) sebagai antioksidan.

I.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana sifat dan karakteristik dari selulosa bakteri – polivinil alkohol (PVA) hasil iradiasi (hidrogel) yang digunakan sebagai matriks topeng masker wajah?

2. Berapakah konsentrasi polivinil alkohol (PVA) yang optimal untuk memperbaiki karakteristik dan sifat mekanik selulosa bakteri – polivinil alkohol (PVA) hasil iradiasi (hidrogel) sebagai matriks topeng masker wajah?

3. Apakah selulosa bakteri – polivinil alkohol (PVA) hasil iradiasi (hidrogel) dapat digunakan sebagai matriks topeng masker wajah?

I.3 Hipotesis

Selulosa bakteri – polivinil alkohol (PVA) hasil iradiasi (hidrogel) dapat dibuat menjadi matriks topeng masker wajah yang mempunyai karakteristik dan sifat mekanik yang baik.


(19)

I.4 Tujuan Penelitian

1. Menghasilkan selulosa bakteri – polivinil alkohol (PVA) hasil iradiasi (hidrogel) yang dapat digunakan sebagai matriks topeng masker wajah dari bahan alam Indonesis yang mudah diperoleh.

2. Menentukan konsentrasi polivinil alkohol (PVA) yang memberikan karakteristik dan sifat mekanik sebagai matriks topeng masker wajah.

I.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan selulosa bakteri – polivinil alkohol (PVA) hasil iradiasi (hidrogel) sebagai matriks topeng masker wajah.


(20)

(21)

6 2.1 Kelapa (Cocos nucifera)

2.1.1 Deskripsi Kelapa

Kelapa lahir dengan batang yang tidak bercabang, dengan lingkar tumbuh tunggal. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 20 sampai 22 m pada umur 40 tahun dan pada umur 80 tahun tinggi tanaman dapat mencapai 35-40 m. Bunga dari kelapa merupakan polygamomonoecious, dimana bunga diproduksi secara terus menerus dan bunga ini kemudian memproduksi biji. Daunnya memiliki panjang 4 - 6 m, pada pohon yang tinggi bisa menghasilkan 12 - 18 daun tiap tahunnya, sedangkan pada pohon yang pendek bisa menghasilkan 20 - 22 daun (Chan, et al, 2006).

Buah dari kelapa berserabut, dimana bagian terluar hingga kedalam berturut-turut adalah kulit terluar keras dan tipis disebut dengan eksokarp, bagian tengah yang berserat disebut dengan mesokarp, bagian dalam yang keras disebut endocarp, bagian dalam yang melekat dengan endocarp disebut dengan testa dengan bagian dalam yang putih (daging) disebut dengan endosperm ( Slusarska, et al, 2008). Dan rongga yang dipenuhi dengan cairan (air)(Chan, et al, 2006).

Air kelapa yang berasal dari kelapa muda dapat diminum. Rasa air ini manis dan jumlahnya tergantung ukuran kelapa, dimana rata-rata volume air kelapa antara 300 - 1000 ml. daging buah kelapa yang masih muda lebih lembut dibandingkan daging buah kelapa yang sudah tua. Kelapa yang sudah matang kulit luarnya akan berubah menjadi warna coklat, dan


(22)

saat yang bersamaan endosperm menjadi tebal dan keras dan air kelapa menjadi agak pahit.

(a) (b)

Gambar 1. Bagian buah kelapa

Keterangan :

(a) Bagian buah kelapa

(b) Buah kelapa yang sudah matang

2.1.2 Penyebaran kelapa(Chan, et al, 2006)

Pada awalnya penyebaran kelapa diketahui merupakan tanaman asli di daerah pantai asia tenggara (Malaysia, Indonesia dan Filipina) serta Melanesia. Perkembangan saat ini ternyata kelapa banyak ditemukan di daerah tropis dan daerah subtropics (23o lintang utara dan selatan daerah ekuatorial). Manfaatnya yang banyak bagi perekonomian dan kehidupan manusia, sekarang kelapa memiliki penyebaran yang cukup luas dengan varietas yang berbeda-beda. Adapun beberapa daerah penyebarannya adalah sebagai berikut :

- Asia tenggara : Burma, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam.

- Afrika : Kamerun, Ghana, Kenya, Nigeria, Tanzania.

- Amerika : Brazil, Ekuador, Jamaika, Mexico, Trinidad dan Tobago, Venezuela.

Pohon kelapa tumbuh baik pada daerah berpasir dengan curah hujan yang teratur dan sinar matahari yang cukup. Pertumbuhan optimum rata-rata pada suhu 27oC. Pohon kelapa juga membutuhkan kelembapan yang


(23)

tinggi untuk pertumbuhan optimumnya yaitu 70% - 80% sehingga tanaman ini jarang ditemukan pada daerah dengan kelembapan yang rendah seperti daerah mediterania, meskipun memiliki temperatur yang cukup tinggi (umumnya 24oC). Selain itu tanaman ini memiliki toleransi terhadap salinitas yang tinggi.

Berikut adalah klasifikasi dari kelapa : Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Subfamili : Arecoideae Genus : Cocos

Spesies : Cocos nucifera

2.1.3 Kandungan nutrisi dan manfaat kelapa

Kelapa memiliki nutrisi yang tinggi dan kaya akan serat, vitamin serta mineral. Kelapa digolongkan sebagai makanan fungsional yang berperan dalam kesehatan karena kandungan nutrisinya. Hampir semua bagian kelapa dapat dimanfaatkan, dan memiliki kandungan nutrisi yang berbeda beda. Akar kelapa menginspirasi penemuan teknologi penyangga bangunan. Batangnya, yang disebut glugu dipakai sebagai kayu dengan mutu menengah, dan dapat dipakai sebagai papan untuk rumah. Daunnya dipakai sebagai atap rumah setelah dikeringkan. Daun muda kelapa, disebut janur, dipakai sebagai bahan anyaman dalam pembuatan ketupat


(24)

atau berbagai bentuk hiasan yang sangat menarik. Cairan manis yang keluar dari tangkai bunga, disebut (air) nira atau legèn (bhs. Jawa), dapat diminum sebagai penyegar atau difermentasi menjadi tuak (Wahyudi, 2003).

Buah kelapa adalah bagian paling bernilai ekonomi. Buah kelapa tua terdiri dari empat komponen utama, yaitu: 35 persen sabut, 12 persen tempurung, 28 persen daging buah, dan 25 persen air kelapa. Daging buah tua merupakan bahan sumber minyak nabati (kandungan minyak 30 persen)(Astawan, 2009). Sabut, bagian mesokarp yang berupa serat-serat kasar, diperdagangkan sebagai bahan bakar, pengisi jok kursi, anyaman tali, keset, serta media tanam bagi anggrek. Tempurung atau batok, yang sebetulnya adalah bagian endokarp, dipakai sebagai bahan bakar, pengganti gayung, wadah minuman. Daging buah muda berwarna putih dan lunak serta biasa disajikan sebagai es kelapa muda atau es degan. Cairan ini mengandung beraneka enzim dan memiliki khasiat penetral racun dan efek penyegar/penenang. Daging buah tua kelapa berwarna putih dan mengeras sarinya diperas dan cairannya dinamakan santan. Daging buah tua ini juga dapat diambil dan dikeringkan serta menjadi komoditi perdagangan bernilai, disebut kopra. Kopra adalah bahan baku pembuatan minyak kelapa dan turunannya. Cairan buah tua kelapa biasanya tidak menjadi bahan minuman penyegar dan merupakan limbah industri kopra. Namun demikian dapat dimanfaatkan lagi untuk dibuat menjadi bahan semacam jelly yang disebut nata de coco dan merupakan bahan campuran minuman penyegar (Wahyudi, 2003).


(25)

Kelapa selain bermanfaat sebagai kuliner dan berbagai kerajinan, juga dapat dimanfaatkan dalam bidang pengobatan. Kelapa dalam pengobatan tradisional telah digunakan untuk mengobati berbagai masalah kesehatan seperti abses, asma, demam, flu, sakit pra menstruasi, konstipasi, luka bakar malnutrisi dan sebagainya. Pada pengobatan modern kelapa juga telah dimanfaatkan diantaranya:

- Memberikan sumber energi

- Membantu mengurangi osteoporosis - Mengurangi inflamasi

- Membantu memberikan perlindungan penyakit periodontal dan kebusukan gigi

- Membantu melindungi kulit dari kerutan wajah

- Diaplikasikan secara topical sebagai kimia barrier pada kulit untuk mencegah infeksi

Salah satu bagian kelapa yaitu air kelapa diketahui memiliki manfaat untuk pengobatan diare dan minuman penambah energi untuk orang yang sakit dan orang tua. Selain itu dalam bidang biomaterial air kelapa dimanfaatkan untuk menghasilkan selulosa bakteri (bacterial cellulose) dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum.

Air kelapa mengandung sejumlah zat gizi, yaitu protein, lemak, gula, berbagai vitamin, asam amino, dan hormon pertumbuhan. Kandungan gula maksimal, yaitu 3 gram per 100 ml air kelapa, tercapai pada bulan keenam umur buah, kemudian menurun dengan semakin tuanya kelapa. Jenis gula yang terkandung adalah glukosa, fruktosa, sukrosa, dan sorbitol. Gula-gula


(26)

inilah yang menyebabkan air kelapa muda terasa lebih manis dibandingkan air kelapa tua. Kandungan zat gizinya yang kaya dan relatif lengkap, sehingga sesuai untuk pertumbuhan mikroba. Komposisi air kelapa antara lain karbohidrat (sukrosa, glukosa, fruktosa dan sorbitol) mineral (K, Na, Mg, P, Cl, Fe dan Cu), protein (asam–asam amino essencial) dan vitamin B dan C. Komposisi gizi air kelapa tergantung pada umur kelapa dan varietasnya. Berikut adalah komposisi gizi air kelapa(Wahyudi, 2003).

Tabel 1. Komposisi nutrisi air kelapa Komposisi nutrisi air kelapa %

Air 95.5

Nitrogen 0.05

Asam fosfat 0.56

Potasium 0.25

Kalsium oksida 0.69

Magnesium oksida 0.59

mg/100g

Besi 0.5

Total padatan 4.71

Gula pereduksi 0.80

Gula total 2.08

Abu 0.62

Sumber : Pandalai, K. M. (1958). Coconut water and its uses. Coconut Bull. 12, No. 5, 167-173.

Air kelapa dapat dimanfaatkan untuk pembuatan nata de coco atau pelikel selulosa bakteri, yaitu jenis makanan berbentuk seperti gelatin yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum. Komposisi nata de coco

sebagian besar terdiri dari polisakarida, kemungkinan dekstrosa atau selulosa, tetapi struktur sebenarnya belum diketahui(Wahyudi, 2003).


(27)

2.2 Sukrosa

Sukrosa atau sakarosa atau yang dikenal dengan sebutan gula pasir dibuat dari gula tebu atau gula bit melalui proses penyulingan dan kristalisasi. Sukrosa juga terdapat dalam buah, sayuran dan madu (Almaitser, 2001). Struktur kimia dari sukrosa adalah

Gambar 2. Struktur sukrosa

Sukrosa memberikan rasa manis yang baik. Sukrosa merupakan kristal yang tidak berwarna atau berwarna putih, berbentuk kotak-kotak, tidak berbau, dan memiliki rasa yang manis.

Sukrosa pada pembuatan pelikel selulosa bakteri berfungsi sebagai media yang membantu pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum.

Penggunaan sukrosa yang berwarna agak gelap menyebabkan warna kocoklatan yang tidak disukai pada pelikel selulosa yang dihasilkan (Collado, 1986). Oleh karena itu, pada pembuatan pelikel selulosa bakteri sebaiknya digunakan sukrosa berwarna putih.

2.3 Amonium Sulfat

Amonium sulfat merupakan senyawa kimia dengan rumus (NH4)2SO4

yang berbentuk kristal, berwarna putih, abu-abu, kebiru-biruan atau kuning tetapi yang paling banyak berwarna putih seperti gula pasir. Senyawa ini mengandung nitrogen sebanyak 20,4%-21%, bersifat higroskopis dan baru


(28)

akan menyerap air bila kelembaban nisbi 80% pada 300C (Hardjowigono, 1987).

Menurut Considine (1984) ammonium sulfat dapat dihasilkan melalui dua proses reaksi kimia. Pertama adalah mencampur ammonia dengan asam sulfat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

2NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4 ammonia asam sulfat ammonium sulfat

Kedua adalah dengan mencampur ammonium karbonat dengan gypsum (CaSO4) sehingga terjadi reaksi sebagai berikut :

(NH4)2CO3 + CaSO4 (NH4)2SO4 + CaCO3 ammonium karbonat kalsium sulfat ammonium sulfat kalsium karbonat

Ammonium sulfat merupakan sumber nitrogen bagi tanaman yang paling banyak digunakan di Indonesia sebagai pupuk. Amonium sulfat dapat pula digunakan sebagai sumber nitrogen untuk membantu pertumbuhan Acetobacter xylinum pada proses pembuatan pelikel selulosa bakteri (Steinkraus et al, 1983).

2.4 Selulosa Bakteri

Selulosa merupakan biopolimer terbesar, yang diketahui sebagai komponen utama biomassa tanaman, dan juga diwakili oleh polimer ektraseluler mikrobial. Selulosa bakteri termasuk produk spesifik dari metabolisme primer yang sebagian besar sebagai lapisan pelindung sedangkan selulosa tanaman sebagai pembentuk struktur tumbuhan.

Selulosa yang disintesis oleh bakteri termasuk dalam genus Acetobacter, Rhizobium, Agrobacterium dan Sarcina. Bakteri yang paling


(29)

banyak menghasilkan selulosa adalah bakteri Gram negatif, bakteri asam asetat dan Acetobacter xylinum. diantara berbagai jenis bakteri tersebut A. xylinum adalah jenis bakteri yang paling banyak digunakan sebagai model untuk studi megenai selulosa. Studi biasanya difokuskan pada mekanisme sintesis biopolimer, strukturnya dan karakteristiknya.

Karakteristik penting dari selulosa bakteri adalah kemurniannya. Hal ini yang membedakan dengan selulosa dari tumbuhan, dimana selulosa tumbuhan mengandung hemiselulosa dan lignin yang sangat sulit untuk dihilangkan. Karakteristik dari selulosa bakteri yang unik, banyak diaplikasikan secara luas pada industri kertas, tekstil makanan dan sebagai biomaterial untuk kosmetik dan alat kesehatan.

2.4.1 Struktur selulosa bakteri(Bielecki, et al, 2005)

Selulosa bakteri adalah polimer tidak bercabang, yang dihubungkan dengan β-1,4 glukosida. Penelitian selulosa bakteri menunjukkan bahwa secara kimia identik dengan selulosa tanaman, tetapi secara struktur makromolekular karakteristiknya berbeda dengan selulosa tanaman.

Gambar 3. Struktur kimia selulosa

Rangkaian struktur selulosa bakteri dimulai dengan terbentuknya subfibril (berupa benang), dengan lebar sekitar 1,5 nm. Subfiril ini kemudian terkristalisasi menjadi mikrofibril (Jonas, et al, 1998).


(30)

Membentuk suatu bundles dan akhirnya terbentuk seperti pita (ribbon). Berikut adalah gambar struktur dari selulosa bakteri (Bielecki, et al, 2005).

(a) (b)

Gambar 4. Perbedaan struktur antara selulosa bakteri dengan tumbuhan

Keterangan : (a). selulosa tumbuhan (b). selulosa bakteri

Selulosa bakteri juga berbeda dengan selulosa tumbuhan dari segi index kristalinnya dan derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi selulosa baktei dapat mencapai 2000 dan 6000 dan dalam suatu kasus dapat mencapai 16000 atau 20000, sedangkan selulosa tumbuhan memiliki rata-rata derajat polimerisasi 13000 sampai 14000(Bielecki, et al., 2005).

Beberapa kelebihan dari selulosa bakteri adalah memiliki struktur yang teratur, tidak mengandung lignin dan hemiselulosa, memiliki serat yang panjang (lebih kuat), dapat ditumbuhkan pada berbagai wadah. Sedangkan beberapa kelemahan bakteri selulosa untuk pengembangan komersil adalah, biaya cukup tinggi dibandingkan selulosa tumbuhan karena harga yang mahal subtrat yang digunakan (gula), hasil akhir yang sedikit, keterbatasan kapasitas untuk produksi dalam skala besar.

2.4.2 Aplikasi selulosa bakteri

Selulosa bakteri diketahui merupakan polisakarida yang aman sehingga banyak digunakan dalam bebagai bidang. Aplikasi dari selulosa bakteri karena karakteristiknya yang unik, seperti selulosa yang dihasilkan


(31)

murni, elastik, mampu mempertahankan air, dan memiliki kristalin index yang tinggi. Berikut beberapa aplikasi dari selulosa bakteri adalah :

a. Aplikasi teknik

Dibandingkan dengan selulosa tanaman, selulosa bakteri memiliki kekuatan tarik (Tensile strength) yang lebih tinggi, sehingga selulosa bakteri merupakan komponen yang baik untuk kertas karena memiliki karakteristik mekanik yang baik. Selulosa bakteri untuk diaplikasikan sebagai kertas akan memberikan elastisitas, permeabel terhadap udara, tahan terhadap air dan tekanan berat dan mampu mengikat air (Iguch, 2000).

Selulosa bakteri juga digunakan sebagai pelindung permukaan untuk beberapa kertas. Coating terhadap kertas akan memberikan karakteristik seperti permukaan yang mengkilap, cerah, halus, memiliki porositas, daya penerimaan terhadap tinta dan memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Selain itu penambahan selulosa bakteri pada kertas akan meningkatkan masa simpan kertas.

Selulosa bakteri juga merupakan komponen yang berharga pada kertas, karena meningkatkan ketahanan terhadap panas dan tidak mudah terbakar. Penggunaan selulosa bakteri dapat mengurangi bahan tambahan pada pembuatan kertas tanpa menimbulkan efek pada karakteristik kertas. b. Aplikasi dalam bidang medik

Aplikasi seluosa bateri dalam bidang medik didasarkan atas keunikan struktur dan karakteristik mekaniknya seperti mampu menahan air, dan bersifat biokompatibel. Hasil studi pada tikus menunjukkan bahwa


(32)

selulosa bakteri terintegrasi dengan baik pada host-nya dan tidak menimbulkan reaksi inflamasi sehingga potensial dikembangkan sebagai

scaffold(Suwannapinunt, 2007).

Selulosa bakteri mempunyai sifat-sifat seperti berpori, elastis, mudah untuk disimpan, mampu mengabsorbsi, memiliki kelembapan dapat diaplikasikan untuk pembalut luka. Dengan kelebihannya tersebut dapat mempercepat proses penyembuhan luka dan melindungi luka dari infeksi sekunder. Gambar berikut adalah aplikasi selulosa bakteri sebagai pembalut luka.

Gambar 5. Pelikel bakteri sebagai pembalut luka

BioFill® diperoleh dari produk selulosa mikroba yang telah digunakan sebagai pengobatan beberapa luka bakar, grafting kulit, dan ulser kulit kronik. Pengobatan dengan menggunakan BioFill® menutupi rasa sakit, dan mempunyai keuntungan adhesi yang baik, barrier yang efektif untuk infeksi, penyembuhan cepat, retensi cairan yang baik (air dan elektrolit), biaya murah, dan waktu penyembuhan pendek dibandingkan secara normal. Produk lainnya yaitu Gengiflex®, diaplikasikan untuk proses penyembuhan dalam kasus periodontal.

Aplikasi lainnya dalam bidang medis adalah sebagai membran tambahan untuk melindungi glukosa oksidase termobilisasi dalam biosensor yang digunakan untuk uji kadar gula darah. Sifat selulosa


(33)

bakteri yang elastis, permeabel terhadap udara dan cairan, memiliki kekuatan tarik yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk aplikasi tersebut (Bielecki, 2005).

c. Aplikasi dalam bidang makanan

selulosa bakteri memiliki kemurnian secara kimia dan tidak menimbulkan reaksi metabolit sehingga banyak diaplikasikan sebagai stabilizer dalam makanan, emulsifier pada minuman dan sup, dan modifikasi tekstur dan meningkatkan serat makanan. Aplikasi pertama kali dalam bidang makanan adalah dihasilkannya nata de coco komersial. Konsumsi nata diyakini dapat melindungi dari kanker usus, atherosklerosis dan thrombosis pada jantung dan mencegah peningkatan glukosa pada urin.

Salah satu produk makanan popular yang mengandung selulosa bakteri adalah kombucha dari Cina. Makanan ini diperoleh dengan cara menumbuhkan kapang dan bakteri asam asetat pada teh dan ekstrak gula. Pelikel akan terbentuk pada permukaan dimana banyak mengandung selulosa dan enzim yang baik untuk kesehatan. Aktivitas abiotiknya adalah memperluas permukaan usus besar dan saluran pencernaan, selain itu

kombucha diyakini dapat melindungi terhadap kanker(Iguchi, 2000). Aplikasi lainnya adalah untuk filtrasi pada pembuatan anggur dan bir. Pada industri kue, selulosa bakteri dimanfaatkan untuk memperpanjang umur simpan kue karena sifatnya yang tidak berbau, tidak berasa dan banyak mengandung serat.


(34)

d. Aplikasi lainnya(Bielecki, 2005)

Besarnya luas permukaan, daya tahan yang tinggi dan memiliki daya absorpsi yang tinggi dapat digunakan dalam modifikasi proses kimia maupun fisika, seperti selulosa bakteri dapat dimanfaatkan imobilisasi biokatalis. Gel selulosa yang mengandung sel hewan imobilisasi digunakan untuk produksi interferon, interleukin dan antibodi monoklonal. Selulosa bakteri juga dimanfaatkan sebagai absorpsi sel Gluconobacter oxydans, Acetobacter methanolyticus, Saccharomyces cerevisiae. Imobilisasi strain bakteri ini efektif untuk produksi glukonat, dihidroksi aseton dan etanol. Selulosa bakteri murni dapat dimanfaatkan sebagai bahan mentah sintesis selulosa asetat, nitroselulosa, CM-selulosa, hidroksimetilselulosa, metilselulosa dan hidroksiselulosa. Tabel berikut menunjukkan beberapa aplikasi selulosa bakteri pada beberapa bidang.

Tabel 2. Aplikasi selulosa bakteri pada berbagai bidang

Sektor Aplikasi

Kosmetik Penstabil dan pengemulsi pada krim, tonik dan pelembab kuku, sebagai bahan pengkilap dan sebagai bahan kuku buatan

Industri tekstil Bahan kulit buatan dan tekstil, Bahan pengabsorsi

Olahraga Untuk baju olahraga, tenda, dan

perlengkapan kemah Pertambangan

danpengolahan limbah

Untuk pengambilan batu karang, Absorbsi senyawa toksik, Daur ulang mineral dan minyak

Pemurnian Untuk pemurnian air dan pemurnian udara kota

Broadcasting Produksi diafragma untuk mikrofon dan headphone

Kehutanan Multilapis untuk plywood

Industri kertas Pembuatan kertas, dokumen menjadi tahan lama, pembuatan popok dan serbet dari kertas


(35)

Industri mesin Untuk badan mobil, elemen pesawat, penutup retakan pada pelindung roket, Laboratorium/penelitian Imobilisasi protein, kromatografi dan

komponen media untuk kultur jaringan Kesehatan Kulit buatan sementara untuk terapi

luka bakar, dan penyakit periodontal 2.4.3 Sumber selulosa

1. Kayu

Kayu digunakan secara luas sebagai bahan selulosa. Komponen kimia dari kayu berbeda antar spesies dan juga dengan bagian tanaman, tetapi sebagian besar mengandung 40 - 50% selulosa, 20 - 30% lignin, dan 10 - 30% hemiselulosa dan polisakarida lainnya. Komponen lain juga ditemukan dalam jumlah yang kecil, seperti resin, gums, protein, dan mineral. Sebagai sumber serat selulosa, kayu merupakan bahan baku utama untuk menghasilkan pulp di mana dapat diproses untuk pembuatan kertas dan turunan selulosa seperti rayon, nitroselulosa, CMC, dan lainnya. 2. Serat bibit

Seluruh tanaman kapas juga terdiri dari bahan-bahan selulosa dan dapat dimanfaatkan sebagai pulp. Serat kapuk juga merupakan bahan selulosa yang mengandung 55 - 65% selulosa tetapi tidak digunakan sebagai sumber selulosa untuk pulp. Bahan ini biasanya digunakan untuk bahan pengisi.

3. Serat bast

Serat yang paling penting dalam kelompok ini meliputi serat rami dan goni. Tanaman rami adalah sumber dari industri tekstil linen yang terdiri dari 80 - 90% selulosa. Serat rami juga digunakan sebagai sumber pulp kertas untuk memproduksi kertas rokok dan tujuan khusus lainnya.


(36)

Serat goni juga mengandung selulosa yang tinggi. Goni biasanya digunakan untuk tali dan karung. Tanaman yang menghasilkan goni antara lain dikenal dengan nama kenaf (Hibiscus cannabinus) dan roselle (Hibiscus sabdariffa) . Kenaf dan roselle mengandung 70 - 90% selulosa yang sesuai untuk memproduksi pulp dan kertas untuk kebutuhan khusus. 4. Serat daun

Ada banyak jumlah serat daun tetapi kegunaannya sangat terbatas. Beberapa di antaranya digunakan untuk tali-temali, tekstil, dan kertas. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain rami abaca dan manila, pisang, nanas, dan lainnya.

5. Selulosa non- tanaman

Selulosa juga ditemukan dalam mineral dari sumber tanaman, seperti fossil kayu, dan beberapa tipe batu bara muda.

2.4.4 Pelikel selulosa bakteri

Studi pertama tentang formasi dari selulosa dalam bakteri dilaporkan oleh Adrian Brown pada tahun 1886. Dalam eksperimen diketahui bahwa

Acetobacter xylinum adalah organisme yang bertanggung jawab untuk membentuk lapisan selulosa.

Pelikel selulosa bakteri dibuat menggunakan Acetobacter xylinum dan menghasilkan selulosa yang murni tanpa ada lignin. Acetobacter xylinum

mensintesis benang-benang ekstraselular hingga membentuk membran selulosa hidrofilik yang dikenal sebagai pelikel. Pelikel selulosa bakteri mempunyai kandungan air 90 - 95% dari bobot total. Pelikel selulosa


(37)

bakteri yang dibuat dengan kultur statik mengandung 1% selulosa dari bobot kering (Brown, 1961).

Kekuatan mekanik yang baik dari pelikel selulosa bakteri dihasilkan dari ikatan hidrogen intermolekular yang ekstensif. Hal ini diinvestigasi pertama kali oleh Yamanaka (1989). Sumber karbon yang biasa digunakan oleh Acetobacter xylinum untuk memproduksi pelikel selulosa bakteri adalah dekstrosa, glukosa, sukrosa, fruktosa, gula invert (Embuscado, 1994).

Ide untuk memodifikasi selulosa sejak disintesis dideskripsikan oleh Brown, Acetobacter xylinum tidak hanya menjadi faktor penting dalam elusidasi sintesis selulosa tetapi juga dalam fermentasi asam cuka. Produk pelikel selulosa bakteri secara lambat ditegaskan sebagai biopolimer industri yang penting untuk berbagai aplikasi mulai dari makanan sampai material bahan yang mempunyai kekuatan besar (Brown, 1961).

2.4.5 Pembuatan pelikel selulosa bakteri

Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi produksi pelikel selulosa bakteri oleh Acetobacter xylinum yaitu komponen dari fermentasi dan kondisi operasional. Komponen dari fermentasi meliputi strain atau tipe organisme yang digunakan, komposisi media, sumber karbon, dan sumber nitrogen. Kondisi operasional yang mempengaruhi antara lain pH, oksigen, temperatur, konsentrasi relatif dari substrat dan tipe metode kultur yang digunakan.

Menurut Departemen Riset dan Teknologi (2008), ada lima tahap pembuatan pelikel selulosa bakteri yaitu : Pemeliharaan, biakan murni


(38)

Acetobacter xylinum meliputi (1) Proses penyimpanan sehingga dalam jangka waktu yang cukup lama viabilitas (kemampuan hidup) bakteri tetap dapat dipertahankan;dan (2) Penyegaran kembali bakteri yang telah disimpan sehingga terjadi pemulihan viabilitas dan bakteri dapat dipersiapkan sebagai inokulum fermentasi. Penyimpanan, A. xylinum

biasanya disimpan pada agar miring yang terbuat dari media Hassid dan Barker yang dimodifikasi dengan komposisi sebagai berikut : glukosa, ekstrak khamir, K2HPO4, (NH4)2SO4, MGSO4, agar, dan air kelapa. Pada

agar miring dengan suhu penyimpanan 4 - 70C, bakteri ini disimpan selama 3 - 4 minggu. Penyegaran, setiap 3 atau 4 minggu, biakan A. xylinum harus dipindahkan kembali pada agar miring baru. Setelah 3 kali penyegaran, kemurnian biakan harus diuji dengan melakukan isolasi biakan pada agar cawan. Adanya koloni asing pada permukaan cawan menunjukkan bahwa kontaminasi telah terjadi. Biakan pada agar miring yang telah terkontaminasi, harus diisolasi dan dimurnikan kembali sebelum disegarkan. Pembuatan Starter, Starter adalah populasi bakteri dalam jumlah dan kondisi fisiologis yang siap diinokulasikan pada media fermentasi. Mikroba pada starter tumbuh dengan cepat dan fermentasi segera terjadi. Starter baru dapat digunakan 6 hari setelah diinokulasi dengan biakan murni. Pada permukaan starter akan tumbuh bakteri membentuk lapisan tipis berwarna putih. Lapisan ini disebut nata atau pelikel. Semakin lama lapisan ini akan semakin tebal sehingga ketebalannya dapat mencapai 1,5 cm. Di anjurkan volume starter tidak kurang dari 5 % volume media yang akan difermentasi menjadi pelikel


(39)

selulosa. Fermentasi, fermentasi dilakukan pada media cair yang telah diinokulasi dengan starter. Fermentasi berlangsung pada kondisi aerob (membutuhkan oksigen). Mikroba tumbuh terutama pada permukaan media. Fermentasi dilangsungkan sampai pelikel yang terbentuk cukup tebal (1 - 1,5 cm).

2.5 Acetobacter xylinum (A. xylinum) 2.5.1 Deskripsi A. xylinum

A. xylinum adalah bakteri Gram negatif yang dapat memproduksi selulosa dan asam asetat dengan bantuan udara selama pertumbuhannya dan melepaskannya ke lingkungan. Selulosa yang dihasilkan dikenal dengan selulosa bakteri. Selulosa yang dihasilkan murni dan dihasilkan secara ekstraseluler yang akan membentuk kumpulan fibril dan kemudian dibentuk menjadi satu kesatuan selulosa yang padat yang disebut dengan pelikel atau yang lebih dikenal dengan nata(Suwannapinunt, 2007).

Sintesa polisakarida oleh bakteri sangat dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi dan ion-ion tertentu yang dapat mengkatalisasi aktivitas bakteri. Peningkatan konsentrasi nitrogen dalam subtrat dapat meningkatkan jumlah polisakarida yang terbentuk, sedangkan ion-ion bivalen seperti Mg2+ dan Ca2+ diperlukan untuk mengontrol kerja enzim ektraselluler. Aktivitas pembentukan pelikel (nata) hanya terjadi pada kisaran pH antara 3,5 - 7,5. Sedangkan pH optimum untuk pembentukan nata adalah 4. Suhu yang memungkinkan untuk pembentukan nata adalah pada suhu kamar antara 28 - 320C (Multazam, 2009).


(40)

A. xylinum mempunyai aktivitas oksidasi lanjutan atau over oxidizer, yaitu mampu mengoksidasi lebih lanjut asam asetat menjadi CO2 dan H2O.

Bakteri pembentuk nata termasuk golongan Acetobacter mempunyai ciri-ciri antara lain : Obligat aerobik, bersifat non motil dan tidak membentuk spora, tidak memproduksi H2S, tidak mereduksi nitrat, termal death point

pada suhu 65 - 70 o C.

Berikut adalah klasifikasi dari Acetobacter xylinum: Kingdom : Bakteria

Filum : Proteobakteria Kelas : Alphaproteobakteria Order : Rhodospirillales Family : Acetobacteraceae Genus : Acetobacter Subspecies : xylinum

Gambar 6. Acetobacter xylinum 2.5.2Tingkat bahaya A. xylinum

A. xylinum dilaporkan bukan merupakanbakteri patogen bagi manusia. Suhu pertumbuhan optimumnya jauh dibawah suhu tubuh manusia dan pH optimum pertumbuhannya jauh dibawah normal pH kulit manusia. Sehingga tidak mungkin bakteri ini dapat ditemukan sebagai flora pada manusia.


(41)

A.xylinum diketahui tidak dapat menghasilkan toksin dan infeksi yang berbahaya bagi manusia maupun hewan. Bakteri ini tidak menghasilkan enzim atau agen ekstraseluler lainnya yang bersifat virulen. Bakteri ini memiliki plasmid yang berguna untuk menghasilkan enzim untuk produksi asam asetat. Berdasarkan hal tersebut A. xylinum tidak menunjukkan adanya faktor virulensi. Bakteri ini bukan bagian dari flora tubuh manusia dan kulit manusia dan diduga tidak dapat bertahan dalam tubuh manusia sehingga tidak dapat menginfeksi manusia.

2.5.3 Pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum

Bakteri A. xylinum adalah bakteri gram negatif aerobik yang mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel didefinisikan sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Berikut adalah fase pertumbuhan sel bakteri Acetobacter xylinum:

1. Fase Adaptasi

Apabila bakteri dipindahkan ke media baru maka bakteri tidak langsung tumbuh melainkan beradaptasi terlebih dahulu. Pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme dan pembesaran sel, meskipun belum mengalami pertumbuhan. Adapatasi dicapai pada 0 - 24 jam sejak inokulasi.

2. Fase Pertumbuhan Awal

Fase pertumbuhan awal dimulai dengan pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini berlangsung beberapa jam saja.


(42)

Fase eksponensial dicapai antara 1 - 5 hari. Pada fase ini bakteri mengeluarkan enzim ekstraselulerpolimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa (matriks nata).

4. Fase Pertumbuhan Lambat

Fase pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi bakteri telah berkurang, terdapat metabolik yang bersifat racun yang menghambat pertumbuhan bakteri dan umur sel sudah tua. Pada fase ini pertumbuhan tidak stabil, tetapi jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak dibandingkan jumlah sel yang mati.

5. Fase Pertumbuhan Tetap

Pada fase pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang tumbuh dan yang mati. Matriks nata lebih banyak diproduksi pada fase ini. 6. Fase Menuju Kematian

Fase menuju kematian terjadi akibat nutrisi di dalam media sudah hampir habis. Setelah nutisi habis, maka bakteri akan mengalami fase kematian.

7. Fase Kematian Sel

Pada fase ini bakteri dengan cepat mengalami kematian. Bakteri hasil fase ini tidak baik untuk strain nata.

2.6 Hidrogel

Suatu polimer atau kopolimer ikatan silang (crosslinking) yang memiliki kemampuan untuk menyerap sejumlah cairan (swelling) sehingga mencapai kesetimbangan dikenal sebagai xerogel. Bilamana


(43)

digunakan air sebagai bahan ˝swelling˝ maka hasilnya disebut hidrogel (Huglin, 1986).

Hidrogel adalah bahan polimer hidrofilik yang mempunyai kemampuan untuk mengembang di air atau cairan biologi dan menunjukkan fraksi air yang berarti pada strukturnya, tetapi matriks tersebut tidak larut dalam air. Ketika mengembang di air, hidrogel tetap mempertahankan bentuk asalnya. Sifat hidrofilik dari hidrogel ini dipengaruhi oleh adanya gugus-gugus –OH, -COOH, -CONH2, dan –

SO3H. Sedang sifat ketidaklarutannya dalam air dan kemampuannya

mempertahankan bentuk dipengaruhi oleh struktur tiga dimensi dari hidrogel. Kemampuan dari hidrogel untuk mengembang di air adalah kesetimbangan antara kekuatan disperse pada rantai hidrat dengan kekuatan kohesi yang tidak mencegah penetrasi air ke dalam hidrogel. Selain itu, derajat dan sifat ikatan silang serta kekristalan dari polimer turut menentukan sifat mengembang dari hidrogel (Kroschwitz, 1992).

Hidrogel pertama kali diperkenalkan sebagai biomaterial adalah polihidroksi metakrilat (PHEMA) yang digunakan untuk lensa kontak. Sejak itu pengembangan hidrogel yang digunakan sebagai biomaterial semakin menarik perhatian para peneliti karena hidrogel mempunyai biokompatibilitas yang baik bila kontak dengan darah, cairan tubuh, dan jaringan hidup. Biokompatibilitas dari hidrogel ditunjukan dengan kemampuannya menstimulasi jaringan, karena mempunyai sifat permukaan khusus. Tegangan antar mukanya rendah dan permeabilitasnya


(44)

yang tinggi, lunak dan elastis menjadikan hidrogel suatu biomaterial yang baik (Ramarajaj, 1994).

Hidrogel merupakan bahan yang dapat mengabsorbsi dan menahan air dalam jumlah besar, tapi tidak larut dalam air. Umumnya hidrogel dibuat dari polimer hidrofilik baik dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan polimer lainnya dengan teknik kimia atau radiasi sehingga membentuk ikatan silang (crosslinking). Polimer yang digunakan dapat berupa polimer sintetis seperti PVP (polivinil pirolidon) dan PVA (polivinil alkohol) atau polimer alam.

Tujuan utama pengembangan hidrogel sebagai bahan biomaterial adalah untuk perbaikan kesehatan manusia melalui penggunaan biomaterial tersebut sebagai alat kedokteran (Darwis, 1995). Biomaterial adalah material yang digunakan untuk menggantikan/memperbaiki kerusakan jaringan atau sebagai interface dengan lingkungan fisiologis. Biomaterial dapat berupa bahan alam seperti kolagen, serat protein (silk, wool, dan rambut), polisakarida (starch, selulosa dan kitosan) atau bahan sintetis seperti polimer, metal dan keramik(Rosiak, et al., dkk, 1999). 2.6.1 Sintesis hidrogel

Secara umum ada dua metode umum yang dapat digunakan untuk membuat hidrogel yaitu teknik konvensional dan teknik radiasi. Pada metode pertama, hidrogel dibuat melalui polimerisasi dan pembentukan ikatan silang (crosslinking) monomer hidrofilik dengan bantuan agensia pengikatan silang bi- atau multifungsi (bi-or multifunctional crosslinking agent) atau melalui pembentukan ikatan silang polimer larut dalam air


(45)

menggunakan reaksi organik khusus yang melibatkan gugus fungsi polimer tersebut.

Pada metode radiasi, hidrogel dapat dibuat melalui polimerisasi dan pembentukan ikatan silang dari monomer atau polimer larut dalam air dengan menggunakan sinar gamma atau elektron cepat. Dengan teknik ini tidak diperlukan adanya inisiator kimia atau agensia pengikatan silang, proses lebih mudah dan sekaligus dapat digunakan untuk mensterilkan produk (Chapiro, et al, 1995). Pemakaian radiasi ionisasi untuk membuat hidrogel didasarkan pada reaksi pembentukan ikatan silang. Dua jenis radiasi ionisasi yang banyak digunakan untuk pembuatan hidrogel adalah sinar gamma yang berasal dari sumber radioisotop cobalt-60 dan elektron cepat yang dihasilkan oleh akselerator elektron. Dengan teknik radiasi ini, hidrogel dapat dibuat dengan meradiasi monomer atau polimer baik dalam bentuk larutan dalam air atau dalam bentuk padat. Namun demikian, pembentukan ikatan silang memerlukan dosis yang lebih tinggi pada iradiasi dalam bentuk padat.

Reaksi pembentukan ikatan silang polimer dalam larutan air akibat iradiasi sinar gamma atau elektron cepat dapat terjadi melalui dua cara yaitu efek langsung (direct effect) dan efek tidak langsung (indirect effect). Efek langsung terjadi bila suatu polimer diradiasi dalam kondisi bulk

(padat). Jika suatu larutan polimer diradiasi maka akan terjadi efek langsung dan efek tidak langsung. Efek langsung terjadi akibat dari interaksi antara molekul polimer dengan energi radiasi sehingga menghasilkan radikal polimer. Efek tidak langsung terjadi melalui reaksi


(46)

antara molekul air dan radiasi gamma (radiolisis) menghasilkan spesies-spesies seperti OH, H3O+ H, H2,H+, H2O2. Diantara spesies ini yang paling

realtif adalah radikal hidroksil (OH). Radikal selanjutnya akan bereaksi dengan molekul polimer membentuk radikal polimer. Radikal polimer yang terbentuk akan bereaksi satu dengan yang lainnya membentuk ikatan silang (crosslinking) (Darmawan, 2000).

Secara garis besar, mekanisme terjadinya ikatan silang (crosslinking) pada radiasi polimer dengan adanya air adalah sebagai berikut(Darmawan, 1999).

PH (polimer) PH*, PH+ + e- (exitaded dan ionitated state)

Rekombinasi

PH+ + e- PH* Penguraian (dekomposisi)

PH* Po + H

Radiolisis air

H2O H3O+ aq, OH0, e- aq, H, H2O2, H2

Pemisahan hidrogen

PH + OH0 P0 + H2O

Rekombinasi radikal polimer

P0 + P0 P – P (crosslinking polimer)

Secara skematis mekanisme pembentukan ikatan silang suatu larutan polimer


(47)

Pembentukan radikal polimer

P P (radikal polimer) Rekombinasi polimer radikal

P + P P – P (ikatan silang) P adalah molekul polimer

b. Ikatan silang tidak langsung (indirect crosslinking) Radiolisis air

H2O H+, OH, e- aq H3O+, H2O2 Abstraksi atom hidrogen

P + OH P + H2O

Rekombinasi radikal polimer

P + P P – P (ikatan silang)

2.6.2 Sifat fisika – kimia hidrogel

a. Daya serap air (water absorption)

Jika hidrogel kering mulai menyerap air, molekul air akan menghidrasi gugus yang paling polar, gugus hidrofilik, gugus hidrofilik, gugus ionik dan gugus yang dapat membentuk ikatan hidrogen. Selanjutnya rantai dalam hidrogel mulai mengembang, gugus hidrofilik mulai terkena molekul air dan berinteraksi melalui interaksi hidrofilik membentuk sistem dengan entropi yang relatif rendah melapisi gugus hidrofobik. Jika interaksi antara air dan hidrogel lebih jenuh, jaringan hidrogel akan menghambat air dan membentuk keadaan keseimbangan. Air ini disebut ‘’air bebas’’ (free water) yang mengisi pori-pori hidrogel. Proses pengembangan hidrogel berlangsung kontinyu disebabkan oleh adanya


(48)

tekanan osmosis. Keadaan keseimbangan hidrogel disebut sebagai kondisi

swelling. Untuk menguji jumlah air yang terserap (daya serap air) pada hidrogel dengan menggunakan rumus sebagai berikut(Erizal, 1999): Daya serap air = (Wa-Wb)/Wb x 100%

Keterangan :

Wa = bobot hidrogel setelah pengembangan Wb = bobot awal hidrogel

b. Sifat biologis hidrogel

Hidrogel dapat dibedakan menjadi hidrogel alami dan hidrogel sintetik. Hidrogel yang terbentuk secara alami umumnya berasal dari proses biologis baik terjadi di dalam tanaman maupun hewan misalnya : agar, gel lidah buaya, dextran, gelatin, dan alginat. Sedangkan hidrogel sintetik terbentuk berdasarkan reaksi kimia atau fisika.

Ditinjau dari sifat biologisnya hidrogel yang diperoleh dari hasil sintetik maupun yang diperoleh dari alam dapat bersifat biodegradable

(mudah terdegradasi), non-biodegradable (sukar terdegradasi) dan

bioerodible. Hidrogel biodegradable umumnya berasal dari senyawa-senyawa alami, misalnya asam amino dan derivatnya yang mudah terdegradasi oleh enzim. Sedangkan hidrogel non-biodegradable terbentuk dari senyawa-senyawa sintetik(Erizal, 1999).

c. Sifat permukaan hidrogel

Berdasarkan sifat fisika-kimia hidrogel, permukaan hidrogel mempunyai beberapa sifat yang khas untuk setiap jenis hidrogel. Pada aplikasinya diperlukan suatu kondisi standar sifat permukaan hidrogel.


(49)

Sifat permukaan hidrogel dipengaruhi oleh sifat komponen utamanya yang terdiri atas gugus hidrofilik dan hidrofobik.

Jika hidrofilisitas relatif dominan dalam hidrogel, maka hidrogel dengan mudah dibasahi oleh air (sudut kontak=0), sukar dibasahi oleh cairan non polar dan relatif sukar mengabsorpsi protein. Pada hidrogel yang sifat permukaannya relatif hidrofob sukar dibasahi oleh air dan mudah dibasahi oleh minyak. Sedangkan pada hidrogel yang terdiri dari gugus hidrofilik dan hidrofobik yang terdistribusi secara heterogen, maka permukaan hidrogel dapat dibasahi oleh air maupun minyak(Rosiak JM, 1995).

d. Fraksi gel

Fraksi gel merupakan sifat kimia yang terdapat pada hidrogel. Derajat ikatan silang hidrogel dapat diketahui oleh adanya fraksi gel dalam struktur hidrogel tersebut. Semakin besar fraksi gel berarti semakin banyak ikatan silang yang terjadi antar rantai molekul polimer sehingga kekuatan mekanik semakin besar. Fraksi gel ini juga secara tidak langsung mencerminkan besar-kecilnya tingkat kerapatan ikatan silang yang terjadi antar polimer. Fraksi gel dapat diukur dengan cara mengekstraksi hidrogel menggunakan pelarut air pada suhu 90 - 1100C. Fraksi gel dapat dihitung dengan persamaan berikut(Erizal, 1999) :

Fraksi gel (%) = (W1/W0) x 100%

Keterangan ;

W1 = bobot kering hidrogel setelah perendaman


(50)

2.7 Masker (Dwikarya, M, 2002)

Masker adalah salah satu pembersih kulit wajah yang efektif. Selain itu masker juga bermanfaat untuk memperlancar peredaran darah, merangsang kembali kegiatan sel-sel kulit dan mengangkat sel-sel tanduk yang telah mati. Hal ini disebabkan karena pada saat pemakaian masker, kulit muka tertutup secara sempurna oleh masker dan menyebabkan suhu kulit meningkat sehingga peredaran darah menjadi lancar dan penghantaran zat-zat gizi ke lapisan permukaan kulit dipercepat sehingga kulit muka terlihat lebih segar. Adanya peningkatan suhu menyebabkan fungsi kelenjar kulit meningkat sehingga kotoran dan sisa-sisa metabolisme dikeluarkan ke permukaan kulit yang kemudian dapat diserap oleh lapisan masker.

2.7.1 Jenis-jenis masker

1. Masker gel, membentuk lapisan kulit tipis saat mengering. Masker gel sangat ideal untuk kulit wajah usia belasan tahun sampai dua puluh tahun.

2. Masker peel off, langsung membentuk lapisan begitu terpasang di seluruh wajah. Masker ini menambah kelembaban kulit untuk sementara.

3. Masker lumpur, masker dari lumpur ini dapat digunakan untuk membersihkan kulit wajah secara total, karena mengandung bahan aktif yang menyerap kotoran.


(51)

4. Masker exfoliate, biasanya berbentuk scrub (mengangkat sel kulit mati, gunanya mengembalikan vitalitas kulit yang pudar dan kusam. 5. Masker sulfur, masker yang berbahan dari belerang ini, ideal untuk

kulit yang banyak noda flek, dan berjerawat.

6. Masker hidrating, masker ini banyak mengandung air dan digunakan untuk mengatasi kulit-kulit yang kering dan halus.

7. Masker topeng (facial mask), dimaksudkan untuk pengelupasan kulit, melembabkan kulit kering, mengisi kulit kusam, menyerap minyak, mengencangkan kulit, menyembuhkan jerawat bekas luka, mencerahkan kulit wajah, menyegarkan.

2.7.2 Mekanisme kerja masker

Peredaran darah menjadi lebih lancar dan pengantaran zat-zat gizi ke lapisan permukaan kulit di percepat, sehingga kulit muka terlihat lebih segar.Karena terjadinya peningkatan suhu dan peredaran darah yang lebih lancar, maka fungsi kelenjar kulit meningkat, kotoran dan sisa metabolisme dikeluarkan ke permukaan kulit untuk kemudian diserap oleh lapisan masker yang mengering dengan diangkatnya masker, zat-zat tersebut turut terbuang dan kulit mengalami pembersihan secara sempurna. Cairan yang berasal dari keringat dan sebagian cairan masker diserap oleh lapisan tanduk, meskipun masker mengering, lapisan tanduk tetap kenyal, bahkan sifat ini menjadi lebih baik setelah masker diangkat, terlihat keriput kulit berkurang, sehingga kulit muka tidak saja halus tetapi juga kencang. Setelah masker diangkat, bagian cairan yang telah diserap oleh lapisan tanduk akan menguap akibatnya terjadi penurunan suhu kulit, yang


(52)

alami sehingga menyegarkan kulit. Jadi secara singkat dapat diambil kesimpulan bahwa masker kecantikan pada kulit fungsinya ialah menyehatkan, membersihkan, mengencangkan dan menyegarkan kulit.

2.8 Antioksidan

Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektrolit yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yg dpt menimbulkan stres oksidatif.

Radikal bebas

Radikal bebas merupakan jenis oksigen yg memiliki tingkat reaktif yg tinggi dan secara alami ada didalam tubuh sebagai hasil dari reaksi biokimia tubuh. Radikal bebas juga terdapat di lingkungan sekitar kita yg berasal dari polusi udara, asap tembakau, penguapan alkohol yg berlebihan, bahan pengawet dan pupuk, sinar ultr violet, x-rays dan ozon. Radikal bebas dapat merusak sel tubuh apabila tubuh kekurangan zat anti oksidan atau saat tubuh kelebihan radikal bebas. Hal ini menyebabkan berkembangnya sel kanker,penyakit hati, arthritis, katarak, dan penyakit degeneratif lainnya, bahkan mempercepat proses penuaan. Radikal bebas dapat merusak membran sel serta merusak dan merubah DNA. Merubah zat kimia dlm tubuh dpt meningkatkan resiko terkena kanker serta merusak dan menonaktifkan protein. Antioksidan : Vit A, Vit C, Vit E, Karotenoid, Selenium


(53)

2.9 PVA (polivinil alkohol)

Gambar 7. Struktur Polivinil alkohol

PVA (polivinil alkohol) (DepKes RI, 1969, The United States Pharmacopeia, 2007). Sinonim : Airvol, Alcotex, Celvol, Elvanol, Gelvanol, Lemol, Mowiol, Polyviol, PVA, Vinyl alcohol, polimer. Nama Kimia: Ethenol, homopolimer. Rumus Molekul : (C2H4O)n. Pemerian :

Serbuk putih. Kelarutan: Larut dalam air panas maupun air dingin, kelarutannya dalam air meningkat dengan menurunnya bobot molekul, sangat mudah larut dalam beberapa amina dan amida, praktis tidak larut dalam senyawa alifatik, aromatic, dan hidrokarbon terklorinasi, ester, keton, dan minyak.pH: 5,0 - 8,0 . Stabilitas : Polivinil alkohol didegradasi lambat pada suhu 1100C dan didegradasi cepat pada 2000C, tahan terhadap cahaya. Kegunaan : PVA dapat digunakan sebagai penyalut pada tablet, surfaktan anionik, peningkat viskositas, dan lain-lain. Penerapannya dalam bidang farmasi adalah untuk pemakaian topical, terkadang juga digunakan dalam produk untuk mata karena fungsinya yang dapat meningkatkan viskositas sehingga banyak dimanfaatkan dalam pembuatan lensa kontak. PVA ditambahkan pada pembuatan gel yang cepat kering ketika dioleskan pada kulit, selain itu PVA juga dapat digunakan dalam pembuatan tablet lepas lambat, produk transdermal, dan kosmetik.


(54)

3.0 Asam Askorbat (vitamin C) (Farmakope Indonesia edisi IV, 1995)

Gambar 8. Struktur Asam Askorbat (Vitamin C)

Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H8O6 Rumus Molekul : C6H8O6. Nama Kimia : L-(+)-asam askorbat,

asam 1,3 keto-threo heksuronat lakton, 3-okso L-gulofuranolakton (bentuk enol). Bobot Molekul : 176,13. Pemerian : Hablur/serbuk putih/agak kuning, praktis tidak berbau, rasa asam tajam. Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap dalam keadaan kering stabil di udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Kelarutan : Mudah larut dalam air (1:3 sampai 1:3,5), larut dalam methanol (1:10) dan dalam aceton, agak sukar larut dalam etanol 95% P (1:25), propilenglikol (1:20), dalam gliserol (1:100), praktis tidak larut dalam kloroform, eter, benzene, eter, minyak, lemak, minyak tanah, pelarut lemak.

3.1 Radiasi

Teknologi radiasi (proses radiasi) merupakan bagian dari teknologi nuklir yang berkembang cukup pesat. Beberapa proses radiasi telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang industri bahkan produk-produk hasil teknologi radiasi telah banyak dipasarkan. Iradiasi yang banyak digunakan pada bidang industri adalah iradiasi ionisasi seperti iradiasi sinar gamma dan berkas elektron. Radiasi ionisasi dapat


(55)

didefinisikan sebagai iradiasi yang mempunyai energi cukup tinggi (lebih dari 50eV) yang dapat melepaskan elektron dari atom atau molekulnya (ionisasi) dan merubahnya menjadi partikel-partikel yang bermuatan listrik yang disebut ion. Reaksi selanjutnya dari ion dan elektron ini yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang sangat reaktif yang pada akhirnya menyebabkan reaksi kimia. Studi perubahan kimia yang terjadi dalam suatu sistem akibat absorbsi radiasi ionisasi dikenal dengan kimia radiasi.

Secara umum ada dua jenis radiasi ionisasi yang banyak digunakan dalam industri (Darmawan, 2002) :

1). Radiasi elektromagnetik

Radiasi elektromagnetik terdiri dari gelombang radio, gelombang mikro, cahaya tampak, ultraviolet, sinar gamma, dan sinar X. Namun hanya sinar X dan sinar gamma yang mempunyai panjang gelombang rendah dan energi lebih besar dari 50eV yang mampu untuk mengionisasi atom dan molekul.

2). Partikel berenergi tinggi

Partikel ini dihasilkan dari mesin seperti elektron dari akselerator elektron dan H, He, Ar, dan positron dari akselerator ion beam. Namun demikian, partikel ini dapat juga diperoleh dari radioisotop seperti beta partikel dan alfa partikel.

3.1.1 Sumber iradiasi ionisasi

Iradiasi ionisasi dapat diperoleh melalui dua sumber yang berbeda seperti radioisotop dan mesin. Radioisotop yang paling umum digunakan


(56)

secara komersil adalah Co-60 dan Cs-137. Kedua radioisotop ini merupakan pengemisi gamma. Sumber radiasi ionisasi yang lain adalah akselerator elektron dan mesin sinar-X dan akselerator partikel bermuatan positif atau akselerator ion beam.

a. Radioisotop

Radioisotop yang dikenal juga dengan radioaktif isotop atau radionuklida terjadi secara alami, namun dapat juga diproduksi secara buatan dalam suatu reaktor nuklir. Radioisotop adalah suatu elemen tidak stabil yang mempunyai kelebihan neutron atau proton dalam intinya dan

mengemisikan radiasi dapat berupa α, β, γ dan secara spontan akan

meluruh ke keadaan stabil. Di antara sumber iradiasi gamma, Co-60 paling banyak digunakan dalam industri karena mempunyai energi radiasi yang lebih tinggi (2,506 MeV) dibandingkan dengan Cs-137 (0,662 MeV). b. Akselerator elektron

Elektron beam mempunyai daya tembus yang terbatas maka elektron beam hanya dapat digunakan untuk produk-produk yang mempunyai ketebalan tertentu (<5 cm).

Berkas elektron dapat juga digunakan untuk pengawetan makanan (menghambat pertunasan, membunuh mikroba patogen) dan sterilisasi produk kesehatan yang mempunyai ukuran kecil. Akselerator elektron yang digunakan secara komersial dapat menghasilkan berkas elektron beam dengan rentang energi 80 KeV-10 MeV. Elektron mempunyai penetrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan iradiasi gamma (Darwis, 2002).


(57)

Berdasarkan energi yang dihasilkan, akselerator elektron dapat dibagi menjadi tiga bagian :

1). Elektron beam energi rendah (80-500 KeV) 2). Elektron beam energi sedang (500 KeV-5 MeV) 3). Elektron beam energi tinggi (5-10MeV)

Radiasi berkas elektron yang banyak digunakan untuk tujuan sterilisasi adalah yang mempunyai energi 2 hingga 10 MeV (MBE energi sedang hingga tinggi). Mesin berkas elektron (MBE) dengan energi 5 MeV mempunyai kemampuan penetrasi elektron sekitar 2 cm pada produk dengan densitas 1 gr/cm3 pada satu sisi permukaan produk dan 4 cm pada dua sisi permukaan produk. Sedangkan MBE dengan energi 10 MeV dapat meradiasi produk dengan densitas 0,15 g/cm3 setebal 60 cm dengan teknik radiasi dari dua sisi. MBE energi yang tinggi sehingga dapat mensterilkan produk dalam kemasan akhir, fleksibilitas perlakuan produk dan kecepatan dosis yang tinggi (Darmawan, 2006).

Menurut Supandi (2007), mesin berkas elektron pada umumnya terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu : pembangkit tegangan tinggi, sumber elektron, pemfokus berkas elektron, pengarah berkas elektron, tabung akselerator, sistem pemayaran, sistem vakum, dan sistem pengendali.


(58)

Gambar 9. Skema mesin berkas elektron (EBM) 3.1.2 Dosis radiasi

Dosis Radiasi sangat menentukan efektivitas hasil yang diperoleh. Dalam proses iradiasi dikenal dua macam dosis, yaitu dosis terpancar dan dosis serap. Dosis terpancar adalah besarnya energi yang dipancarkan oleh sumber radiasi selama proses berlangsung. Sedangkan dosis serap adalah besarnya energi yang diserap oleh sample selama iradiasi. Biasanya jika hanya disebutkan dosis (radiasi), maka yang dimaksud adalah dosis serap, dengan satuan lamanya adalah rad, dan satuan standarnya adalah Gray (Darmawan, 2002).

Rata-rata dosis yang diserap adalah dosis yang diserap per satuan waktu, contohnya Gy/detik atau Kgy/jam. Satuan dan besaran dosis radiasi dinyatakan melalui energi dan massa bahan, yaitu joule/kg bahan. Satuan dosis menurut S.I dinamakan Gray dan disingkat Gy. Secara numerik 1 Gy = 1 joule/kg bahan. Dulu satuan dosis radiasi menggunakan Rad (Radiation Absorbed Dose).


(59)

Tabel 3. Berdasarkan tingkat dosis radiasi, aplikasi teknik radiasi yaitu:

3.1.3 Efek radiasi pada polimer

Apabila suatu radiasi ionisasi mengenai molekul polimer maka akan terjadi reaksi kimia yang pada akhirnya akan menentukan sifat polimer tersebut. Secara garis besar reaksi yang terjadi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu reaksi pembentukan ikatan silang (crosslinking) dan reaksi pemutusan rantai polimer (degradasi) (Woods, et al, 1994).

Crosslinking suatu polimer terjadi melalui ikatan dua rantai polimer yang berdekatan yang pada akhirnya membentuk suatu network tiga dimensi. Crosslinking dapat mengakibatkan suatu polimer mempunyai sifat viskositas bertambah, berat molekul bertambah, sifat mekanik bertambah (Woods, et al, 1994).

Sebaliknya degradasi merupakan suatu reaksi pemutusan rantai polimer sehingga menyebabkan berkurangnya berat molekul, viskositas, dan menurunnya sifat mekanik.

No. Dosis rendah (0 - 1 kGy)

Dosis sedang (1 - 10 kGy)

Dosis tinggi 1 Mencegah

pertunasan (0,05 - 0,15 kGy)

Menurunkan kandungan mikroba (pasteurisasi) (0,5 - 10 kGy)

Sterilisasi (10 - 50 kGy)

2 Menunda

pematangan buah (0,1 - 1,15 kGy)

Membunuh bakteri patogen

(3 - 10 kGy)

-

3 Membunuh

serangga (0,2 - 1 kGy)

- -

4 Membunuh

parasit daging (0,1 - 0,3 kGy)


(60)

Beberapa polimer dalam larutan mengalami reaksi crosslinking dan

degradasi secara simultan jika diradiasi dengan sinar gamma atau elektron beam. Jika ikatan silang yang terjadi lebih banyak dibandingkan dengan pemutusan ikatan maka polimer disebut sebagai tipe crosslinking,

sebaliknya jika degradasi lebih banyak terjadi dibandingkan ikatan silang maka polimer tersebut dikategorikan sebagai polimer bertipe degradasi (Darmawan, 2002). Tergantung dari reaksi mana yang lebih dominan akan menentukan sifat akhir dari polimer tersebut (Darmawan, 2002).

Reaksi ikatan silang

Gambar 10. Reaksi ikatan silang 3.1.4 Keunggulan menggunakan EBM (Woods, et al, 1994)

a. Dalam pelaksanaan iradiasi lebih cepat.

b. Pemilihan bahan pengemas menjadi lebih leluasa karena tidak harus bahan yang tahan panas.

c. Iradiasi merupakan teknologi yang ramah lingkungan karena tidak ada limbah proses yang dibuang ke lingkungan.

d. Teknik ini dapat dilakukan pada bahan/produk yang sudah dikemas (kemasan akhir).

e. Iradiasi berkas elektron bukan merupakan radioisotop sehingga tidak berbahaya.


(61)

f. Dapat digunakan untuk produk-produk yang tipis karena daya tembusnya yang terbatas.

3.2 Radiofarmasi

Penggunaan radioaktif melalui aliran darah disebut radiofarmasi. Dalam terapi ini, obat dimasukkan ke dalam sirkulasi darah. Obat itu menggunakan molekul atom radioaktif. Atom yang membentuknya adalah radioaktif. Radioaktif gamma dalam teknologi radiofarmasi adalah untuk diagnosis. Ada dua sinar gamma yang digunakan untuk diagnosis. Yakni,

single photon emisien computerized tomography (emisi dari photon tunggal yang dapat ditelusuri komputer). Yang terbaru disebut PET-positron emission tomography (radioaktif yang memancarkan positron). Teknologi ini digunakan agar sinar gamma yang masuk ke dalam aliran darah bisa menembus sasaran. Setelah mencapai sasaran, dalam kurun waktu tertentu bisa ditelusuri dengan kamera gama atau komputer.

Radiofarmasi adalah penggunaan senyawa radioaktif dalam pengobatan penyakit. Salah satu aplikasi radiofarmasi adalah sebagai radioimunoterapi. Radioimunoterapi adalah metode penanganan kanker dengan memanfaatkan reaksi spesifik antigen dan antibodi. Radioisotop dengan jenis radiasi yang mematikan sel “ditumpangkan” ke antibodi yang bereaksi secara spesifik dengan tumor-associated antigen. Setelah dimasukkan ke dalam tubuh, antibodi akan terikat ke dalam antigen yang ada di sel kanker dan sel tersebut akan dimatikan oleh radiasi yang dipancarkan radioisotop. Sampai saat ini, radioimunoterapi telah


(62)

digunakan untuk pengobatan beberapa jenis kanker, antara lain pengobatan limfoma, kanker prostat, dan melanoma.

Radio Farmasi atau Farmasi Nuklir adalah penggunaan prinsip dan cara-cara farmasi dan radiokimia untuk membuat obat yang mengandung zat radioaktif (radiofarmaka) bagi keperluan zat radioaktif (radiofarmaka) bagi keperluan diagnosa dan penyembuhan (terapi) penyakit yang diidap pasien. Sediaan farmasi Nuklir adalah sediaan radio isotop yang digunakan reaktor nuklir, telah mengalami suatu pengolahan kimia (destruksi, destilasi, ekstraksi dll)an oleh manusia baik untuk diagnosa maupun terapi serta mnegalami metabolisme di dalam tubuh.

Kedokteran Nuklir menurut Society of Nuclear Medicine (SNM), kedokteran nuklir adalah bidang keahlian dalam kedokteran yang menggunakan isotop radioaktif secara aman, tanpa sakit, dan murah, baik untuk pencitraan maupun untuk pencegahan dan pengobatan penyakit . Jadi ada 2 fokus utama dalam kedokteran nuklir. Yang pertama adalah pencitraan organ tubuh. Pencitraan disini unik karena bisa menggambarkan fungsi dan struktur organ tubuh sekaligus. Dengan cara ini dapat diperoleh informasi medis tanpa melalui operasi, yang dengan cara lain mungkin tidak bisa dilakukan,membutuhkan operasi atau biaya diagnosa yang lebih mahal. Karena kemampuan untuk menggambarkan fungsi dan struktur organ (bukan struktur saja), maka banyak penyakit yang bisa dideteksi lebih dini, dengan demikian pengobatannya pun menjadi lebih efektif.


(63)

(64)

48

KERANGKA KONSEP

3.1 Alur Penelitian

Pengeringan

Pembuatan Membran (Selulosa bakteri – PVA) dan Pembuatan Membran (Selulosa bakteri – PVA) + Vitamin C

Persiapan

Pembuatan Starter

Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Pengukuran Tebal Membran Selulosa

Bakteri Basah

1. Uji sifat mekanik 2. Uji fraksi gel

3. Uji pH

4. Uji analisis pelepasan vitamin c dengan spektrofotometer

UV-Vis Karakterisasi Selulosa

Bakteri- PVA + Vitamin C Karakterisasi Selulosa

Bakteri - PVA

1. Uji sifat mekanik 2. Uji fraksi gel

Pengukuran Tebal Membran Selulosa Bakteri Kering


(1)

Kesimpulan:

1.

Data fraksi gel PVA pada konsentrasi 2% berbeda secara

bermakna dengan fraksi gel PVA konsentrfasi 4% dilihar dari

signifikansinya

≤ 0,05 tetapi tidak berbeda secara bermakna

dengan fraksi gel PVA dengan konsentrasi 6% dilihat dari nilai

signifikansinya

≥ 0,05.

2.

Data fraksi gel PVA pada konsentrasi 4% tidak berbeda secara

bermakna dengan fraksi gel PVA konsentrfasi 2% dan 6%

dilihar dari signifikansinya

≥ 0,05.

3.

Data fraksi gel PVA pada konsentrasi 6% berbeda secara

bermakna dengan fraksi gel PVA konsentrfasi 2% dilihar dari

signifikansinya

≤ 0,05 tetapi tidak berbeda secara bermakna

dengan fraksi gel PVA dengan konsentrasi 4% dilihat dari nilai

signifikansinya

≥ 0,05.

4.

Data fraksi gel PVA pada konsentrasi 2% tidak berbeda secara

bermakna dengan fraksi gel PVA konsentrfasi 4% dan 6%

dilihar dari signifikansinya

≥ 0,05.


(2)

Lampiran 30

Peak List

Spectrum: vitamin c

Comment: Panjang gelombang maksimum vitamin c 10 ppm Threshold: 0.1000

Abscissa units: nm Ordinate units: A

No. Abscissa Ordinate Type --- 1 395.10 4.4792 Peak 2 363.07 5.4087 Peak 3 265.00 0.6907 Peak 1 389.88 -1.9912 Base 2 363.50 5.1650 Base 3 364.94 0.2505 Base 4 203.02 0.4284 Base

Spectrum Name: C:\UVWINLAB\DATA\VITAMIN C Description: Panjang gelombang maksimum vitamin c 10 ppm

Date Created: Wed Jan 01 01:11:45 2003

Data Interval: 1.0000 nm Instrument Model: Lambda 25

Slit Width: 1.0000 nm

Time: 0:06:05 AM Date: 1/1/2003

200.0 230 240 250 260 270 260 270 280 290 300 310.0

0.00 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 1.4 1.50

nm A


(3)

___________

Date: 12/8/2010 Time: 1:19:21 AM

Instrument: PerkinElmer Lambda 25 Serial No: 101N4022502 Method:vitamin c

Ordinate mode: Single wavelength Baseline: No correction ( 0.00 0.00 ) Analyst: pipit

___________________________________________________________________________ Wavelength(s) Sample ID Concentration Ord. value Comment

___________________________________________________________________________ 265.0 0.0 vitamin c 01 0.0000 ppm 0.0000 vitamin c

265.0 0.0 vitamin c 02 1.0000 ppm 0.1541 vitamin c 265.0 0.0 vitamin c 03 5.0000 ppm 0.3216 vitamin c 265.0 0.0 vitamin c 04 10.0000 ppm 0.5201 vitamin c 265.0 0.0 vitamin c 05 15.0000 ppm 0.7211 vitamin c 265.0 0.0 vitamin c 06 20.0000 ppm 0.9211 vitamin c

___________________________________________________________________________ Equation: y =0.116859965+0,04026863

Residual error: 0.004291


(4)

Lampiran 31

Spectrum Name: vitamin c

Description: y = 0.06936307+0.02676919

Date Created: Wed Jan 01 01:26:59 2003

Time: 0:06:05 AM Date: 12/8/2010

0.0 5 10 15 20 25

0.00 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 1.40

ppm A

  

 

 

 

 


(5)

Tanggal 18 Agustus 2010

265.0 nm 2% vitamin c 5'.Sample (A) 0.0630 2% vitamin c 10'.Sample (A) 0,1421 2% vitamin c 15'.Sample (A) 0,2276 2% vitamin c 20'.Sample (A) 0,2680 2% vitamin c 30'.Sample (A) 0,3921 2% vitamin c 40'.Sample (A) 0,4567 2% vitamin c 50'.Sample (A) 0,4890 2% vitamin c 60'.Sample (A) 0,6071 4% vitamin c 5'.Sample (A) 0.1251 4% vitamin c 10'.Sample (A) 0,2413 4% vitamin c 15'.Sample (A) 0,4211 4% vitamin c 20'.Sample (A) 0,4819 4% vitamin c 30'.Sample (A) 0,5812 4% vitamin c 40'.Sample (A) 0,6577 4% vitamin c 50'.Sample (A) 0,7980 4% vitamin c 60'.Sample (A) 0,8791 6% vitamin c 5'.Sample (A) 0.1830 6% vitamin c 10'.Sample (A) 0,3437 6% vitamin c 15'.Sample (A) 0,5722 6% vitamin c 20'.Sample (A) 0,6210 6% vitamin c 30'.Sample (A) 0,7161 6% vitamin c 40'.Sample (A) 0,8121 6% vitamin c 50'.Sample (A) 0,9231 6% vitamin c 60'.Sample (A) 0,9948


(6)

Peak List

Spectrum: vitamin c

Comment: Panjang gelombang maksimum vitamin c 10 ppm

Threshold: 0.1000

Abscissa units: nm

Ordinate units: A

No. Abscissa Ordinate Type

---

1 395.10 4.4792 Peak

2 363.07 5.4087 Peak

3 265.00 0.6907 Peak

1 389.88 -1.9912 Base

2 363.50 5.1650 Base

3 364.94 0.2505 Base

4 203.02 0.4284 Base

Spectrum Name: C:\UVWINLAB\DATA\VITAMIN C Description: Panjang gelombang maksimum vitamin c 10 ppm

Date Created: Wed Jan 01 01:11:45 2003

Data Interval: 1.0000 nm Instrument Model: Lambda 25

Slit Width: 1.0000 nm

Time: 0:06:05 AM Date: 1/1/2003

200.0 230 240 250 260 270 260 270 280 290 300 310.0

0.00 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 1.4 1.50

nm A