TBC Paru BTA positif. TBC Paru BTA negatif

b. Efek Samping

Tabel 2.2 Efek samping ringan OAT Efek samping Penyebab Penatalaksanaan Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut Rifampicin Semua OAT diminum malam sebelum tidur Nyeri sendi Pirazinamid Beri aspirin Kesemutan sampai rasa terbakar dikaki INH Beri vitamin B6 pirydxn 100 mg per hari Warna kemerahan pada air seni urin Rifampicin Tidak perlu diberi apa −apa, tapi perlu penjelasan kepada pasien Sumber : Depkes RI, 2008 Tabel 2.3 Efek samping berat OAT Efek samping Penyebab Penatalaksanaan Tuli Semua jenis OAT Ikuti petunjuk penatalaksaan Gangguan keseimbangan Streptomycin Streptomycin dihentikan ganti dengan etambutot Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai ikterus menghilang Bingung dan muntah −muntah Hampir semua OAT Hentikan semua OAT, segera lakukan tes fungsi hati Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol Purpura dan renjatan syok Rifampicin Hentikan rifampicin Sumber : Depkes RI

B. Keadaan dan Masalah Tuberkulosis Paru Saat Ini

Menurut Depkes RI tahun 2007, munculnya pandemi HIVAIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB multidrug resistence MDR semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani. Selain MDR TBC yang telah terjadi selama ini, ternyata kita juga mulai dihadapkan pada keadaan yang disebut extensively drug−resistent XDR TBC. XDR TBC disebabkan oleh strain Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap isoniazid dan rifampicin MDR TBC ditambah dengan fluorokuinolon dan sekurang −kurangnya salah satu obat: kapreomicin, kanamisin, dan amikasin. TBC XDR juga merupakan masalah akibat pengobatan pasien dengan HIV karena sebagian besar pasien HIV diduga menderita TBC juga Prasenohadi, 2008.

C. Program Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Indonesia

Penanggulangan TBC Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru BP −4. Sejak tahun 1969 penanggulangan dilakukan secara nasional melalui Puskesmas. Obat anti TBC OAT yang digunakan adalah panduan standar INH, Para Amino Acid PAS, dan Streptomycin selama satu sampai dua tahun. PAS kemudian diganti dengan pirazinamid. Sejak 1977 mulai digunakan panduan OAT jangka pendek yang terdiri dari INH, Rifampicin, dan Ethambutol selama 6 bulan. Sejak tahun 1995, program nasional penanggulangan TB mulai melaksanakan strategi DOTS dan menerapkannya pada Puskesmas secara bertahap. Sampai tahun 2000, hampir seluruh Puskesmas telah komitmen