Pengukuran Moral Disengagement Moral Disengagement

melukai, dan emosi negatif sehingga dapat membahayakan orang lain atau properti jalan. Dikatakan aggressive driving karena mengasumsikan bahwa seseorang berhak meningkatkan resiko orang lain untuk terkena bahaya yang mengganggu keamanan publik dengan intensi untuk melukai. Dalam penelitian ini, Aggressive driving dapat terjadi dikarenakan beberapa faktor, salah satunya adalah self-control. Menurut Gottfredson dan Hirschi 1990, individu yang memiliki low self-control cenderung mengejar jangka pendek, kesenangan langsung didapat untuk mengabaikan pertimbangan konsekuensi jangka panjang dari tindakan mereka. Mereka yang tidak memiliki self-control adalah seseorang yang impulsif, kurangnya ketekunan dan keuletan, tidak dapat menunda kepuasan, tidak memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah melalui lisan daripada sarana fisik, dan memiliki sedikit toleransi untuk frustrasi atau ketidaknyamanan. Hubungan dari sifat-sifat self-control ini untuk agresi aggression dan aggressive driving tampaknya sudah cukup jelas dengan karakteristik aggressive driving itu sendiri, yang dijelaskan kembali oleh Gottfredson dan Hirschi 1990 bahwa kecelakaan mobil automobile accidents merupakan residu dari sejumlah perilaku mengemudi berisiko risk driving behavior: mengebut, minum-minuman keras, membuntuti kendaraan, kurangnya perhatian, dan pengambilan resiko dengan cara ugal-ugalan. Perilaku ini ditunjukkan oleh mereka yang memiliki sedikit hal untuk pengemudi dan yang menekankan manfaat jangka pendek misalnya, sensasi tinggi, mengurangi waktu perjalanan yang mengalir dari perilaku impulsif, berisiko, dan perilaku mengemudi egosentris tidak memikirkan resiko lebih lanjut misalnya: mendapat surat tilang, kecelakaan, dan teguran sosial. Dengan demikian, kecelakaan dan mungkin pelanggaran hukum lalu lintas sering merupakan hasil dari perilaku aggressive driving. Pengemudi yang agresif aggressive driver menurut teori self-control biasanya memiliki sikap yang impulsif, kurangnya ketekunan dan keuletan, tidak dapat menunda kepuasan, tidak memiliki kemampuan memecahkan masalah melalui lisan daripada sarana fisik, dan memiliki sedikit toleransi untuk frustrasi atau ketidaknyamanan, sehingga ditunjukkan ke dalam aggressive driving. Dalam penelitian ini penulis ingin meneliti mengenai self-control dari pengemudi agresif. Faktor lain yang mempengaruhi aggressive driving adalah moral disengagement. Bandura, dkk 1996 mengembangkan teori moral disengagement untuk menjelaskan bagaimana cara seseorang dapat membenarkan tindakan mereka dan melakukan perilaku tidak bermoraltidak manusiawi. Penulis mendapati bahwa mekanisme-mekanisme moral disengagement dapat membentuk suatu perilaku agresif seseorang, sehingga seseorang dapat dengan mudahnya melepas standar moral sebagai regulator internal perilaku sehingga tidak berfungsi dan mekanisme regulasi diri dinonaktifkan sehingga menimbulkan perilaku tidak manusiawi. Dalam penelitian ini, tindakan tidak manusiawi tersebut adalah aggressive driving. Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi aggressive driving seperti: sensation seeking, impulsiveness, dan consideration of future consequences secara definisi hampir mirip dengan mekanisme-mekanisme moral disengagement seperti moral justification, advantageous comparison dan disregardingdistorting consequences. Penulis ingin meneliti bahwa seseorang dalam penelitian ini pengemudi sepeda motor dengan moral disengagement dalam mengemudi sepeda motor akan berperilaku aggressive driving. Kerangka berpikir dalam penelitian ini digambarkan dengan bagan di bawah ini: . Gambar 2.1 Bagan Ilustrasi Kerangka berpikir Low Self -control Impulsivity Simple tasks Risk seeking Physical activity Aggressive Driving Self-centered Temper Moral Disengagement Moral justification Advantageous comparison Euphemistic labelling Disregard or distorting of consequences Displacement of responsibility Diffusion of responsibility Attribution of blame Dehumanization