Kesimpulan KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

pengemudi sepeda motor maka akan semakin tinggi juga aggressive driving pengemudi sepeda motor. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian mengenai variabel impulsivity yang dilakukan oleh Anderson dan Bushman, 2002; Dahlen, et al, dalam Lin, 2009; dan Lin, 2009, menyatakan bahwa pengemudi sepeda motor dapat menyebabkan perilaku aggressive driving karena kekurangan pengendalian diri low self-control untuk menahan diri dalam berperilaku aggressive driving dikarenakan memiliki orientasi kegiatan yang nyata saat ini dan sekarang, berbeda dengan high self-control yang memungkinkan orang untuk menunda kepuasan. Variabel kedua yang memiliki sumbangan proporsi varians cukup besar adalah risk seeking, yaitu sebesar 9,4. Selain itu, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,263 dengan signifikansi 0.000 p 0.05, yang berarti bahwa variabel risk seeking secara positif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap aggressive driving. Hal tersebut berarti semakin tinggi risk seeking seorang pengemudi sepeda motor maka akan semakin tinggi pula aggressive driving. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arnett, dkk dalam Tasca, 2000; dan Lin, 2009, menyatakan bahwa kecenderungan untuk menjadi penjelajah daripada berhati-hati karena pengemudi sepeda motor dengan risk seeking yang tinggi memandang kegiatan harusnya lebih menarik, berisiko, atau mendebarkan sehingga mengemudi dengan kecepatan tinggi. Variabel ketiga yang memiliki sumbangan proporsi varians cukup besar yaitu self-centered, yaitu sebesar 1,8. Selain itu, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,116 dengan signifikansi 0.033 p 0.05, yang berarti bahwa variabel sel-centered secara positif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap aggressive driving. Hal tersebut berarti semakin tinggi self-centered seorang pengemudi sepeda motor maka akan semakin tinggi pula aggressive driving. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tasca 2000, menyatakan bahwa pengemudi sepeda motor dengan self-centered tinggi, yaitu: cenderung egois, acuh tak acuh, atau tidak sensitif terhadap penderitaan dan kebutuhan orang lain, dan berfikir memiliki keterampilan mengemudi yang tinggi, sehingga dalam mengemudikan sepeda motor dapat berperilaku aggresive driving. Sebaliknya, apabila pengemudi sepeda motor dengan self-centered yang rendah, pengemudi sepeda motor akan berfikir untuk memperoleh keselamatan lebih tinggi sehingga mengemudi lebih defensif menjaga jarak aman. Variabel keempat yang memiliki sumbangan proporsi varians cukup besar adalah moral justification, yaitu sebesar 3,2. Selain itu, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,127 dengan signifikansi 0.008 p 0.05, yang berarti bahwa variabel moral justification secara positif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap aggressive driving. Hal tersebut berarti semakin tinggi moral justification seorang pengemudi sepeda motor maka akan semakin tinggi aggressive driving. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Novaco dalam Tasca, 2000, menyatakan bahwa banyaknya kasus aggressive driving yang tidak mendapatkan hukuman dapat membentuk persepsi bahwa perilaku tersebut normal dan diterima, sehingga pengemudi sepeda motor dengan moral justification tinggi melakukan perilaku aggressive driving dibuat seolah- olah dapat dibela ataupun malah menjadi benar.