Kerusakan Mie Basah Matang

22 terigu semakin berkurang. Akibatnya, jika suhu terlalu rendah, air tidak tersebar secara merata ke seluruh adonan. Namun jika suhu terlalu tinggi, air kurang terikat dalam adonan. Adonan yang diharapkan bersifat lunak, lembut, tidak lengket, halus, elastis, dan mengembang dengan normal. Tahap selanjutnya yaitu pembentukan lembaran sheeting yang bertujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten dan membentuk adonanmenjadi lembaran.hal ini dilakukan dengan cara melewatkan adonan berulang-ulang diantara dua roll logam. Saat pengepresan, gluten ditarik ke satu arah sehingga seratnya menjadi sejajar dan lembar adonan menjadi lembut, elastis, dan dengan mudah dapat disisir menjadi untaian mie. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ini diantaranya adalah kecepatan putar roll dan rasio lembaran adonan rasio ketebalan lembaran setelah dan sebelum dilewatkan melalui roll. Hasil akhir yang diharapkan adalah lembaran adonan yang halus dengan arah jalur serat searah sehingga dihasilkan mie yang elastis, kenyal, dan halus Badrudin 1994. Proses sheeting dilanjutkan dengan proses pemotongan yang bertujuan untuk membentuk untaian mie dengan ukuran lebar 1-3 mm. Untaian mie yang akan dibuat mie basah matang kemudian direbus untuk mematangkan mie. Perebusan untaian mie bertujuan agar terjadi proses gelatinisasi pati dan koagulasi protein gluten sehingga mie menjadi kenyal dan cukup lembut. Tahap terakhir yaitu pelumasan mie yang telah direbus dengan minyak goreng yang bertujuan agar untaian mie tidak lengket satu sama lain, memberikan cita rasa, serta meningkatkan warna dan penampakan agar mie tampak mengkilat.

4. Kerusakan Mie Basah Matang

Mie basah matang merupakan pangan yang mudah mengalami kerusakan. Menurut Yuniar 2004, mie basah matang memiliki umur simpan selama 24 jam pada suhu kamar. Hasil analisis laboratorium menunjukkan mie basah matang yang dijual di pasar tradisional dan pedagang produk olahan mie di wilayah Jabotabek mempunyai Aw dan 23 pH yang relatif tinggi, yaitu 0.92 dan 9.22 Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan 2005. Kondisi inilah yang menyebabkan mie basah matang cepat mengalami kerusakan akibat pertumbuhan mikrorganisme. Menurut pedagang pasar tradisional dan pedagang produk olahan mie, ciri-ciri kerusakan mie basah matang umumnya adalah lengket dan berlendir serta timbul bau asam Gracecia 2005. Kerusakan pada mie yang direbus terlebih dahulu ini terjadi pada penyimpanan suhu kamar setelah 40 jam. Kerusakan yang terjadi ialah tumbuhnya kapang pada mie, sedangkan perubahan warna tidak terjadi karena perebusan dapat merusak enzim polifenoloksidase Hoseney 1998. Menurut Yohana 2007, kerusakan yang umum terjadi pada mie basah matang adalah bau asam, bau tengik, timbulnya lendir dan perubahan warna. Bau asam terjadi pada mie basah mentah dan matang sebagai akibat aktivitas mikroba. Bau tengik hanya terjadi pada mie basah matang sebagai hasil degradasi minyak oleh mikroba. Bau asam dan bau tengik adalah indikator kerusakan mie pada tahap awal, sedangkan lendir umumnya merupakan indikator kerusakan lanjut. Mie basah matang cepat mengalami kerusakan atau kebusukan, sehingga banyak usaha dilakukan untuk mempertahankan keawetannya, diantaranya dengan mencampurkan bahan kimia pengawet. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan 2005 menyebutkan bahwa kandungan formalin rata-rata dalam mie basah di pasar tradisional adalah 106.00 mgkg mie basah mentah dan 2914.36 mgkg mie basah matang. Kandungan formalin rata-rata di dalam mie basah di pedagang produk olahan mie yaitu sebesar 72.93 mgkg mie basah mentah dan 3423.51 mgkg mie basah matang. Kandungan formalin rata-rata pada mie basah di supermarket yaitu sebesar 113.45 mgkg mie basah mentah dan 2941.82 mgkg mie basah matang. Survei terhadap 12 industri mie basah mentah dan 5 industri mie basah matang yang tersebar di wilayah Jabotabek yang dilakukan oleh Indrawan 2005 memperlihatkan bahwa 13 industri menggunakan formalin dan 16 industri menggunakan boraks. III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang putih Allium sativum L., asam asetat berupa cuka pasar dengan merek Dixie, dan mie basah matang. Bahan-bahan yang digunakan untuk uji mikrobiologi yaitu PCA Plate Count Agar, larutan pengencer, dan alkohol 70. Bahan–bahan yang digunakan untuk analisis total asam tertitrasi adalah NaOH 0.1 ml, asam potasium phtalate KHP, dan indikator phenoftalein PP. Aquades dan etanol 70 digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi bawang putih. Alat-alat yang digunakan diantaranya gelas piala, labu takar, gelas ukur, pipet, sudip, baskom, penyaring, pisau, pengaduk, dan plastik HDPE. Alat-alat yang digunakan dalam analisis adalah pH meter, bunsen, buret, erlenmeyer, Chromameter, Rheoner, cawan petri, mikro pipet, dan tabung pengencer. B. METODE PENELITIAN

1. Penelitian Pendahuluan