= 2,408 95 CI= 1,081-5,364 yang berarti pasien yang pernah menadapat penyuluhan kesehatan memiliki kepatuhan berobat sebesar
2,408 kali dibandingkan pasien yang tidak pernah mendapat penyuluhan.
Tabel 5.26 Hubunngan antara penyuluhan kesehatan dengan kepatuhan berobat
penderita TB paru di Klinik PPTI Kebayoran Lama
Penyuluhan kesehatan
Kepatuhan Berobat OR
95CI P
value Patuh
Tidak patuh
N N
Tidak pernah 35 63,6
20 36,4
2,408 1,081-5,364
0,048 Pernah
59 80,8 14
19,2 Jumlah
94 73,4
34 26,6
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Rancangan penelitian adalah cross sectional dimana pengambilan data dari faktor kepatuhan berobat variabel dependen dan faktor predisposisi,
faktor pemungkin serta faktor penguat dilakukan pada waktu bersamaan. Oleh karena itu, penelitian ini tidak dapat memberikan penjelasan tentang adanya
hubungan sebab akibat, tetapi hubungan yang ada hanya menunjukkan keterkaitan saja dan bukan hubungan kausal.
Instrumen penelitian ini berupa kuesioner yang sudah disediakan jawabannya bersifat tertutup, sehingga jawaban yang diberikan responden
terpaku pada jawaban yang sudah ada tersebut dan tidak bisa mengembangkan jawaban yang lebih lengkap dan luas.
B. Gambaran Kepatuhan Berobat Penderita TB paru di Klinik PPTI
Dari hasil penelitian ternyata dari 128 responden ada 94 responden 73,4 pasien yang patuh dan hanya 34 responden 26,6 responden yang
tidak patuh. Hasil penelitian yang hampir sama diperlihatkan oleh Chomisah 2001 pada penelitiannya di RSUP Dr. Moehammad Hoesin, diperlihatkan
bahwa dari 186 pasien, 66,7 pasien teratur berobat dan yang tidak teratur berobat 33,3. Hasil penelitian Asnawi menunjukkan bahwa penderita yang
patuh berobat 60,9 dan yang tidak teratur berobat sebanyak 39,1. Hasil yang sedikit berbeda diperlihatkan oleh Hamdi 2001 yang
melakukan penelitian dengan disain cross sectional di Kabupaten Majalengka
pada 480 responden menunjukkan penderita yang patuh 57,4 dan yang tidak patuh sebanyak 42,6.
Suryatenggara 1996 dalam Chomisah 2001 menyatakan walaupun obat yang digunakan adalah yang paling baik, tetapi bila tidak diikuti dengan
keteraturan berobat dari penderita atau penderita berobat tidak memenuhi jangka waktu pengobatan, maka hasil pengobatan akan mengecewakan.
Keteraturan berobat,penderita dapat dicapai dengan penyuluhan kesehatan atau pengawasan penuh selama jangka waktu pengobatan. Adanya perbedaan
hasil penelitian yang dikemukakan di atas dimungkinkan karena perbedaan populasi, sampel penelitian, dan definisi operasional kepatuhan berobat.
Kepatuhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesembuhan disamping faktor individu, komunitas, strategi pengobatan,
infeksi HIV, dan keadaan khusus merokok, alkohol, tunawisma Masniari, 2007.
Ketidakpatuhan berobat mengakibatkan penderita TB dapat kambuh dengan kuman yang resisten terhadap OAT, sehingga menjadi sumber
penularan kuman resisten dan gagal pengobatan. Hal itu mengakibatkan pengobatan ulang TB lebih sulit, waktu pengobatan lebih lama dan dana yang
dikeluarkan lebih besar. Kepatuhan penderita TB untuk berobat teratur sulit diprediksi dan dipertahankan dengan bertambahnya waktu Amril, 2003.
C. Hubungan antara faktor predisposisi, pemungkin, dan penguat dengan
kepatuhan berobat penderita TB Paru.
Berdasarkan analisa bivariat dalam penelitian, dari 11 variabel independen yang dianalisis, ternyata hanya variabel sikap penderita dan