Tekstur Pengaruh Penggunaan Asam Asetat Dan Ekstrak Bawang Putih (Allium Sativum L.) Terhadap Daya Awet Dan Mutu Sensori Produk Mie Basah Matang Pada Penyimpanan Suhu Ruang

85 menunjukkan bahwa perlakuan pencelupan larutan A dan E pada mie membuat tingkat kecerahan mie tersebut berbeda dengan kontrol. Bila larutan pengawet A dibandingkan dengan larutan pengawet E, dapat terlihat bahwa larutan E lebih mampu mempertahankan kestabilan warna mie basah matang selama penyimpanan. Mie basah matang yang dicelup larutan A dan E tetap mengalami penurunan nilai o Hue hingga hari ke-4, namun dengan tingkat penurunan yang berbeda. Diantara larutan E1, E2, dan E3, larutan E1 memiliki daya stabil terhadap warna mie basah matang yang paling baik. Nilai o Hue mie basah matang selama penyimpanan yaitu berkisar antara 88-76. Nilai ini menunjukkan bahwa mie basah matang dengan pencelupan larutan A maupun E memiliki warna kuning selama penyimpanan. Penelitian oleh Ferdiani 2008 menyebutkan bahwa mie basah matang dengan pencelupan asam asetat mengalami tingkat penurunan nilai o Hue yang lebih kecil dibandingkan kontrol. Mie basah matang dengan asam cuka 2 memiliki tingkat penurunan nilai o Hue yang lebih kecil daripada mie basah matang dengan asam cuka 1. Berdasarkan data nilai o Hue, dapat disimpulkan bahwa larutan pengawet E1 paling efektif dalam mempertahankan kestabilan warna kuning mie basah matang. Hasil ini berbanding lurus dengan analisis tingkat kecerahan mie basah matang, dimana kemampuan larutan E dalam mempertahankan tingkat kecerahan mie basah matang selama penyimpanan lebih baik daripada larutan A.

5. Tekstur

Analisis tekstur mie basah matang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pencelupan larutan pengawet pada mie terhadap perubahan teksturnya selama penyimpanan. Analisis tekstur mie basah matang pada penelitian ini menggunakan Rheoner, suatu instrumen pengukuran tekstur. Tekstur mie basah matang ditentukan oleh pembentukan gluten. Gluten terbentuk dari dua jenis protein yang terkandung dalam tepung terigu, yaitu gliadin dan glutenin. Gliadin berpengaruh terhadap 86 kekenyalan, sedangkan glutenin penting untuk elastisitas Murano 2005. Gluten inilah yang membuat mie basah matang menjadi kenyal dan tidak mudah putus. Bahan tambahan dalam pembuatan adonan mie seperti garam dan alkali juga berperan dalam pembentukan tekstur mie. Garam berfungsi memperkuat tekstur serta meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie. Alkali berupa Na 2 CO 3, K 2 CO 3, dan KH 2 PO 4 juga berfungsi untuk meningkatkan kekenyalan, elastisitas, dan fleksibilitas mie Badrudin 1994. Air yang digunakan saat membuat adonan mie juga dapat membentuk sifat kenyal pada gluten Chodidjah 1996. Analisis tekstur mie basah matang mencakup gaya putus mie dan persen elongasi. Gaya putus merupakan gaya maksimum mie untuk menahan beban, dinyatakan dalam gram force gf. Persen elongasi merupakan daya ulur mie, yaitu perubahan panjang maksimum mie sebelum sampel rusak atau putus yang dibandingkan dengan panjang awalnya Hay 1968. Hasil pengukuran gaya putus mie basah matang yang dicelup larutan pengawet hasil maserasi pelarut air ditunjukkan pada Gambar 20. 2 4 6 8 10 12 14 H0 H1 H2 H3 H4 Lama Penyimpanan hari G a y a P u tu s g f KONTROL A1 A2 A3 Gambar 20 Grafik nilai gaya putus mie basah matang dengan pencelupan larutan pengawet hasil maserasi air. Mie basah matang kontrol memiliki gaya putus yang menurun selama penyimpanan dalam tingkat yang cukup tinggi. Pada penyimpanan hari ke- 87 0, gaya putus mie basah matang kontrol sebesar 10.25 gf dan semakin menurun hingga mencapai nilai 7 gf di hari penyimpanan ke-4 Lampiran16. Penurunan gaya putus mie basah matang kontrol ini terjadi karena adanya lendir pada mie basah matang pada penyimpanan hari ke-3 dan ke-4 yang dihasilkan oleh mikroba. Berdasarkan survey pada pedagang pasar tradisional dan pedagang olahan mie yang dilakukan oleh Gracecia 2005, ciri-ciri kerusakan pada mie basah matang yaitu lengket, berlendir, dan timbul bau asam. Menurut Hoseney 1998, pembentukan lendir menandakan adanya pertumbuhan bakteri dan diikuti dengan timbulnya bau asam. Penurunan gaya putus mie basah matang kontrol disebabkan oleh aktivitas mikroba yang mendekomposisi nutrisi pada mie basah matang, terutama protein. Protein pada mie basah matang gliadin dan glutenin berperan sebagai pembentuk tekstur mie, sehingga dekomposisi protein tersebut oleh mikroba akan menyebabkan tekstur mie basah matang menjadi lunak dan mie mudah putus. Fardiaz 1989 menyatakan bahwa semua bakteri yang tumbuh pada makanan bersifat heterotropik, yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya. Dalam metabolismenya, bakteri heterotropik menggunakan protein, karbohidrat, lemak, dan komponen makanan lainnya sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Ferdiani 2008 menyebutkan bahwa pembentukan tekstur mie dipengaruhi oleh protein yang ada dalam mie, yaitu gliadin dan glutenin, sehingga apabila ada mikroba yang memecah protein maka kualitas tekstur mie akan menurun. Mie basah matang yang dicelup larutan pengawet A1, A2, dan A3 mengalami penurunan gaya putus mie yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Pada mie basah matang dengan larutan A1, gaya putus mengalami penurunan dari 12.75 gf di hari ke-0 menjadi 8 gf di hari ke-4. Larutan A2 menyebabkan gaya putus mie basah matang turun dari 13 gf di hari ke-0 menjadi 6.75 gf di hari ke-4. Penurunan pada mie basah matang dengan pencelupan larutan A3 yaitu sebesar 11.75 gf menjadi 7 gf Lampiran 16. 88 Mie basah matang yang dicelup larutan E1, E2, dan E3 juga mengalami penurunan gaya putus yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol. Larutan E1 membuat mie basah matang mengalami penurunan gaya putus dari 12 gf menjadi 8 gf di hari penyimpanan ke-0 hingga ke-4. Penurunan dari 12.5 gf menjadi 7.5 gf terjadi pada mie basah matang dengan pencelupan larutan E2. Mie basah matang yang dicelup larutan E3 mengalami penurunan gaya putus dari 11.5 gf menjadi 7.25 gf hingga penyimpanan hari ke-4 Lampiran 17. Gambar 21 menunjukkan hasil pengukuran gaya putus mie basah matang yang dicelup larutan pengawet hasil maserasi pelarut etanol. 2 4 6 8 10 12 14 H0 H1 H2 H3 H4 Lama Penyimpanan hari G a y a P u tu s g f KONTROL E5 E10 E15 Gambar 21 Grafik nilai gaya putus mie basah matang dengan pencelupan larutan pengawet hasil maserasi etanol. Penurunan gaya putus mie basah matang yang dicelup larutan A maupun E memiliki tingkat yang lebih rendah dibandingkan mie basah matang kontrol. Semakin tinggi nilai gaya putus mie, maka semakin besar gaya yang dikeluarkan mie untuk menahan beban probe Rheoner saat memutuskannya. Tekstur mie basah matang yang dicelup larutan A dan E menjadi tidak terlalu lunak seperti mie basah matang kontrol. Robertson et al. 1992 menyatakan bahwa sifat fisik dari gluten yang direaksikan menggunakan asam organik seperti asam asetat dan asam sitrat dapat 89 menjadi lebih baik. Oleh sebab itu, gaya putus mie basah matang yang dicelup larutan pengawet A dan E yang mengandung asam asetat lebih tinggi dibandingkan mie basah matang kontrol. Hasil analisis ragam pada gaya putus mie menunjukkan mie basah matang yang dicelup larutan A dan E berbeda nyata dengan mie basah matang kontrol pada penyimpanan hari ke-0 hingga hari ke-4. Hal ini menunjukkan perlakuan pencelupan mie ke larutan pengawet A dan E mampu mempertahankan gaya putus mie tersebut selama penyimpanan. Berdasarkan hasil analisis gaya putus, larutan yang paling efektif dalam mempertahankan tekstur mie basah matang yaitu larutan A1. Hal ini dapat dilihat dari nilai gaya putus mie basah matang yang dicelup larutan A1 memiliki kestabilan tekstur yang lebih baik dibandingkan larutan lainnya. Elongasi menggambarkan kemampuan mie untuk meregang memanjang dari ukuran awal pada saat menerima tekanan dari luar Rianto 2006. Hasil pengukuran persen elongasi mie basah matang yang dicelup larutan pengawet A ditunjukkan oleh Gambar 22. 5 10 15 20 25 30 35 H0 H1 H2 H3 H4 Lama Penyimpanan hari E lo n g a s i KONTROL A1 A2 A3 Gambar 22 Grafik nilai persen elongasi mie basah matang dengan pencelupan larutan pengawet hasil maserasi air. 90 Mie basah matang kontrol memiliki daya elongasi yang menurun selama penyimpanan. Pada penyimpanan hari ke-0, persen elongasi mie basah matang kontrol yaitu sebesar 22.26. Nilai ini berkurang pada penyimpanan hari ke-1, 2, 3, dan 4, berturut-turut sebesar 20.50, 19.62, 17.92, dan 16.31. Penurunan kemampuan mie untuk meregang dipengaruhi oleh aktivitas mikroba pada mie, yang ditandai dengan terbentuknya lendir pada hari penyimpanan ke-3 dan ke-4. Mikroba yang tumbuh pada mie basah matang kontrol mendekomposisi nutrisi yang terkandung pada mie, terutama protein. Jenis protein utama yang terkandung dalam mie basah yaitu gliadin dan glutenin yang berasal dari terigu. Gliadin dan glutenin berperan dalam pembentukan gluten saat tepung terigu diadon dalam air. Gluten merupakan suatu massa yang kohesif dan viskoelastis yang dapat meregang secara elastis Chodidjah 1996. Dekomposisi protein pada mie basah matang mempengaruhi kualitas tekstur mie basah matang, diantaranya gaya putus dan elongasi mie. Mie basah matang yang dicelup larutan A1 mengalami penurunan elongasi yang lebih besar dibandingkan mie kontrol. Pada hari ke-0, nilai elongasinya sebesar 27.93. Nilai elongasi pada hari ke-1, 2, 3, dan 4 yaitu sebesar 27.02, 20.55, 15.60, dan 11.87. Penurunan elongasi juga terjadi pada mie basah matang yang dicelup larutan A2, A3, E1, E2, dan E3. Pada mie yang dicelup larutan A2, nilai elongasi selama penyimpanan hari ke-0 hingga ke-4 yaitu 28.89, 26.97, 21.41, 11.87, dan 8.64. Sementara itu, nilai elongasi mie basah matang yang dicelup larutan A3 yaitu 24.09, 21.41, 20.55, 17.19, dan 9.23. Gambar 23 menunjukkan persen elongasi mie basah matang yang dicelup larutan pengawet hasil maserasi pelarut etanol. Berdasarkan Gambar 23, dapat diketahui bahwa nilai elongasi mie basah matang yang dicelup larutan E1, E2, dan E3 mengalami penurunan yang lebih besar daripada kontrol selama penyimpanan. 91 5 10 15 20 25 30 35 H0 H1 H2 H3 H4 Lama Penyimpanan hari E lo n g a s i KONTROL E1 E2 E3 Gambar 23 Grafik nilai persen elongasi mie basah matang dengan pencelupan larutan pengawet hasil maserasi etanol. Mie basah matang yang dicelup larutan E1 memiliki nilai elongasi sebesar 25.05, 24.14, 20.50, 14.80, dan 11.87. Penurunan yang terjadi pada mie basah matang yang dicelup larutan E2 yaitu sebesar 26.92, 25.96, 22.32, 13.27, dan 10.62. Sementara penurunan yang terjadi pada mie basah matang dengan pencelupan larutan E3 yaitu sebesar 23.18, 19.64, 19.64, 17.98, dan 9.89. Nilai persen elongasi tersebut merupakan nilai selama mie basah matang mengalami penyimpanan hari ke-0 hingga ke-4. Hasil analisis ragam menunjukkan persen elongasi mie basah kontrol berbeda nyata dengan mie basah yang mengalami pencelupan hingga penyimpanan hari ke-4. Pada penyimpanan hari ke-4, seluruh mie basah matang yang dicelup larutan A dan E memiliki nilai persen elongasi yang berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini dapat dilihat pada data persen elongasi Lampiran 61 dan Lampiran 62 yang menunjukkan nilai elongasi mie basah matang kontrol di hari ke-4 yang jauh berbeda dengan nilai elongasi mie basah matang dengan pencelupan. Mie basah matang yang dicelup larutan A dan E mengalami penurunan nilai elongasi dengan tingkat yang lebih besar bila dibandingkan dengan mie basah matang kontrol. Hasil ini berbeda dengan hasil analisis tekstur 92 lainnya, yaitu gaya putus mie. Hasil analisis gaya putus mie basah matang menunjukkan larutan pengawet A dan E mampu mempertahankan gaya putus mie selama penyimpanan. Penurunan nilai elongasi ini diduga karena terjadinya proses hidrolisis asam. Protein pada mie terhidrolisis oleh asam yang dikandung oleh larutan pengawet, sehingga membuat tekstur mie menjadi lebih lunak dan kehilangan kemampuannya untuk meregang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Setyadi 2008 yang menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi asam asetat glasial maupun cuka pasar sebanyak 2, 2.5, dan 3 mengakibatkan tekstur tahu menjadi semakin lunak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa larutan A dan E tidak mampu mempertahankan daya elongasi mie basah matang selama penyimpanan.

6. Uji Organoleptik