95 12
10 8
2 4 6
8 10
12 4
2 Sektor III
Lingkage Sektor IV
Independent
Sektor II Dependent
Sektor I Autonomous
Dependence Driver Power
Gambar 17. Matrik driver power-dependence dalam analisis ISM Marimin, 2004
6.3. Hasil dan Pembahasan Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang
6.3.1. Tipologi Wilayah Perbatasan
Berdasarkan hasil analisis tipologi wilayah, kawasan agropolitan di kecamatan dekat perbatasan Kabupaten Bengkayang termasuk dalam strata pra
Kawasan Agropolitan II, baik untuk Kecamatan Sanggau Ledo, Kecamatan Seluas, Kecamatan Jagoi Babang, dan Kecamatan Siding dengan nilai skor
masing-masing 13, 9, 9, dan 8, seperti terlihat pada Lampiran 6. Status pra kawasan agropolitan II pada empat kecamatan dekat perbatasan Kabupaten
Bengkayang memberikan gambaran bahwa secara umum masih banyak variabel-variabel sebagai indikator penilaian untuk meningkatkan strata kawasan
menuju strata kawasan agropolitan belum terpenuhi secara lengkap. Khusus yang berkaitan variabel komoditas unggulan, jika dikaitkan
dengan hasil analisis komoditas unggulan dan andalan, terlihat bahwa terdapat lebih dari satu komoditas unggulan yang telah dikembangkan oleh masyarakat,
baik di Kecamatan Sanggau Ledo, kecamatan Seluas, Kecamatan Jagoi Babang, dan Kecamatan Siding, namun demikian tidak satupun komoditas unggulan
tersebut yang mengalami proses pengolahan di wilayah tersebut. Petani langsung menjual hasil panenanya kepada Pedagang Pengumpul Desa PPD
untuk selanjutnya dijual kepada Pedagang Pengumpul Kabupaten PPK atau langsung dipasarkan ke wilayah sekitarnya seperti Kota Singkawang, Pontianak,
bahkan dijual ke negara tetangga Malaysia. Demikian pula dengan kelembagaan serta sarana dan prasarana yang ada, baik sarana dan prasarana jalan maupun
96 sarana dan prasarana umum seperti sarana dan prasarana pendidikan,
kesehatan dan sarana dan prasarana sosial lainnya serta sarana dan prasarana agribisnis masih terlihat sangat minim.
Khusus berkaitan dengan sarana dan prasarana jalan, beberapa desa di kecamatan dekat perbatasan Kabupaten Bengkayang belum memiliki
aksesibilitas penghubung dengan desa lainnya. Di Kecamatan Siding sendiri, aksesibilitas penghubung berupa jalan darat yang menghubungkan dengan
kecamatan lain disekitarnya belum tersedia secara lengkap dan belum memadai sehingga semua aktivitas barang dan jasa serta hasil pertanian yang akan keluar
masuk ke Kecamatan Siding membutuhkan waktu yang cukup lama bahkan terhambat. Masyarakat di Kecamatan Siding lebih cenderung menjual hasil
pertaniannya ke negara tetangga Malaysia dibandingakn di dalam wilayah Indonesia sendiri karena aksesnya lebih mudah Serawak walaupun hanya
melalui jalan setapak. Kecamatan terdekat yang dapat dilalui untuk masuk ke Kecamatan Siding adalah Kecamatan Seluas tetapi itupun hanya dapat ditempuh
dengan memanfaatkan sarana transportasi air. Di Kecamatan Jagoi Babang, banyak warga Indonesia yang berdagang ke negara Malaysia melalui pintu
perlintasan darat Jagoi Babang, bahkan secara khusus mereka dibuatkan pasar di Serikin untuk menjual produk pertaniannya. Demikian pula dengan warga
Malaysia, banyak yang datang berbelanja ke Indonesia terutama hasil-hasil pertanian. Ini menunjukkan bahwa interaksi warga antar ke dua negara tersebut
telah terjalin dengan baik yang dapat berdampak pada peningkatan perekonomian kedua belah pihak. Dilihat dari kelengkapan Lembaga Penyuluh
Pertanian BPP, hampir semua kecamatan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang telah memiki BPP kecuali Kecamatan Siding, yang BPP-nya masih
bergabung dengan Kecamatan Seluas. Tipologi kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang berupa pra kawasan agropolitan II yang menggambarkan tingkat perkembangan wilayah perbatasan untuk pengembangan kawasan agropolitan,
masih didasarkan pada variabel-variabel yang bersifat umum sebagaimana yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian pada tahun 2002. Sementara itu, untuk
mengetahui tingkat perkembangan wilayah untuk pengembangan kawasan agropolitan masih banyak faktor-faktor pendukung lain yang bersifat spesifik
yang menggambarkan variabilitas kawasan yang dapat dijadikan sebagai indikator penilaian. Analisis tipologi kawasan yang didasarkan pada variabel-
97 variabel yang lebih spesifik dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
Principal Component Analysis PCA atau lebih dikenal dengan Analisis Komponen Utama AKU.
Dalam penelitian ini, variabel-variabel terpilih yang dianalisis dengan menggunakan teknik PCA antara lain kepadatan penduduk jiwakm
2
, jarak kecamatan ke kabupaten km, jumlah kepala keluarga KKB, jumlah sarana dan
prasarana umum unit, jumlah sarana dan prasarana agribisnis unit, jumlah komoditas unggulan jenis, jumlah keluarga yang memakai PLN KK,
banyaknya desakelurahan terpencil Desa, banyaknya keluarga pra sejahtera jiwa, banyaknya keluarga sejahtera jiwa, produksi tanaman pangan kwha,
luas tanam tanaman perkebunan ha, dan produksi peternakan ekor. Keragaman setiap variabel seperti terlihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Keragaman Variabel yang Menggambarkan Perkembangan Wilayah Perbatasan di Kabupaten Bengkayang.
Kecamatan No. Variabel
S.Ledo Seluas J.Babang Siding 1. Jumlah penduduk jiwakm 22.091,0 14.043,0
8.500,0 5.490,0 2. Jarak kecamatan ke kabupaten km
49,6 76,1
89,9 103,7
3. Jumlah kepala keluarga KK 4.823,0 3.188,0
1.329,0 1.289,0 4. Sarana dan prasarana Umum unit
533,0 320
197,0 122,0
5. Sarana dan prasarana agribisnis unit 19,0
2,0 1,0
1,0 6. Jumlah komoditas pertanian jenis
9,0 6,0
10,0 8,0
7. Keluarga pemakai PLN KK 2.866,0
1.325,0 491,0
8. DesaKelurahan terpencil
Desa 5,0
5,0 5,0
8,0 90. Jumlah keluarga pra sejahtera Jiwa
153,0 447,0
95,0 86,0
10. Jumlah keluarga sejahtera jiwa 3236,0
1751,0 972,0 1.039,0
11. Produksi tanaman pangan kwha 642,3 152,9
226,2 142,5
12. Luas tanam tanaman perkebunan ton 11.231,0
8.781,0 2.232,0
473,0 13. Produksi
peternakan ekor 80.823,0 53.012,0
8.223 4.465,0
Sumber : BPS Kab. Bengkayang, 2005.
Hasil analisis komponen utama Tabel 18, menunjukkan bahwa setiap variabel memberikan pengaruh yang berbeda-beda antara satu variabel dengan
variabel lainnya yang menggambarkan keragaman tipologi wilayah pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Bengkayang. Namun
demikian, keragaman tipologi wilayah yang disebabkan oleh keseluruhan variabel yang dianalisis dapat disederhanakan menjadi kelompok variabel yang
lebih kecil yang dapat menggambarkan keseluruhan informasi yang terkandung
98 dalam semua variabel. Dengan berpedoman pada total persentase kumulatif
sebagaimana ditetapkan oleh Iriawan dan Astuti yaitu sebesar 80 – 90 , maka dari 13 variabel yang dianalisis, dapat disederhanakan menjadi 5 variabel yang
menyebar dalam 2 komponen utama PC yaitu komponen utama 1 PC1 dan komponen utama 2 PC2 dengan nilai proporsi eigenvalue masing-masing
75,5 dan 17,9 atau persentase kumulatifnya menjadi 93,6 . Hasil analisis komponen utama seperti terlihat pada lampiran 7.
Adapun variabel-variabel dari kedua komponen utama PC1 dan PC2 hasil penyederhanaan variabel meliputi jumlah penduduk, jumlah kepala keluarga,
jumlah sarana dan prasarana umum, jumlah komoditas pertanian dan banyaknya keluarga pra sejahtera. Ini berarti bahwa kelima variabel tersebut di atas dapat
menjelaskan variabilitas ketiga belas variabel yang berpengaruh terhadap tipologi wilayah pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang atau dengan kata lain kelima variabel baru hasil analisis komponen utama dapat menjelaskan sekitar 93,6 dari totalitas variabilitas variabel.
Adanya perbedaan tipologi wilayah terhadap kecamatan dekat perbatasan di Kabupaten Bengkayang sangat dipengaruhi oleh keragaman
variabel-variabel spesifik yang dimiliki setiap desa pada setiap kecamatan. Namun demikian keragaman setiap variabel pada setiap desa dapat
dikelompokkan menjadi kelompok variabel yang lebih kecil dan homogen berdasarkan kemiripan setiap variabel yang dimiliki oleh setiap desa. Untuk
mengelompokkan desa-desa yang memiliki kemiripan berdasarkan keragaman variabel, dapat dilakukan dengan analisis cluster. Tujuan dilakukannya analisis
cluster terhadap desa-desa di kecamatan dekat perbatasan Kabupaten Bengkayang adalah untuk memaksimumkan keragaman antar kelompok desa
dan meminimumkan keragaman dalam kelompok desa. Dalam analisis cluster ini, ada 29 desa di empat kecamatan wilayah studi masing-masing 9 desa di
Kecamatan Sanggau Ledo, 6 desa di Kecamatan Seluas, 6 di Kecamatan Jagoi Babang, dan 8 desa di Kecamatan Siding, dimana 29 desa tersebut akan dibagi
menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil berdasarkan kemiripan karakteristik yang dimiliki. Karakteristik setiap desa disajkan dalam Lampiran 8 dan hasil
analisis cluster seperti pada Gambar 18.
99
De sa
Co rr
e la
ti o
n Co
e ff
ic ie
n t
Se m
u ny
in g
Ja y
a Si
na r
B ar
u Ta
ng g
u h Lh
i B ui
S id
in g
Si n
ja n
g Pe
rm ai
S un
g k un
g II
S un
gk un
g I
Ta w
an g
T a m
o ng
Ka lo
n G
er sik
K u m
b a
Be n
gk aw
an D
an ti
B an
g e
Ja g
oi S
el ua
s Le
m b a
n g Sa
n g o
Ja go
i S ek
id a
Se nt
an ga
u Ja
y a
S ah
an G
u a
M ay
ak Pi
sa k
Si na
r T e
bu da
k K
am u h
Be n
Dendrogram with Average Linkage and Correlation Coefficient Distance
Gambar 18. Dendrogram Koefisien Korelasi Beberapa Variabel Penciri Tipologi Desa di Kecamatan Dekat Perbatasan Kabupaten Bengkayang
Pada Gambar 18 di atas, terlihat bahwa secara garis besar tipologi wilayah desa berdasarkan kemiripan karakteristik yang dimiliki setiap desa di
empat kecamatan dekat perbatasan dapat dikelompokkan menjadi tiga tipologi wilayah yaitu tipologi I, tipologi II dan Tipologi III. Kelompok desa yang termasuk
dalam tipologi I meliputi 14 desa yaitu Desa Bengkilu, Kamuh, Sinar Tebudak, Pisak, Mayak, Gua, Sahan, Sentangau Jaya, Jagoi Sekida, Sango, Lembang,
Seluas, Jagoi, dan Bange. dengan nilai koefisien korelasi 98,75 . Karakteristik yang dimiliki kelompok desa pada tipologi I ini, terlihat bahwa secara
geografis memiliki luas desa yang lebih kecil dengan rata-rata luas desa sekitar 74,61 km
2
, dimana desa paling kecil adalah Desa Sinar Tebudak dengan luas desa sebesar 29 km
2
dan desa paling luas adalah Desa Pisak sebesar 127 km
2
, dengan jumlah penduduk yang lebih banyak. Kelompok desa ini sudah memiliki
sarana dan prasarana umum yang lebih lengkap, sarana dan prasarana agribisnis seperti kios-kios tani sebagian desa sudah tersedia, dan umumnya
memiliki sarana PLN dengan jumlah pelanggan yang banyak. Persentase keluarga petani berkisar antara 70 – 90 , kecuali Desa Lembang hanya sekitar
65 dan Desa Bengkilu mencapai 99 . Kelompok desa yang termasuk dalam tipologi II meliputi 13 desa yaitu
Desa Danti, Bengkawan, Kumba, Gersik, kalon, Tamong, Tawang, Sungkung I,
g k ilu
95.50
97.00
98.50
100.00
100 Sungkung II, Sinjang permai, Siding, Tangguh dan Lhi Bui, dengan nilai koefisien
korelasi sebesar 98,75 – 97,75 . Kelompok desa tipologi II ini secara umum memiliki luas desa relatif lebih besar dibandingkan dengan tipologi I dengan rata-
rata luas desa sebesar 81,63 km
2
. Desa paling kecil adalah Desa 35,55 km
2
dan Desa paling luas adalah desa Bengkawan sebesar 133,00 km
2
, tetapi memiliki jumlah penduduk yang lebih sedikit. Kelompok desa ini umumnya memiliki
sarana dan prasarana umum namun dalam jumlah yang lebih minim. Sarana dan prasarana agribisnis seperti keberadaan kios-kios pertanian, hanya terdapat di
desa Kalon, Jagoi, dan Sinjang Permai, sedangkan desa-desa lainnya belum tersedia. Masyarakat pada kelompok tipologi II ini, secara umum belum memiliki
sarana PLN, hal ini terlihat di Kecamatan Siding yang semua desanya masuk dalam tipologi II sama sekali belum memiliki sarana penerangan dari PLN.
Demikian pula Desa Bengkawan dan Kalon di Kecamatan Seluas, serta Desa Kumba dan Gersik di Kecamatan Jagoi Babang belum tersedia sarana PLN.
Posisi kelompok desa tipologi II terhadap ibukota kabupaten juga umumnya masih jauh. Desa paling dekat dengan ibukota kabupaten adalah Desa Kalon
dengan jarak sejauh 78 km dan desa paling jauh adalah semua desa di Kecamatan Siding dengan rata-rata jarak sejauh 98 km.
Kelompok desa yang termasuk ke dalam tipologi III meliputi dua desa yaitu Desa Sinar Baru dan Desa Semunying Jaya dengan koefisien korelasi
97,75 . Kelompok desa pada tipologi III ini, secara geografis memiliki luas wilayah desa yang lebih lebar dibandingkan dengan desa-desa pada tipologi I
dan II dengan rata-rata luas desa sebesar 162,5 km
2
. Desa paling kecil adalah Desa Semunying Jaya dengan luas wilayah sebesar 75 km
2
dan desa paling luas wilayahnya adalah Desa Sinar Baru dengan luas wilayah sebesar 250 km
2
. Dari sekitar 900 penduduk yang bermukim pada kedua desa ini, sekitar 85
persen adalah keluarga petani. Namun demikian di desa ini belum tersedia sarana dan prasarana usahatani, sehingga semua kebutuhan untuk kegiatan
usahatani semuanya dipenuhi dari desa lain atau ke ibukota kabupaten seperti membeli perlatan bertani, membeli pupuk dan pestisida dan lain-lain. Demikian
pula sarana dan prasarana umum juga masih minim serta sarana penerangan dari PLN belum tersedia.
Berdasarkan kemiripan karakteristik desa yang dimiliki setiap tipologi wilayah kecamatan dekat perbatasan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara
umum tipologi wilayah I terlihat lebih berkembang dibandingkan dengan tipologi
101 wilayah II dan III. Namun demikian untuk tujuan pengembangan kawasan
agropolitan ke depan di wilayah perbatasan kabupaten Bengkayang, maka semua kelompok desa baik yang termasuk dalan tipologi I, II dan III ini
memerlukan penanganan yang serius terutama dalam melengkapi sarana dan prasarana yang diperlukan, baik sarana dan prasarana umum maupun sarana
dan prasarana pendukung agribisnis. Hasil analisis Tipologi wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19. Tipologi Wilayah Desa di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang Berdasarkan Kemiripan Karakteristiknya
Tipologi Kelompok Desa
Karakteristik Tipologi
I Bengkilu, Kamuh, Sinar
Tebudak, Pisak, Mayak, Gua, Sahan, Sentangau
Jaya, Jagoi Sekida, Sango, Lembang, Seluas,
Jagoi, dan Bange Luas desa relatif kecil, jumlah penduduk relatif
besar, jumlah KK pemakai PLN tinggi, sapras umum dan agribisnis relatif lebih lengkap,
jarak keibukota kecamatan agak jauh dan ibukota kabupaten relatif dekat
Tipologi II
Danti, Bengkawan, Kumba, Gersik, kalon,
Tamong, Tawang, Sungkung I, Sungkung II,
Sinjang permai, Siding, Tangguh dan Lhi Bui
Luas desa relatif besar, jumlah penduduk relatif agar besar, jumlah KK pemakai PLN
kurang, sapras umum dan agribisnis relatif kurang, persentase keluarga tani relatif tinggi
jarak keibukota kecamatan dan ibukota kabupaten relatif jauh
Tipologi III
Sinar Baru dan Semunying Jaya
Luas desa relatif agak besar, jumlah penduduk relatif sedikit, keluarga pemakai
PLN tidak ada, persentase keluarga tani relatif tinggi, jarak keibukota kecamatan agak dekat,
jarak keibukota kabupaten retaif jauh
Sumber : Data di Olah dari Data Sekunder Dep PU Kalbar 2006; Kecamatan SanggauLedo, Seluas, Jagoi Babang, dan Siding 2006.
6.3.2. Perkembangan Wilayah Berdasarkan Kelengkapan Fasilitas.
Tingkat perkembangan wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang sangat berhubungan dengan potensi yang dimiliki baik potensi sumberdaya alam,
potensi sumberdaya manusia, maupun kelengkapan fasilitas yang dimiliki. Dilihat dari potensi sumberdaya manusia, wilayah ini memiliki jumlah penduduk yang
besar. Dari empat kecamatan yang ditetapkan sebagai kawasan pengembangan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten bengkayang telah memiliki jumlah
penduduk sekitar 50.124 jiwa BPS Kab. Bengkayang, 2005. Jumlah penduduk yang besar ini telah memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai satu kawasan
pengembangan agropolitan Friedmann dan Douglass, 1976. Namun permasalahan yang dihadapi adalah bahwa kualitas sumberdaya manusia di
wilayah ini masih tergolong rendah, mereka hanya dapat mengecap pendidikan rendah bahkan banyak yang tidak bersekolah dan hanya sebagian kecil yang
102 dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi baik pada tingkat
Sekolah Lanjutan Pertama SLTP, Sekolah Menengah Umum SMU maupun melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi. Rendahnya kualitas sumberdaya
manusia di wilayah ini, disebabkan oleh minimnya sarana pendidikan terutama sarana pendidikan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
Dilihat dari potensi sumberdaya alam, sektor pertanian merupakan tulang punggung penggerak perekonomian di wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang, baik sebagai sumber konsumsi masyarakat dan penghasilan atau penyedia lapangan kerja sebagian besar penduduknya, maupun sebagai
penghasil nilai tambah dan devisa daerah. Dari keseluruhan penduduk di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang, sekitar 70 – 90 masyarakatnya adalah
keluarga petani. Mereka menggantungkan hidup dan keluarganya dari kegiatan bertani. Namun demikian fasilitas pendukung untuk meningkatkan produksi
pertanian mereka masih minim, sehingga produksi pertanian mereka masih tergolong rendah.
Dilihat dari kelengkapan fasilitas yang dimiliki, wilayah ini memiliki fasilitas yang beragam dari fasilitas yang sangat minim sampai fasilitas yang
lebih lengkap yang menyebar pada setiap desa. Untuk mengetaui tingkat perkembangan kawasan pengembangan agropolitan di wilayah perbatasan
Kabupaten Bengkayang dapat dilakukan dengan menggunakan analisis skalogram. Dalam analisis skalogram, akan dihasilkan hierarkhi wilayah
berdasarkan kelengkapan fasilitas yang dimiliki, dimana hierarkhi wilayah yang paling tinggi ditentukan oleh semakin banyaknya jenis dan jumlah fasilitas yang
dimiliki dan demikian sebaliknya, semakin sedikitnya fasilitas yang dimiliki terutama dari segi jenis fasilitas, menggambarkan semakin rendahnya hierarkhi
wilayah. Fasilitas-fasilitas yang dapat dikaji berupa fasilitas pendidikan, fasilitas
kesehatan, dan fasilitas sosial, serta fasilitas penunjang lainnya seperti fasilitas pendukung agribisnis. Hierarkhi wilayah desa berdasarkan hasil analisis
skalogram pada empat di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang seperti terlihat pada Tabel 20.
103 Tabel 20. Hierarkhi wilayah Desa di Empat Dekat Perbatasan Kabupaten
Bengkayang Berdasarkan Kelengkapan fasilitas
No. Kecamatan Desa
Jumlah Penduduk jiwa
Jumlah Jenis
Jumlah Unit
1. Sanggau Ledo
Lembang 2.797
44 137
2. Seluas Seluas
3.444 32
157 3.
Sanggau Ledo Bange
745 26
62 4.
Sanggau Ledo Sinar Tebudak
5.629 21
80 5.
Jagoi Babang Jagoi
2.034 21
65 6.
Sanggau Ledo Gua
2.085 20
69 7.
Sanggau Ledo Kamuh
3.055 20
64 8. Seluas
Sahan 4.084
20 55
9. Sanggau Ledo
Bengkilu 2.738
19 43
10. Sanggau Ledo Pisak
2.649 17
40 11. Sanggau Ledo
Sango 1.249
16 32
12. Sanggau Ledo Danti
1.144 16
25 13. Seluas
Mayak 2.727
14 39
14. Jagoi Babang Kumba
994 14
29 15. Seluas
Kalon 694
14 24
16. Seluas Bengkawan
1.162 13
21 17. Siding
Siding 808
13 17
18. Jagoi Babang Jagoi Sekida
1.347 12
33 19. Seluas
Sentangau Jaya 1.286
12 26
20. Jagoi Babang Gersik
882 11
34 21. Siding
Lhi Bui 917
11 15
22. Siding Sinjang Permai
1.000 9
27 23. Jagoi Babang
Sinar Baru 579
9 25
24. Siding Sungkung I
1.163 8
15 25. Siding
Tangguh 728
7 14
26. Jagoi Babang Semunying Jaya
293 7
12 27. Siding
Tawang 576
7 7
28. Siding Sungkung II
972 6
15 29. Siding
Tamong 631
6 12
Jumlah :
Hasil analisis skalogram pada Tabel 20 menunjukkan bahwa desa yang menduduki hierarkhi wilayah tertinggi berdasarkan kelengkapan jenis
fasilitas yang dimiliki adalah Desa Lembang dengan jumlah jenis dan banyaknya fasilitas sebanyak 44 jenis dan 137 unit. Desa Lembang terletak di Ibukota
Kecamatan Sanggau Ledo, merupakan desa paling dekat dengan ibukota kabupaten dengan jarak perjalanan sejauh 57 km setelah Desa Bange. Desa ini
terlihat lebih berkembang dibandingkan dengan desa-desa lainnya, hal ini dicirikan dari kelengkapan fasilitas yang dimiliki baik fasilitas umum maupun
fasilitas pendukung, seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, transportasi, telekomunikasi, lembaga keuangan, lembaga pertanian, dan fasilitas sosial serta
fasilitas pendukung agribisnis. Fasilitas pendidikan tersedia cukup lengkap
104 seperti Sekolah Taman Kanak-Kanak TK sampai Sekolah menengah umum
baik negeri maupun swasta termasuk pondok pesantren. Demikian juga lembaga pendidikan komputer sudah ada di desa ini. Fasilitas kesehatan juga tersedia
cukup lengkap. Di desa ini telah memiliki fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, tempat praktek dokter dan bidan, posyandu, poliklinik desa, dan toko obatjamu.
Sedangkan fasilitas sosial dan kelembagaan juga sudah tersedia seperti sarana ibadah baik agama islam, kristen protestan, kristen katolik, klentengvihara,
majelis taklimkebaktian dan yayasan kematian, lembaga perbankan, kantor pos, dan lembaga penyuluh pertanian.
Ditetapkannya Kecamatan Sanggau Ledo sebagai Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu KUAT dengan komoditas jagung sebagai komoditas
prioritas oleh Dinas Pertanian Propinsi Kalimantan Barat, maka Desa Lembang di Kecamatan Sanggau Ledo merupakan sentra pengembangan komoditas jagung
yang diharapkan dapat mensuplai kebutuhan akan jagung daerah sekitarnya seperti Singkawang, Pontianak bahkan ke negara tetangga Malaysia. Sebagai
kawasan KUAT, perhatian pemerintah sangat tinggi untuk mempercepat pertumbuhan kawasan ini dengan melengkapi fasilitas umum dan fasilitas
pendukung peningkatan produksi pertanian seperti pengadaan sarana produksi saprodi pertanian dan pengadaan alat dan mesin pertanian alsintan seperti
alat pengolah tanah, bibit, pupuk, pestisida, termasuk fasilitas penanganan panen dan pasca panen seperti mesin pemipill dan alat pengering jagung.
Hierarkhi wilayah desa yang kedua adalah Desa Seluas di Kecamatan Seluas. Untuk menuju ke Desa Seluas, dibutuhkan perjalanan sejauh 90 km dari
ibukota kabupaten dengan sarana jalan darat yang cukup baik. Dilihat dari kelengkapan fasilitas yang dimiliki, perkembangan wilayah desa ini lebih lambat
dibandingkan dengan Desa Lembang dimana fasilitas yang dimiliki hanya sebanyak 32 jenis dan 157 unit. Desa Seluas merupakan desa pusat layanan
khusus di Kecamatan Seluas yang terletak di ibukota kecamatan. Desa ini telah memiliki akses penghubung berupa jalan darat yang mudah dilalui dengan
kondisi jalan beraspal yang sudah dihotmix. Jumlah penduduk yang bermukim di desa ini lebih tinggi dibandingkan dengan Desa Lembang yaitu sebanyak 3.444
jiwa. Desa Seluas merupakan pintu gerbang keluar masuk ke Kecamatan Siding melalui jalur transportasi air karena akses penghubung berupa jalan darat belum
ada. Fasilitas pendidikan dan kesehatan seperti Sekolah Dasar, SLTP, SMU, puskesmas, posyandu, polindes dan toko obatjamu sudah tersedia kecuali
105 Sekolah Taman Kanak-Kanak TK, pondok pesantren, lembaga pendidikan
komputer dan tempat praktek dokter dan bidan yang belum ada. Untuk fasilitas sosial dan keagamaan serta kelembagaan juga tersedia cukup lengkap kecuali
klenten dan lembaga perbankan yang belum tersedia. Sedangkan Balai Penyuluhan Pertanian BPP masih bergabung dengan Kecamatan Siding untuk
memberikan pelayahan penyuluhan pertanian kepada masyarakat di kedua kecamatan tersebut.
Hierarkhi wilayah desa paling rendah adalah Desa Tamong di Kecamatan Siding. Jumlah penduduk yang bermukim di desa ini sekitar 631 jiwa
dengan kepadatan penduduk hanya sekitar 9 jiwakm
2
. Desa Tamong cukup terpencil dari ibukota kecamatan maupun ibukota kabupaten. Untuk menuju ke
wilayah ini dibutuhkan perjalanan sejauh 98 km dari ibukota kabupaten. Jumlah fasilitas yang dimiliki sekitar 6 jenis dan 12 unit yang merupakan jumlah yang
sangat minim dibandingkan dengan desa-desa lainnya. Di desa ini hanya memiliki fasilitas pendidikan berupa Sekolah Dasar, sedangkan fasilitas
pendidikan lainnya belum tersedia. Demikian pula dengan fasilitas kesehatan, yang ada hanya puskesmas pembantu dan polindes sehingga jika ada
masyarakatnya yang sakit keras sangat sulit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Fasilitas sosial, keagamaan dan kelembagaan juga masih minim. Hal
ini terlihat seperti sarana peribadatan berupa mesjid dan suraulanggar, lembaga perbankan belum tersedia, Sedangkan Lembaga Penyuluh Pertanian BPP
masih bergabung dengan Kecamatan Seluas dan berkantor di Seluas. Selanjutnya untuk mengelompokkan hierarkhi wilayah desa dapat
dilakukan dengan analisis sentralitas. Dalam analisis sentralitas, parameter yang diukur adalah kelengkapan fasilitas yang dimiliki setiap desa. Hasil analisis ini
akan menggambarkan tingkat perkembangan desa yang dapat dibagi atas tiga kelompok yaitu :
a. Kelompok I adalah adalah desa dengan tingkat perkembangan tinggi maju yaitu apabila memiliki nilai indeks sentralitas jenis fasilitas sebesar nilai rata-
rata + 2 kali standar deviasi. b. Kelompok II adalah desa dengan tingkat perkembangan sedang yaitu apabila
memiliki nilai indeks sentralitas jenis fasilitas sebesar nilai rata-rata sampai rata-rata + 2 kali standar deviasi
106 c. Kelompok III adalah desa dengan tingkat perkembangan rendah relatif
tertinggal yaitu apabila mamiliki nilai indeks sentralitas jenis fasilitas kurang dari nilai rata-rata.
Berdasarkan hasil analisis sentralitas terhadap kelengkapan fasilitas yang dimiliki seluruh desa di empat kecamatan di wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang Lampiran 9, diperoleh tiga kelompok perkembangan desa seperti pada Tabel 21.
Tabel 21. Tingkat Perkembangan Desa di Wilayah Perbatasan Dekat Perbatasan Kabupaten Bengkayang Berdasarkan Analisis Sentralitas.
No. Perkembangan
Desa Indeks
Sentralitas Kecamatan Kelompok
Desa Sanggau Ledo
Lembang 1. Tingkat
perkembangan tinggi maju
32,00 Seluas Seluas
Sanggau Ledo Bengkilu, Pisak, Kamuh,
Sinar Tebudak, Bange, Sango, Gua, Danti
Seluas Sahan, Bengkawan
2. Tingkat
perkembangan sedang
15,30 - 32,00 Jagoi Babang
Jagoi Seluas
Sentangau Jaya, Mayak, Kalon
Jagoi Babang Kumba, Jagoi Sekida,
Sinar Baru, Gersik, Semunying Jaya
3. Tingkat
perkembangan rendah relatif
tertinggal
15,30 Siding
Tamong, Tawang, Sungkung I, Sungkung
II, Sinjang Permai, Siding, Tangguh, Lhi Bui
Tabel 21 menunjukkan Desa Lembang di Kecamatan Sanggau Ledo dan Desa Seluas di Kecamatan Seluas merupakan kelompok desa yang sudah
mengalami tingkat perkembangan wilayah tinggi atau lebih maju dengan nilai indeks sentralitas 32,00. Dilihat dari posisi geografisnya, kedua desa tersebut
berada di ibukota kecamatan dan merupakan desa penghubung menuju wilayah perbatasan dari ibukota kabupaten, Kota Singkawan, atau dari Pontianak. Kedua
desa ini memiliki fasilitas yang lebih lengkap dibandingkan dengan desa-desa lain disekitarnya terutama fasilitas pendidikan, kesehatan, sosial, dan fasilitas
pendukung lainnya.
107
6.3.3. Persepsi Masyarakat dan Alternatif Pengambilan Keputusan Untuk Pengembangan Kawasan Agropolitan.
a. Persepsi Masyarakat. Hasil penelitian mengenai tingkat pendidikan formal penduduk di
wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang, menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pendidikan reaponden hanya menempuh pendidikan rendah yaitu
berpendidikan sekolah dasar SD sekitar 46 dan hanya sebagian kecil yang dapat melanjutkan pendidikan pada pendidikan tingkat lanjut sampai perguruan
tinggi masing-masing SLTP 24 , SMU 24 . Sedangkan yang berpendidikan diplomasarjana S1 hanya sekita 6 .
Rendahnya tingkat pendidikan penduduk di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang ini disebabkan oleh kurangnya sarana pendidikan
terutama sarana pendididkan tingkat lanjut, minimnya sarana transportasi untuk menjangkau wilayah yang memiliki sarana pendidikan tingkat lanjut, kurangnya
biaya untuk menyekolahkan anak-anak mereka, dan adanya keengganan para orang tua untuk melanjutkan pendidikan anak-anaknya ke jenjang yang lebih
tinggi setelah tamat sekolah dasar dan lebih cenderung memanfaatkan tenaga anaknya untuk membantu pekerjaan mereka dalam kegiatan sehari-hari.
Sebaran tingkat pendidikan penduduk di wilayah perbatasan kabupaten Bengkayang seperti pada Gambar 19.
24 24
6 46
SD SLTP
SMU Diplom aSarjana
Keterangan :
Gambar 19. Tingkat Pendidikan Responden di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang
Berkaitan dengan pengetahuan masyarakat tentang agropolitan, pada Gambar 20 terlihat bahwa hanya sekitar 32 penduduk di wilayah perbatasan
Kabupaten Bengkayang yang sudah mengetahui mengenai adanya rencana pengembangangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang dan sisanya yaitu sekitar 68 belum mengetahui bahkan belum pernah mendengar tentang kata agropolitan. Hal ini menggambarkan bahwa
sosialisasi mengenai rencana pengembangan kawasan agropolitan di wilayah
108 perbatasan tersebut masih kurang. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh
pemerintah disebabkan pencanangan rencana pengembangan kawasan agropolitan baru dimulai pada bulan Juli 2006 dan sampai saat ini belum
dilakukan pengkajian secara mendalam.
Gambar 20.Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Rencana Pengembangan Kawasan Agropolitan di Wilayah Perbatasan Kabupaten
Bengkayang
Sumber informasi mengenai agropolitan dan rencana
pengembangannya di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang diperoleh dari hasil sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan dari media
massa, tetapi lebih banyak responden yang belum mengetahui mengenai rencana tersebut. Responden yang memperoleh informasi melalui kegiatan
sosialisasi seperti penyuluhan sekitar 24 , yang memperoleh informasi dari media massa seperti koran, radio, dan penyebaran selebaran yang ditempel di
Balai Desa hanya sekitar 8 . Responden yang memperoleh informasi tentang agropolitan pada umumnya berdomisili di Kecamatan Sanggau Ledo dan
Kecamatan Seluas, sedangkan yang berdomisili di Kecamatan Siding dan Jagoi Babang umumnya belum mendapatkan informasi tentang agropolitan tersebut.
Sumber informasi responden berkaitan rencana pengembangan kawasan Agropolitan seperti pada Gambar 21.
Tahu tidak Tahu
Keterangan :
68 32
Gambar 21. Sumber Informasi Responden terhadap Rencana Pengembangan Kawasan Agropolitan di Wilayah Perbatasan Kabupaten
Bengkayang 68
8 24
Sosialisasi Media Massa
Tidak Dapat
Keterangan :
109 Meskipun hanya sebagian kecil penduduk yang mengetahui tentang
agropolitan dan rencana pengembangannya di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang, namun ketika ditanyakan mengenai persetujuan mereka apabila
wilayah perbatasan ini dikembangkan sebagai kawasan agropolitan, sekitar 92 dari seluruh responden menyatakan setuju dan hanya sekitar 2 yang tidak
setuju. Sedangkan yang ragu-ragu sekitar 6 . Mereka setuju karena mereka yakin bahwa pengembangan kawasan agropolitan di wilayah Perbatasan
Kabupaten Bengkayang dapat membukakan lapangan pekerjaan bagi mereka untuk meningkatkan kesejahteraannya. Berkaitan dengan pembukaan lapangan
kerja baru, sekitar 84 responden mengaku yakin bahwa pengembangan kawasan agropolitan dapat membuka lapangan kerja baru apabila dilaksanakan
dengan penuh keseriusan dan tanggungjawab yang tinggi dari para pengambil kebijakan, serta keingingan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
wilayah perbatasan. Responden yang ragu-ragu terhadap pembukaan lapangan kerja baru sekitar 16 . Persetujuan masyarakat dan keyakinan pembukaan
lapangan kerja baru dari rencana pengembangan kawasan agropolitan di wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang seperti pada Gambar 22 dan 23.
Gambar 22. Persepsi Responden Berkaitan Persetujuan Mengenai
Pengembangan Kawasan Agropolitan Di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang
92 6
2
Setuju Tidak Setuju
Ragu-Ragu
Keterangan :
Gambar 23. Persepsi Responden bahwa Pengembangan Kawasan Agropolian Menciptakan Lapangan Kerja Baru
84 16
Menciptakan Lapangan Kerja
Tidak Menciptakan Lapangan Kerja
110 Salah satu permasalahan yang prinsip dialami masyarakat saat ini di
wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang berkaitan dengan pengembangan kawasan agropolitan, adalah kondisi jalan dan faktor keamanan. Responden
mengakui bahwa ketersediaan jalan penghubung masih minim dengan kualitas jalan yang masih jelek sehingga perlu upaya peningkatan sarana jalan ini baik
secara kuantitas dengan membuka jalan-jalan baru terutama jalan antar desa dan antar kecamatan maupun kualitas jalan dengan meningkatkan mutu arana
jalan dari jalan tanah menjadi jalan pengerasan atau beraspal. Hal ini bertujuan untuk lebih memudahkan dan memperlancar arus tranportasi barang dan jasa
antar wilayah. Demikian pula dengan faktor keamanan, responden mengakui bahwa kondisi keamanan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang masih
relatif kurang aman. Pemerasan dan perampokan masih sering terjadi terutama bagi warga negara Malaysia yang datang berkunjung ke Indonesia. Faktor
ketidakamanan di wilayah perbatasan ini yang menyebabkan pasar yang sebelumnya berada di wilayah Indonesia, kemudian pasar tersebut dipindahkan
ke Malaysia yaitu di Serikin. Pasar di Serikin merupakan pasar rakyat yang khusus di peruntukkan bagi warga Indonesia untuk berjualan di sana. Berbagai
bahan kebutuhan yang mereka jual seperti hasil-hasil pertanian sampai bahan kebutuhan lainnya seperti sembako, pakaian, sepatu, dan barang kerajinan
lainnya. Pasar dibuka pada hari Jumat dan tutup pada hari Minggu dan selanjutnya dibuka lagi pada hari Jumat berikutnya dan seterusnya. Kondisi jalan
dan keamanan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang disajikan pada Gambar 24 dan 25.
62 36
2
Sedang Jelek
Sangat Jelek
Keterangan :
Gambar 24. Kondisi Jalan di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang
111
10
48 42
Aman Cukup Aman
Tidak Aman
Keterangan :
Gambar 25. Kondisi Keamanan di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang Dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan di Wilayah
perbatasan Kabupaten Bengkayang, salah satu faktor yang juga perlu diperhatikan adalah dalam hal pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan
masyarakat ini penting dalam kaitannya bagi kebutuhan pemulihan ekonomi mereka. Sekitar 78 responden mengharapkan ada kebersamaan
pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang antara masyarakat lokal,
masyarakat perkotaan, dan masyarakat dari negara lain, sedangkan yang mengharapkan pemberdayaan masyarakat lokal saja hanya sekitar 22 . Hal ini
penting karena dalam pengembangan kawasan agropolitan diperlukan adanya keterlibatan dari para pihak Stakeholder yang terkait. Mereka mengharapkan
keterlibatan masyarakat perkotaan dan masyarakat dari negara lain dalam pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang bukan berarti mereka harus datang dan tinggal menetap di kawasan pengembangan agropolitan melainkan untuk berbagi sharing dalam
menyumbangkan pemikiran dan modal dalam pengembangan kawasan agropolitan dan pemasaran, sedangkan masyarakat lokal yaitu masyarakat
petani beserta masyarakat akar rumput grassroot community level diharapkan dapat terlibat secara langsung dalam setiap kegiatan pengembangan kawasan.
Keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan kawasan agropolitan ini penting mengingat pada masa lalu sampai sekarang sering mengalami sebagai
bagian kelompok yang terlupakan dimana mereka pada umumnya menjadi tersisihkan dari manfaat-manfaat pembangunan.
Dalam pemberdayaan masyarakat, ada empat unsur-unsur kunci yang harus selalu hadir dalam setiap pemberdayaan agar upaya pemberdayaan
tersebut dapat berhasil yaitu akses terhadap informasi, keterlibatan dan partisipasi, akuntabilitas, dan kapasitas organisasi lokal. Akses terhadap
112 informasi ditekankan bahwa setiap anggota masyarakat berhak mendapatkan
informasi dan perlu difasilitasi untuk mendapatkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan berkaitan dengan kegiatan yang sedang digelutinya.
Keterlibatan dan partisipasi mengacu kepada bagaimana anggota masyarakat dapat berperan dan berpartisipasi dalam setiap pengambilan keputusan baik
pada tahan perencanaan, pelaksanaan, maupun pada tahap pengendalian. Dalam pelibatan dan partisipasi anggota masyarakat diperlukan jaminan bahwa
penggunaan sumberdaya-sumberdaya publik yang terbatas oleh kelompok masyarakat, dipergunakan berdasar pengetahuan lokal dan prioritas dengan
tetap mempertimbangkan keberlanjutannya. Unsur akuntabilitas ditekankan pada bagaimana mengikutsertakan setiap stakeholder agar dapat memberikan
jawaban terhadap kebijakan dan tindakan-tindakan mereka yang dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat lokal, sedangkan unsur kapasitas
organisasi lokal berkaitan dengan kemampuan orang-orang untuk dapat bekerjasama dan mengorganisasikannya sendiri serta mampu memobilisasi
sumberdaya-sumberdaya untuk memecahkan persoalan-persoalan yang menjadi perhatian bersama seluruh anggota masyarakat Deptan, 2004.
b. Alternatif Pengembangan Kawasan Agropolitan