Diskusi KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
sel-centered secara positif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap aggressive driving. Hal tersebut berarti semakin tinggi self-centered seorang pengemudi
sepeda motor maka akan semakin tinggi pula aggressive driving. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tasca 2000, menyatakan bahwa
pengemudi sepeda motor dengan self-centered tinggi, yaitu: cenderung egois, acuh tak acuh, atau tidak sensitif terhadap penderitaan dan kebutuhan orang lain,
dan berfikir memiliki keterampilan mengemudi yang tinggi, sehingga dalam mengemudikan sepeda motor dapat berperilaku aggresive driving. Sebaliknya,
apabila pengemudi sepeda motor dengan self-centered yang rendah, pengemudi sepeda motor akan berfikir untuk memperoleh keselamatan lebih tinggi sehingga
mengemudi lebih defensif menjaga jarak aman. Variabel keempat yang memiliki sumbangan proporsi varians cukup besar
adalah moral justification, yaitu sebesar 3,2. Selain itu, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,127 dengan signifikansi 0.008 p 0.05, yang berarti bahwa
variabel moral justification secara positif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap aggressive driving. Hal tersebut berarti semakin tinggi moral
justification seorang pengemudi sepeda motor maka akan semakin tinggi aggressive driving. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Novaco dalam Tasca, 2000, menyatakan bahwa banyaknya kasus aggressive driving yang tidak mendapatkan hukuman dapat membentuk persepsi bahwa
perilaku tersebut normal dan diterima, sehingga pengemudi sepeda motor dengan moral justification tinggi melakukan perilaku aggressive driving dibuat seolah-
olah dapat dibela ataupun malah menjadi benar.
Variabel kelima yang memiliki sumbangan proporsi varians cukup besar adalah euphemistic labelling, yaitu sebesar 1,3. Selain itu, diperoleh nilai
koefisien regresi sebesar 0,111 dengan signifikansi 0.045 p 0.05, yang berarti bahwa variabel euphemistic labelling secara positif memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap aggressive driving. Hal tersebut berarti semakin tinggi euphemistic labelling seorang pengemudi sepeda motor maka semakin tinggi
aggressive driving. Sesuai dengan definisi dari euphemistic labelling oleh Bandura 1999, bahwa seorang pengemudi sepeda motor yang melakukan
aggressive driving dengan euphemistic labelling yang tinggi, menggunakan label yang bersifat memperhalus perilaku aggressive driving tersebut, untuk membuat
perilaku tersebut menjadi tampak kurang berbahaya. Sementara itu, penulis melihat bahwa, terdapat beberapa IV memiliki
pengaruh tidak signifikan terhadap DV, seperti variabel temper yang memiliki sumbangan proporsi varians sebesar 0, dengan koefisien regresi sebesar - 0.039
dengan signifikansi 0.406 p 0.05, yang berarti bahwa variabel temper memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap aggressive driving. Hal tersebut
menyatakan bahwa semakin tinggi temper maka semakin rendah aggressive driving pengemudi sepeda motor. Pernyataan tersebut berbeda dengan penelitian
Deffenbacher, dkk dalam Lin, 2009 yang telah memberikan bukti untuk mendukung model kondisi sifat mengemudi dengan marah: sifat umum
kemarahan mengemudi memprediksi situasi tertentu kemarahan mengemudi dan aggressive driving. Hal tersebut sesuai dengan pengertian temper menurut
Gottfredson dan Hirschi 1990 adalah seseorang dengan low self-control
cenderung memiliki toleransi minimal untuk frustrasi dan sedikit kemampuan untuk merespon konflik melalui lisan daripada fisik, sehingga pengemudi sepeda
motor, cenderung melakukan tindakan agresif. Namun, penelitian lain juga menunjukkan bahwa pengemudi yang
memiliki agresivitas yang tinggi tidak selalu mengalami kemarahan secara umum. Dijelaskan pada penelitian oleh Ellison-Potter, et al dalam Lin, 2009
menyatakan bahwa
mengemudi dalam
kondisi marah,
tidak selalu
memprediksikan respon secara agresif, dikarenakan ada beberapa karakteristik agresi tersebut meliputi impulsif dan sensation seeking. Beberapa jenis
mengemudi agresi tidak tampak berhubungan dengan mengemudi dengan marah. Menurut penulis, dalam penelitian ini ada beberapa kemungkinan yang
dialami oleh pengemudi sepeda motor, yaitu ketika mengemudikan sepeda motor dalam kondisi marah, maka pengemudi sepeda motor dapat mengendalikan marah
tersebut untuk tidak mengemudikan sepeda motor dengan agresif sehingga dapat mendukung hipotesis minor mengenai variabel temper memiliki pengaruh tidak
signifikan terhadap aggressive driving pengemudi sepeda motor. Dalam penelitian ini, penulis juga memiliki beberapa keterbatasan, seperti
belum adanya penelitian secara langsung mengenai variabel moral disengagement yang memiliki pengaruh terhadap aggressive driving pengemudi sepeda motor,
sehingga penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tersebut dengan menggunakan variabel moral disengagement. Karena penulis mempunyai
anggapan bahwa sebagai manusia yang rasional, dalam melakukan suatu perilaku dapat dipastikan ada sebab dan akibat. Dijelaskan oleh Bandura, dkk 1996 yang
mengembangkan teori moral disengagement untuk menjelaskan bagaimana cara seseorang dapat membenarkan tindakan mereka dan melakukan perilaku tidak
bermoraltidak manusiawi. Menurut penulis, seseorang yang mengemudi sepeda motor dalam kondisi kemacetan yang tidak diperkirakan yang menimbulkan
impulsivitas pada diri pengemudi seperti dorongan untuk mengebuttidak sabar menghadapi kemacetan, mengklakson berkali-kali, memaki pengendara lain, dan
sebagainya, dorongan-dorongan impulsif tersebut akan membenarkan tindakan mereka dan melakukan perilaku tidak bermoraltidak manusiawi dalam penelitian
ini perilaku tidak manusiawi yang ditunjukkan adalah aggressive driving.