Hubungan antara peran keluarga dengan kepatuhan berobat pasien Hubungan antara penyuluhan kesehatan dengan kepatuhan berobat

pada 480 responden menunjukkan penderita yang patuh 57,4 dan yang tidak patuh sebanyak 42,6. Suryatenggara 1996 dalam Chomisah 2001 menyatakan walaupun obat yang digunakan adalah yang paling baik, tetapi bila tidak diikuti dengan keteraturan berobat dari penderita atau penderita berobat tidak memenuhi jangka waktu pengobatan, maka hasil pengobatan akan mengecewakan. Keteraturan berobat,penderita dapat dicapai dengan penyuluhan kesehatan atau pengawasan penuh selama jangka waktu pengobatan. Adanya perbedaan hasil penelitian yang dikemukakan di atas dimungkinkan karena perbedaan populasi, sampel penelitian, dan definisi operasional kepatuhan berobat. Kepatuhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesembuhan disamping faktor individu, komunitas, strategi pengobatan, infeksi HIV, dan keadaan khusus merokok, alkohol, tunawisma Masniari, 2007. Ketidakpatuhan berobat mengakibatkan penderita TB dapat kambuh dengan kuman yang resisten terhadap OAT, sehingga menjadi sumber penularan kuman resisten dan gagal pengobatan. Hal itu mengakibatkan pengobatan ulang TB lebih sulit, waktu pengobatan lebih lama dan dana yang dikeluarkan lebih besar. Kepatuhan penderita TB untuk berobat teratur sulit diprediksi dan dipertahankan dengan bertambahnya waktu Amril, 2003.

C. Hubungan antara faktor predisposisi, pemungkin, dan penguat dengan

kepatuhan berobat penderita TB Paru. Berdasarkan analisa bivariat dalam penelitian, dari 11 variabel independen yang dianalisis, ternyata hanya variabel sikap penderita dan penyuluhan kesehatan yang mempunyai hubungan yang signifikan dengan kepatuhan berobat penderita TB Paru di klinik PPTIJRC tahun 2009.

1. Hubungan tingkat pendidikan dengan kepatuhan berobat penderita

TB Paru Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan responden berpendidikan tinggi 57,81 lebih besar dari responden yang berpendidikan rendah 42,19. Hasil uji chie-square didapat p value = 0,639, berarti pada α = 5 tidak ada perbedaan yang bermakna persentase kepatuhan berobat penderita TB paru antara responden yang berpendidikan tinggi dengan yang berpendidikan rendah. Hasil yang hampir sama diperlihatkan oleh Asnawi 2002, yang melakukan penelitian di Kota Jambi pada 133 responden didapatkan hasil p value = 0,556 yang berarti pada α = 5 tidak ada perbedaan persentase yang bermakna kepatuhan berobat penderita yang berpendidikan tinggi dan yang berpendidikan rendah hasil penelitian lain yang menunjukkan tingkat pendidikkan kurang bermakna ditunjukkan oleh Chomisah 2001 dimana didapatkan p = 0,150 dan penelitian Daud 2001 menunjukkan p=0,12 yang dilakukan pada penderita TB paru di Poliklinik RSUD Dr. Ahmad Muchtar Bukit Tinggi sebanyak 100 orang responden. Hasil yang berbeda diperlihatkan oleh Hamdi 2001 yang menyatakan tingkat pendidikkan memiliki hubungan yang bermakna dengan kepatuhan berobat p = 0,02944. Hubungan pendidikan responden dengan kepatuhan berobat secara statistik tidak bermakna dimungkinkan karena adanya faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap kepatuhan berobat seperti sikap penderita dan penyuluhan kesehatan.

2. Hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan berobat penderita

TB paru Berdasarkan hasil analisa data diperoleh responden yang berpengetahuan kurang baik sebanyak 14,1 dan 85,9 berpengetahuan baik. Hasil uji chi square diperoleh p=0,118 yang berarti pada α=5 ada perbedaan bermakna persentase kepatuhan berobat antara penderita yang berpengetahuan baik dengan yang berpengetahuan kurang baik. Hasil yang berbeda diperlihatkan oleh Asnawi 2002 yang melakukan penelitian di Kota Jambi pada 133 responden dimana diperoleh p = 0,015 yang berarti ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan berobat penderita TB paru. Daud 2001, menyatakan pengetahuan penderita TB paru erat kaitannya dengan kepatuhan berobat. Suliha 1991 dalam Hamdi 2001, menyatakan bahwa pengetahuan berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan datang berobat, sikap jawaban setuju mengambil obat ke sarana pelayanan kesehatan sesuai ketentuan, cenderung penderita tidak pernah berobat. Sedangkan menurut Niven 2007, mengatakan bahwa seseorang dapat tidak mematuhi suatu instruksi karena kesalahpahamannya terhadap instruksi yang diberikan.

3. Hubungan sikap penderita dengan kepatuhan berobat penderita TB

paru Berdasarkan analisa hasil penelitian, didapatkan responden yang tidak patuh dengan sikap baik sebanyak 19,5 sedangkan yang bersikap