Pembuatan Produk Sagu Instan

rasa. Penggunaan tepung kedelai selain sebagai sumber protein juga dipercaya mempunyai kemampuan dalam memperbaiki karakteristik fisik produk. Perpaduan antara pati sagu dan tepung kedelai diharapkan dapat saling mengisi kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga diperoleh produk yang mempunyai nilai gizi serta karakteristik yang baik. Oleh karena itu penentuan formula didasarkan pada perbandingan pati sagu dan kedelai, sementara komposisi bahan-bahan penyusun lainnya tetap sama.

2. Pembuatan Produk Sagu Instan

Sebelum dilakukan pembuatan produk sagu instan terhadap kelima formula yang telah disusun, terlebih dahulu dilakukan penentuan jumlah air yang digunakan dalam perebusan. Pada tahap ini digunakan empat perbandingan antara pati terhadap air yaitu 1 : 3; 1 :5; 1 : 7; dan 1 : 9. Tujuan dari penentuan jumlah air ini adalah mendapatkan produk bubur dengan karakteristik fisik yang baik sehingga dihasilkan produk sagu instan yang baik pula. Ciri-ciri karakteristik bubur yang baik antara lain : tekstur homogen, tidak lengket, aroma khas, rasa manis, dan tidak berasa mentah. Penentuan jumlah air dilakukan terhadap satu formula saja yaitu formula C yang dianggap mewakili semua formula sagu instan yang dibuat. Hasil percobaan pembuatan bubur sagu dengan menggunakan empat perbandingan pati dan air yang berbeda menunjukkan bahwa perbandingan 1 : 3 dan 1 : 5 menghasilkan bubur yang tidak homogen, lengket, dan beraroma tepung mentah, sedangkan perbandingan 1 : 7 dan 1 : 9 menghasilkan bubur dengan tekstur homogen, tidak terlalu lengket, dan beraroma matang. Bubur yang dihasilkan dengan perbandingan pati dan air 1 :7 dan 1 : 9 kemudian dikeringkan dengan drum dryer untuk dilihat produk yang menghasilkan tepung sagu instan dengan warna dan tekstur yang paling baik. Dari hasil percobaan diketahui bahwa komposisi air dan pati sagu dengan perbandingan 1 : 7 menghasilkan sagu instan dengan karakteristik paling baik. Pembuatan sagu instan diawali dengan pembuatan bubur sagu terlebih dahulu. Proses dimulai dengan pencampuran semua bahan penyusun dengan pencampuran kering kecuali minyak nabati. Selanjutnya dilakukan proses pemasakan atau perebusan dengan memanaskan bahan pada suhu kurang lebih 90 o C selama kurang lebih 20 menit. Lamanya waktu pemasakan berbeda- beda untuk tiap formula tergantung dari jumlah air yang ditambahkan. Proses ini diakhiri setelah diperoleh produk bubur yang homogen. Dari tahap ini diharapkan bahan-bahan akan masak atau pati tergelatinisasi sempurna, sehingga viskositas produk akhir tidak terlalu tinggi kental, rasanya matang well cooked, dan produk siap untuk dikonsumsi. Setelah melewati proses pemasakan, bubur dikeringkan dengan double drum dryer. Dalam hal ini diusahakan agar ketebalan lembaran flake yang dihasilkan sekitar 0.1 milimeter dengan mengatur jarak antara dua drum serta jarak antara drum dengan pisau. Tekanan uap yang digunakan dalam operasi drum dryer sebesar 5 psi pound per square inch yang akan menghasilkan suhu sekitar 140 o C. Putaran drum diatur sebesar 4 - 6 rpm. Kemudian lembaran produk yang dihasilkan ditepungkan dengan hammer mill yang dilengkapi dengan saringan 32 mesh. Proses pengeringan kelima formula sagu instan yang dicoba pada penelitian ini secara teknologi ternyata memungkinkan, hanya saja pada formula A 60 sagu, 0 tepung kedelai, 25 susu skim, 10 gula halus, 5 minyak nabati dan formula B 55 sagu, 5 tepung kedelai, 25 susu skim, 10 gula halus, 5 minyak nabati terdapat sedikit hambatan, yaitu produk menempel pada dinding drum dan basah sehingga proses pengeringan tidak optimal. Hal ini diduga karena komposisi pati sagu yang tinggi pada kedua formula menyebabkan produk bersifat lengket. Sifat lengket pati sagu disebabkan karena pengaruh kadar amilopektin yang tinggi yaitu sebesar 73. Menurut Wirakartakusumah et al. 1984, semakin besar kandungan amilopektin maka pati akan lebih basah, lengket, dan cenderung sedikit menyerap air. Setelah proses pengeringan dan penggilingan selesai, selanjutnya tepung sagu instan halus dicetak dengan cetakan khusus hingga dihasilkan produk berbentuk tablet-tablet kecil yang siap dikonsumsi. Kelima formula yang sudah berbentuk tablet tersebut kemudian diuji dengan uji organoleptik uji hedonik untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen. Gambar 5. Formula sagu instan Formulasi dilakukan dua tahap. Formulasi tahap pertama merupakan formulasi awal yang bertujuan membuat formula makanan padat kalori yang diharapkan bisa diterima oleh konsumen. Pada formulasi tahap pertama dilakukan uji organoleptik uji hedonik awal untuk mengetahui sejauh mana tingkat penerimaan konsumen serta mengetahui kekurangan yang terdapat pada produk yang berhubungan dengan sifat dan mutu sensori. Pada uji organoleptik ini terpilih tiga formula yang paling disukai konsumen yaitu formula B, C, dan D. Formulasi tahap kedua merupakan tindak lanjut dari hasil uji organoleptik pertama. Pada formulasi tahap kedua dilakukan sedikit perubahan komposisi bahan penyusun yang dilakukan terhadap ketiga formula terpilih hasi uji organoleptik pertama. Perubahan komposisi dilakukan dengan tujuan meningkatkan kesukaan konsumen terhadap produk. Ketiga formula tersebut kemudian diuji kembali dengan uji organoleptik uji hedonik dan uji rangking hedonik, analisis proksimat, analisis serat pangan, serta analisis daya cerna pati dan protein. Pada formulasi tahap kedua juga dilakukan.perhitungan kandungan gizi berdasarkan data proksimat bahan penyusun. Formula sagu instan tahap kedua dan perhitungan kandungan gizi dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9 X Y Z Tabel 8. Formula sagu instan tahap kedua dalam 100 g bahan Formula Komposisi bahan penyusun Pati sagu g Tepung kedelai g Susu skim g Gula halus g Minyak nabati g X 50 5 25 15 5 Y 45 10 25 15 5 Z 40 15 25 15 5 Tabel 9. Perhitungan kandungan gizi formula sagu instan tahap kedua per 100 g bahan bk berdasarkan data komposisi kimia bahan penyusun hasil analisis Komposisi Formula X Y Z Air g 3.24 3.40 3.57 Abu g 2.92 3.11 3.26 Protein g 8.39 10.22 12.03 Lemak g 6.80 8.46 10.11 Karbohidrat g 81.58 77.97 74.35 Serat makanan g 2.27 2.42 2.57 Kalori kkal 412 419 427 C. UJI ORGANOLEPTIK Menurut Soekarto 1985, pengujian secara organoleptik suatu produk makanan merupakan kegiatan penilaian dengan alat pengindera yaitu indera penglihat, pencicip, pembau, dan pendengar. Melalui hasil pengujian organoleptik akan diketahui daya penerimaan panelis konsumen terhadap produk tersebut. Uji organoleptik formula sagu instan ini meliputi uji kesukaan hedonik dan rangking hedonik. Parameter mutu yang diuji adalah warna, aroma, tekstur, rasa, dan kerenyahan. Penilaian dilakukan menggunakan skala hedonik yang menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap produk. Skala yang digunakan pada uji hedonik ini adalah skala 1 sampai 7, dimana skala 1 menyatakan sangat tidak suka dan skala 7 menyatakan sangat suka. Uji organoleptik dilakukan dua kali yaitu pada formulasi pertama dan formulasi kedua. Pengujian dilakukan pada 30 orang panelis yang merupakan jumlah minimum panelis pada uji hedonik. Formulir isian penilaian panelis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4, 5, 6.

1. Nilai Warna