Sub Model Pengembangan Industri Penglolahan Hasil

205 sebesar Rp. 9.137.843,48ha. Dengan pengeluaran sebesar Rp. 4.200.000,00ha, maka petani akan memperoleh keuntungan bersih sebesar Rp. 4.937.843,48ha. Melalui peningkatan input produksi, maka berdasarkan hasil simulasi diperkirakan penerimaan dan keuntungan usahatani jagung akan mengalami peningkatan sebesar Rp. 24.097.964,04ha dan Rp. 15.366.465,67ha dengan biaya produksi sebesar Rp. 8.731.498,35ha pada tahun 2035. Adapun hasil simulasi penerimaan, pengeluaran biaya produksi dan kuntungan usahatani jagung seperti pada Tabel 43. Tabel 43. Simulasi Penerimaan, Biaya Produksi, dan keuntungan Usahatani Jagung Rp di kawasan Agropolitan Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang Tahun 2005 – 2035. Tahun 2.005 2.007 2.009 2.011 2.013 2.015 2.017 2.019 2.021 2.023 2.025 2.027 2.029 2.031 2.033 2.035 Penerimaan_Jagung Biaya_Prod_Jagung Keuntungan_Jagung 9.137.843,48 4.200.000,00 4.937.843,48 9.502.928,44 4.410.000,00 5.092.928,44 10.335.950,82 4.630.500,00 5.705.450,82 11.230.892,00 4.862.025,00 6.368.867,00 12.187.867,67 5.105.126,25 7.082.741,42 13.257.678,59 5.360.382,56 7.897.296,03 14.406.995,95 5.628.401,69 8.778.594,26 15.512.696,87 5.909.821,78 9.602.875,10 16.676.581,71 6.205.312,86 10.471.268,84 17.880.879,75 6.515.578,51 11.365.301,24 19.107.243,32 6.841.357,43 12.265.885,89 20.234.771,75 7.183.425,30 13.051.346,45 21.330.363,58 7.542.596,57 13.787.767,01 22.375.613,75 7.919.726,40 14.455.887,35 23.311.905,05 8.315.712,72 14.996.192,33 24.097.964,02 8.731.498,35 15.366.465,67

c. Sub Model Pengembangan Industri Penglolahan Hasil

Sub model pengembangan industri pengolahan hasil merupakan bagian permodelan untuk mengetahui pengaruh komponen-komponen dalam permodelan pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang. Pada sub model ini, komoditas yang dimodelkan adalah dibatasi pada komoditas jagung. Dalam simulasi model ini terdapat beberapa komponen yang saling berpengaruh seperti permodalan, kelembagaan, sumberdaya manusia SDM, teknologi, dan kontuinitas, serta kualitas produksi. Pengaruh antarkomponen di dalam model disajikan dalam gambar stock flow diagram SFD seperti pada Gambar 55. Pada gambar tersebut terlihat bahwa 206 jumlah industri pengolahan hasil pertanian jagung sangat tergantung pada produksi yang diperoleh, yang dalam hal ini adalah kontuinitas hasil dari jagung tersebut. Dengan asumsi bahwa dalam satu unit industri dapat mengolah bahan baku jagung sekitar 15.000 ton per tahun, maka jumlah industri yang diperlukan untuk mengolah produksi jagung dengan jumlah sekitar 95.532 ton sebanyak 6 unit industri. Selain kontuinitas, faktor kelembagaan, kualitas industri, dan teknologi juga ikut mempengaruhi jumlah industri yang perlukan dalam pengembangan agroindustri di kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang. Teknologi_Ind Laju_Industri Faktor_Pengali_Ind Indeks_rata2_Modal_Ind_ Indeks_Gaji_TK_ind aktor_Kualitas_SDM_ind Fraksi_Kualitas_ind Indeks_TK_Ind Tenaga_Kerja_Ind F_Pertam_Ind F_Kontunitas Faktor_Koreksi_Tek_ind Kualitas_Ind MOdal_Bangun_Ind Faktor_Pengali_Tek_ind Kerusakan_Lingk_ind Fraksi_Kerlingk_ind Limbah_ind Fraksi_Tek_ind Indeks_Limbah_ind Faktor_Koreksi_Limbah_ind Prod_Agropolitan Kelembagaan Kontunitas Jumlah_Industri Pendapatan_Masy_ind Gambar 55. Struktur Model Dinamik untuk Sub model Pengembangan Industri di Kawasan agropolitan Untuk membangun industri diperlukan modal dimana modal yang dibutuhkan sebesar Rp 5.000.000 untuk setiap unit industri. Sedangkan untuk mengoperasikan industri tersebut diperlukan tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja yang diputuhkan sebanyak 3 orang untuk setiap unit industri sehingga diperlukan tenaga kerja sebanyak 18 orang. Setiap karyawan akan digaji oleh perusahaan sebesar Rp. 1.000.000 perbulan sehingga perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk menggaji karyawan sebanyak Rp 180.000.000 pertahun. Industri yang beroperasi dalam pengolahan jagung ini akan menghasilkan limbah dimana limbah ini akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan. Semakin tinggi limbah yang dihasilkan, peluang terjadinya kerusakan 207 lingkungan juga akan semakin besar. Namun mengingat limbah yang dihasilkan adalah limbah organik, maka dalam pemanfaatannya sebagai pupuk organik diharapkan dapat meningkatkanmemperbaiki kualitas lingkungan. Adapun simulasi model pengembangan industri jagung di kawasan agropolitan seperti pada Tabel 44. Tabel 44. Simulasi Perkembangan Industri unit, Modal Rp, Pendapatan Rp dan Limbah ton di kawasan Agropolitan Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang Tahun 2005 – 2035. Tahun 2.005 2.007 2.009 2.011 2.013 2.015 2.017 2.019 2.021 2.023 2.025 2.027 2.029 2.031 2.033 2.035 Jumlah_Industri Modal_Bangun_Ind Pendapatan_Masy Limbah_ind 6,00 30.000.000,00 18.000.000,00 25,68 6,08 30.418.678,40 18.251.207,04 26,49 6,46 32.278.841,85 19.367.305,11 30,07 6,84 34.223.107,62 20.533.864,57 33,81 7,25 36.239.401,75 21.743.641,05 37,70 7,67 38.341.745,09 23.005.047,05 41,75 8,10 40.523.862,34 24.314.317,40 45,78 8,56 42.777.594,59 25.666.556,75 49,40 9,00 45.014.529,82 27.008.717,89 52,99 9,44 47.219.217,38 28.331.530,43 56,53 9,88 49.375.683,05 29.625.409,83 59,99 10,27 51.347.258,10 30.808.354,86 63,58 10,61 53.061.573,25 31.836.943,95 66,89 10,89 54.443.250,86 32.665.950,52 69,55 11,13 55.660.394,74 33.396.236,84 71,89 11,33 56.654.771,11 33.992.862,66 73,81 Pada Tabel 44 terlihat terjadi peningkatan jumlah industri dari 6 unit pada tahun 2005 naik menjadi 11,33 11 unit pada tahun 2035. Hal yang sama juga terjadi pada kebutuhan modal pembangunan industri, pendapatan masyarakat, dan pertambahan limbah yang dihasilkan oleh industri dari tahun 2005 sampai 2035. Modal yang dibutuhkan untuk membangung fasilitas indurtsi bertambah dari Rp 30.000.000 untuk 6 unit industri pada tahun 2005 menjadi Rp 56.654.771,11, pendapatan dari Rp 18.000.000,00 menjadi Rp 33.992.862,66, dan peningkatan limbah dari 25,68 ton menjadi 73,81 ton pada tahun 2035. Terjadinya peningkatan komopen-komponen industri tersebut adalah sebagai akibat dari peningkatan produksi pertanian pada setiap tahunya. Peningkatan setiap komponen industri di atas memperlihatkan pertumbuhan kurva yang cukup tajam atau dengan kata lain mengikuti pertumbuhan kurva sigmoid sigmoid curve sampai pada batas tertentu. Akibat keterbatasan sumberdaya seperti keterbatasan produksi dan lahan, maka pada suatu saat, kurva tersebut akan melambat dan sampai pada titik keseimbangan 208 tertentu stable equilibrium dimana produksi tersebut tidak dapat ditingkatkan lagi. d. Sub Model Pengolahan dan Pemasaran Produk Olahan Jagung. Sub model ini merupakan hubungan dari beberapa komponen yang saling berpengaruh dalam pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten bengkayang khususnya pada aspek agribisnis seperti pengolahan hasil yang membutuhkan biaya pengolahan, besar penerimaan dari hasil pengolahan, dan keuntungan yang diperoleh. Pengaruh antar komponen di dalam sub model ini disajikan dalam gambar stock flow diagram SFD seperti pada Gambar 56. Biaya_Pemasaranan Penerimaan Prod_Pakan Laju_Prod_Pakan Fraksi_Pajak Nilai_Prod_Bersih Jumlah_Industri Fraksi_Biaya_Prod Harga_Pakan Fraksi_Harga_Pakan Pajak Indeks_Infra Biaya_Prod_Pakan Indeks_Regulasi Prod_Jagung Keuntungan Indeks_Gaji_Karyawan Indeks_Pemasaran Indeks_struktur_pasar Gambar 56. Struktur Model Dinamik untuk Sub model Pengolahan, Pemasaran Produk, dan PDRB di Kawasan Agropolitan Untuk mengolah hasil pertanian jagung menjadi pakan ternak dibutuhkan industri pengolahan. Dalam sub model ini diasumsikan bahwa setiap unit industri dapat mengolah jagung menjadi pakan sebanyak 15.000 ton. Dengan produksi jagung tahun 2005 sebesar 95.532 ton, maka dibutuhkan industri sekitar 6 unit. Melalui industri yang telah dibangun dibutuhkan biaya produksi pakan. Biaya produksi pakan dalam sub model ini diasumsikan bahwa selain biaya-biaya langsung yang dipergunakan dalam proses produksi pakan, juga biaya-biaya tersebut dihitung dari aspek pemasaran. Besarnya biaya 209 pemasaran yang dikeluarkan sangat ditentukan oleh regulasi yang ada, struktur pasar, dan kelengkapan infrastruktur. Keuntungan dari hasil penjualan pakan dihitung dari nilai produksi bersih pakan yaitu sekitar 75 dari total produksi jagung dikalikan dengan harga pakan perton. Selanjutnya dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi pakan termasuk biaya pemasaran dan pembayaran pajak. Untuk penjualan pakan dihargai sebesar Rp. 5.000.000,00ton Rp. 5.000,00kg pakan. Hasil penghitungan biaya produksi pakan, penerimaan, dan keuntungan yang diperoleh dalam pengolahan jagung menjadi pakan ternak di kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang disimulasikan seperti pada Tabel 45. Tabel 45. Simulasi Model Biaya Pengolahan, Penerimaan, dan keuntungan dalam Pengolahan Jagung di Kawasan Agropolitan di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang Tahun 2005 – 2035 Rp Tahun 2.005 2.007 2.009 2.011 2.013 2.015 2.017 2.019 2.021 2.023 2.025 2.027 2.029 2.031 2.033 2.035 Biaya_Prod_Pakan Penerimaan Keuntungan 9.000.000,00 358.245.000.000,0 354.437.550.000,00 9.540.000,00 372.557.990.042,3 368.606.870.141,88 10.120.388,38 405.216.253.622,4 400.937.970.697,80 10.773.737,22 440.302.015.998,8 435.672.222.101,59 11.511.158,75 477.819.812.088,2 472.814.102.808,56 12.345.473,77 519.761.262.880,2 514.335.304.777,67 13.292.167,78 564.819.727.704,7 558.942.238.259,82 14.369.467,74 608.168.229.756,7 601.856.177.991,36 15.598.850,27 653.797.805.525,6 647.028.228.620,07 17.003.200,09 701.011.762.828,1 693.768.641.999,78 18.608.955,69 749.090.789.391,7 741.365.272.542,06 20.446.615,49 793.295.029.025,9 785.125.632.120,16 22.546.370,77 836.247.208.638,1 827.646.190.180,93 24.939.062,58 877.225.766.276,3 868.212.569.550,92 27.654.589,86 913.932.641.165,3 904.549.660.163,81 30.733.120,64 944.749.725.969,9 935.055.495.589,60 Pada Tabel 45 terlihat terjadi peningkatan biaya produksi pakan dari Rp 9.000.000,00 untuk enam 6 unit industri pada tahun 2005 dan naik menjadi Rp 30.733.120,64 pada tahun 2035. Sedangkan penerimaan dari hasil pengolahan ini memberikan sumbangan sebesar Rp 358.245.000.000,00 pada tahun 2005 dan naik menjadi Rp 944.749.725.969,90. Dari penerimaan tersebut, setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan seperti biaya pengolahan, biaya pemasarana, dan pembayaran pajak, diperoleh keuntungan sebesar Rp 354.437.550.000,00 pada tahun 2005 dan pada tahun 2035 naik menjadi 210 Rp 935.055.495.589,60. Peningkatan setiap komponen ini mengikuti pertumbuhan kurva sigmoid sigmoid curve sampai pada batas tertentu. Akibat keterbatasan sumberdaya seperti keterbatasan lahan akan memperlambat peningkatan dan sampai pada titik keseimbangan tertentu stable equilibrium dimana keuntungan dan peningkatan PDRB tidak dapat ditingkatkan lagi dari hasil pengembangan kawasan agropolitan ini. Dengan demikian, sub model pengolahan dan pemasaran ini dapat dikatakan mengikuti pola Archetype Limit to Growth dalam sistem dinamik.

8.3.2 Simulasi Skenario Model Pengembangan kawasan Agropolotan

Kinerja model yang digambarkan dalam struktur sistem menggambarkan kondisi saat ini. Seiring dengan perjalanan waktu, maka akan terjadi perubahan kinerja sistem sesuai dengan dinamikan waktu yang akan terjad pada masa yang akan datang. Berdasarkan hal tersebut, disusun berbagai skenario pada model yang telah dibangun sebagai strategi yang dapat dilakukan ke depan dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang. Skenario yang dibangun terdiri atas tiga skenario antara lain 1 skenario Pesimis, 2 skenario moderat, dan skenario optimis. Skenario pesimis dapat diartikan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh pada kinerja sistem mengalami kemunduran atau terjadi perubahan dari keadaan eksisting yang mengarah pada tercapainya kemajuan tetapi perubahan tersebut cukup kecil untuk mempengaruhi kinerja sistem atau terjadi perubahan yang sangat cepat dari keadaan yang perlu dihambat perkembangannya. Skenario moderat diartikan sebagai perubahan beberapa variabel yang berpengaruh pada kinerja sistem dimana perubahan tersebut lebih baik daripada skenario pesimis. Sementara skenario optimis diartikan bahwa terjadi perubahan yang lebih besar dari variabel-variabel yang berpengaruh pada kinerja sistem dimana perubahan ini lebih baik dari skenario pertama dan kedua. Adapun variabel-variabel tersebut sebagai variabel kunci yang sangat berpengaruh pada kinerja sistem meliputi angka pertumbuhan penduduk, input produksi, harga komoditas pertanian, dan tingkat pendapatan masyarakat,. Variabel-variabel ini akan berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan di kawasan agropolitan, peningkatan produksi, tingkat keuntungan usahatani, dan sumbangan terhadap Produk Domestik Regional Bruto PDRB. Hasil 211 simulasi skenario model perubahan penggunaan lahan budidaya disajikan seperti pada gambar 57. Pada Gambar 57 terlihat perubahan tiga skenario dalam model ini yang menunjukkan perubahan yang berbeda-beda dimana perubahan yang lebih nyata terlihat dengan semakin bertambahnya tahun simulasi. Model yang diskenariokan pada penggunaan lahan ini adalah lahan budidaya. Pada skenario pesimis, memperlihatkan peningkatan penggunaan lahan budidaya yang sangat cepat sebagai akibat tingginya kebutuhan penggunaan lahan baik kebutuhan lahan untuk lahan permukiman, lahan usahatani, maupun lahan untuk fasilitas. Melalui berbagai upaya untuk mengurangi laju penggunaan lahan budidaya, laju peningkatan penggunaan lahan di kawasan agropolitan tersebut dapat dikurangi. Ini terlihat pada skenario kedua dan ketiga. TAHUN Luas Lahan Budidaya Ha L_Budidaya_pesimis 1 L_Budidaya_moderat 2 L_Budidaya_optimis 3 2.005 2.010 2.015 2.020 2.025 2.030 2.035 70.000 80.000 90.000 100.000 110.000 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Gambar 57. Simulasi Skenario Perubahan Penggunaan Lahan Budidaya di Kawasan Agropolitan Pada skenario pertama pesimis, luas lahan budidaya terpakai sampai pada tahun 2035 meningkat menjadi 105.630,53 ha dari luas lahan awal sebesar 71.400 ha pada tahun 2005, sedangkan pada skenario kedua moderat terjadi peningkatan penggunaan lahan yang lebih kecil dibandingkan pada skenario pesimis yaitu hanya mencapai 96.722,90 ha 2035 dari luas 71.050 ha 2005. Sementara pada skenario ketiga optimis lahan budidaya yang digunakan sampai pada tahun 2035 baru mencapai sekitar 87.115,26 ha dari luas 70.000 ha 2005. Pada Gambar 57 terlihat kurva peningkatan penggunaan lahan budidaya di kawasan agropolitan pada skenario ketiga optimis lebih landai dibandingkan dengan skenario lainnya, sedangkan pada skenario pertama pesimis 212 memperlihatkan kurva peningkatan penggunaan lahan yang lebih tajam. Ini berarti bahwa dengan usaha yang dilakukan untuk menghindari penggunaan lahan yang besar mampu menekan meningkatnya penggunaan lahan di kawasan agropolitan sebagaimana ditunjukkan seperti pada skenario optimis. Pada gambar 58 merupakan skenario produksi jagung di kawasan agropolitan. Pada tahap awal skenario pesimis, moderat, dan optimis menunjukkan start awal yang sama yaitu sebesar 95.532,0 ton pada tahun simulasi 2005, selanjutnya mengalami peningkatan dengan laju yang berbeda dengan laju peningkatan produksi masing-masing sebesar 3 pesimis, 4 moderat, dan 5 optimis pertahun. Hasil simulasi menunjukkan bahwa sampai tahun 2019, simulasi produksi jagung pada skenario pesimis baru mencapai 162.178,19 ton. Sedangkan pada skenario moderat telah mencapai sebesar 191.761,08 ton, dan skenario optimis sebesar 225.821,20 ton. Kemudian meningkat selanjutnya sampai pada tahun terakhir simulasi yaitu tahun 2035. Pada tahun 2035 peningkatan produksi jagung masing-masing skenario menjadi 251.933,26 ton untuk skenario pesimis, 343.103,29 ton untuk skenario moderat, dan 464.173,38 ton untuk skenario optimis. TAHUN Pro d u sksi to n Prod_Jagung_Pesimis_ 1 Prod_Jagung_Moderat 2 Prod_Jagung_Optimis 3 2.005 2.010 2.015 2.020 2.025 2.030 2.035 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 350.000 400.000 450.000 500.000 123 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Gambar 58. Simulasi Skenario Produksi Jagung di Kawasan Agropolitan Adanya perbedaan peningkatan produksi jagung sebagaimana Gambar 58 memperlihatkan kurva yang lebih tajam pada skenario optimis dibandingkan dengan skenario moderat dan pesimis. Demikian pula pada skenario moderat memperlihatkan kurva yang lebih tajam dibandingkan dengan skenario pesimis. 213 Lebih tingginya produksi pertanian pada skenario ketiga optimis dibandingkan dengan skenario pertama dan kedua. Hal disebabkan karena meningkatnya input produksi yang diberikan dalam kegiatan usahatani disamping faktor-faktor lainnya yang berpengaruh dalam peningkatan produksi. Peningkatan produksi jagung akan berpengaruh terhadap pendapatan petani di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang. Semakin tinggi produksi jagung yang diperoleh petani dalam kegiatan usahataninya, maka peluang untuk memperoleh keuntungan semakin besar pula. Namun demikian, keuntungan usahatani tidak hanya dipengaruhi oleh besarnya produksi yang diperoleh tetapi juga dipengaruhi oleh harga komoditas pertanian. Dengan mengintervensi upaya peningkatan produksi melalui peningkatan input sarana produksi serta dengan mengatur harga, maka dapat dibuat skenario perubahan keuntungan yang diperoleh oleh petani. Adapun hasil simulasi skenario model keuntungan usahatani khususnya usahatani jagung seperti pada Gambar 59. TAHUN Keunt ungan R p Keuntungan_Jagung_Optimis 1 Keuntungan_jagung_Moderat 2 Keuntungan_Jagung_Pesimis 3 2.005 2.010 2.015 2.020 2.025 2.030 2.035 6.000.000 9.000.000 12.000.000 15.000.000 18.000.000 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Gambar 59. Simulasi Skenario Keuntungan Usahatani di Kawasan Agropolitan Pada Gambar 59 terlihat perbedaan pertumbuhan kurva keuntungan usahatani baik pada skenario pesimis, moderat, dan optimis dimana kurva pada skenario optimis lebih tinggi dibandingkan dengan kurva pada skenario moderat dan pesimis. Adanya perbedaan nilai keuntungan yang diperoleh oleh petani pada kegiatan usahataninya salah satunya disebabkan oleh perbedaan harga komoditas pertanian yang sedang diperdagangkan. Sebagaimana diketahui 214 bahwa komoditas pertanian yang dibangun dalam model ini adalah komodtas jagung dengan asumsi harga yang berlaku saat ini eksisting sebesar Rp 2.200 perkilogram sebagai skenario moderat, maka pada tahun 2005 petani memperoleh keuntungan dari kegiatan usahataninya sebesar Rp 4.937.843,48 perhektar dan terus naik menjadi Rp 15.366.465,67 pada tahun 2035. Sedangkan pada skenario pesimis, dengan asumsi terjadi penurunan harga komoditas jagung menjadi Rp. 2.000 perkilogram, maka keuntungan usahatani pada tahun 2005 sebesar Rp. 4.107.130,43 dan naik menjadi Rp. 13.175.741,67 pada tahun 2035. Sementara pada skenario optimis dengan asumsi terjadi kenaikan harga sebesar Rp. 2.500 perkilogram, maka keuntungan usahatani menjadi Rp 6.183.193,04 perhektar pada tahun 2005 dan naik menjadi Rp. 18.652.551,67 pada tahun 2035. Peningkatan produksi pertanian juga akan berpengaruh terhadap peningkatan Produk Domestik Regional Bruto PDRB. Untuk melihat perkembangan peningkatan PDRB yang berasal dari sektor pertanian, dalam model ini juga dibuat skenario model. Komoditas yang diskenariokan untuk melihat sumbangannya pada PDRB meliputi komoditas unggulan jagung, kelapa sawit, dan ternak sapi. Adapun hasil simulasi skenario model seperti pada Gambar 60. TAHUN PDRB Rp PDRB_Pesimis 1 PDRB_Moderat 2 PDRB_Optimis 3 2.005 2.010 2.015 2.020 2.025 2.030 2.035 3e11 4e11 5e11 6e11 7e11 8e11 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Gambar 60. Simulasi Skenario Sumbangan PDRB di Kawasan Agropolitan 215 Pada Gambar 60, memperlihatkan kurva pertumbuhan PDRB pada skenario optimis lebih tinggi dibandingkan dengan kurva PDRB pada skenario moderat dan pesimis. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan harga pada setiap komoditas unggulan. Hasil simulasi skenario menunjukkan bahwa pada skenario pesimis tahun 2005 diperoleh PRDB sebesar Rp. 274.024.000.000,00 dan meningkat menjadi Rp. 741.942.998.676,06 pada tahun 2035. Sedangkan pada skenario moderat, pada tahun 2005 diperoleh PDRB sebesar Rp. 299.948.900.000,00 dan pada tahun 2035 meningkat menjadi Rp. 812.240893.234,11. Demikian pula pada skenario optimis terjadi peningkatan yang lebih besar dibandingkan dengan skenario pesimis dan moderat dari nilai PDRB sebesar Rp. 335.427.000.000,00 pada tahun 2005 dan naik menjadi Rp. 907.732.113.818,00 pada tahun 2035. Perubahan sumbangan PDRB sektor pertanian sub sektor tanaman pangan dan hasil olahannya secara rinci disajikan seperti pada Tabel 46. Tabel 46. Simulasi Skenario Model Sumbangan PDRB Rp di Kawasan Agropolitan Time 2.005 2.007 2.009 2.011 2.013 2.015 2.017 2.019 2.021 2.023 2.025 2.027 2.029 2.031 2.033 2.035 PDRB_Pesimis PDRB_Moderat PDRB_Optimis 274.024.000.000,00 299.948.900.000,00 335.427.000.000,0 285.262.161.289,23 312.251.846.747,00 349.176.411.939,2 310.934.184.818,70 340.356.381.051,19 380.584.344.047,0 338.581.701.854,46 370.623.946.545,80 414.407.578.330,4 368.217.749.122,05 403.068.864.925,66 450.661.842.385,0 401.428.595.264,63 439.427.817.710,58 491.287.340.500,0 437.197.616.535,16 478.587.907.721,02 535.040.058.312,3 471.695.962.063,78 516.357.306.767,79 577.236.470.932,0 508.092.347.005,21 556.205.141.399,06 621.752.543.940,3 545.837.271.445,86 597.529.835.058,29 667.916.045.679,5 584.358.033.434,63 639.704.382.239,09 715.026.485.427,3 619.848.985.268,80 678.562.118.926,99 758.429.786.692,5 654.398.329.064,27 716.389.250.609,03 800.680.097.717,5 687.416.652.360,01 752.540.399.496,19 841.056.833.733,1 717.039.503.831,48 784.974.146.960,31 877.280.327.186,9 741.942.998.676,06 812.240.893.234,11 907.732.113.818,0

8.3.3 Uji Validasi Model

Secara garis besar uji validasi model dapat dilakukan dalam dua bentuk yaitu uji validasi struktur dan uji validasi kinerja. 216

b.1. Uji Validasi Struktur