2.2.4 Pengukuran Self-Control
Gottfredson dan Hirschi 1990 jelas menegaskan bahwa keenam sifat impulsivity, simple tasks, risk seeking, physical activity, self-centered, dan
temper yang telah digambarkan tidak memiliki cara-cara alternatif low self- control, melainkan, mereka membentuk sifat laten unidimensional tunggal.
Menurut Gottfredson dan Hirschi 1990 ada kecenderungan cukup untuk sifat- sifat ini untuk datang bersama-sama pada orang-orang yang sama, dan karena sifat
tersebut cenderung bertahan sepanjang hidup, tampaknya masuk akal untuk mempertimbangkan sebagai konstruk stabil yang berguna dalam menjelaskan
kriminalitas. Dengan kata lain, analisis faktor mengindikasikan valid dan reliabel dari
enam komponen diharapkan dapat cocok dengan model one-factor, membenarkan penciptaan skala tunggal yang disebut skala low self-control. Pada dasarnya, ini
adalah premis yang sangat penting dalam teori Gottfredson dan Hirschi, ciri kepribadian unidimensional diharapkan untuk memprediksi keterlibatan dalam
semua jenis kejahatan serta hasilakademik, hasil angkatan kerja, sukses dalam pernikahan, berbagai perilaku ceroboh, seperti merokok dan minum, dan bahkan
kemungkinan terlibat dalam kecelakaan. Bukti bahwa sifat seperti itu ada adalah langkah yang paling dasar dalam agenda penelitian untuk menguji hipotesis
Gottfredson dan Hirschi telah disajikan dalam Grasmick, Tittle, Bursik, Jr., dan Arneklev, 1993.
Seperti disebutkan sebelumnya, enam komponen dari personality trait Gottfredson dan Hirschi menyebutnya low self-control diidentifikasi sebagai:
impulsivity, simple tasks, risk seeking, physical activity, self-centered, dan temper. Berbagai kombinasi item yang diujicobakan pada beberapa sampel mahasiswa
dengan tujuan memilih total 24 item, empat untuk masing-masing dari enam komponen, yang memiliki variasi cukup dan yang cenderung unidimensional
dalam struktur faktor Grasmick, dkk, 1993. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan teori low self-
control oleh Gottfredson dan Hirschi sebagai acuan untuk skala low self-control, penulis mengadaptasi dan modifikasi skala low self-control oleh Grasmik, dkk
1993 , dengan nilai reliabilitas cronbach α sebesar 0.805, sehingga menurut
penulis dapat sesuai dengan kondisi dan budaya di Indonesia.
2.3 Moral Disengagement
2.3.1 Definisi Moral Disengagement
Bandura 2002 menjelaskan moral disengagement sebagai proses tidak berfungsinya standar moral sebagai regulator internal perilaku dan tidak
beroperasinya mekanisme regulasi diri kecuali mereka diaktifkan sehingga menimbulkan perilaku yang menyebabkan reaksi moral dapat terlepas.
Selain itu, Detert, Trevino, Sweitzer 2008 menjelaskan moral disengagement sebagai suatu proses di mana individu membuat keputusan moral
yang tidak etis saat proses regulasi diri dinonaktifkan melalui penggunaan beberapa mekanisme kognitif kolektif yang saling terkait.
Definisi lainnya oleh Hyde, Shaw, Moilanen 2010 menjelaskan moral disengagemenet sebagai suatu proses ketika salah satu keyakinan atau nilai-nilai
moral membenarkan perilaku antisosial, terdapat kurangnya disonansi atau
hambatan untuk terlibat dalam tindakan antisosial sehingga tindakan tersebut dapat diterima. Sedangkan Shulman, Cauffman, Fagan 2011 menjelaskan
moral disengagement sebagai proses untuk menghindari sanksi internal dengan cara membangun pembenaran atas perilaku yang melanggar standar moral.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, penulis menyimpulkan bahwa moral disengagement adalah suatu proses sosial kognitif di
mana standar moral sebagai regulator internal perilaku tidak berfungsi dan proses regulasi diri dinonaktifkan sehingga menimbulkan perilaku tidak manusiawi.
2.3.2 Aspek-aspek Moral Disengagemnt
Menurut Bandura 1999 teori psikologi mengenai moralitas yang sudah ada terlalu memberikan penekanan yang besar pada penalaran moral moral
reasoning, sehingga mengabaikan perilaku moral. Manusia membiarkan kesalahan tanpa menghiraukan bagaimana individu tersebut bsia membenarkan
perilaku tidak manusiawi yang mereka lakukan. Regulasi dari tindakan manusia melibatkan lebih dari penalaran moral. Terdapat suatu teori dari agen moral yang
menghubungkan antara
pemikiran dengan
penalaran moral
sehingga memunculkan perilaku moral. Sebuah teori mengenai agen moral menentukan
mekanisme di mana individu dituntut hidup sesuai dengan standar moral. Menurut Bandura 1999, mekanisme regulasi diri tidak ikut bermain,
kecuali mereka diaktifkan, dan terdapat banyak dorongan sosial dan psikologis dimana sanksi diri dapat terlepas dari perilaku yang tidak manusiawi. Aktivasi
selektif dan pelepasan kendali internal memberikan jalan bagi manusia dengan standar moral yang sama untuk berperilaku berbeda dalam situasi yang berbeda.
Mekanisme tersebut menurut Bandura dalam Feist Feist, 2010 adalah: 1. Mendefinisikan ulang perilaku
Mekanisme yang pertama, yaitu dengan mendefinisikan ulang suatu perilaku. Orang menjustifikasi suatu perilaku yang salah dengan
melakukan restrukturisasi kognitif sehingga membuat mereka mampu meminimalisir atau lepas dari tanggung jawab. Mereka dapat melepaskan
diri dari tanggung jawab perilaku mereka setidaknya melalui tiga teknik: a.
Moral Justification Moral justification adalah perilaku yang salah dibuat seolah-olah
dapat dibela ataupun malah menjadi benar. Misalnya, mencuri merupakan hal yang wajar jika dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga. b.
Advantageous comparison Advantageous comparison adalah dengan memakai perbandingan
yang bersifat menenangkan atau menguntungkan antara perilaku tersebut dengan suatu keburukan yang lebih parah yang dilakukan
oleh orang lain. Misalnya, seorang anak melakukan vandalisme di gedung sekolah akan menggunakan alasan bahwa orang lain
memecahkan lebih banyak kaca jendela dibandingkan dirinya. c.
Euphemistic labeling Euphemistic labeling adalah dengan menggunakan label yang
bersifat memperhalus suatu perilaku, untuk membuat perilaku tercela