Prasyarat seorang Penerjemah Budaya dan Penerjemahan

Hal ini selaras dengan pendapat Delatour et Jennepin 2000 : “La langue se divise en 4 grandes parties, la langue orale, langue écrite, langue gestuelle et langue symbolique. Yang maksudnya adalah bahasa itu dibagi dalam 4 kategori yaitu bahasa lisan, tulisan bahasa tubuh dan bahasa simbol.

2.2.3 Prasyarat seorang Penerjemah

Seorang penerjemah sebaiknya merupakan sosok yang memiliki pengetahuan linguistik, dan budaya yang hampir sempurna dalam dua bahasa yang diterjemahkannya, dan syarat berikutnya adalah penerjemah merupakan sosok yang berwawasan luas dan mengetahui kaedah-kaedah penulisan dalam bahasa yang digelutinya. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Dubois dalam www.a4traduction.com 2014 :1: “Les traducteurs sont des professionnels diplômés, spécialisés dans une ou plusieurs disciplines d’un domaine par exemple, un traducteur médical peut être uniquement spécialisé en cardiologie. Yang artinya adalah penerjemah adalah merupakan seorang yang profesional, ahli dalam sebuah atau beberapa bidang ilmu misalnya penerjemah dalam bidang kesehatan bahkan sebaiknya juga mengambil spesialis misalnya khusus penerjemah teks kesehatan yang berhubungan dengan jantung misalnya. Ibrahim dalam kuliah umum tentang Types Processes of Interpreting menyatakan bahwa 2012:4: “Translators need to be familiar with the rules of written language and be competent writers in the target language”. Artinya adalah seorang penerjemah harus memahami dengan baik tatacara dan sistematika penulisan serta menulis teks dalam bahasa sasaran dengan sangat baik. Universitas Sumatera Utara Dari uraian di atas, dapat diperoleh intisari bahwa prasyarat seorang penerjemah itu terdiri atas tiga aspek utama yakni seorang ahli yang memiliki kemampuan dan pengetahuan yang mendalam baik pada bidang kebahasaan, budaya, dan keterampilan dalam menulis dalam bahasa yang diterjemahkannya.

2.2.4 Budaya dan Penerjemahan

Menurut Bell 2012:4: ”Translation is a multilevel; linguistic, cognitive, social and cultural.” Maksudnya adalah penerjemahan itu meliputi segala aspek kebahasaan, kognitif, kehidupan sosial dan kultural. Hal tersebut disampaikan oleh Bell pada saat kuliah umum di Pascasarjana Program Studi Linguistik tanggal 5 oktober 2012 dalam bentuk power point. Jika pendapat ini dijabarkan maka dapat dijelaskan bahwa dalam penerjemahan, keempat aspek tersebut saling terikat antara yang satu dengan yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan bahwa penerjemahan itu melibatkan unsur yang disebut bahasa dan bahasa berkembang sesuai dengan kehidupan dan perkembangan budaya dimana bahasa itu berada. Menurut Newmark 1988:95: penerjemahan yang menyangkut gejala kebudayaan dapat dikategorikan berdasarkan hal-hal berikut ini: a. Ekologi misalnya: ‘causse’ yang berarti dataran tinggi batu kapur di selatan Prancis. b. Benda-benda budaya: - Makanan : ‘kolak’, ‘rendang’, ‘blanquette’ makanan khas Prancis sejenis makanan daging yang sangat populer, ‘fois gras’ hati angsa dsb. Universitas Sumatera Utara - Pakaian : ‘gerita’, ‘blangkon’ ‘saroel’ celana khas Prancis… - Transportasi : ‘rakit’, ‘getek’, ‘sado’, dan ‘becak’ c. Sosial budaya : Mémé nenek, opung boru, ‘meresek’, ‘intox’ April mop, dsb. Lebih lanjut akan diberikan contoh ilustrasi berikut ini. Misalnya, untuk mengatakan “topi”, pada masyarakat Eropa khususnya memiliki beberapa kata untuk menyebutkan jenis-jenis “topi”. Prancis yang merupakan salah satu negara di benua Eropa yang mengenal 4 musim. Pada umumnya di setiap musim tersebut terdapat perbedaan cuaca yang sangat ekstrim, sehingga, untuk mengatakan topi saja dikenal beberapa istilah yakni: “une toque”, “un bonnet”, un “chapeau”, “une casquette”. Keempat jenis topi ini digunakan dalam suasana yang berbeda. Contoh lain yaitu, untuk mengatakan baju hangat, dalam bahasa Prancis baju hangat diucapkan dengan beberapa istilah, misalnya: “un pull, un blouson”, un impermeable, dan un anorak, dan yang lebih kompleksnya lagi, untuk “un pull” masih dapat dibagi ke dalam beberapa jenis yaitu un pull over en V, un pull ras du coup, et un pull col rolé. Perbedaan jenis pakaian yang hanya dipadankan dengan satu kata dalam bahasa Indonesia ini, dikarenakan perbedaan musim antara Indonesia dan Prancis. Un bonnet atau un toque, serta un anorak dan un pull biasanya hanya dikenakan pada musim dingin salju. Sementara dalam budaya Indonesia tidak terdapat musim salju sehingga untuk mengatakan “une toque”, “un bonnet”, “un chapeau”, “une casquette”, cukup dengan satu kata saja yaitu topi, dan begitu juga dengan baju hangat tadi. Jika diambil contoh kekayaan budaya Indonesia dapat diperoleh juga contoh yang Universitas Sumatera Utara sama yakni misalnya untuk mengatakan kata saya dapat diungkapkan dengan aku, hamba, dan daku sementara dalam bahasa Prancis kata tersebut hanya dinyatakan dengan satu kata yaitu Je. Hal ini disebabkan oleh keberadaan bahasa daerah yang memang cukup variatif dan kaya di Indonesia namun dalam bahasa Prancis tidak demikian adanya Gregoire:1998.

2.3 Teori tentang Metode Penerjemahan