Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
pengendara tewas dalam kecelakaan yang terjadi antara 2 pengendara sepeda motor besar diatas 250 cc menabrak sebuah mobil yang tengah putar arah
dijalan Panjang Raya, Jakarta Barat. Menurut saksi mata, kedua sepeda motor saling mendahului dengan kecepatan tinggi dijalur Busway dari arah Kedoya
menuju Kebon Jeruk.” Berdasarkan riset yang dilakukan di Amerika, kecelakaan di jalan raya
terjadi karena pengemudi masih belum bisa mengatur emosinya dan belum bisa berfikir jauh atas apa yang telah dilakukannya. Ketidakmampuan mengatur emosi
tersebut dapat mempengaruhi seseorang berperilaku aggressive driving. Seperti memaki pengendara lain dan juga membunyikan klakson berkali-kali dengan
intensitas yang cukup tinggi, dan juga tidak mau mengalah Muhaz, 2013. Sedangkan Tasca 2000 menyatakan bahwa aggressive driving dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor kepribadian individu berhubungan dengan cara pemikiran, emosi, dan sifat faktor fisiologis, otak
individu tidak dapat lagi memproduksi sejumlah endorphin yang memberikan perasaan nyaman. Faktor eksternal meliputi faktor keluarga, lingkungan teman
sebaya. Salah satu faktor yang menyebabkan pengemudi sepeda motor berperilaku
aggressive driving adalah self-control. Menurut Hurlock 2000 Self-control bisa muncul karena adanya perbedaan dalam pengelolaan emosi, cara mengatasi
masalah, tinggi rendahnya motivasi dan kemampuan mengolah segala potensi dan pengembangan kompetensinya. Self-control berkaitan dengan bagaimana individu
mampu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya.
Menurut Schmeichel, Vohs, Duke 2010 kesuksesan dalam self-control memberikan kontribusi untuk kesuksesan dalam hidup, selama ini orang-orang
yang unggul dalam mengatasi kecerobohan dapat menikmati hubungan interpersonal yang lebih memuaskan, mengurangi kecemasan, serta kesehatan
yang lebih besar dan kesejahteraan daripada orang lain. Sebaliknya, kegagalan dalam self-control berkontribusi terhadap konflik interpersonal, kecanduan obat,
makan berlebihan, dan hal-hal merugikan yang lainnya. Beberapa penelitian mengenai self-control dapat digunakan untuk
menjelaskan penggunaan obat-obatan terlarang Agnew White, dalam Ellwanger dan Pratt, 2012, penyerangan Maserolle Piquero, dalam Ellwanger
dan Pratt, 2012, agresi antar pribadi N. L. Piquero Sealock, dalam Ellwanger dan Pratt, 2012, kenakalan agresif Aseltine, dalam Ellwanger dan Pratt, 2012,
agresif, resiko dan perilaku mempercepat kendaraan Ellwanger, dalam Ellwanger dan Pratt, 2012, serta kriminal dan kenakalan secara keseluruhan.
Banyak teori yang menganggap bahwa perilaku menyimpang, terutama kejahatan, adalah hasil belajar individu dari lingkungan atau akibat tekanan dari
suatu keadaan tertentu. Denson, DeWall, dan Finkel 2012 menjelaskan bahwa kegagalan dalam self-control dapat menimbulkan agresi dan begitu pula
sebaliknya, bahwa keberhasilan dalam self-control dapat mengendalikan perilaku agresi. Gottfredson dan Hirschi 1990 dalam bukunya the general theory of crime
mengusulkan istilah low self-control untuk menggambarkan sifat abadi kriminalitas criminality atau kecenderungan kriminal criminal prospensity
dimana seorang individu memiliki beberapa hal sehingga tidak bisa menahan
keinginan untuk melakukan tindakan kejahatan atau dianalogikan sebagai perilaku yang dapat menghasilkan keuntungan pribadi secara nyata.
Kemudian Gottfredson dan Hirschi 1990 juga menjelaskan low self- control sebagai karakteristik yang dimunculkan pada awal kehidupan dan tetap
relatif stabil sepanjang kehidupan. Individu dengan low self-control akan terlibat dalam berbagai perilaku kriminal dan dianalogikan mereka memiliki kesempatan
untuk melakukannya. Menurut Gottfredson dan Hirschi dalam Ellwanger dan Pratt, 2012,
individu dengan low self-control cenderung memikirkan konsekuensi jangka pendek, sesuka hati untuk segera mengabaikan pertimbangan konsekuensi jangka
panjang dari tindakan mereka. Mereka dengan low self-control cenderung impulsif, kurangnya ketekunan dan keuletan, tidak dapat menunda kepuasan, tidak
memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah melalui lisan daripada sarana fisik, dan memiliki sedikit toleransi untuk frustrasi atau ketidaknyamanan.
Penelitian yang dilakukan Anderson dan Bushman 2002 menjelaskan bahwa agresi dapat diprediksi dengan sifat kepribadian yang dapat dihubungkan
dengan karakteristik utama dari low self control, yaitu: impulsivity, sensation seeking, dan consideration of future consequences CFC. Penelitian lain
dilakukan oleh Lin 2009 mengenai pemodelan aggressive driving: meneliti tentang teori low self-control dengan general aggression model, penelitian
tersebut mencoba memahami aggressive driving dipandang sebagai masalah kriminologi, dan mengeksplorasi teori self-control dari Gottfredson dan Hirschi.
Dua studi terpisah menampilkan sampel independen dengan ukuran yang berbeda
tetapi terkait yang digunakan untuk menjelaskan mengenai empat ciri-ciri low self-control sensation seeking, impulsivity, consideration of future consequence,
dan anger atau temper arousal berhubungan dengan mengemudi beresiko dan aggressive driving.
Hasil studi Lin 2009 mengungkapkan bahwa: 1 sensation seeking, impulsivity, dan CFC berhubungan dengan aggressive driving melalui kepribadian
temperamental seperti dorongan tabiat marah, 2 sensation seeking mungkin menciptakan situasi seperti mengemudi beresiko untuk mereka yang bertindak
agresif, dan 3 orang yang impulsif dan pencari sensasi bisa menjadi frustasi oleh kondisi mengemudi yang berbeda, dan tingkat frustasi dapat memediasi efek
impulsif dan mencari sensasi pada aggressive driving. Rasionalisasi dari penjelasan di atas adalah individu dengan low self-
control senang melakukan resiko dan melanggar aturan tanpa memikirkan efek jangka panjangnya, sedangkan individu dengan high self-control akan menyadari
akibat dan efek jangka panjang dari perbuatan menyimpang tersebut, sehingga tidak melakukan perilaku agresi. Oleh karena itu penulis mengambil teori low
self-control oleh Gottfredson dan Hirschi 1990 untuk menjelaskan pengaruh self-control terhadap perilaku aggressive driving.
Faktor lain penyebab banyaknya kasus kecelakaan yang telah disebutkan sebelumnya dapat disebabkan karena padatnya kendaraan yang ada di jalan
sebagai akibat dari meningkatnya jumlah pengendara, terutama pengendara sepeda motor, yang seringkali menimbulkan perilaku agresif aggressive
behavior. Shinar 1999 melaporkan hubungan yang kuat antara kondisi
lingkungan dengan manifestasi pengemudi agresif. Pengemudi yang terbiasa dengan kemacetan lebih jarang merasakan emosi marah saat mengemudi.
Lajunen dalam Tasca, 2000 menjelaskan kemacetan yang tidak diperkirakan dapat menimbulkan emosi marah pada pengemudi yang kemudian
dapat meningkatkan kecenderungan pengemudi untuk melakukan aggressive driving. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku aggressive driving
tersebut adalah moral disengagement. Bandura, Barbaranelli, Caprara, Pastorelli 1996 mengembangkan teori moral disengagement untuk menjelaskan
bagaimana cara seseorang dapat membenarkan tindakan mereka dan melakukan perilaku tidak bermoraltidak manusiawi.
Penulis mendapati bahwa beberapa penelitian mengenai moral disengagement dan perilaku agresif, mayoritas sampel remaja digunakan untuk
mengetahui hubungan dan memprediksi perilaku tersebut, salah satu penelitian yang dilakukan oleh White-Ajmani Bursik 2014 mengenai moral
disengagement dapat berkorelasi dengan perilaku agresi, tetapi hanya dalam konteks balas dendam. Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan perilaku yang
mengarahkan antara moral disengagement terhadap perilaku agresi berada dalam konteks situasional. Kesimpulannya adalah moral disengagement memang terkait
dengan tindakan-tindakan tertentu sebagai bentuk agresi interpersonal. Namun, diperlukan konteks situasional untuk menimbulkan perilaku agresif tersebut.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Caprara, Tisak, Alessandri, Fontaine, Fida, Paciello 2014. mengenai moral disengagement sebagai kontribusi untuk
mengetahui: adakah kecenderungan terhadap agresi dan kekerasan, hasilnya
menyatakan bahwa moral disengagement secara signifikan berkontribusi terhadap hubungan antara pola permusuhan dan kekerasan.
Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis menjelaskan perilaku agresif yang dimunculkan dengan salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu, moral
disengagement adalah perilaku aggressive driving. Menurut penulis, seseorang yang mengemudikan sepeda motor dalam salah satu faktor lingkungan yaitu
kondisi kemacetan yang tidak diperkirakan akan menimbulkan emosi marah pada pengemudi lain, sehingga seseorang tersebut akan membenarkan tindakan mereka
dan melakukan perilaku tidak bermoraltidak manusiawi dalam penelitian ini perilaku tidak manusiawi tersebut adalah aggressive driving.
Berdasarkan pemaparan fenomena di atas, penulis ingin melihat adakah pengaruh self-control dan moral disengagement terhadap perilaku aggressive
driving pada pengemudi sepeda motor. Oleh karena itu penulis tertarik mengambil
tema skripsi dengan judul “Pengaruh Self-Control Dan Moral Disengagement Terhadap
Aggressive Driving Pada Pengemudi Sepeda Motor.”