Tinjauan Pustaka Kerangka Berpikir Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS

2.1 Tinjauan Pustaka

Kerangka teoretis merupakan kajian tentang referensi teoritis dan pendapat para ahli yang dijadikan dasar ilmiah dalam sebuah penelitian. Dalam kerangka teoretis juga dibahas tentang teori yang dianut dan dijadikan alat untuk menganalisis data dalam penelitian ini. Oleh sebab itu dalam bab II ini, peneliti akan menyajikan kajian tentang teori-teori para ahli yang digunakan dalam penelitian ini.

2.2 Teori tentang Penerjemahan

Dalam dunia penerjemahan terdapat 3 istilah yang tidak dapat dipisahkan keberadaanya antara satu dengan yang lain. Istilah tersebut adalah, penerjemahan, penerjemah dan terjemahan. Ketiga istilah tersebut akan secara otomatis muncul jika salah satu di antaranya muncul. Hal tersebut selaras dengan pendapat Machali 2009:7: Penerjemahan berasal dari kata terjemah yang jika kata tersebut muncul maka kata penerjemah, terjemahan dan penerjemahan akan secara bersamaan muncul. Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut ini akan dijelaskan ketiga istilah tersebut. 16 Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Penerjemahan

Penerjemahan, penerjemah dan terjemahan itu, pada hakekatnya berasal dari satu kata dasar verba yakni “terjemah”. Seperti yang tercantumkan dalam buku Livre Blanc de la Traduction yang tercantum pada situs : a4traductiona4traduction.com 2014:2: Traduction vient du verbe traduire consiste à faire passer un texte ou un discours dune langue à une autre. Autrement dit, pour traduire un texte, deux éléments sont indispensables : la parfaite compréhension du texte source, et la connaissance de la formulation équivalente dans la langue cible, qui doit être la langue maternelle du traducteur – car la règle d’or en traduction est que l’on ne traduit que vers sa langue maternelle. Dari pendapat di atas, dapat diketahui bahwa, penerjemahan berasal dari kata kerja menerjemahkan, yang terdiri atas kegiatan memadankan suatu teks dari satu bahasa ke dalam bahasa lainnya. Dengan kata lain dalam melakukan penerjemahan setidaknya harus ada dua unsur penting yaitu; kesempurnaan pemahaman isi dari teks sumber, dan pengetahuan tentang reformulasi kalimat yang sepadan baik isi maupun tata bahasa ke dalam bahasa sasaran yang sebaiknya merupakan bahasa ibu penerjemah karena itu akan menjadikan terjemahan lazim, berterima dan akurat. Hal ini selaras dengan pendapat Larrousse 2014:789: Traduction est une action de traduire , de transposer dans une autre langue, une énonciation dans une autre langue ou langue cible de ce qui a été énoncé dans une langue la langue source, en conservant les équivalences sémantiques et stylistiques. Yang artinya adalah penerjemahan itu adalah suatu aksi dari kata terjemah, dimana suatu kalimat ditransposisikan ke dalam bahasa lain, yang maksudnya adalah sebuah pernyataan dalam satu bahasa yang disebut bahasa sumber dipandankan ke dalam bahasa lain yang disebut bahasa sasaran dengan tetap Universitas Sumatera Utara menjaga bentuk makna dan gaya bahasa sumbernya. Dalam bahasa Prancis teks atau bahasa sumber disebut dengan la langue source dan teks atau bahasa sasaran disebut la langue cible. Rochard 2014 :13 juga menyatakan hal yang hampir sama dengan Larrousse yakni: La traduction est donc bien un exercice de compréhension et de réexpression d’un discours. Cet exercice suppose la mobilisation de connaissances linguistiques et thématiques, mais alors que la compréhension peut être relativement passive, la réexpression nécessite une maîtrise active des discours équivalents modalités d’expression de la langue d’arrivée, adaptation à la terminologie et à la phraséologie du domaine de travail. C’est la raison pour laquelle on traduit généralement vers sa langue maternelle. Artinya, penerjemahan adalah kegiatan pemahaman dan penuangan kembali ekspresi dalam bahasa sasaran. Kegiatan tersebut membutuhkan pemahaman yang baik mengenai aspek linguistik dan tema teks yang akan diterjemahkan, namun pemahaman tersebut merupakan hal yang mungkin saja bersifat pasif, tetapi hal yang terpenting adalah ketika menuangkan kembali makna yang dikandung bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran penerjemah harus memiliki kemampuan aktif untuk dapat diaplikasikan dalam menemukan dan melakukan pemadanan antara kedua bahasa tersebut penggunaan modalitas, adaptasi yang tepat pada penggunaan istilah dan perumusan kata dalam kalimat. Hal inilah yang menyebabkan bahwa seorang penerjemah harus melakukan penerjemahan ke dalam bahasa ibunya. Pendapat berikutnya, dinyatakan oleh ahli penerjemah yang sangat populer yakni Newmark 1988:30 menyatakan bahwa: “Translation is rendering the meaning of the text into another language in the way that the author intended the text.” Penerjemahan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan maksud pengarang. Universitas Sumatera Utara Berkaitan dengan hal ini Nida Taber 1982:17 juga menyatakan bahwa: “Penerjemahan merupakan penuangan kembali makna kalimat ke dalam bahasa sasaran dengan menggunakan padanan kata yang dirasakan paling berterima dan lazim dengan bahasa sumber agar hasil terjemahan tersebut sempurna, baik dari aspek sintaksis, semantik, gaya bahasa dan pragmatik.” Berdasarkan pendapat-pendapat ahli di atas dapat diketahui bahwa penerjemahan adalah proses pemadanan makna kata, frasa, klausa atau kalimat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan menggunakan gaya bahasa, unsur sintaksis, dan pragmatik yang disampaikan secara natural, baik, benar dan berterima dalam bahasa sasaran.

2.2.2 Jenis-jenis penerjemahan

Jenis-jenis penerjemahan yang dikemukakan oleh Jakobson dalam Munday 2001:5: Penerjemahan terdiri atas 3 kategori yaitu: penerjemahan intralingual, interlingual, dan intersemiotika. Penerjemahan intralingual adalah penerjemahan bahasa verbal yang diterjemahkan dengan bahasa verbal dalam bahasa yang sama. Misalnya kata “observer” mengamati dalam bahasa Prancis kemudian diterjemahkan menjadi “regarder avec l’intention” masih dalam bahasa yang sama yakni bahasa Prancis yang artinya menjadi melihat sesuatu dengan perhatian penuh. Penerjemahan jenis yang kedua yaitu penerjemahan interlingual yang merupakan penerjemahan satu kata, frasa, kalimat atau teks dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran yakni antara dua atau lebih bahasa yang berbeda misalnya kalimat: Universitas Sumatera Utara Tsu. : Tu fais pas chier à la décoration Pron. Verbe Adv. Verbe Inf. Pré Art. Nom . Tsa1. : Lupakan dekorasi. Tsa2. : “Forget the decoration.” Comme un Chef: 00:02:24,429 -- 00:02:27,922 Pada contoh di atas, teks sumbernya adalah bahasa Prancis yang kemudian diterjemahkan ke dalam dua bahasa sasaran yang berbeda yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Contoh penerjemahan yang dicantumkan pada contoh di atas, merupakan jenis penerjemahan interlingual, yakni, teks yang berasal dari satu bahasa sumber diterjemahkan ke dalam bahasa lain yang merupakan bahasa dari negara yang berbeda dengan negara asal bahasa sumbernya yang dalam hal ini adalah negara Indonesia dan Inggris. Selanjutnya penerjemahan jenis yang ketiga adalah penerjemahan intersemiotika yaitu penerjemahan yang berasal dari bahasa non-verbal seperti, warna, gambar, simbol, suara yang bukan berasal dari manusia, atau mimik dan sebagainya. Misalnya: bunga mawar merah biasanya melambang tanda cinta, bendera merah, kuning atau putih biasanya melambangkan kematian. Suara burung gagak biasanya melambangkan akan adanya berita kemalangan dsb. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa jenis penerjemahan itu muncul karena tahapan bagaimana perwujudan proses penerjemahan itu direalisasikan, dan bukan hanya pada bahasa verbal saja tetapi juga pada bahasa non-verbal. Hal ini karena pada hakekatnya bahasa itu bukan hanya yang diucapkan atau yang dituliskan tetapi juga yang disimbolkan melalui gerak-gerik, bentuk, suara dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara Hal ini selaras dengan pendapat Delatour et Jennepin 2000 : “La langue se divise en 4 grandes parties, la langue orale, langue écrite, langue gestuelle et langue symbolique. Yang maksudnya adalah bahasa itu dibagi dalam 4 kategori yaitu bahasa lisan, tulisan bahasa tubuh dan bahasa simbol.

2.2.3 Prasyarat seorang Penerjemah

Seorang penerjemah sebaiknya merupakan sosok yang memiliki pengetahuan linguistik, dan budaya yang hampir sempurna dalam dua bahasa yang diterjemahkannya, dan syarat berikutnya adalah penerjemah merupakan sosok yang berwawasan luas dan mengetahui kaedah-kaedah penulisan dalam bahasa yang digelutinya. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Dubois dalam www.a4traduction.com 2014 :1: “Les traducteurs sont des professionnels diplômés, spécialisés dans une ou plusieurs disciplines d’un domaine par exemple, un traducteur médical peut être uniquement spécialisé en cardiologie. Yang artinya adalah penerjemah adalah merupakan seorang yang profesional, ahli dalam sebuah atau beberapa bidang ilmu misalnya penerjemah dalam bidang kesehatan bahkan sebaiknya juga mengambil spesialis misalnya khusus penerjemah teks kesehatan yang berhubungan dengan jantung misalnya. Ibrahim dalam kuliah umum tentang Types Processes of Interpreting menyatakan bahwa 2012:4: “Translators need to be familiar with the rules of written language and be competent writers in the target language”. Artinya adalah seorang penerjemah harus memahami dengan baik tatacara dan sistematika penulisan serta menulis teks dalam bahasa sasaran dengan sangat baik. Universitas Sumatera Utara Dari uraian di atas, dapat diperoleh intisari bahwa prasyarat seorang penerjemah itu terdiri atas tiga aspek utama yakni seorang ahli yang memiliki kemampuan dan pengetahuan yang mendalam baik pada bidang kebahasaan, budaya, dan keterampilan dalam menulis dalam bahasa yang diterjemahkannya.

2.2.4 Budaya dan Penerjemahan

Menurut Bell 2012:4: ”Translation is a multilevel; linguistic, cognitive, social and cultural.” Maksudnya adalah penerjemahan itu meliputi segala aspek kebahasaan, kognitif, kehidupan sosial dan kultural. Hal tersebut disampaikan oleh Bell pada saat kuliah umum di Pascasarjana Program Studi Linguistik tanggal 5 oktober 2012 dalam bentuk power point. Jika pendapat ini dijabarkan maka dapat dijelaskan bahwa dalam penerjemahan, keempat aspek tersebut saling terikat antara yang satu dengan yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan bahwa penerjemahan itu melibatkan unsur yang disebut bahasa dan bahasa berkembang sesuai dengan kehidupan dan perkembangan budaya dimana bahasa itu berada. Menurut Newmark 1988:95: penerjemahan yang menyangkut gejala kebudayaan dapat dikategorikan berdasarkan hal-hal berikut ini: a. Ekologi misalnya: ‘causse’ yang berarti dataran tinggi batu kapur di selatan Prancis. b. Benda-benda budaya: - Makanan : ‘kolak’, ‘rendang’, ‘blanquette’ makanan khas Prancis sejenis makanan daging yang sangat populer, ‘fois gras’ hati angsa dsb. Universitas Sumatera Utara - Pakaian : ‘gerita’, ‘blangkon’ ‘saroel’ celana khas Prancis… - Transportasi : ‘rakit’, ‘getek’, ‘sado’, dan ‘becak’ c. Sosial budaya : Mémé nenek, opung boru, ‘meresek’, ‘intox’ April mop, dsb. Lebih lanjut akan diberikan contoh ilustrasi berikut ini. Misalnya, untuk mengatakan “topi”, pada masyarakat Eropa khususnya memiliki beberapa kata untuk menyebutkan jenis-jenis “topi”. Prancis yang merupakan salah satu negara di benua Eropa yang mengenal 4 musim. Pada umumnya di setiap musim tersebut terdapat perbedaan cuaca yang sangat ekstrim, sehingga, untuk mengatakan topi saja dikenal beberapa istilah yakni: “une toque”, “un bonnet”, un “chapeau”, “une casquette”. Keempat jenis topi ini digunakan dalam suasana yang berbeda. Contoh lain yaitu, untuk mengatakan baju hangat, dalam bahasa Prancis baju hangat diucapkan dengan beberapa istilah, misalnya: “un pull, un blouson”, un impermeable, dan un anorak, dan yang lebih kompleksnya lagi, untuk “un pull” masih dapat dibagi ke dalam beberapa jenis yaitu un pull over en V, un pull ras du coup, et un pull col rolé. Perbedaan jenis pakaian yang hanya dipadankan dengan satu kata dalam bahasa Indonesia ini, dikarenakan perbedaan musim antara Indonesia dan Prancis. Un bonnet atau un toque, serta un anorak dan un pull biasanya hanya dikenakan pada musim dingin salju. Sementara dalam budaya Indonesia tidak terdapat musim salju sehingga untuk mengatakan “une toque”, “un bonnet”, “un chapeau”, “une casquette”, cukup dengan satu kata saja yaitu topi, dan begitu juga dengan baju hangat tadi. Jika diambil contoh kekayaan budaya Indonesia dapat diperoleh juga contoh yang Universitas Sumatera Utara sama yakni misalnya untuk mengatakan kata saya dapat diungkapkan dengan aku, hamba, dan daku sementara dalam bahasa Prancis kata tersebut hanya dinyatakan dengan satu kata yaitu Je. Hal ini disebabkan oleh keberadaan bahasa daerah yang memang cukup variatif dan kaya di Indonesia namun dalam bahasa Prancis tidak demikian adanya Gregoire:1998.

2.3 Teori tentang Metode Penerjemahan

Terdapat beberapa pendapat ahli tentang metode penerjemahan. Menurut Dryden 2001:25 dalam Munday metode penerjemahan dibagi dalam tiga kategori yaitu: “He reduces all translation to three categories: 1. ‘Metaphrase’: word-by-word and line by line translation, which corresponds to literal translation; 2. Paraphrase, translation with latituted, where the author is kept in view by the translator, so as never to be lost, but his words are not so strictly followed as his sense; this involves changing whole phrases and more or less corresponds to faithful or senes-for-sense translation. 3. ‘Imitation’: ‘Forsaking’ both words and sense; this corresponds to Cowley’s very free translation and is more or less adaptation.” Maksud dari teori tersebut adalah pengklasifikasian seluruh metode penerjemahan dibagi ke dalam 3 kategori yaitu: ‘metafrasa’ yakni penerjemahan kata-demi-kata, baris per baris yang menyerupai penerjemahan harafiah yang dalam hal ini kata, atau kalimat dalam bahasa sasaran yang diterjemahkan hanya dengan memindahkan kata tersebut ke dalam bahasa sasaran. Kemudian penerjemahan metode yang kedua yakni parafrasa penerjemahan yang bebas, dimana maksud penulis dalam bahasa sumber tetap dipegang teguh oleh penerjemah, reformulasi kalimatnya tidak persis sama atau dapat berubah bentuk namun makna yang dikandung oleh formulasi kalimat dalam bahasa sasaran tersebut tetap sepadan Universitas Sumatera Utara dengan bahasa sumber. Dan metode yang ketiga yakni penerjemahan imitasi proses penerjemahan dengan adaptasi artinya teks dalam bahasa sumber diterjemahkan sedemikian rupa ke dalam bahasa sasaran. Penerjemahan jenis tersebut hampir menyerupai penerjemahan adaptasi. Selanjutnya adalah metode penerjemahan menurut Thrasher 1998:3. Thrasher menyatakan bahwa ada 4 jenis metode penerjemahan. Keempat metode penerjemahan tersebut adalah penerjemahan harafiah atau sangat harafiah literal or highly literal translation, pemadanan bentuk, orientasi bentuk dan modifikasi harafiah Dalam penelitian ini, teori yang dijadikan alat untuk menganalisis data adalah teori dari pakar penerjemahan terkemuka yaitu Newmark. Teori metode penerjemahan menurut Newmark merupakan hal yang tidak asing bagi pembelajar bidang penerjemahan, namun berdasarkan hasil pencarian data dan kajian pustaka Formal Equivalence, Form-Oriented or Modified Literal, pemadanan fungsi kata, orientasi konteks, idiomatik atau pemadanan dinamis Functional Equivalence, Context-Oriented, Idiomatic or Dynamic Equivalence serta jenis keempat adalah paraphrase or unduly Free. Dari keempat jenis metode penerjemahan yang diutarakan oleh Thrasher tersebut, dapat diketahui bahwa ahli tersebut mencampur baur beberapa jenis metode penerjemahan ke dalam satu jenis metode penerjemahan. Proses pemahaman terhadap teori tersebut sudah dilakukan namun peneliti menganggap bahwa keempat jenis metode penerjemahan tersebut sulit untuk dipahami apa lagi untuk diaplikasikan dalam analisis serta tidak representatif, sehingga tidak dapat menjawab seluruh permasalahan metode penerjemahan yang dikemukakan pada latar belakang penelitian ini. Universitas Sumatera Utara yang dilakukan peneliti sampai tanggal 14 Januari 2014 belum ada penelitian yang mengaplikasikan metode tersebut khususnya dalam penelitian subtitle film berbahasa Prancis dalam bahasa Indonesia. Teori Newmark tersebut dianggap paling lengkap, praktis dan dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Oleh sebab itu dalam penelitian ini, digunakan teori Peter Newmark karena dianggap paling representatif, sesuai dan tepat untuk menganalisis data dalam yang terdapat pada subtitle film berbahasa Prancis “Comme un Chef” dalam bahasa Indonesia. Menurut Newmark 1988:41-42, metode penerjemahan terdiri dari 8 jenis. Kedelapan jenis metode tersebut adalah penerjemahan kata demi kata word-for-word translation, penerjemahan harafiah literal translation, penerjemahan setia faithful translation, penerjemahan semantik semantic translation, penerjemahan adaptasi adaptation translation, penerjemahan bebas free translation, penerjemahan idiomatik idiomatic translation dan penerjemahan komunikatif communicative translation.

2.3.1 Penerjemahan Kata demi Kata Word-for-word Translation

Penerjemahan kata demi kata Word-for-word translation, yakni penerjemahan yang dilakukan dengan cara menerjemahkan setiap kata yang terdapat dalam teks bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Unsur linguistik seperti tata bahasa, makna kata masih diterjemahkan apa adanya. Pada penerjemahan jenis tersebut belum terdapat pemadanan budaya. Machali, 2009:76 Universitas Sumatera Utara Contoh: Tsu.: Bientôt, bientôt tu Adverbe Adverbe Pron.Sujet verbe verras. Segera, segera kau akan lihat Tsa.: Segera, segera kau akan lihat. Comme un Chef : 00:04:34,728 -- 00:04:49,401 Pada contoh di atas dapat dilihat bahwa teks sumber diterjemahkan apa adanya sesuai dengan aspek bahasa dan urutan kata dalam teks sumbernya. Pada penerjemahan tersebut tidak ditemukan adanya perubahan sintaksis atau kultural. Teks bahasa sumber benar-benar hanya melalui proses pemadanan kata saja. Hoed, 2006:56.

2.3.2 Penerjemahan Harafiah Literal Translation

Penerjemahan harafiah yakni: penerjemahan yang dilakukan dengan tahapan menerjemahkan setiap kata dalam teks sumber ke dalam teks sasaran namun sudah dilakukan perubahan pada struktur tata bahasanya. Dalam metode ini penerjemahan kata-kata dalam bahasa sumber diganti secara langsung ke dalam bahasa sasaran dan sudah mengikuti tata bahasa dalam bahasa sasaran. Machali, 2009:78 Contoh: Tsu.: Je me sens aucune Sujet Pron Verbe dét Nom émotion Saya ku merasa tidak ada emosi Tsa. : Saya merasa tidak ada emosi. Comme un Chef : 00:06:,55 -- 00:07:01,318 Universitas Sumatera Utara Pada teks bahasa sumber ditemukan metode penerjemahan harafiah karena seluruh kata yang terdapat pada teks sumber hanya dialihkan begitu saja ke dalam bahasa sasaran tanpa adanya penyelarasan konteks di mana teks itu terjadi. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa penerjemahan ini adalah penerjemahan harafiah dimana pemdanan kata secara leksikal dan gramatikal benar-benar hanya mengalihkan setiap kata yang terdapat pada bahasa sumber ke dalam bahasa sasarannya.

2.3.3 Penerjemahan Setia Faithful Translation

Penerjemahan setia faithful translation, dalam metode ini, penerjemahan benar-benar mengacu pada bentuk dan isi teks sumber, setiap kata dan stuktur kalimat yang menyusun teks sumber tetap dipertahankan, namun penerjemahan katanya sudah mempertimbangkan aspek makna. Penerjemahan ini pada umumnya terdapat dalam penerjemahan teks puisi, hukum atau ilmiah yakni dengan cara tetap mempertahankan istilah atau bentuk dalam teks sumbernya. Hoed, 2006:57 Contoh: Tsu.: Donne- moi de la vanille Verbe Pron.Ton Art. Part. Nom . Berikan aku beberapa vanila Tsa. : Berikan aku vanilanya. Comme un Chef : 00.07.021- 00.07.044 Pada bagian ini diceritakan bahwa chef Alexandre sedang dalam proses penemuan resep terbaiknya. Kemudian dia meminta pada asistennya untuk memberikannya vanila. Jika dianalisis dapat diketahui bahwa tata bahasa sumber Universitas Sumatera Utara yakni kata donne yang merupakan mode imperatif. Dalam bahasa Prancis mode impératif adalah salah satu modus verba yang digunakan untuk menyatakan perintah atau larangan. Modus verba tersebut ternyata dipadankan juga dengan kalimat perintah dalam bahasa sasarannya, selain itu, susunan kata dan bentuknya juga tetap mengikuti bentuk dan susunan dari bahasa sumber, sehingga dapat dipastikan bahwa metode penerjemahan pada subtitle tersebut adalah metode penerjemahan setia faithful translation.

2.3.4 Penerjemahan Semantik Semantic Translation

Penerjemahan Semantik semantic translation adalah metode penerjemahan pada umumnya dapat ditandai melalui pemadanan kata-kata kunci dan makna penting yang dikandung oleh teks sumber yang diterjemahkan ke dalam teks sasaran. Pada penerjemahan ini tata bahasa sumber sudah disesuaikan dengan tata bahasa sasaran sehingga bahasanya terasa alamiah dalam bahasa sasaran karena tidak ada lagi penggunaan kata-kata yang tidak lazim atau ganjil, namun unsur budaya belum betul-betul diperhatikan dalam penerjemahan jenis ini. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Machali, 2009 :79: bahwa biasanya jenis penerjemahan ini dapat ditemukan pada penerjemahan idiom dalam bahasa sumber namun menjadi kalimat yang bukan idiom dalam bahasa sasaran. Contoh: Tsu.: Les auditeurs baîllent comme une Art. Nom Verbe adverbe Art. Nom carpe. Itu pendengar menguap seperti sebuah ikan kerapu. Tsa. : Pendengar bosan dan mengantuk. Chollet Michel Robert, 2010 :49 Universitas Sumatera Utara Pada teks sumber, terdapat idiom yang berkaitan dengan perasaan, yang dalam hal ini adalah rasa bosan yang akhirnya menyebabkan seseorang mengantuk, yang dalam bahasa Prancis dinyatakan dengan idiom Baîller comme une carpe. Namun padanan idiom tersebut tidak dapat ditemukan dalam bahasa Indonesia karena idiom yang berkaitan dengan rasa kantuk dan bosan tidak ada dalam khasanah bahasa Indonesia. Oleh sebab itu teks sumber tersebut hanya diterjemahkan secara makna saja menjadi “pendengar bosan dan mengantuk”. Oleh sebab itu, metode penerjemahan yang terdapat pada kalimat sasaran di atas adalah metode penerjemahan semantik semantic translation di mana idiom dalam teks sumber diterjemahkan menjadi kalimat yang bukan idiom dalam bahasa sasaran. Hal ini selaras dengan pendapat Polili 2014:9 yang diadaptasi dari buku précis d’expressions idiomatiques karya Michel Robert dan Chollet menyatakan bahwa : Penerjemahan idiom merupakan hal yang dianggap selalu berkaitan dengan pemadanan budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran. Hal tersebut disebabkan oleh adanya asumsi bahwa idiom dalam suatu bahasa belum tentu sepadanan dengan idiom dalam bahasa sasaran. Atas dasar tersebut penulis ingin membahasa tentang penerjemahan idion bahasa Prancis ke dalam bahasa Indonesia.”

2.3.5 Penerjemahan Adaptasi Adaptation Translation

Penerjemahan adaptasi adaptation translation adalah, penerjemahan yang berorientasi penuh pada teks sasaran artinya penerjemah hanya menerjemahkan makna utama yang dikandung oleh bahasa sumber kemudian dipadankan ke dalam teks sasaran dengan betul-betul memperhatikan tata bahasa, dan budaya bahasa sasaran, Machali, 2009 :78. Universitas Sumatera Utara Contoh : Tsu.:Dans ce cas, on va se replier vers l Pré. Adj. Nom Pron. Verbe Verbe Inf. Pré. Art. Nom Comp. entrecôte -frites. Dalam ini hal, kita pergi melipat kearah steak -kentang goreng Tsa.: “Dalam hal ini, steak dan kentang goreng akan menjadi lebih baik.” Comme un Chef: 00:02:58,530 -- 00:03:02,980 Metode penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan teks di atas adalah metode penerjemahan adaptasi adaptation translation. Penggunaan metode tersebut dapat dilihat dari penerjemahan yang mengacu pada makna dan budaya yang dimaksudkan oleh teks sumber yang dipadankan ke dalam teks bahasa sasaran dengan mempertimbangkan keberterimaan dan kelaziman dalam teks sasaran. Maksud keberterimaan dan kelaziman dalam hal ini adalah makna kata kerja “va se plier” itu sebenarnya mengandung makna “cocok” atau sesuai karena konteks kalimat pada teks ini adalah pelanggan memadukan menu yang tidak sesuai dengan yang seharusnya sehingga koki Bonnot menggantinya dengan menu steak dan kentang goreng. Kemudian penerjemahan proses adaptasi juga terlihat melalui pemadanan frasa “lentrecôte-frites” dengan “steak” dan “kentang goreng” yang memang masih terdapat dalam ranah kulinari Indonesia modern. Hal ini menunjukkan bahwa budaya Prancis dan budaya Indonesia jauh berbeda sehingga penerjemahan teks antara kedua bahasa tersebut membutuhkan pemikiran, penguasaan dan keahlian khusus baik dalam aspek tata bahasa, gaya bahasa dan budaya Hoed, 2006: 84. Universitas Sumatera Utara

2.3.6 Penerjemahan Bebas Free Translation

Penerjemahan bebas free translation, pada penerjemahan ini, penerjemah biasanya menggunakan kalimat penjelas, atau sebaliknya yakni pemenggalan atau penghilangan unsur bahasa sumbernya Machali, 2009:81. Artinya dalam metode ini penerjemah dapat lebih mementingkan isi teks sumber dan mengorbankan bentuk teks sumber. Sehingga dalam penerjemahan ini teks dalam bahasa sasaran dapat menjadi lebih luas atau lebih singkat. Misalnya pada pemadanan kata “disgestif” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “minuman alkohol dosis tinggi yang diminum setelah makanan penutup”. Jika 1 kata “disgestif” saja harus diterjemahkan menjadi sebuah kalimat yang terdiri dari 9 kata, maka hal tersebut dapat menggambarkan bahwa penerjemahan istilah atau kata yang berhubungan dengan bidang kulinari membutuhkan bukan hanya penguasaan tata bahasa, tetapi juga penguasaan semantik, dan budaya penerjemah.

2.3.7 Penerjemahan Idiomatik Idiomatic Translation

Penerjemahan idiomatik idiomatic translation adalah metode penerjemahan yang biasanya dilakukan untuk menerjemahkan kalimat yang bukan merupakan idiom dalam bahasa sumber tetapi kemudian menjadi idiom dalam bahasa sasaran. Penerjemahan jenis ini merupakan penerjemahan yang berpusat pada budaya Machali, 2009:82. Dalam tingkat tersebut penerjemah merupakan orang yang benar-benar mengenal betul unsur budaya bahasa sumber dan budaya bahasa sasaran sehingga mampu menemukan padanan idiomatik yang pada hakekatnya bukan hal yang mudah. Universitas Sumatera Utara Contoh: Tsu.: Son patron est en colère contre lui à cause de son attitude Adj. Nom Verbe Pré Adj. Pré. Pron.Pré. Nom Pré.Adj. Nom . Dia majikan adalah di marah melawan dia pada sebab dari dia sikap. Tsa.: Majikannya naik darah karena ulahnya. Chollet Michelle Robert, 2009 :17 Seperti yang dikemukan sebelumnya bahwa penerjemahan idiomatik adalah penerjemahan kalimat yang bukan merupakan idiom dalam teks sumber tetapi menjadi idiom dalam bahasa sasaran. Dalam teks sumber ditemukan sebuah kalimat yang tidak memiliki idiom, namun ketika dipadankan ke dalam bahasa Indonesia kalimat tersebut menjadi idiom yakni être en colère dipadankan dengan idiom naik darah.

2.3.8 Penerjemahan Komunikatif Communicative Translation

Penerjemahan komunikatif communicative translation: penerjemahan ini merupakan penerjemahan yang benar-benar telah melalui proses pemadanan makna kontekstualnya baik dari aspek bahasa maupun budaya. Pemilihan kata dan struktur kalimatnya disesuaikan dengan pembacanya apakah anak-anak, remaja, orang dewasa, ilmuan, masyarakat umum, praktisi atau ahli serta juga telah memperhatikan tujuan penerjemahan teks tersebut apakah teks terjemahan tersebut berupa iklan, ajakan, larangan, hiburan dan sebagainya, Machali, 2009:82. Universitas Sumatera Utara Contoh: Tsu.: On prenait l’ apéritif lentement. Pron. Verbe Art. Nom Adv. Kita ambil itu minuman pembuka pelan-pelan. Tsa.: Pada saat itu kami sedang makan makanan pembuka. Khan, 2006:37 Pada contoh di atas kata “l’apéritif sebenarnya dapat dipadankan dengan “appetizer” dalam bahasa inggris jika kalimat tersebut ditujukan pada pembaca yang mengenal istilah dalam bidang kulinari. Namun bagi masyarakat yang misalnya berada jauh dari perkotaan istilah appetizer” tersebut mungkin harus dijelaskan sebagai hidangan pembuka yakni hidangan yang dimakan terlebih dahulu sebelum hidangan utama yang biasanya dapat berupa salad yang beirisi sayu-sayuran atau buah-buahan. Namun dalam budaya Prancis l’apéritif bukanlah berupa makanan tetapi berbentuk minuman anggur yang mengandung sedikit alkohol. Berdasarkan uraian pendapat ahli di atas dan contoh-contoh yang diberikan dapat diketahui bahwa, metode penerjemahan merupakan faktor kunci dalam proses penerjemahan karena melalui pengaplikasian proses tersebut akhirnya tercipta hasil terjemahan. Kemudian antara metode yang satu dengan metode yang lainnya masing-masing memiliki kelebihan masing-masing tergantung pada siapa khalayak pembaca hasil terjemahan yang dilakukan dan apa tujuan penerjemahan tersebut. Secara harafiah kata ’efektif’ bermakna tepat guna, memberikan pengaruh yang sesuai dengan yang diharapkan serta ampuh French Dictionary, 2014. Dalam penelitian ini kata ‘efektif’ tersebut dikhususkan pada konteks Universitas Sumatera Utara penerjemahan. Menurut Livre Blanc de la Traduction yang tercantum pada situs : a4traductiona4traduction.com 2014:2: Traduction vient du verbe traduire consiste à faire passer un texte ou un discours dune langue à une autre. Autrement dit, pour traduire un texte, deux éléments sont indispensables : la parfaite compréhension du texte source, et la connaissance de la formulation équivalente dans la langue cible, qui doit être la langue maternelle du traducteur – car la règle d’or en traduction est que l’on ne traduit que vers sa langue maternelle. Artinya adalah penerjemahan berasal dari kata kerja menerjemahkan, yang terdiri atas kegiatan memadankan suatu teks dari satu bahasa ke dalam bahasa lainnya. Dengan kata lain, dalam melakukan penerjemahan setidaknya harus ada dua unsur penting yaitu; kesempurnaan pemahaman isi dari teks sumber, dan pengetahuan tentang reformulasi kalimat yang sepadan baik isi maupun tata bahasa ke dalam bahasa sasaran yang sebaiknya merupakan bahasa ibu penerjemah karena itu akan menjadikan terjemahan lazim, berterima dan akurat. Dubois juga menambahkan bahwa ; La traduction est l’expression en une autre langue la langue d’arrivée de ce que déjà énoncé de la langue de depart en tenant compte les équivalences sémantiques et stylistiques. Penerjemahan adalah ekspresi yang dinyatakan dalam bahasa sasaran yang merupakan realisasi dari makna semantik dan gaya bahasa yang sepadan dari bahasa sumbernya, secara efektif. Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa penerjemahan adalah jika pesan yang ingin disampaikan oleh penulis teks bahasa sasaran, sepadan dengan pesan yang dikandung oleh bahasa sumber. Berdasarkan penjelasan tersebut hal yang akan dianalisis bukanlah kualitas subtitle film berbahasa Prancis “Comme un Chef”, namun kesepandan makna yang dikandung oleh bahasa sumber dengan bahasa sasaran. Universitas Sumatera Utara

2.4 Teori tentang Pergeseran Shifts dalam Penerjemahan

Dalam penerjemahan sering ditemukan proses pergeseran shifts. Proses pergeseran tersebut terjadi pada umumnya dalam aspek kebahasaan dan bukan aspek makna, isi atau pesan yang dikandung teks sumber. Menurut Catford 1965: terdapat dua jenis pergeseran shifts dalam penerjemahan. Kedua jenis pergeseran tersebut adalah pergeseran tingkatan yang meliputi aspek tata bahasa level shifts dan pergeseran kategori yang meliputi aspek kelas kata category shift. Alasan diggunakan teori pergeseran penerjemahan shifts dari Catford 1965 tersebut adalah karena peneliti menganggap bahwa teori ini lebih sesuai dan lebih representatif dalam menganalisis pergeseran shifts yang terjadi dalam penerjemahan, dari bahasa Prancis ke dalam bahasa Indonesia.

2.4.1 Pergeseran Kelas Kata Category Shifts

Dari dahulu sampai sekarang pembagian kelas kata dalam bahasa Prancis tidak mengalami perubahan sama sekali. Semua ahli menyatakan bahwa ada 9 jenis kelas kata. Huysmans 1884:180 menyatakan bahwa: “Tous les mots ou locutions =groupe de mots appartiennent à une famille, à une catégorie, à ce que l’on pourrait appeler « espèces » pour les animaux... Lorsqu’on les a retirés du texte, on peut plus facilement les identifier. Artinya adalah semua kata gabungan atau kelompok kata berasal dari sebuah keluarga, kategori yang dikenal dengan istilah jenis kalau dalam dunia hewan dan kelas kata dalam ilmu linguistik. Huysmans 1884:180 juga menambahkan bahwa : Universitas Sumatera Utara La nature de mots se divise en deux ce sont les mots variables et les mots invariables. Les mots variables se divise en nom, adjectif, verbe, determinant, et pronom; les mots invariables se compose d’adverbe, préposition, conjonction et interjection. Artinya adalah kelas kata dibagi atas dua kategori besar yakni kata yang bervariasi maksudnya adalah kata yang dapat berubah proformanya misalnya dari satu kata menjadi kumpulan kata atau merupakan kata turunan dari kelas kata yang lain misalnya : nomina, adjektiva, verba, kata sandang, pronomina ; serta kata yang tidak varitif artinya merupakan kata murni yang tidak merupakan turunan dari kata lain atau tidak bisa digabungkan dengan kelas kata yang lain misalnya adevrbia, preposisi, konjungsi dan kata seru. Khan 2006:54 dalam buku yang sama juga berpendapat bahwa pergeseran kelas kata adalah pergeseran yang terjadi pada kelas kata misalnya kata kerja dalam bahasa sasaran dapat berubah menjadi kata benda dalam bahasa sasaran. Contoh : Tsu. : Aladin l’ entend encore parlera à son Nom Cod. Verbe Adv. Verbe Pré. Adj. Nom oreille. Aladin, nya mendengar masih berbicara kepada nya telinga Tsa. : ‘Aladin masih mendengar ocehan-ocehan di telinganya’. Khan 2012:76 Pada contoh di atas kata “parlera” merupakan verba dalam kala nanti dalam bahasa Prancis, namun ketika diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran, maka verba tersebut mengalami pergeseran kelas kata yakni dari verba menjadi nomina “ocehan-ocehan”. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan contoh-contoh di atas, dapat diketahui bahwa dalam penerjemahan kata, frasa, klausa atau kalimat dari bahasa Prancis ke dalam bahasa Indonesia, terdapat pergeseran baik pada tingkatan maupun kelas kata.

2.4.2 Pergeseran Tingkatan Level Shifts

Bahasa Prancis merupakan bahasa yang menduduki posisi penting di dunia. Bahasa ini digunakan hampir di 5 benua, yakni benua Asia Laos, Kamboja dan Vietnam, Amerika Canada khususnya di Montreal dan Quebec, Australia Polynesia, New Caledonie, Mayotte, Walles and Futuna.., Eropa Prancis, Italia, Belgia, Suisse.. dan Afrika Benin, Gabon, Burkina Faso, Burundi, Mali, Nigeria, dsb. Seperti yang disampaikan oleh Denyer 2011:110: ”Aujourd’hui, le français est la 9 e Penguasaan tata bahasa merupakan kompetensi kunci seorang penerjemah. Oleh sebab itu, sebelum membicarakan pergeseran shifts penerjemahan dalam aspek tata bahasa, terlebih dahulu akan disajikan kajian tentang tata bahasa dalam bahasa Prancis dalam penelitian ini akan dianalisis pergeserannya. Seperti yang langue la plus parlée dans le monde. Environ 130 millions de personnes parlent français sur cinq continents. Yang artinya: Sekarang ini bahasa Prancis menduduki peringkat ke-9 di dunia. Sekitar 130 juta orang berbahasa Prancis yang meliputi 5 benua. Berdasarkan fakta ini, mempelajari bahasa Prancis merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dibanding dengan mempelajari bahasa Asing lainnya. Namun karena begitu kompleks dan rumitnya tata bahasa yang dimilikinya, banyak peminat bahasa Prancis yang menemukan kesulitan ketika mempelajari bahasa tersebut. Kesulitan tersebut terutama terletak pada sistem tata bahasa dan pengucapannya yang cukup variatif. Universitas Sumatera Utara telah dikemukan sebelumnya bahwa bahasa Prancis merupakan salah satu bahasa yang kaya akan aturan tata bahasanya. Kekayaan itu tercermin melalui begitu variatifnya modus dan kala verba mode et temps verbaux, jenis dan jumlah genre et nombre kata sandang, adjektiva dan nominanya.

2.4.2.1 Modus Verba Modes Verbaux

Modus verba modes verbaux dalam bahasa Prancis dibagi ke dalam 6 kategori yaitu: modus indikatif mode indicatif, modus subjonktif mode subjonctif, modus imperatif mode imperatif, modus kondisional mode conditionnel, modus partisip mode participe dan modus infinitif mode infinitf. Seperti yang dikatakan oleh Le Mollec dan Erytryasilani 1995 :8 : Dalam bahasa Prancis, bentuk verba ditetapkan oleh modus dan kala verba yang digunakan. Modus menentukan suasana perasaan yang berhubungan dengan perbuatan menurut tafsiran pembicara mengenai hal yang diungkapkannya. Delatour 2000 :6 menambahkan bahwa: L’indicatif est l’expression de la réalité, le subjonctif est l’expression du sentiment, le conditionnel est l’expression d’une eventualité, l’imperatif est l’expression d’un ordre, l’infinitif est se fonctionne comme un nom, et le participe sert à construire un tems sur composé. Artinya adalah modus indikatif bermakna realitas, subjonktif bermakna subjektifitas, kondisional bermakna kemungkinan, imperatif bermakna perintah, infinitif berperan seperti kata benda, dan partisip digunakan dalam membentuk kala verba majemuk sebagai kata bantu. Berdasarkan teori di atas dapat diketahui bahwa bahasa Indonesia dan bahasa Prancis sama-sama memiliki sistem modus yang juga berpusat pada emosi atau suasana hati penutur kalimatnya. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya Gregoire 2007:80 menyatakan bahwa: Chaque mode verbal possède des temps verbaux. Artinya : setiap modus verba tersebut memiliki kala verba. Lebih lanjut Bled 2006:112-144 menyatakan bahwa verba dalam bahasa Prancis dibagi ke dalam 6 modus dan beberapa kala verba antara lain : modus indikatif terdiri atas kala verba lampau, sekarang dan nanti; modus subjonktif terdiri atas kala verba lampau dan sekarang, modus verba kondisional terdiri atas kala verba lampau dan sekarang, modus imperatif, infinitif dan partisip juga terdiri atas kala verba lampau dan sekarang. Contoh : Tsu. : Verser sur le bœuf, saupoudrer de chapelure Verbe. Inf Pré. Art. Nom. Verbe. Inf Art. Nom. . Menuang di atas itu daging sapi, menaburi beberapa tepung roti. Tsa. : Tuangkan di atas daging sapi, taburkan tepung roti. Comme un Chef : 00:04:37,728 -- 00:04:40,162 Pada contoh di atas dapat dilihat bahwa, penggunaan modus infinitif mengalami pergeseran modus yaitu berupa bentuk kata dasar dalam bahasa Prancis dan menjadi kalimat perintah dalam bahasa Indonesia. Oleh sebab itu dapat diperoleh data bahwa dalam menerjemahkan kalimat ini, penerjemah melakukan pergeseran modus verba yakni dari modus infinitif menjadi modus perintah dalam bahasa Indonesia.

2.4.2.2 Pergeseran shifts Jenis dan Jumlah Benda Genre et Nombre du

Nom Dalam tata bahasa Prancis munculnya istilah jumlah dan jenis ini pada dasarnya disebabkan oleh pembagian jenis femina atau maskula dan jumlah nomina tunggal atau jamak yang jika digunakan dalam kalimat akan berdampak Universitas Sumatera Utara pada perubahan jenis dan jumlah kata sifat, konjugasi dan kata sandang yang menyertainya. Menurut Delatour 2000:69-93 : Jika suatu nomina digunakan dalam satu kalimat maka setiap adjektiva dan kata sandang maupun kata kerja yang menyertainya akan mengalami perubahan. Contoh : Tsu. : Bonjour. Vous aimez mes petits, oignons confits, madame Nom Pron. Verbe Adj. Pos Adj. Nom Nom Nom . Pagi. Anda menyukai punyaku kecil Onions Confit Nyonya Tsa. : Apakah kau suka, Onions Confit ku? Comme un Chef: 00:05:49,408 -- 00:05:53,959 Pada contoh di atas, terlihat penggunaan adjectif possessif mes dalam bentuk jamak, adjektiva petits yang berarti kecil juga dalam bentuk jamak serta nomina oignons confits yang dalam bentuk jamak. Bentuk jamak tersebut ditandai dengan akhiran ‘s’. Namun dalam subtitlenya kata-kata jamak tersebut hanya diterjemahkan menjadi “Onions Confit ku saja dalam bentuk tunggal. Artinya nomina jamak dalam bahasa sumber yang dalam hal ini bahasa Prancis dipadankan dengan nomina tunggal saja yakni “Onions Confit ku dan bukan Onions Confit-Onions Confitku. Khan 2006:43 menyatakan bahwa pergeseran tingkatan adalah perubahan tingkatan dalam tingkatan linguistik misalnya dari bentuk tunggal ke jamak, atau sebaliknya. Universitas Sumatera Utara Contoh: Tsu.: ‘Ils ont très faim et les viandes sont très bonnes. Pron. Verbe Adv. Nom Conj. Art. Nom Verbe Adv. Adj. ’ Mereka mempunyai sangat kelaparan dan itudaging-daging adalah sangat bagus Tsa. : ‘Mereka sangat lapar dan daging itu sangat lezat’. Khan, 2006:43 Pada contoh di atas dapat dilihat bahwa terjadi pergeseran bentuk jamak nomina les viandes yang jika diartikan secara harafiah menjadi “daging-daging namun ketika diterjemahkan nomina jamak tersebut menjadi bentuk tunggal saja yakni “daging”. Oleh sebab itu dapat dipastikan bahwa dalam penerjemahan kalimat tersebut terjadi pergeseran tingkatan kata dari tunggal menjadi jamak. 2.5 Teori tentang Film 2.5.1 Film Menurut Widodo, dkk 2006:196 menyatakan bahwa film adalah sarana menyampaikan pesan kepada khalayak melalui sebuah cerita. Film juga merupakan suatu medium ekspresi artistik sebagai suatu alat bagi para seniman dan insan perfilman dalam rangka mengutarakan gagasan-gagasan dan ide cerita. Menurut Effendy 2000:201: “Film adalah gambaran teatrikal yang diproduksi secara khusus untuk dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop atau televisi. Ada juga ahli yang berpendapat bahwa Secara harfiah, film sinema adalah cinematographie yang berasal dari kata cinema gerak, tho atau phytos cahaya, dan graphie atau grahpe tulisan, gambar, citra, Herdian 2010:1. Selaras dengan hal tersebut Trianton 2013:2 film adalah media komunal, perpaduan dari berbagai teknologi dan unsur-unsur kesenian baik secara rupa, Universitas Sumatera Utara teater, sastra, arsitektur dan musik. Film merupakan perpaduan dari perkembangan teknologi fotografi dan rekaman suara. Trianton 2013:2 menambahkan bahwa: “Film merupakan karya sinematografi yang dapat berfungsi sebagai alat “culture education” atau pendidikan budaya.” Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa film adalah media komunikasi yang menampilkan gerak, suara dan gambar yang disajikan secara artistik yang mengandung satu kisah merupakan hasil penggabungan karya seni dan teknologi untuk dipertontonkan pada khalayak ramai.

2.5.2 Film Comme un Chef

“Comme un Chef” merupakan salah satu film yang sangat populer bukan hanya di Prancis tetapi juga di seluruh dunia. Film ini berkisah tentang seorang pria bernama Jacky Bonnot yang sangat berbakat dalam memasak. Dia mengetahui secara rinci semua resep dan sejarah makanan Prancis mulai dari abad pertengahan sampai makanan Prancis modern. Namun sayang, di restoran tempatnya bekerja tidak membutuhkan keahlian luar biasa yang dimilikinya. Hal ini disebabkan oleh, sebagian besar pemilik restoran tempatnya bekerja, hanya membutuhkan koki yang biasa saja yang bisa memasak dengan cepat, enak, dan tidak bertele-tele dalam menyajikan masakannya, dan bukan membutuhkan koki yang selalu memberikan resep-resep dan hidangan dengan hiasan bintang lima. Sementara itu, Jacky Bonnot sang koki, selalu menyajikan hidangan yang menurut para pakar kulinari harus disajikan secara berurutan, berpasangan dan dihias sedemikian rupa. Sehingga jika pelanggan meminta suatu makanan sesuai Universitas Sumatera Utara dengan seleranya, maka Jacky bonnot akan mengubahnya dan memberikan hidangan sebagaimana seharusnya. Idealisme yang dimiliki oleh Jacky Bonnot ini selalu membuat dia kehilangan pekerjaannya. Hingga suatu saat ia bertemu dengan seorang koki profesional bernama Legrand Vauclaire yang sedang dilanda masalah besar, karena akan dipecat oleh pemilik restoran besar tempatnya bekerja. Pemecatan tersebut disebabkan oleh biaya produksi resepnya yang cukup mahal sehingga tidak begitu menguntungkan majikannya, dan pada saat itulah kisah menarikpun terjadi. Cohen, 2011 Film tersebut merupakan buah karya dari Daniel Cohen di bawah rumah produksi film oleh Gaumont tahun 2011. Film tersebut berdurasi 1 jam 25 menit dengan pemutaran pertama kali pada tanggal 7 Maret 2012. Dalam film tersebut terdapat 1555 ujaran dan 7387 kata.

2.6 Teori tentang Subtitle

Sebuah film disusun oleh beberapa unsur. Herdian 2010:2 berpendapat bahwa: Unsur-unsur yang dominan di dalam proses pembuatan film antara lain: produser, sutradara, penulis skenario, skenario teks cerita film penata kamera kameramen, penata artistik, penata musik, editor, pengisi dan penata suara, aktor-aktris bintang film.” Dari beberapa unsur film yang dikemukakan oleh Herdian tersebut ada sebuah unsur sangat penting perannya ketika film itu ditayangkan terutama ketika ditayangkan pada masyarakat yang memiliki bahasa yang sangat berbeda dengan bahasa asal film tersebut. Unsur tersebut adalah teks cerita film skenario. Sebuah film yang berasal dari Negara lain dimana teks filmnya ditulis dalam Universitas Sumatera Utara bahasa asing membutuhkan penerjemahan apa bila film itu akan dipublikasikan di Negara lain yang bahasanya berbeda. Dengan kata lain, secara otomatis teks film tersebut akan diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran di mana film itu akan ditayangkan. Dalam bahasa Prancis subtitle film disebut dengan soustitre. Menurut Hoed 2006: 107-108 penerjemahan teks cerita film tersebut terbagi atas dua jenis yakni penerjemahan teks cerita film dalam bentuk sulih suara dubbing atau penerjemahan film dalam bentuk teks subtitling. Menurut data yang tercantum dalam situs www.artikata.comarti-178924- subtitle.html “Language transfers in media which are techniques are used to translate foreign audiovisual works films, documentaries, fiction and animation into the national language.” dinyatakan bahwa:”Subtitle is translation of foreign dialogue of a movie or TV program; usually displayed at the bottom of the screen”. Subtitle adalah terjemahan dialog atau ujaran para tokoh film atau acara televisi berbahasa Asing; yang biasanya ditampilkan pada bagian bawah layar monitor. Defenisi lain diutarakan oleh Safar 2011:6: Artinya subtitle adalah proses transfer suatu bahasa Asing ke dalam bahasa sasaran suatu bahasa Nasional melalui teknik penerjemahan, yang biasanya dilakukan pada media audio visual berupa film, dokumentasi, fiksi atau animasi. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa subtitle adalah hasil terjemahan teks lisan yang terdapat pada dialog sebuah film dalam bentuk tulisan yang ditayangkan secara ritmik sesuai dengan pergerakan gambar dan dialog dalam film dan pada umumnya berada pada bagian bawah layar. Universitas Sumatera Utara

2.6.1 Jenis-jenis Subtitle

Menurut http:ec.europa.eueducationpolicieslangdocmultireport “Interlinguistic subtitling : a film in a foreign language subtitled in the learners language Intralinguistic subtitling: a film subtitled in the same language as the original Reverse subtitling: a film in the learners mother tongue, subtitled in a foreign language.” dinyatakan bahwa ada 3 buah jenis teks film subtitling. Ketiga jenis tersebut adalah: Jika teori ini didefenisikan maka artinya sebagai berikut: terdapat tiga buah jenis penerjemahan subtitle film yakni: penerjemahan interlinguistik, maksudnya adalah subtitle film yang ditulis dalam bahasa Asing diterjemahkan ke dalam bahasa ibu penonton, penerjemahan intralinguistik penerjemahan subtitle film dalam bahasa yang sama misalnya, subtitle film yang diucapkan dalam bahasa Prancis kemudian dibuatkan subtitle filmnya dalam bentuk tulisan dan tetap dalam bahasa Prancis dan penerjemahan jenis ketiga yaitu penerjemahan berlawanan yakni penerjemahan film dari bahasa ibu ke dalam bahasa Asing.

2.6.2 Aturan-aturan dalam Membuat Subtitle sebuah Film

Menurut Carroll dan Ivarsson 1998:45 ada beberapa aturan dalam melakukan penerjemahan subtitle film 1. . Aturan tersebut antara lain: Penerjemah harus selalu melakukan pemadanan sesuai dengan yang tercantum pada subtitle film 2. Penerjemahan film harus benar-benar dilakukan dengan memadankan maksud yang hendak disampaikan film dan budaya yang dikandung oleh film. dan jika perlu memperhatikan gambar, mimik dan tingkah laku, dan juga latar film. Universitas Sumatera Utara 3. Kalimat-kalimat yang merupakan dialog harus berkesinambungan, artinya jika ada kalimat dalam film yang jika diterjemahkan akan mengganggu kesinambungan teks maka sebaiknya kalimat tersebut tidak diterjemahkan namun membiarkan pembaca menyaksikan sendiri apa yang terjadi pada mungkin pada gambar dalam film. 4. Register bahasa teks film sumber harus sesuai dengan register teks film sasaran. 5. Tata bahasa dan sistematika penulisan dalam subtitle film sasaran tidak boleh ada yang salah misalnya kala verba, huruf besar, kecil cetak miring, tanda baca dsb.. 6. Durasi pemunculan subtitle film harus sesuai dengan kecepatan membaca penonton, artinya jangan terlalu cepat atau jangan terlalu lama dan harus mengikuti perubahan gambar dalam film. 7. Penempatan subtitle film harus sesuai dengan ritme pergerakan film. Berdasarkan hal di atas, dapat diketahui bahwa subtitle film yang baik adalah subtitle yang mengandung padanan aspek kebahasaan, budaya, dan situasi visual dan alur cerita yang merepresentasikan secara tepat dan benar sesuai dengan film aslinya namun terasa alami atau lazim dalam bahasa sasaran.

2.7 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan kajian teori yang berasal dari buku, jurnal atau artikel yang membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan penelitian. Kerangka berpikir tersebut merupakan proses kognitif yang terjadi pada otak peneliti secara mental untuk kemudian diaplikasikan ketika melakukan penelitian yang dimulai dari pengumpulan, identifikasi, analisis, pembahasan data, agar Universitas Sumatera Utara dapat menyusun kesimpulan. Kerangka berpikir dalam penelitian ini terbagi dalam dua fase. Fase I sebagai berikut: Bagan 2.1 Kerangka Berpikir dalam Analisis Metode Penerjemahan Subtitle Film Berbahasa Indonesia Danix:2012 Metode Penerjemahan Translation Methodes Newmark: 1988 Pergeseran Shifts dalam Penerjemahan Catford: 1965 K E S I M P U L A N Literal translation Word-for-word translation Faithful translation Semantic translation Adaptation translation Free translation Idiomatic translation Communicative translation Hasil Analisis Metode Penerjemahan Pergeseran Kelas Kata category shifts Pergeseran Tingkatan level shifts Hasil analisis Pergeseran Shifts dalam Penerjemahan Dialog pada Film Comme Un Chef Daniel Cohen :2011 Dialog pada Film Comme Un Chef Daniel Cohen :2011 Subtitle Film Berbahasa Indonesia Danix:2012 Bagan 2.2 Kerangka Berpikir dalam Analisis Pergeseran Shifts Penerjemahan Universitas Sumatera Utara

2.8 Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

Dalam sub-bab ini akan disajikan beberapa uraian tentang penelitian- penelitian sebelumnya yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Penelitian- penelitian tersebut antara lain: 1. Penelitian Silalahi 2009 tentang Dampak Teknik, Metode dan Ideologi Penerjemahan pada Kualitas Terjemahan Penelitian yang berkaitan dengan metode penerjemahan adalah penelitian dalam bentuk disertasi yang dibuat oleh Silalahi 2009. Penelitian ini berjudul Dampak Teknik, Metode dan Ideologi Penerjemah pada Kualitas Terjemahan Teks Medical-Surgical Nursing dalam Bahasa Indonesia. Penelitian ini mengkaji tentang tekni, metode dan idiologi penerjemahan dalam kaitannya dengan kualitas terjemahan yang dispesifikasikan mengambil data tentang istilah Medical- Surgical Nursing. Metode yang digunakan peneliti adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dengan hasil sebagai berikut terdapat 8 jenis penggunaan teknik pernerjemahan yang ditemukan dalam menerjemahkan istilah Medical- Surgical Nursing dalam buku berbahasa Indonesia yang dijadikan sumber data. Frekuensi penggunaan teknik tersebut didominasi oleh teknik penerjemahan harafiah yakni sebanyak 422 kali dan yang paling sedikit adalah teknik penambahan yakni 9 kali pemunculan. Ideologi yang digunakan oleh penerjemah yakni foregnisasi. Kualitas terjemahan buku Medical-Surgical Nursing juga masih perlu ditingkatkan karena masih membutuhkan revisi. Penelitian yang dilakukan oleh Silalahi pada tahun 2009 tersebut sangat membantu peneliti terutama sebagai panduan untuk mengkaji metode penerjemahan yang tentunya akan menentukan efektifitas penggunaan metode Universitas Sumatera Utara penerjemahannya suatu hasil terjemahan. Kemudian penelitian ini sama-sama merupakan penelitian yang berbasis produk terjemahan perbedaannya adalah genre teks yang dikaji, penelitian Silalahi mengkaji teks medis dimana banyak terdapat istilah medis sementara penelitian ini mengkaji genre teks narasi dalam film yang banyak terdapat istilah kulinari, artinya dalam penelitian ini nantinya akan dikaji bagaimana pemadanan istilah kulinari tersebut. 2. Penelitian Harianja 2010 tentang Medan Makna Istilah Kulinari dalam Bahasa Prancis Salah satu penelitian yang memiliki relevansi dengan istilah kulinari yakni memasak adalah penelitian ini adalah penelitian Harianja 2010. Penelitian ini merupakan tesis dengan judul Medan Makna Aktivitas Memasak dalam Bahas Prancis. Penelitian ini membahas tentang medan makna yang berada dalam pusaran aktifitas memasak dalam bahasa Prancis. Penelitian ini mengambil data yaitu berupa leksem yang berkaitan dengan medan makna aktifitas memasak dalam bahasa Prancis dengan ruang lingkup memasak dengan cara pemanasan. Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini maka diperoleh data bahwa ada 22 leksem medan makna aktifitas memasak dalam bahasa Prancis dengan pemanasan. Seluruh leksem tersebut sangat dipengaruhi oleh prose, cara dan bahan masakannya. Penelitian ini memiliki kontribusi berupa panduan dalam menganlisis makna kata yang berhubungan dengan kulinari atau gastronomi Prancis. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini terfokus pada kajian penerjemahan sedangkan penelitian sebelumnya terkait dengan medan makna memasak. Universitas Sumatera Utara 3. Penelitian Pantas 2011 tentang Pergeseran dalam Penerjemahan Penelitian yang terkait dengan pergeseran shifting yaitu penelitian yang direalisasikan oleh Pantas 2011. Penelitian ini diberi judul “Analisis Teknik Penerjemahan dan Pergeseran Shifts pada teks kontrak AXA-LIFE Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan teknik penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan teks kontrak pada salah satu kantor asuransi bernama AXA-LIFE. Setelah menganalisis teknik penerjemahannya, maka selanjutnya dianalisis pergeseran kata baik secara leksikal maupun gramtatikal yang dterjadi pada saat penerjemahan. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan hasil penelitian sebagai berikut: 13 jenis teknik penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah. 13 bentuk teknik penerjemahan tersebut adalah amplifikasi 37, teknik peminjaman 2, teknik calque 2, teknik kompensasi 1, teknik diskripsi 2 teknik kreasi diskursif 5 teknik generalisasi 5, penerjemahan harfiah 10, teknik modulasi 8, teknik partikularisasi 5 teknik reduksi 5 teknik penambahan 4, dan teknik penghilangan 14. Sementara pergeseran bentuk yang terjadi dalam proses penerjemahan teks adalah pergeseran intra-system 90 52,02, pergeseran unit 46 26,59, pergeseran struktur 24 13,88, serta pergeseran kelas 13 7,51. Berdasarkan hasil temuan juga diketahui bahwa terdapat 5 frasa yang tidak tepat penerjemahannya. Adapun kontribusi penelitian yang dilakukan oleh Pantas tersebut adalah dapat membantu peneliti dalam memecahkan masalah-masalah yang terkait dengan metode penerjemahan karena sama-sama menganalisis metode dan Universitas Sumatera Utara pergeseran yang terjadi dalam penerjemahan. Selain itu, penelitian ini juga merupakan kajian yang berbasis pada produk terjemahan. Beberapa penelitian di atas merupakan penelitian-penelitian yang dianggap dapat memberikan kontirbusi terutama dalam melakukan analisis dan pembahasan selama penelitian berlangsung. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, karena data yang digunakan berupa kata, frasa, klausa atau kalimat yang berasal dari ujaran para tokoh dalam sebuah film Prancis berjudul “Comme un Chef”, dalam bentuk subtitle. Hal tersebut selaras dengan pendapat Miles dan Huberman 1994:7: “overview of qualitative researche… most analysis is done with words. The words can be assembled, subsclustered, broken into semiotic segments. They may permit the researcher to contrat, compare, analyze, and bestow patterns upon them.” Secara umum, penelitian kualitatif dititikberatkan pada analisis data berupa kata. Kata-kata tersebut dapat berupa gabungan kata, gabungan kelas kata kalimat, atau gabungan tersebut dipecah menjadi bagian-bagian sistem semiotik. Pada saat menganalisis data tersebut, peneliti akan membandingkan, atau menjelaskan, guna menemukan suatu pola kesimpulan. Metode deskriptif kualitatif ini juga digunakan, karena penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan mendeksripsikan metode penerjemahan, pergeseran shifts dalam penerjemahan dan metode penerjemahan yang efektif pada film subtitle film “Comme un Chef “ dalam bahasa Indonesia. 53 Universitas Sumatera Utara