Perendaman dilakukan selama satu malam ± 16 jam menyebabkan
kedelai mengembang hingga mencapai 2 kali lipat dari volume asalnya dan bobotnya 2,5 kali bobot semula Albrecth et al. 1967. Perendaman bertujuan
meningkatkan kadar air awal agar konduktivitas panas biji kedelai makin baik. Sedangkan menurut Mustakas et al. 1967, perendaman bertujuan untuk
mencapai pemasakan maksimum yang merata serta untuk melarutkan enzim lipoksigenase. Tetapi menurut Tangenjaya 1976, perendaman yang terlalu
lama yaitu melebihi 8 jam akan menyebabkan banyak bahan padat yang terlarut di dalam air perendaman. Perendaman selama 24 jam dan 72 jam akan
menurunkan kadar protein menjadi 38.4 dan 34.8, serta menurunkan kadar lemak dari 23.5 menjadi 18.85 Sutantyo, 1976
Albrecth et al. 1967 melakukan proses pengeringan tidak menggunakan panas, melainkan menggunakan kipas angin untuk
menggerakkan udara di sekitar kedelai, pengeringan dapat dicapai selama kurang lebih 18 jam. Penjemuran merupakan cara yang paling praktis dan
paling mudah untuk menurunkan kadar air bahan pangan. Akan tetapi jika penjemuran berjalan lambat akan menyebabkan tumbuhnya jamur pada
kedelai dan akan timbul lendir dan bau Tangenjaya, 1976.
3. Protein Kedelai
Protein merupakan komponen terbesar dan utama pada kedelai. Sekitar 90 protein kedelai adalah globulin yang terdapat sebagai protein
cadangan, sisanya terdiri atas enzim-enzim intraseluler lipoksigenase, urease, amilase, hemaglutinin, inhibitor protein, dan lipoprotein membran Kinsella,
1979. Menurut Muchtadi 1989 protein kedelai kaya akan asam amino lisin tetap kekurangan asam amino sulfur terutama metionin.
Selain merupakan komponen terbesar, protein juga berperan dalam memberikan sifat-sifat fungsional yang khas pada berbagai produk pangan.
Sifat-sifat fungsional protein kedelai meliputi kemampuan protein mengikat air dan menahan air, serta mengemulsi dan mengendalikan. Sifat-sifat ini yang
dapat menguntungkan dalam sistem pangan antara lain dalam pembuatan roti Wolf dan Cowan, 1975.
Protein kedelai dapat membantu pembentukan emulsi minyak dalam air. Fungsi protein kedelai adalah menstabilkan emulsi bila emulsi ini telah
terbentuk. Hal tersebut disebabkan karena protein kedelai mempunyai sifat mengadsorpsi air. Menurut Hartomo dan Widiatmoko 1992, sifat
mengadsorpsi air disebabkan protein kedelai bersifat hidrofilik sehingga cenderung menyerap air dan menahan dalam suatu sistem pangan.
4. Lesitin Kedelai
Lesitin merupakan senyawa kimia yang mempunyai struktur seperti lemak yang mengandung gliserol, asam lemak, asam fosfat, dan kolin. Lesitin
tersebar luas di dalam sel tubuh. Selain itu, senyawa kimia ini juga dikenal sebagai emulsifier yang berikatan antara air dan lemak. Lestin merupakan zat
padat elastis hingga cairan berwarna kuning muda hingga coklat, tidak berbau atau berbau khas mirip pala, dan rasanya lemah. Lesitin banyak terdapat pada
biji-bijian dan digunakan untuk jenis emulsi ow Hartomo dan Widiatmoko, 1992.
Menurut Hartomo dan Widiatmoko 1992, lesitin merupakan emulsifier alami yang berasal dari kedelai. Lesitin kedelai mempunyai
beberapa kelebihan, yaitu dapat mengikat permukaan dari asam lemak non polar sehingga daya emulsifiernya tinggi, larut dalam asam lemak, memiliki
gugus polar dan non polar. Ujung bergugus polar bersifat suka air dan cenderung larut dalam air, sedangkan ujung yang bergugus non polar bersifat
suka lemak dan cenderung larut dalam lemak atau minyak. Adapun kelemahan lesitin adalah praktis tidak larut dalam minyak. Lesitin sebagai emulsifier
dapat diaplikasikan untuk pembuatan margarin, es krim, coklat, susu, roti, dan lain-lain.
Lesitin pada kedelai berfungsi sebagai zat penginstan yang bekerja pada permukaan padatan dan cairan, sebagai pengontrol interaksi hidrofilik-
hidrofobiknya. Adanya lesitin sebagai pengemulsi berfungsi untuk memoptimumkan dispersi lemak pada fase cair. Lesitin dapat mengurangi
gesekan internal molekul lemak dan karbohidrat sehingga mencegah terjadinya struktur gumpalam padat Hartomo dan Widiatmoko, 1992.
Menurut Hartomo dan Widiatmoko 1993, lesitin diperoleh dari kedelai dengan cara diekstrak, dihilangkan minyaknya, difraksionasi, dan
dimodifikasi sesuai keperluan. Proses pengolahan kedelai menjadi lesitin mencakup tiga tahap utama, yaitu : 1 menginaktivasi rasa pahitgetir dan
enzimnya, membunuh bakteri, mengurangi kadar air, dan memberi rasa khas kacang-kacang; 2 meningkatkan nilai gizi dan memperbesar daya cerna
protein; 3 mengaktivasi kompleks lesitin, meningkatkan sifat antioksidan, memperbesar sifat mengikat serta emulsinya dengan konsistensi baik.
C. MAKANAN TINGGI KALORI
Menurut Lagua dan Cloudio 1996, makanan tinggi kalori adalah makanan yang mengandung kalori diatas normal untuk memperoleh energi
yang dibutuhkan dan meningkatkan berat badan. Penambahan kalori dapat berkisar antara 30 sampai 100 diatas kebutuhan pada umumnya.
Menurut NLEA Nutrition Labelling Education And Act dikutip oleh Wijaya 1997, persyaratan klaim tinggi high pada label produk pangan
adalah lebih besar atau sama dengan 20 angka kecukupan gizi, Sedangkan menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM RI, klaim pangan
tinggi kalori pangan berkalori digunakan apabila pangan tersebut dapat memberikan minimum 300 kkal per hari.
Menurut Eriyatno dan Tim Fateta 1998 dalam Shalehin 1999, pangan darurat merupakan jenis produk pangan tinggi kalori, diproduksi
secara masal dengan biaya murah dan mudah dalam pendistribusiannya. Produk pangan darurat didesain sedemikian rupa sebagai sumber makanan
pada situasi darurat tertentu seperti bencana alam, badai topan, dan gempa
bumi, yaitu saat asupan makanan sangat kurang.
Beberapa karakteristik penting yang menjadi syarat produk pangan darurat yang baik adalah: 1 aman dikonsumsi; 2 enak mutu sensori dapat
diterima konsumen; 3 mudah diperolehdisalurkan; 4 mudah digunakan penyajiannya mudah; 5 nutrisi lengkap kalori tinggi; 6 umur simpan
panjang awet; 7 stabil terhadap kerusakan mikrobiologi, kimia dan fisik; 8 tidak menyebabkan haus; dan 9 menggunakan bahan baku lokal
www.nap.edu. Adapun sifat-sifat pangan darurat dapat berupa pangan kering siap santap, produk pangan kering siap hidang, produk pangan semi basah
berkalori tinggi, dan bahan pokok setempat yang awet atau tahan lama. Salah satu aplikasi produk pangan tinggi kalori adalah pangan militer
military rations. Produk pangan militer biasanya berbentuk pangan siap saji yang dikemas khusus sehingga mudah dibawa dalam tas atau kantong
pakaian. Kandungan gizi setiap jenis pangan militer menyediakan kurang lebih 1250 kkal dengan 13 protein, 36 lemak, dan 51 karbohidrat
www.olive-drab.comod_rations.php. Beberapa penelitian tentang makanan tinggi kalori pangan darurat
telah dilakukan, salah satunya adalah formulasi makanan tinggi kalori dari buah sukun dengan produk kue satu dan pangan semi basah dodol
Sukmaningrum, 2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk kue satu memiliki nilai kalori sebesar 372 kkal100 g, sedangkan produk pangan semi
basah dodol memiliki nilai kalori sebesar 324 kkal100 g. Dari hasil uji organoleptik diketahui bahwa formulasi dodol dengan komposisi 100 puree
sukun terhadap tepung ketan ternyata paling disukai konsumen, sedangkan pada formulasi kue satu, penggunaan 100 tepung sukun sebagai bahan baku
utama cukup bisa diterima konsumen. Pada penelitian ini akan dilakukan formulasi makanan tinggi kalori
sekaligus sebagai makanan instan dengan bahan baku pati sagu. Formula dibuat dengan penambahan beberapa bahan lain sehingga diperoleh jumlah
kalori minimal 300 kkal100 g sebagai syarat makanan tinggi kalori. Penyusunan formula didasarkan pada perbandingan antara pati sagu sebagai
sumber kalori utama dan tepung kedelai sebagai sumber protein utama. Formula-formula yang telah dibuat selanjutnya diuji dengan uji organoleptik
untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen.
D. PANGAN INSTAN
Menurut Hartomo dan Widiatmoko 1992, pangan instan adalah produk pangan yang dibuat untuk mengatasi masalah penggunaan produk
pangan yang sering dihadapi misalnya penyimpanan, transportasi, dan tempat.
Pada dasarnya pembuatan produk pangan instan dilakukan dengan menghilangkan kadar air sehingga mudah ditangani dan praktis dalam
penyediaan. Bentuk pangan instan biasanya mudah ditambah air dinginpanas dan mudah larut sehingga mudah disantap.
Pembuatan produk pangan yang memiliki sifat instan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu perlakuan permukaan dengan modifikasi sifat kimia
bahan dan penambahan zat aditif. Perlakuan permukaan dibuat dengan memberi perlakuan mekanis khusus pada permukaan partikel bahan yaitu
dengan panas dan pengadukan. Dengan perlakuan panas dan pengadukan akan membuat partikel bubuk diperbesar menjadi aglomerat berstruktur pori.
Penggunaan zat aditif dilakukan dengan menambahkan zat tertentu untuk membuat sifat produk lebih mudah dibasahi, aglomerat tidak terlalu keras,
partikel mudah mekar Hartomo dan Widiatmoko, 1992. Menurut Hartomo dan Widiatmoko 1992, sifat instan produk pangan
yang baik ditentukan oleh beberapa kriteria tertentu antara lain: 1 Sifat hidrofilik; 2 Kandungan lapisan gel yang dapat menghambat proses
pembasahan; 3. Waktu pembasahan yang tepat, yaitu harus segera turun tenggelam tanpa menggumpal; dan 4. Mudah terdispersi yaitu tidak
membentuk endapan.
E. PENGERINGAN 1. Teori Pengeringan
Pengeringan adalah proses pindah panas dan kandungan air secara simultan. Udara panas yang dibawa oleh media pengering akan digunakan
untuk menguapkan air yang terdapat didalam bahan. Uap air yang berasal dari bahan akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara kering Pramono,
1993. Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang
dikeringkan. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat
menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti agar bahan memiliki masa simpan yang lama Taib et al. 1988.
Henderson et al. 1976, mengungkapkan bahwa proses pengeringan memberikan keuntungan: masa simpan produk kering lebih lama, untuk biji-
bijian hasil pertanian, viabilitas biji lebih terjamin, dan memperkecil serta meringankan volume produk, sehingga memudahkan penanganan
penyimpanan dan transportasi. Namun disisi lain pengeringan memiliki beberapa kerugian, yaitu rusak atau berkurangnya vitamin-vitamin dan zat
warna, hilangnya flavor yang mudah menguap dan menimbulkan bau gosong jika kondisi pengeringan tidak terkendali Desroiser, 1988.
2. Alat Pengering Drum