Aspek-aspek Moral Disengagemnt Moral Disengagement

memukuli anaknya dengan parah sampai membuat anaknya mengalami memar-memar serius, tetapo mereka menjelaskan bahwa anak tersebut membutuhkan disiplin untuk dapat tumbuh dewasa dengan baik. 3. Memindahkan atau mengaburkan tanggung jawab Mekanisme ketiga, yaitu melepaskan tindakan dari konsekuensinya dengan memindahkan displacement of responsibility atau mengaburkan tanggung jawab diffusion of responsibility. a. Displacement of responsibility Dengan melakukan pemindahan, seseorang dapat meminimasisir konsekuensi dari tindakannya dengan menempatkan tanggung jawab pada sumber eksternal. Contohnya, seseorang tidak dapat disalahkan karena perilakunya yang buruk jika teman-temannya menekan seseorang untuk melakukannya. b. Diffusion of responsibility Mengaburkan tanggung jawab adalah menyebarkan kesalahan yang dilakukan sehingga tidak ada satu pun orang yang bertanggung jawab. Misalnya, jika kelompok memutuskan bersama untuk melakukan suatu kejahatan, tidak adil untuk menyalahkan salah satu anggota kelompok dalam perbuatan itu. 4. Dehumanization dan attribution of blame Mekanisme keempat yaitu dengan melakukan dehumanisasi dehumanization dan menyalahkan orang lain attribution of blame terhadap korban. a. Dehumanization Manusia dapat mengaburkan tanggung jawab atas tindakan mereka dengan melakukan dehumanisasi atas korban. Misalnya: pada masa perang, manusia sering melihat musuh tidak sebagai manusia sepenuhnya, sehingga mereka tidak perlu merasa bersalah untuk membunuh manusia sebagai tentara musuh. b. Attribution of blame Manusia dapat mengaburkan tanggung jawab atas tindakan mereka dengan menyalahkan orang lain. Misalnya: jika seseorang kehilangan benda berharga karena dicuri, pencuri sebagai pelaku menyatakan perilakunya tersebut adalah kesalahan mereka sendiri yang meletakkan bendanya di sembarang tempat.

2.3.3 Pengukuran Moral Disengagement

Penelitian awal dilakukan oleh Bandura, Barbaranelli, Caprara, dan Pastorelli 1996 dengan judul: mechanisms of moral disengagement in the exercise of moral agency, studi ini meneliti struktur dan dampak perilaku moral disengagement yang dapat merugikan dan melalui proses psikologis yang diberikannya dampaknya. Path analyses menunjukkan bahwa moral disengagement yang mendorong perilaku merugikan dengan mengurangi prososial dan antisipatif diri dari ancaman dan dengan mempromosikan reaksi kognitif dan afektif kondusif untuk agresi. Struktur tersebut memberikan pengaruh yang sangat mirip untuk agresi interpersonal dan perilaku kenakalan. Penelitian lain dilakukan oleh Osofsky, Bandura, Zimbardo 2005 tentang: the role of moral disengagement in the execution process, moral disengagment yang berkaitan dengan proses eksekusi, diukur dengan 19 item yang diselesaikan secara tanpa nama oleh setiap peserta. Item tersebut menilai delapan mekanisme yang dijelaskan melalui sanksi diri yang terlepas dari kegiatan berbahayamematikan. Penelitian lain dilakukan oleh McAlister, dkk 2006 mengenai mechanism of moral disengagement in support of military force: the impact of sept. 11, moral disengagement diukur dengan 10 item. Penelitian lainnya oleh Detert, dkk 2008 tentang moral disengagement in ethical decision making: a study of antecedents and outcomes, pengukuran moral disengagement menggunakan alat ukur yang telah dikembangkan oleh Bandura dan digunakan dalam berbagai penelitian lain, yaitu skala mechanisms of moral disengagement. Dari beberapa penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis memutuskan untuk melakukan modifikasi skala sesuai dengan penelitian oleh Bandura, dkk 1996, yaitu skala mechanisms of moral disengagement, dengan nilai reliabilitas cron bach α sebesar 0.82. Skala tersebut dipilih karena memiliki beberapa item yang sesuai dengan penelitian ini.

2.4 Kerangka Berpikir

Meningkatnya kendaraan bermotor yang signifikan setiap tahunnya, menimbulkan berbagai macam permasalahan di jalan raya, salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas. Menurut Sarwono 1995 banyaknya kasus kecelakaan yang terjadi, dapat disebabkan karena padatnya kendaraan yang ada di jalan sebagai akibat dari meningkatnya jumlah pengendara, terutama pengendara sepeda motor, yang seringkali menimbulkan tingkah laku agresif. Kepadatan seringkali memiliki dampak pada manusia, salah satunya yaitu timbulnya perilaku agresif. Penyebab utama kecelakaan lalu lintas adalah kelalaian manusia, baik manusia tersebut mengalami kelelahan, mengantuk, mengebut dijalan raya, melanggar rambu lalu lintas, minum-minuman keras ketika mengemudi, bertindak agresif di jalan raya, dan sebagainya. Houston, Harris, dan Norman 2003 menjelaskan Aggressive driving adalah pola disfungsi dari perilaku sosial yang mengganggu keamanan publik. Aggressive driving dapat melibatkan berbagai perilaku berbeda termasuk perilaku membuntuti tailgaiting, mengklakson honking, melakukan gerakan kasar rude gesturing, dan mengedipkan lampu jauh di suasana lalu lintas yang tenang flashing light. Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli sebelumnya, penulis menyimpulkan definisi aggressive driving sebagai mengemudi kendaraan bermotor dengan sengaja, dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, dan upaya untuk menghemat waktu yang melibatkan berbagai perilaku berbeda, seperti membututi, mengklakson, melakukan gerakan kasar, mengedipkan lampu di suasana lalu lintas yang tenang, memiliki intensi melukai, dan emosi negatif sehingga dapat membahayakan orang lain atau properti jalan. Dikatakan aggressive driving karena mengasumsikan bahwa seseorang berhak meningkatkan resiko orang lain untuk terkena bahaya yang mengganggu keamanan publik dengan intensi untuk melukai. Dalam penelitian ini, Aggressive driving dapat terjadi dikarenakan beberapa faktor, salah satunya adalah self-control. Menurut Gottfredson dan Hirschi 1990, individu yang memiliki low self-control cenderung mengejar jangka pendek, kesenangan langsung didapat untuk mengabaikan pertimbangan konsekuensi jangka panjang dari tindakan mereka. Mereka yang tidak memiliki self-control adalah seseorang yang impulsif, kurangnya ketekunan dan keuletan, tidak dapat menunda kepuasan, tidak memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah melalui lisan daripada sarana fisik, dan memiliki sedikit toleransi untuk frustrasi atau ketidaknyamanan. Hubungan dari sifat-sifat self-control ini untuk agresi aggression dan aggressive driving tampaknya sudah cukup jelas dengan karakteristik aggressive driving itu sendiri, yang dijelaskan kembali oleh Gottfredson dan Hirschi 1990 bahwa kecelakaan mobil automobile accidents merupakan residu dari sejumlah perilaku mengemudi berisiko risk driving behavior: mengebut, minum-minuman keras, membuntuti kendaraan, kurangnya perhatian, dan pengambilan resiko dengan cara ugal-ugalan. Perilaku ini ditunjukkan oleh mereka yang memiliki sedikit hal untuk pengemudi dan yang menekankan manfaat jangka pendek misalnya, sensasi tinggi, mengurangi waktu perjalanan yang mengalir dari perilaku impulsif, berisiko, dan perilaku mengemudi egosentris tidak memikirkan