Rasio Rehidrasi dan Waktu Rehidrasi

kedelai dan penuruanan penambahan pati sagu. Dari hasil analisis proksimat diketahui bahwa peningkatan penambahan tepung kedelai dapat meningkatkan kadar protein dan lemak produk. Peningkatan jumlah protein dan lemak dipercaya menyebabkan penghambatan penyerapan air oleh bahan. Mercier et al. 1979, mengatakan bahwa semakin tinggi kandungan lemak menyebabkan penurunan daya serap air suatu bahan, atau dengan kata lain penurunan kandungan lemak menyebabkan kenaikan daya serap air. Penurunan daya serap air diduga terjadi akibat pembentukan kompleks lipid- amilosa selama pengolahan. Komposisi amilosa dan amilopektin yang terdapat pada pati juga berpengaruh terhadap sifat penyerapan air suatu bahan. Menurut Wirakartakusumah et al. 1984, pati sagu mengandung amilosa 27.4 dan amilopektin 72.6 . Semakin besar kandungan amilosa, pati bersifat semakin kering, kurang lengket, dan cenderung menyerap air lebih banyak.

2. Rasio Rehidrasi dan Waktu Rehidrasi

Rasio rehidrasi adalah rasio maksimum antara jumlah bahan dengan jumlah air yang menyebabkan tidak terjadinya pemisahan antara bahan dengan air. Pengukuran rasio rehidrasi dilakukan dengan melarutkan bahan didalam air dengan perbandingan 1 : 2, 1 : 4, 1 : 6, dan 1 : 8. Larutan kemudian didiamkan selama 30 menit lalu diamati apakah terjadi pemisahan antara air dengan bahan. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rasio maksimum antara bahan dan air yang tidak menyebabkan pemisahan adalah 1 : 4, yang berarti pada rasio tersebut bahan tetap dalam keadaan stabil. Pada rasio 1 : 6 sudah terjadi pemisahan antara bahan dengan air. Menurut Lianawati 1997, rasio rehidrasi produk bubur instan yang umum dikonsumsi adalah 1 : 3, yang berarti produk masih berbentuk suspensi yang homogen dan stabil. Waktu rehidrasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh bahan untuk kembali menyerap air sehingga diperoleh tekstur bubur yang homogen dan stabil. Pengukuran waktu rehidrasi dilakukan secara subyektif, yaitu dengan melarutkan bahan dan air dengan perbandingan yang telah ditentukan sesuai pengukuran rasio rehidrasi. Bahan dan air yang telah tercampur kemudian diaduk sampai diperoleh tekstur bubur yang homogen dan stabil kemudian dihitung berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tekstur tersebut. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa waktu rehidrasi formula sagu instan adalah berkisar antara 2.9 – 3.6 menit.

F. DAYA CERNA SAGU INSTAN 1. Daya Cerna Protein

Protein yang terkandung dalam makanan setelah dikonsumsi akan mengalami pencernaan pemecahan oleh enzim-enzim protease. Nilai gizi suatu protein ditentukan oleh daya cernanya yang berarti juga menentukan ketersediaan asam amino secara biologis. Jika suatu protein memiliki daya cerna tinggi maka sebagian besar asam-asam aminonya dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Sebaliknya, protein yang daya cernanya rendah maka sebagian besar akan dibuang melalui feses Muchtadi, 1989. Penentuan daya cerna protein dapat dilakukan secara in vivo maupun in vitro. Metode in vivo seringkali dianggap mahal dan terlalu lama. Metode in vitro lebih praktis dan dilakukan dengan menggunakan enzim-enzim pencernaan serta membuat kondisi yang mirip dengan yang sesungguhnya terjadi dalam pencernaan manusia Muchtadi, 1989. Dalam penelitian ini dilakukan analisis daya cerna protein secara in vitro dengan teknik multi enzim menggunakan campuran tiga macam enzim protease, yaitu tripsin, kimotripsin, dan peptidase. Enzim-enzim tersebut berperan dalam proses hidrolisis protein menjadi asam-asam amino penyusunnya. Hidrolisis protein oleh enzim protease akan melepaskan sejumlah ion-ion hidrogen sehingga terjadi penurunan pH. Pengukuran nilai daya cerna protein dihitung dari seberapa besar perubahan pH yang terjadi selama proses hidrolisis. Analisis daya cerna protein dilakukan terhadap tiga formula tahap kedua. Data hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 13. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa formula Z memiliki nilai daya cerna protein paling tinggi yaitu 82.16, kemudian formula Y dengan nilai 81.75, dan terakhir formula X dengan nilai 81.07. Relatif tidak terdapat perbedaan yang signifikan nilai daya cerna protein dari ketiga formula tersebut. Hal ini disebabkan karena komposisi dan kandungan protein produk juga tidak jauh berbeda. 81.07 81.75 82.16 20 40 60 80 100 X Y Z Formula sagu instan D ay a cer n a pr ot ei n Keterangan : X = 50 pati sagu: 5 tepung kedelai : 25 skim: 15 gula: 5 minyak Y = 45 pati sagu: 10 tepung kedelai : 25 skim: 15 gula: 5 minyak Z = 40 pati sagu: 15 tepung kedelai : 25 skim: 15 gula: 5 minyak Gambar 13. Pengaruh formulasi terhadap daya cerna protein sagu instan Berdasarkan data hasil analisis, dapat diketahui bahwa protein pada formula sagu instan memiliki mutu yang baik. Walaupun tidak mencapai 100 , daya cerna ketiga formula tersebut cukup tinggi, yaitu berada diatas 80 . Sebagai perbandingan, nilai daya cerna protein formula sagu instan ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan formula kue satu yang merupakan formula makanan padat kalori hasil penelitian Sukmaningrum 2003, yaitu sebesar 86.76. Namun lebih tinggi dibandingkan dengan formula pangan semi basah dodol, yaitu sebesar 52.92 – 58.15. Sukmaningrum, 2003. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya cerna protein, salah satunya adalah adanya komponen anti nutrisi pada bahan terutama yang berasal dari kacang-kacangan. Kedelai yang digunakan pada formula sagu instan diyakini memiliki kandungan anti nutrisi yang dapat menurunkan daya cerna protein. yaitu anti tripsin. Namun demikian, proses pemanasan selama pengolahan diduga dapat menginaktivasi anti tripsin tersebut. Selain faktor anti nutrisi, pengolahan juga berpengaruh terhadap daya cerna protein, misalnya reaksi Maillard dan adanya pemanasan Homisah, 1997. Muchtadi 1994 menyatakan bahwa penurunan daya cerna protein dapat disebabkan karena reaksi antara sisi rantai asam-asam amino yang terikat dalam protein i dengan senyawa hasil oksidasi lemak. Lemak yang teroksidasi akan menghasilkan radikal-radikal bebas terutama dari asam lemak tidak jenuh, yang kemudian membentuk karbonil atau peroksida. Kedua senyawa tersebut dapat bereaksi dengan protein membentuk ikatan silang dalam rantai protein melalui ikatan-ikatan protein-lipid, sehingga terjadi penurunan nilai gizi protein serta kerusakan asam-asam amino.

2. Daya Cerna Pati