Pencampuran Cuka Pasar : Ekstrak Bawang Putih Metode Maserasi Pelarut Air dan Etanol

53 dan kemudian terlepas menjadi CO 2 . Hilangnya komponen volatil dari bawang putih akibat penjemuran menyebabkan kadar komponen aktif pada ekstrak lebih sedikit, dan membuat pH ekstrak lebih rendah. Hal ini juga menyebabkan jumlah ion H + bebas dari asam asetat menjadi lebih banyak saat ekstrak bawang putih dicampurkan dengan cuka pasar. Hal ini menyebabkan rasa asam dari cuka pasar lebih dominan pada perbandingan 50:50, 70:30, bahkan sudah mulai terasa pada perbandingan 30:70. Sehingga seluruh larutan campuran cuka pasar dengan ekstrak bawang putih kering yang direbus tidak lolos screening larutan biang.

5.2. Pencampuran Cuka Pasar : Ekstrak Bawang Putih Metode Maserasi Pelarut Air dan Etanol

Maserasi bawang putih menggunakan pelarut air maupun etanol menghasilkan ekstrak bawang putih yang mengandung komponen polar. Komponen tersebut bertindak sebagai komponen citarasa dari bawang putih, diantaranya alisin, senyawa turunan sistein S- alilsistein, S-alil merkaptosistein, dan S-metil sistein Nagpurkar et al. 2000, serta senyawa sulfida hasil dekomposisi dari alisin ajoene dan dithiin Block 1985. Pada pencampuran cuka pasar dengan ekstrak bawang putih metode maserasi air maupun etanol digunakan konsentrasi ekstrak bawang putih yang lebih rendah. Hal ini dilakukan berdasarkan alasan ekonomis. Proses ekstraksi bawang putih metode maserasi menggunakan pelarut dan peralatan laboratorium yang lebih besar dari segi biaya jika dibandingkan dengan ekstraksi bawang putih metode perebusan. Penggunaan konsentrasi ekstrak bawang putih yang lebih rendah ini dilakukan untuk menekan biaya pengawetan, sehingga larutan pengawet yang dihasilkan tetap dapat terjangkau oleh produsan dan pedagang mie basah matang. 54 Hasil pengukuran pH dan pencicipan rasa dari larutan campuran cuka pasar dengan ekstrak bawang putih maserasi air dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Hasil pengukuran pH dan rasa campuran cuka pasar: ekstrak bawang putih maserasi air dan etanol Proses Ekstraksi Bawang Putih Cuka Pasar: Ekstrak pH Rasa 8 : 2 2.74 Asam ++++ 7 : 3 2.93 Asam +; rasa asam cepat hilang 6 : 4 3.05 Asam +; bawang +; rasa asam cepat hilang Maserasi air 5 : 5 3.22 Asam +; bawang +++; rasa asam cepat hilang 8 : 2 2.80 Asam ++++ 7 : 3 2.95 Asam +; rasa asam cepat hilang 6 : 4 3.20 Asam +; bawang +; asam cepat hilang Maserasi etanol 5 : 5 3.42 Asam +; bawang +++; rasa asam cepat hilang Ekstrak bawang putih yang diperoleh dari maserasi pelarut air memiliki pH sebesar 5.59. Nilai pH ini berkurang ketika dilakukan campuran antara cuka pasar dengan ekstrak. Pada pencampuran dengan perbandingan konsentrasi cuka pasar : ekstrak 8:2, pH larutan turun menjadi 2.74. Larutan campuran ini memiliki rasa asam yang sangat menyengat asam ++++. Pencampuran cuka pasar dan ekstrak dengan perbandingan 7:3 menghasilkan larutan yang memiliki rasa asam yang sedikit terasa di lidah, rasa asam tersebut 55 cepat hilang, dan tidak terasa flavor bawang putih. Larutan campuran ini memiliki pH sebesar 2.93. Larutan hasil pencampuran cuka pasar dengan ekstrak perbandingan 6:4 memiliki pH sebesar 3.05 dengan rasa asam dan bawang putih yang sedikit terasa di lidah. Rasa asam pada larutan ini pun terasa cepat hilang. Larutan campuran cuka pasar dan ekstrak dengan perbandingan 5:5 memiliki pH sebesar 3.22. Flavor bawang putih terasa kuat pada larutan ini. Namun, rasa asam dari cuka pasar masih sedikit terasa di lidah dalam waktu yang singkat. Ekstrak bawang putih hasil maserasi menggunakan pelarut etanol memiliki pH awal sebesar 5.86. Ketika dicampurkan dengan cuka pasar dengan perbandingan 8:2, pH campuran turun menjadi 2.80 dan memiliki rasa asam yang pekat. Nilai pH turun kembali pada perbandingan campuran 7:3, yaitu 2.95 dengan sedikit rasa asam yang terasa singkat di indera pengecap dan cepat hilang. Penambahan asam asetat dengan perbandingan 6:4 menghasilkan pH sebesar 3.20 dan campuran memiliki rasa bawang serta sedikit rasa asam yang cepat hilang. Larutan dengan perbandingan asam asetat : ekstrak 5:5 memiliki pH sebesar 3.42 dengan rasa bawang dominan dan sedikit rasa asam yang terasa cepat hilang di lidah. Larutan campuran cuka pasar dan ekstrak bawang putih maserasi air maupun etanol perbandingan 7:3, 6:4, dan 5:5 memiliki rasa asam yang cepat terasa hilang di lidah. Hal ini berkaitan dengan sensitivitas rasa asam dan flavor bawang pada indera pengecap. Woodworth et al. 1954 menyatakan bahwa konsentrasi suatu zat yang dibutuhkan untuk dapat terdeteksi oleh indera pengecap manusia berbeda-beda, tergantung dari rasa dan zat yang dikandungnya. Rasa dari suatu zat baru akan terasa sepenuhnya setelah ¼ hingga 2 detik setelah zat tersebut kontak dengan lidah Lyman 1989. Waktu setiap zat untuk dapat terasa secara keseluruhan juga dipengaruhi oleh kandungan zat tersebut. 56 Pada asam asetat, ion hidrogen H + merupakan substansi yang menjadi stimulus rasa asam yang dirasakan oleh indera pengecap. Di dalam mulut, ion hidrogen ini akan dideteksi oleh ion hydrogen channel. Ion hidrogen mampu menyebar dan berinteraksi dengan amiloride-sensitive channels di dalam mulut. Selain itu, ion hidrogen ini juga mampu menghambat potassium channel yang memiliki fungsi secara normal untuk melakukan hiperpolarisasi sel. Penghambatan terjadi karena ion hidrogen mampu menurunkan pH dalam mulut dan membuat tertutupnya blocking ion channel dari potassium. Kombinasi aksi dari ion hidrogen ini menyebabkan rasa asam dapat terdeteksi oleh mulut Bray 1992. Ion hidrogen dari asam asetat ini memberikan rasa asam yang cepat terasa dan menusuk di lidah. Oleh sebab itu, asam asetat dikatakan memiliki rasa asam yang menusuk Lyman 1989. Komponen citarasa pada bawang putih yang mempengaruhi rasa larutan campuran berasal dari komponen volatil dan non volatil. Wati 2007 membagi sensasi citarasa dari rempah menjadi hot sensation dan sharp sensation. Hot sensation merupakan jenis citarasa yang menyebar di seluruh mulut, sedangkan sharp sensation dapat menstimulasi membran mukosa, baik pada hidung maupun pada rongga mulut. Sebagian besar komponen aktif pada rempah yang menghasilkan sharp sensation biasanya bersifat volatil, sedangkan komponen yang menghasilkan hot sensation biasanya bersifat non volatil. Gugus sulfida pada bawang putih cenderung menghasilkan sharp sensation. Menurut Farrell 1985, karakteristik flavor dari bawang putih yaitu alliceous dan sulfurous. Ekstrak bawang putih yang berasal dari maserasi pelarut polar cenderung memiliki komponen volatil dan non volatil, karena proses maserasi tidak menggunakan panas suhu tinggi, sehingga komponen aktif tidak terdegradasi selama ekstraksi. Ketika terjadi pencampuran cuka pasar dengan ekstrak bawang putih hasil maserasi air maupun etanol, ion hidrogen H + dari cuka 57 pasar bereaksi dengan komponen aktif dari ekstrak bawang putih. Reaksi ini membuat kerja dari ion hidrogen dalam menghasilkan rasa dan flavor asam di lidah menjadi terhambat. Sebaliknya, hot dan sharp sensation yang seharusnya terasa dalam mulut juga dihambat oleh ion-ion hidrogen. Sebagai hasil yang dirasakan oleh indera pengecap yaitu rasa asam yang sedikit terasa di lidah dan cepat hilang, tanpa sensasi dari flavor bawang putih. Rasa asam ini berasal dari ion hidrogen bebas yang tidak bereaksi dengan komponen aktif bawang putih. Larutan campuran asam asetat dan ekstrak bawang putih hasil maserasi menggunakan pelarut air maupun etanol yang memenuhi kriteria pH 3 serta rasa tidak asam yaitu larutan 7:3. Larutan inilah yang selanjutnya digunakan sebagai larutan biang pada penelitian utama. Larutan terpilih dari pencampuran cuka pasar dengan ekstrak bawang putih maserasi air larutan 7:3 disebut larutan biang A, sedangkan larutan terpilih dari pencampuran cuka pasar dengan ekstrak bawang putih maserasi etanol disebut larutan biang E. B. PENELITIAN UTAMA Pada penelitian utama, larutan biang A dan E diencerkan menjadi 10, 20, dan 30. Kandungan asam asetat yang terkandung pada masing-masing konsentrasi pengenceran ditunjukkan pada Tabel 17. Perhitungan kandungan asam asetat tiap pengenceran tercantum pada Lampiran 3. Tabel 17 Kandungan asam asetat pada larutan biang A dan E yang diencerkan Besar Pengenceran Larutan Biang 7:3 Kandungan asam asetat 10 1.75 20 3.5 30 5.25 Mie basah matang dicelup ke masing-masing larutan, kemudian dilakukan pengamatan umur simpan mie basah matang secara visual. Pengamatan 58 meliputi warna, bau, dan tekstur hingga mie basah matang mengalami kerusakan. Pengamatan umur simpan mie basah matang secara visual ini dilakukan untuk memperkirakan umur simpan mie basah matang secara visual yang berkaitan dengan kelayakannya secara organoleptik untuk dikonsumsi. Hasil pengamatan visual mie basah matang yang dicelup dengan larutan 10, 20, dan 30 dari larutan biang A dan E dapat dilihat pada Lampiran 4 serta Lampiran 5. Mie basah matang tanpa pencelupan kontrol memiliki warna, bau, dan tekstur yang normal pada penyimpanan hari ke-0. Hal ini menunjukkan mie basah matang berada dalam keadaan baik dan layak konsumsi. Perubahan terjadi pada penyimpanan hari ke 1 dan 2. Bau mie basah matang kontrol berkurang intensitasnya bila dibandingkan dengan bau mie basah matang normal. Selain itu, tekstur mie basah matang yang normalnya licin menjadi agak kesat. Pada penyimpanan hari ke 3 dan 4, bau mie basah matang kontrol menjadi lebih berkurang intensitasnya bila dibandingkan dengan bau mie basah matang hari ke-2. Mie basah matang tersebut menjadi berbau agak tengik. Hal ini disebabkan oleh reaksi oksidasi yang terjadi pada minyak kelapa yang melapisi permukaan mie. Warna mie pun menjadi lebih pucat. Selain itu, timbul tanda-tanda kerusakan mie basah matang yang lain, yaitu adanya lendir akibat aktivitas mikroba. Perkiraan umur simpan mie basah matang tanpa pencelupan yaitu selama 2 hari. Hal ini disebabkan memasuki penyimpanan hari ke-3 dan ke-4 telah tampak tanda-tanda kerusakan pada mie basah matang, meliputi perubahan warna menjadi lebih pucat, adanya lendir, dan bau tengik. Mie basah matang yang dicelup larutan biang A dan E yang diencerkan 10 memiliki bau, warna, dan tekstur yang normal selama penyimpanan hari ke-0, 1, 2, 3, dan 4. Hal ini menunjukkan larutan 10 biang dapat mempertahankan mutu mie basah matang secara visual hingga 4 hari. Mie basah matang yang dicelup larutan hasil pengenceran biang A dan E sebesar 20 memiliki warna yang normal selama penyimpanan hari ke-0 hingga ke-4. Mie basah matang ini memiliki bau asam dari cuka yang telah tercium sejak penyimpanan hari ke-0. Bau asam cuka tetap tertinggal pada mie 59 hingga penyimpanan hari ke-4. Tekstur mie basah matang tetap normal hingga penyimpanan hari ke-2 dan menjadi agak kesat berkurang kelicinannya di hari ke-3 dan ke-4. Larutan 20 biang ini dapat menghambat pertumbuhan mikroba penyebab timbulnya lendir pada mie, sehingga mie memiliki tekstur yang tidak berlendir. Larutan 20 biang dapat mempertahankan mutu mie basah matang secara visual hingga hari ke-4. Namun, bau asam dari cuka yang tetap tertinggal membuat mie basah matang kurang disukai secara organoleptik. Pencelupan mie basah matang dengan larutan 30 biang A maupun E mampu mempertahankan warna mie basah matang tetap normal hingga penyimpanan hari ke-4. Pada penyimpanan hari ke-0, mie basah matang telah memiliki bau asam dari cuka yang cukup menyengat. Pada penyimpanan hari ke-1 hingga ke-4, bau asam cuka bertambah kuat. Tekstur mie basah matang yang normal dapat dipertahankan hingga penyimpanan hari ke-2. Pada hari ke- 3 dan ke-4, mie basah matang menjadi agak kesat. Seperti halnya larutan biang 20, larutan biang 30 pun dapat mempertahankan mutu mie basah matang secara visual hingga hari ke-4. Bau asam dari cuka yang tercium lebih kuat membuat mie basah matang ini tidak disukai secara organoleptik. Berdasarkan hasil pengamatan secara visual, diketahui bahwa larutan biang A dan E yang diencerkan sebesar 10 mampu mempertahankan mutu mie basah matang dari segi warna, bau, dan tekstur selama 4 hari. Hal ini menyebabkan pengenceran larutan biang A dan E dengan perbandingan 7:3 sebesar 10 menjadi batas tengah dari optimasi larutan biang. Optimasi larutan biang yang dilakukan yaitu dengan mengencerkan larutan biang 7:3 menjadi 5, 10, dan 15. Tabel 18 menunjukkan besar optimasi pengenceran larutan biang beserta jumlah asam asetat yang dikandungnya. Selanjutnya dilakukan pencelupan mie basah matang ke larutan biang yang dioptimasi dan penyimpanan mie hingga mengalami kerusakan. Analisis fisik, kimia, dan mikrobiologi pada mie basah matang yang diawetkan dilakukan setiap hari hingga terjadi kerusakan. 60 Tabel 18 Besar optimasi pengenceran larutan biang Rumus Besar Pengenceran terhadap Larutan Biang Besar Pengenceran terhadap Larutan Biang Kandungan Asam asetat x – 5 5 0.88 x 10 1.75 x + 5 15 2.63

1. Total Mikroba