Skenario Progresif-Optimistik Skenario 3 STATUS KEBERLANJUTAN WILAYAH PERBATASAN KABUPATEN BENGKAYANG

181 Hasil perubahan nilai skoring beberapa atribut kunci pada tabel 39 atas, selanjutnya dilakukan analisis Rap-BENGKAWAN untuk melihat seberapa besar peningkatan nilai indeks keberlanjutan wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang untuk pengembangan agropolitan pada setiap dimensi. Besarnya perubahan nilai indeks berdasarkan hasil analisis Rap-BENGKAWAN, seperti pada Tebel 36. Tabel 36. Perubahan Nilai Indeks Keberlanjutan Wilayah Perbatasan kabupaten Bengkayang untuk Pengembangan kawasan Agropolitan Berdasarkan Skenario 2. No. Dimensi Keberlanjutan Nilai Indeks Existing Nilai Indeks Skenario 2 Perbedaan 1. Ekologi 40,37 57,35 16,98 2. Ekonomi 66,54 73,99 7,45 3. Sosial-Budaya 67,06 78,18 11,12 4. Infrastruktur-Teknologi 24,49 48,69 24,20 5. Hukum-Kelembagaan 60,10 71,50 11,40 6. Multidimensi 52,43 66,95 14,52 Pada tabel 36 di atas, terlihat bahwa semua dimensi memiliki nilai indeks keberlanjutan di atas 50 atau sudah berada pada status cukup berkelanjutan. Namun untuk mencapai kondisi ideal, upaya peningkatan nilai indeks ini masih dapat dilakukan dengan memaksimalkan perbaikan terhadap atribut yang ada. Beberapa atribut yang masih memiliki peluang untuk diperbaiki antara lain peningkatan pencetakan sawah baru dan produktivitas usahatani, memperbanyak jenis komoditas unggulan yang diekmbangkan, mempertahankan harga jual komoditas unggulan yang tinggi, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pertanian yang menguasai teknologi, menyediakan industri pengolahan hasil pertanian dan menjalankan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan. Penanganan atribut-atribut tersebut dapat dilakukan seperti pada skenario 3 dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh dan terpadu.

c. Skenario Progresif-Optimistik Skenario 3

Pada skenario 3 ini, upaya perbaikan dilakukan terhadap seluruh atribut kunci. Dengan perbaikan ini tentunya dibutuhkan biaya yang besar dan membutuhkan waktu yang lama. Dalam hal ini dapat dilakukan dalam tiga masa waktu yaitu jangka pendek dengan melakukan perbaikan-perbaikan atribut yang 182 mendesak untuk ditangani, kemudian jangka menengah dan jangka panjang dengan melakukan perbaikan terhadap atribut penunjang pengembangan kawasan agropolitan. Ini dapat dilakukan dengan komitmen yang kuat dari pemerintah sebagai fasilitator dalam merintis pengembangan kawasan agropolitan. Beberapa faktor kunci yang diupayakan dapat diperbaiki seperti pada Tabel 37. Tabel 37. Perubahan Nilai Skoring Atribut yang Berpengaruh pada Skenario 3 Terhadap Peningkatan Status Kawasan Agropolitan Skoring No Atribut Kunci Existing Skenario 3 1 Produktivitas usaha tani 2 3 2 Intensitas konversi lahan pertanian 3 3 3 Pencetakan sawah baru 2 4 Jenis komoditas unggulan 1 2 5 Kelayakan usahatani 2 2 6 Jumlah tenaga kerja pertanian 3 3 7 Harga komoditas unggulan 1 3 8 Pola hub masyarakat dlm pertanian 1 1 9 Peran masyarakat adat dalam pertanian 1 2 10 Jumlah desa pertanian 2 2 11 Jarak permukiman ke lahan usahatani 2 2 12 Standarisasi muti produk pertanian 1 2 13 Tingkat penggunaan alsintan 1 2 14 Dukungan sapras umum 2 15 Dukungan sapras jalan 2 16 Ketersediaan teknologi informasi 1 2 17 Keberadaan BPP 1 1 18 Keberadaan lembaga sosial 2 2 19 Keberadaan LKM 2 2 20 Mekanisme kerjasama lintas sektoral 1 1 21 Sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah 2 22 Peraturan perundangan agropolitan 1 2 23 Tingkat pendidikan formal masyarakat 2 Hasil perubahan nilai skoring beberapa atribut kunci di atas, selanjutnya dilakukan analisis Rap-BENGKAWAN untuk melihat seberapa besar peningkatan nilai indeks keberlanjutan wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang untuk pengembangan agropolitan pada setiap dimensi. Besarnya perubahan nilai indeks berdasarkan hasil analisis Rap-BENGKAWAN, seperti pada Tabel38. Pada Tabel 38 terlihat bahwa peningkatan nilai indeks keberlanjutan pada semua dimensi sudah mendekati kondisi aktual yaitu berada pada nilai 80 atau atau pada status berkelanjutan, kecuali dimensi ekologi yang nilainya masih jauh di bawah dari nilai 80 . Rendahnya nilai indeks keberlanjutan pada 183 dimensi ekologi disebabkan oleh masih banyaknya atribut dimensi ekologi ini yang belum dipertimbangkan untuk ditangani dalam penyusunan skenario ini karena atribut-atribut tersebut tidak sensitif berpengaruh terhadap pengembangan kawasan. Oleh karena itu untuk lebih memantapkan keberlanjutan pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan kabupaten Bengkayang, penanganan terhadap atribut-atribut yang tidak sensitif merupakan suatu hal yang sulit untuk dipungkiri. Hal ini terlihat dari nilai indeks keberlanjutan yang hanya mencapai nilai sekitar 80 , sementara perbaikan terhadap atribut yang sensitif ditangani secara maksimal. Ini berarti bahwa nilai indeks keberlanjutan sekitar 20 adalah faktor error dari atribut yang tidak diperhitungkan dalam peningkatan nilai indeks keberlanjutan pada setiap skenario yaitu atribut yang tidak sensitif berpengaruh. Tabel 38. Perubahan Nilai Indeks Keberlanjutan Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang untuk Pengembangan kawasan Agropolitan Berdasarkan Skenario 3. No. Dimensi Keberlanjutan Nilai Indeks Existing Nilai Indeks Skenario 3 Perbedaan 1. Ekologi 40,37 65,63 25,26 2. Ekonomi 66,54 80,00 13,46 3. Sosial-Budaya 67,06 82,94 15,88 4. Infrastruktur-Teknologi 24,49 75,52 51,03 5. Hukum-Kelembagaan 60,10 79,65 19,55 6. Multidimensi 52,43 76,39 23,96 7.3.3. Indikator Keberlanjutan Pengembangan Kawasan Agropolitan di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang Hasil analisis keberlanjutan multidimensi di atas menggambarkan bahwa kondisi keberlanjutan wilayah perbatasan saat ini berada pada status cukup berkelanjutan dengan nilai indeks keberlanjutan sebesar 52,43 . Nilai indeks ini masih dapat ditingkatkan dengan melakukan perbaikan-perbaikan terhadap beberapa atribut variabel yang berpengaruh pada peningkatan nilai indeks keberlanjutan, baik pada dimensi ekologi, ekonomi, sosial-budaya, infrastruktur dan teknologi, serta hukum dan kelembagaan. Atribut yang perlu segera ditangani adalah atribut-atribut yang sensitif berpengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan kawasan, tanpa mengabaikan atribut-atribut yang tidak atau kurang sensitif berpengaruh berdasarkan hasil analisis Laverage. 184 Dalam rangka pengembangan wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang untuk pengembangan kawasan agropolitan ke depan, perlu tolok ukur untuk mengetahui apakah status keberlanjutan wilayah tersebut mengalami peningkatan atau mengalami penurunan dari kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilakukan, termasuk perbaikan-perbaikan atribut-atribut pada setiap dimensi. Salah satu tolok ukur yang biasa digunakan dalam menilai keberlanjutan wilayah di masa yang akan datang adalah dengan menetapkan indikator-indikator keberlanjutan pembangunan wilayah. CSD 2001 dan Kementerian Lingkungan Hidup 2004 telah menetapkan indikator-indikator pembangunan yang berkelanjutan yang dibagi dalam empat dimensi keberlanjutan yaitu lingkungan, ekonomi, sosial, dan institusional. Namun berdasarkan kebutuhan, maka dalam penelitian ini analisis keberlanjutan wilayah dikembangkan menjadi lima dimensi dengan dimensi dan indikator-indikator keberlanjutan seperti dalam Lampiran 12. Pencapaian Indikator-indikator yang menunjang peningkatan status pada dimensi ekologi pada prinsipnya dapat dicapai dengan melakukan perbaikan-perbaikan terhadap atribut-atribut pada dimensi ekologi terutama atribut yang sensitif terhadap peningkatan nilai indeks keberlanjutan. Atribut tersebut antara lain peningkatan produktivitas usahatani, intensitas konversi lahan pertanian, dan pencetakan sawah baru. Untuk mendukung pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang, maka hal yang mendesak untuk ditangai adalah mempertahankan atau mengurangi tingkat konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian, walaupun saat ini intensitas konversi lahan pertanian masih tergolong sangat rendah karena masih lambatnya perkembangan pembangunan di wilayah ini. Disisi lain yang perlu digalakkan adalah pencetakan sawah baru. Hal ini bertujuan untuk mendukung pengembangan kasawan agropolitan yang berbasis tanaman pangan. Lahan-lahan pertanian yang ada, baik lahan yang sudah lama maupun lahan baru perlu ditingkatkan produktivitasnya melalui pemupukan dengan menggunakan pupuk yang ramah lingkungan. Dengan pencentakan sawah baru yang disertai dengan pemberian pupuk pada lahan usahatani diharapkan produktivitas usahatani petani dapat meningkat sehingga pendapatan masyarakat meningkat. Indikator keberlanjutan pada dimensi ekonomi dapat dicapai melalui perbaikan atribut-atribut pada dimensi ekonomi. Atribut-atribut yang perlu segera ditangani adalah memperbanyak komoditas unggulan yang dapat dikembangkan 185 oleh petani terutama komoditas-komoditas unggulan yang memiliki nilai harga yang tinggi di pasarana, meningkatkan kelayakan usahatani agar keuntungan usahatani juga dapat meningkat, dan peningkatan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian. Dilihat dari aspek ekonomi, tujuan utama pengembangan agropolitan adalah bagaimana kesejahteraan masyarakat dapat meningkat. Hal ini dapat dicapai melalui peningkatan keuntungan usahatani dan usaha lain yang dilakukan oleh petani di kawasan agropolitan. Peningkatan kesejahteraan ini sangat terkait dengan tenaga kerja yang ada baik jumlah maupun kualitasnya. Sebagai kota tani, kawasan agropolitan seyogyanya didominasi oleh tenaga kerja pertanian lokal yang ada dari wilayah setempat. Agar tenaga kerja yang ada dapat betah untuk bekerja disektor pertanian, maka hal yang penting diperhatikan adalah fasilitas pendukung yang diperlukan dalam kegiatan berusahatani harus memadai seperti penguasaan teknologi budidaya dan penanganan pasca panen, ketersediaan sarana produksi pertanian saprodi, dan pemasarah produksi dan hasil olahannya yang lebih luas. Pada dimensi sosial-budaya, pencapaian indikator keberlanjutan pada dimensi ini dapat diperoleh melalui perbaikan atribut seperti meningkatkan pola hubungan masyarakat yang saling menguntungkan dalam kegiatan bertani, meningkatkan peran masyarakat adat dalam kegiatan bertani, peningkatan jumlah desa dengan penduduk bekerja di sektor pertanian, mengutamakan pemberdayaan masyarakat lokal, dan jarak permukiman ke kawasan usahatan. Seperti disebutkan di atas, sebagai kota tani, desa-desa yang ada di kawasan agropolitan harus percirikan sebagai desa pertanian terutama pada desa-desa yang berfungsi sebagai daerah belakang hinterland. Dampak dari tumbuhnya desa pertanian adalah meningkatnya tenaga kerja pertanian lokal. Berkaitan dengan tenaga kerja, maka faktor penting yang perlu diperhatikan terhadap tenaga kerja yang ada adalah tingkat pendidikan yang dimiliki, dimana tingkat pendidikan ini merupakan salah satu kunci keberlanjutan kawasan pada dimensi sosial-budaya. Kenyataan menunjukkan bahwa tenaga kerja yang ada di wilayah perbatasan tergolong masih rendah baik pendidikan formal yaitu masih di bawah rata-rata tingkat pendidikan nasional maupun pendidikan non formal. Pada dimensi infrastruktur dan teknologi, pencapaian indikator keberlanjutan pada dimensi ini dapat dipecapai dengan perbaikan atribut-atribut seperti ketersediaan basis data pertanian, penguasaan teknologi pertanian, dukungan sarana dan prasarana umum, dukungan sarana dan prasarana jalan, 186 dan ketersediaan industri pengolahan hasil pertanian. Di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang, keberadaan sarana dan prasarana umum masih tergolong sangat minim seperti sarana pendidikan, kesehatan, sosial, termasuk sarana jalan baik jalan desa maupun jalan usahatani. Demikian pula sarana dan prasarana pendudung agribisnis seperti ketersediaan industri pengolahan hasil masih sangat minim bahkan dapat dikatakan tidak ada. Disisi lain penguasaan teknologi pertanian bagi tenaga kerja pertanian yang ada juga masih tergolong rendah serta akses terhadap informasi-informasi pertanian yang masih kurang. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan wilayah untuk pengembangan kawasan agropolitan ke depan. Oleh karena itu, dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang, maka penyediaan sarana dan prasarana umum dan agribisnis ini perlu segera ditangani dengan baik. Tentunya sangat dibutuhkan peran dari semua stakeholder yang terkait terutama dari pihak pemerintah yang berperan sebagai fasilitator dalam pengembangan kawasan agropolitan. Berdasarkan hasil analisis Laverage diperoleh lima atribut yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial-budaya yaitu 1 keberadaan Lembaga Penyuluh Pertanian BPP, 2 keberadaan lembaga sosial, 3 keberadaan Lembaga Keuangan Mikro LKM, 4 Mekanisme kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan kawasan agropolitan, dan 5 sinkronisasi antara kebijakan pusat dan daerah. Pada dimensi hukum dan kelembagaan, pencapaian indikator keberlanjutan pada dimensi ini dapat dilakukan melalui pengadaan Lembaga Penyuluh Pertanian BPP, lembaga sosial, dan Lembaga Keuangan Mikro LKM, serta meningkatkan kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan kawasan agropolitan dan mensinkronkan antara kebijakan pusat dan daerah. Kebijakan pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang merupakan hal sangat dibutuhkan untuk mengeluarkan wilayah ini dari keterisolasian dan keterasingan yang dialamai selama ini, mengingat wilayah ini sangat potensial untuk pengembangan di sektor pertanian. Program-program pengembangan kawasan agropolitan ini perlu sinkroniasi antara kebijakan pusat dan daerah dengan mengedepankan kepentingan masyarakat setempat. Dengan kata lain, usulan program-program pengembangan kawasan harus berasal dari kalangan akar rumput grass root yaitu masyarakat setempat button up dan bukan berasal dari pemerintah pusat 187 top down walaupun dukungan dari pemerintah pusat sangat diperlukan. Disisi lain kerjasama lintas sektoral juga sangat diperlukan serta peran dari masing- masing lembaga kemasyarakatan yang ada. Perubahan keberlanjutan berdasarkan indikator-indikator tersebut dapat dilihat dari dua tipe indikator Walker dan Reuter, 1996 dalam Nurmalina, 2007 yaitu 1 indikator kondisi yaitu indikator yang mendefinisikan kondisi sistem relatif terhadap kondisi yang diinginkan atau yang dapat digunakan untuk menilai kondisi lingkungan. Indikator kondisi ini mengkarakteristikkan seluruh besaran dari suatu keadaan sumberdaya tertentu dari nilai kondisi ideal selama periode simulasi dan 2 indikator trend yaitu indikator yang mengukur bagaimana sistem tersebut berubah terhadap waktu. Indikator ini menggambarkan seluruh kecenderungan linier dari suatu keadaan sumberdaya selama periode simulai.

7.4 Kesimpulan