Kekekaran Model FANOVA terhadap Tambahan Nilai Ekstrim

45 yaitu pada baris ke-8. Sedangkan penambahan 8 buah pencilan 10 pada baris menghasilkan identifikasi 1 pencilan yang berpengaruh pada sisi baris, sebaliknya pada 10 pencilan pada kolom Tabel 3.1 Pembobot bagi pengaruh pengungkit pada penambahan nilai ekstrim Penambahan nilai Ekstrim 10 pada baris Pembobot Baris G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9 G10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Pembobot Kolom L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 0.0502064 1 1 1 1 1 1 1 Penambahan nilai Ekstrim 10 pada Kolom Pembobot Baris G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9 G10 1 1 1 0.24275 1 1 1 1 1 1 Pembobot Kolom L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 1 1 1 1 1 1 1 1 Bila kita menambahkan nilai ekstrim pada baris dan kolom sekaligus, maka model akan mendeteksi lebih banyak pencilan. Namun suatu bariskolom dapat memiliki pencilan pada dua sisi atas dan bawah. Hal ini terjadi pada penambahan 1 nilai ekstrim pada baris dan 1 pada kolom. Gambar 3.1 menunjukkan boxplot bagi pengaruh baris dan kolom model FANOVA Kekar. Dua nilai ekstrim yang ditambahkan terdeteksi sebagai pengaruh pencilan kolom dalam dua arah, atas dan bawah. Keduanya juga merupakan pengamatan pengungkit yang kemudian diboboti dengan lebih rendah. Tabel 3.2 Pembobot bagi pengaruh pengungkit pada penambahan nilai ekstrim baris dan kolom sekaligus Penambahan nilai Ekstrim 10 pada baris dan kolom Pembobot Baris G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9 G10 1 1 1 0.28777 1 1 1 1 1 1 Pembobot Kolom L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 1 1 1 1 1 0.7517 1 1 Gambar 3.1 Boxplot pengaruh pencilan baris dan kolom pada penambahan masing-masing sebuah nilai ekstrim atas pada baris dan kolom Gambar 3.2 Boxplot pengaruh pencilan baris dan kolom pada penambahan masing-masing 4 buah nilai ekstrim atas pada baris dan kolom Hal yang serupa terjadi pada penambahan 10 nilai ekstrim, 4 buah pada baris dan 4 buah pada kolom. Hanya bedanya nilai ekstrim ini terdeteksi sebagai satu pengaruh pencilan masing-masing pada baris dan kolom Gambar 3.2. Keduanya juga merupakan pengamatan pengungkit yang kemudian diboboti dengan lebih rendah. Tabel 3.2 menunjukkan pembobot yang lebih rendah bagi pengamatan pengungkit pada tambahan nilai ekstrim baris dan kolom sekaligus. Kekekaran juga ditunjukan oleh hasil perbandingan konfigurasi matriks dugaan interaksi pada model FANOVA dari data dengan dan tanpa penambahan nilai ekstrim. Perbandingan dilakukan dengan membandingkan R-kuadrat procrustes. Model FANOVA Kekar mempertahankan matriks interaksi dugaan dari pengaruh tambahan nilai ekstrim. Tambahan nilai ekstrim tunggal pada bariskolom belum terdeteksi sebagai pencilan dan model FANOVA memberikan matrika dugaan yang sangat mirip dengan matriks interaksi yang diperoleh dari data asal. -1 .0 -0 .5 .0 .5 1 .0 Row Effects -0 .6 -0 .4 -0 .2 .0 .2 .4 Column Effects -1 1 2 Row Effects -0 .8 -0 .6 -0 .4 -0 .2 .0 .2 Column Effects 47 Hal ini ditunjukkan oleh nilai R-kuadrat yang besar 96.029 dan 93.012. Makin banyaknya nilai ekstrim yang ditambahkan terlihat bahwa R- kuadrat dari model ini mulai menurun namun masih diatas 80 untuk nilai ekstrim sebanyak 20. Penurunan ini bukan semata karena ketidakmampuan model FANOVA Kekar untuk mempertahankan struktrur interaksi dari pengaruh pencilan namun juga karena struktur data pada konteks interaksi baris kolom mulai berbeda dari data asal akibat banyaknya sel yang berubah oleh tambahan nilai ekstrim. Perbandingan dengan matriks interaksi dugaan oleh model AMMI memberikan informasi penting tentang kekekaran model FANOVA Kekar. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R-kuadrat procrustes model FANOVA Kekar yang selalu lebih tinggi dari model AMMI. Dengan tambahan satu nilai ekstrim saja, matriks interaksi dugaan model AMMI telah berbeda dari matriks interaksi asalnya Hal ini ditunjukkan oleh nilai R-kuadrat yang hanya berkisar diantara 80 Tabel 3.3. Tabel 3.3 Banyaknya pengaruh pencilan dan pengungkit serta R-kuadrat Procrustes matriks interaksi dugaan model AMMI dan FANOVA kekar menurut tambahan nilai ekstrimnya Banyaknya Tambahan Nilai Ekstrim Banyaknya Pengaruh R-kudrat Procrustes Pencilan Pengungkit Baris Kolom Total Persen Baris Kolom Baris Kolom AMMI FANOVA Kekar 1 - 1 2 - - - - 79.891 96.029 - 1 1 2 - - 1 - 83.548 93.012 1 1 2 3 1 2 2 - 77.123 94.096 4 - 4 5 1 - 1 - 71.021 88.588 - 4 4 5 - 1 - 1 79.559 85.071 4 4 8 10 1 1 1 1 76.904 86.911 8 - 8 10 - 1 - 1 80.254 86.957 - 8 8 10 1 - 1 - 76.194 89.339 8 8 16 20 2 1 2 - 79.396 80.685 Model AMMI tampak tidak dapat mempertahankan pola interaksi dengan adanya nilai ekstrim. Berbeda dengan model FANOVA Kekar, model AMMI tidak menunjukkan perubahan besar dengan bertambahnya nilai ekstrim. Adanya tambahan nilai ekstrim baik 2, 3, 5 pada data telah membuat matriks interaksi dugaan model AMMI berbeda dari matriks interaksi dari data asal. Gambar 3.3 Perubahan R-kuadrat Procrustes dari matrkis interaksi dugaan model AMMI dan FANOVA kekar menurut persentase tambahan nilai ekstrimnya Gambar 3.3 menunjukkan bahwa secara umum model FANOVA Kekar lebih baik dalam mempertahankan struktur matriks interaksi dugaan dari pengaruh nilai ekstrim dibandingkan model AMMI. Meski nilai R-kuadrat Procrustes model FANOVA Kekar terus menurun dengan bertambahnya persentase nilai ekstrim, namun selalu lebih tinggi dari model AMMI. Model FANOVA Kekar baru mengalami hal yang sama buruknya dengan model AMMI ketika terdapat nilai ekstrim sebanyak 20 yang telah mengubah struktur interaksi dari data asalnya. Selengkapnya pendugaan matriks interaksi disajikan pada Lampiran 1.

3.6 Penerapan Model FANOVA pada Data Riil

Penerapan pada data riil dilakukan pada data dari Konsorsium Padi Nasional yang dihimpun oleh BB Padi. Percobaan yang dilakukan pada tahun 2008 ini bertujuan untuk mengevaluasi performa galur padi pada 20 lingkungan budidaya yang berbeda. Melibatkan 11 genotipe yang terdiri dari 3 genotipe dari BATAN, 4 dari BB Padi, 2 dari Biogen, dan 2 dari IPB, dengan 3 varietas pembanding yaitu Ciherang, Inpari1, dan Cimelati. Respon yang diukur adalah hasil produksi padi tonha. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok pada petak berukuran 4 m × 5 m. Tabel 3 adalah genotipe yang diamati dalam percobaan dan kode penggalurannya, sedangkan Tabel 4 adalah lingkungan yang dilibatkan dalam percobaan. Kode genotipe dan kode lingkungan digunakan untuk memudahkan pembahasan. 0.65 0.75 0.85 0.95 5 10 15 20 R k u ad rat Pr o cr u ste s Persentase Tambahan Nilai Ekstrim Robust FANOVA AMMI 49 Tabel 3.4 Daftar galur-galur padi sawah pada data multilokasi konsursium Padi Kode GALUR ASAL G1 IPB-3 IPB97-F-20-2-1 IPB G2 BIO-1-AC-BLBBLAS-05 BIOGEN G3 B10531E-KN-14-3-0-LR-B376-1 BB-PADI G4 OBS 1735PSJ BATAN G5 BP11252-2-PN-12-2-2-2-1-7-MR-6 BB-PADI G6 BIO-8-AC-BLB-05 BIOGEN G7 OBS 1740PSJ BATAN G8 IPB-6 IPB107-F-8-3 IPB G9 BP3300-2C-2-3 BB-PADI G10 OBS 1739PSJ BATAN G11 B10531E-KN-14-1-0-LR-B375-12 BB-PADI G12 CIHERANG Public G13 INPARI 1 Public G14 CIMELATI Public Tabel 3.5 Kode lingkungan data multilokasi konsursium Padi Kode Lingkungan Kode Lingkungan L1 Bantaeng1 L11 Tabanan2 L2 Narmada1 L12 Ngawi2 L3 Bantul1 L13 Narmada2 L4 Purworejo1 L14 Pesawaran2 L5 Tabanan1 L15 Probolinggo2 L6 Ngawi1 L16 Purworejo2 L7 Pusakanagara1 L17 Pusakanagara2 L8 Pasar miring1 L18 Rangkasbitung2 L9 Asahan1 L19 Takalar2 L10 Bantul2 L20 Taman Bogo2 Ket: 1=musim tanam pertama; 2=musim tanam kedua Kita akan menggunakan matriks IGL yang berupa tabel dua arah yang selnya berisi median dari 3 ulangan percobaan. Dengan algoritma sebagaimana pada subab 3.4.3 diperoleh hasil pengepasan model FANOVA Kekar terhadap data riil yang menunjukkan bahwa sebuah pengaruh pencilan terdeteksi pada pengaruh kolom lingkungan sebagaimana pada boxplot Gambar 3.4. Tabel 3.6 Pembobot bagi pengaruh baris dan kolom terhadap pencilan Pembobot Baris: G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9 G10 G11 G12 G13 G14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Pembobot Kolom: L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10 L11 L12 L13 L14 L15 L16 L17 L18 L19 L20 1 1 1 0.6989 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1