Pembuatan Tepung Kedelai Formulasi Sagu Instan Sebagai Makanan Tinggi Kalori

khas sangrai, memperbaiki daya cerna, serta tidak mempengaruhi densitas kamba Sunaryo, 1985. Selain itu, penyangraian dipercaya dapat memperbaiki karakteristik bubur yang dihasilkan. Menurut Abraham et al. 1983, perbaikan tersebut disebabkan oleh terjadinya partial gelatinisasi, dehidrasi, dan konversi dari amorphous amylose menjadi bentuk helik. Bentuk helik ini menjadi bagian yang lemah dari kristal pada pati selama pemasakan. Hasil penelitian Muharam 1992 menunjukkan bahwa penyangrian pada tepung singkong menyebabkan terjadinya gelatinisasi parsial namun tidak diikuti dengan pembengkakan granula pati. Adanya gelatinisai parsial diketahui dari hilangnya pola birefringence sebagian granula pati setelah dilihat dengan mikroskop terpolarisasi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penyangraian memberikan pengaruh positif terhadap sifat fisik, kimia, dan fungsional tepung singkong, seperti memperbaiki stabilitas tepung dalam adonan, meningkatkan kekuatan gel, dan meningkatkan viskositas maksimum tepung. Hasil penelitian Susanty 2000 menunjukkan bahwa penyangraian dapat menurunkan kadar air pati hingga lebih dari 50. Hal ini terjadi karena kadar air pati mentah mengalami penguapan selama proses pemanasan. Hasil analisis menunjukkan kadar air pati sagu sangrai sebesar 3.82. Nilai tersebut jauh lebih kecil dari pada nilai kadar air pati sagu mentah yaitu 14 Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. Hasil penelitian Susanty 2000 juga menunjukkan bahwa penyangraian bisa meningkatkan kadar karbohidrat dan kadar lemak. Hal ini diduga berhubungan dengan penurunan kadar air, dimana jika kadar air suatu produk turun maka konsentrasi komponen lainnya akan meningkat.

3. Pembuatan Tepung Kedelai

Pembuatan tepung kedelai dimulai dengan pemilihan kedelai sortasi. Sortasi dilakukan untuk mendapatkan biji kedelai yang baik utuh dari biji kedelai yang cacat, kotoran dan bahan asing. Menurut Wilkens 1967, sortasi bertujuan untuk mengeliminir biji berjamur, biji rusak atau pecah yang ada hubungannya dengan kelanguan. Setelah tahap sortasi, dilakukan perendaman biji kedelai selama 6 jam dalam air dengan tujuan meningkatkan kadar air awal agar konduktivitas panas kedelai makin baik Nelson et al., 1971 Biji kedelai yang telah direndam kemudian direbus dalam air mendidih selama 30 menit. Perebusan dilakukan dengan beberapa tujuan, antara lain : menginaktivasi enzim lipoksigenase, membunuh mikroba, dan membuat daging buah menjadi lebih mudah diolah karena lebih empuk. Inaktivasi enzim lipoksigenase penting dilakukan karena enzim tersebut dapat mempercepat timbulnya cita rasa langu akibat terjadinya pemecahan atau perusakan jaringan kotiledon Nelson et al., 1971. Pengupasan dilakukan setelah perebusan dengan maksud agar proses lebih mudah dilakukan karena jaringan kulit sudah terpisah dari biji bahkan sebagian ada yang sudah terlepas. Setelah proses pengupasan dilakukan proses pengeringan dengan cara menjemur biji kedelai dengan sinar matahari. Menurut Tangenjaya 1976, penjemuran merupakan cara yang paling praktis dan paling mudah untuk menurunkan kadar air bahan pangan. Akan tetapi, penjemuran yang berjalan lambat akan menyebabkan tumbuhnya jamur pada kedelai dan akan timbul lendir dan bau. Proses terakhir pembuatan tepung kedelai adalah penggilingan dan pengayakan. Penggilingan dilakukan dengan Willey mill dan dilakukan berulang-ulang. Penggilingan berulang bertujuan memisahkan produk yang sudah halus dan meresirkulasi fraksi yang masih kasar ke penggilingan sampai diperoleh hasil tepung yang diinginkan. Setelah itu tepung hasil penggilingan diayak dengan ayakan 60 mesh.

B. FORMULASI DAN PEMBUATAN PRODUK 1. Penyusunan Formula

Pada penelitian ini disusun lima macam formula sagu instan seperti yang terlihat pada Tabel 5. Perhitungan yang digunakan adalah tiap 100 gram produk kering diperkirakan akan mengandung energi minimal 300 kkal. Hal ini sesuai dengan klaim pangan berkalori menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM, 2004 yaitu minimum mengandung 300 kkal per hari. Untuk menentukan formula yang akan disusun, diperlukan data komposisi kimia atau kandungan gizi tiap bahan yang digunakan. Oleh karena itu sebelum dilakukan perhitungan terlebih dahulu dilakukan analisis proksimat terhadap bahan baku penyusun sagu instan. Data komposisi kimia bahan baku penyusun sagu instan dan perhitungan kalori tiap formula dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6. Komposisi kimia bahan penyusun sagu instan hasil analisis proksimat per 100 g bahan bk Komposisi Pati sagu g Tep. kedelai g Skim g Tep. gula g Minyak g Air g 3.82 7.14 3.66 0.30 0.00 Abu g 0.27 3.12 7.83 4.77 0.00 Protein g 0.88 37.26 24.27 0.15 0.00 Lemak g 0.19 33.36 0.08 0.09 100.00 Karbohidrat g 98.66 26.25 67.82 94.98 0.00 Serat pangan g 3.83 6.96 - - 0.00 Kalori kkal 385 526 370 381 875 Minyak goreng sawit Tabel 7. Perhitungan kandungan gizi formula sagu instan tahap pertama per 100 g bahan bk berdasarkan data komposisi kimia bahan penyusun hasil analisis Komposisi Formula A B C D E Air g 3.24 3.41 3.57 3.74 3.91 Abu g 2.60 2.75 2.89 3.03 3.17 Protein g 6.62 8.43 10.26 12.08 13.89 Lemak g 5.13 6.80 8.46 10.11 11.77 Karbohidrat g 85.66 82.03 78.42 74.81 71.17 Serat makanan g 2.30 2.46 2.62 2.76 2.92 Kalori kkal 406 413 421 427 434 Formulasi sagu instan dibuat dengan pati sagu sebagai sumber karbohidrat dan kalori utama, tepung kedelai dan susu skim sebagai sumber protein, minyak nabati sebagai sumber lemak, dan gula sebagai penambah rasa. Penggunaan tepung kedelai selain sebagai sumber protein juga dipercaya mempunyai kemampuan dalam memperbaiki karakteristik fisik produk. Perpaduan antara pati sagu dan tepung kedelai diharapkan dapat saling mengisi kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga diperoleh produk yang mempunyai nilai gizi serta karakteristik yang baik. Oleh karena itu penentuan formula didasarkan pada perbandingan pati sagu dan kedelai, sementara komposisi bahan-bahan penyusun lainnya tetap sama.

2. Pembuatan Produk Sagu Instan