Total Asam Tertitrasi Pengaruh Penggunaan Asam Asetat Dan Ekstrak Bawang Putih (Allium Sativum L.) Terhadap Daya Awet Dan Mutu Sensori Produk Mie Basah Matang Pada Penyimpanan Suhu Ruang

71 Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa nilai pH mie basah matang kontrol berbeda nyata dengan pH mie basah matang yang dicelup larutan A dan E selama penyimpanan hingga hari ke-4. Hal ini berarti perlakuan pencelupan mie basah matang ke larutan pengawet A dan E membuat mie basah matang berbeda dengan kontrol pada parameter nilai pH. Larutan A dan E mampu menurunkan pH mie basah matang selama penyimpanan 4 hari. Hal ini sesuai dengan Ferdiani 2008 yang mengatakan bahwa mie basah matang yang diawetkan dengan cuka pasar berkonsentrasi 1 dan 2 mengalami penurunan nilai pH selama penyimpanan 4 hari. Mie basah matang yang dicelup larutan E1, E2, dan E3 memiliki pH yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan mie basah matang yang dicelup dengan larutan A1, A2, dan A3 Lampiran 8 dan 9. Namun dari segi mikrobiologis pencelupan dengan larutan E1, E2, dan E3 memiliki daya hambat mikroba yang lebih tinggi dibandingkan pencelupan dengan larutan A. Hal ini terjadi karena komponen polar yang terekstrak pada larutan E didominasi oleh komponen aktif dari bawang putih yang memiliki kemampuan antimikroba. Proses maserasi dengan menggunakan pelarut etanol mampu mengekstrak lebih banyak komponen polar pada bawang putih, seperti alisin. Komponen aktif pada larutan E mampu menghalangi proses penguraian proton bebas dari asam asetat sehingga nilai pH mie basah matang tersebut lebih tinggi dibandingkan pH pada mie yang dicelup larutan A. Sehingga dapat disimpulkan bahwa larutan pengawet yang memiliki kemampuan terbaik dalam menurunkan pH mie basah matang yaitu larutan A3 dengan nilai pH mie hingga penyimpanan hari ke-4 sebesar 4.16.

3. Total Asam Tertitrasi

Analisis total asam tertitrasi dilakukan untuk mengukur jumlahkonsentrasi asam organik yang terkandung dalam mie basah matang. Asam organik pada bahan pangan dapat berasal dari proses pembuatan atau penambahan. Asam organik yang terkandung dalam mie basah matang pada penelitian ini berupa asam asetat yang berasal dari 72 larutan pengawet. Gambar 14 menunjukkan total asam yang tertitrasi dari mie basah matang yang dicelup dengan larutan pengawet hasil maserasi menggunakan pelarut air larutan A. 1 2 3 4 5 6 7 H0 H1 H2 H3 H4 Lama Penyimpanan hari T A T KONTROL A1 A2 A3 Gambar 14 Grafik total asam tertitrasi mie basah matang dengan pencelupan larutan pengawet hasil maserasi air. Total asam yang dikandung mie basah matang tanpa pencelupan kontrol yaitu sebesar 1.19. Nilai TAT yang rendah ini menunjukkan kandungan asam yang rendah pada mie basah matang kontrol, yang juga dapat dilihat dari nilai pH mie basah matang kontrol yang tinggi, yaitu sebesar 8.15. Nilai TAT mie basah matang kontrol yang rendah ini dikarenakan perlakuan pada mie yang tidak diberi pencelupan larutan pengawet yang mengandung asam asetat. Total asam mie basah matang kontrol selama penyimpanan hari ke-1 hingga ke-3 mengalami peningkatan, yaitu sebesar 1.52, 1.97, dan 2.95. Pada hari penyimpanan ke-4, mie basah matang mengalami kerusakan lebih lanjut sehingga tidak dapat dilakukan pengukuran total asam. Mie basah matang pada hari ke-4 memiliki tekstur yang lembek dan sangat mudah hancur, berlendir, timbul spot-spot hitam akibat pertumbuhan miselium kapang, dan bau tengik. Hoseney 1998 menyebutkan bahwa pertumbuhan kapang ditandai dengan adanya miselium kapang pada permukaan mie. Miselium kapang pada mie umumnya berwarna putih atau hitam. 73 Profil kerusakan mie basah matang kontrol pada penelitian ini tidak berbeda jauh dengan kerusakan mie basah matang kontrol pada penelitian yang dilakukan Yuniar 2004. Kerusakan yang terjadi pada mie basah matang tersebut diantaranya perubahan warna menjadi gelap, aroma berubah menjadi asam diikuti pembentukan lendir, dan tumbuhnya kapang. Peningkatan total asam pada mie basah matang kontrol selama penyimpanan hari ke-3 disebabkan oleh pertumbuhan mikroba pembentuk asam dan membuat mutu mie basah matang kontrol menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nielsen 2003 yang menyatakan bahwa keberadaan asam organik dalam suatu bahan pangan mempengaruhi flavor, warna, kestabilan mikroba, dan kualitas pangan tersebut. Semakin tinggi total asam suatu bahan pangan, maka nilai pH nya akan semakin rendah. Mie basah matang yang dicelup larutan A1 memiliki nilai total asam sebesar 2.15 pada penyimpanan hari ke-0. Kandungan asam ini meningkat pada penyimpanan hari ke-1, 2, dan 3 sebesar 2.38, 3.16, dan 3.58. Larutan A1 yang memiliki kandungan asam asetat sebesar 0.88 hanya mampu mempertahankan mutu mie basah matang hingga hari ke-3, sebab pada penyimpanan hari ke-4 mie basah matang mengalami kerusakan. Hasil ini sesuai dengan total mikroba mie basah matang yang dicelup larutan A1. Pada penyimpanan hari ke-4, mie basah matang dengan pencelupan larutan A1 memiliki total mikroba yang jumlahnya telah melebihi batas SNI, yaitu sebanyak 1.38 x 10 6 kolonig. Tanda-tanda kerusakan yang dialami mie basah matang yang dicelup larutan A1 diantaranya timbulnya bintik-bintik hitam akibat miselium kapang, mie menjadi lunak, dan timbul bau asam. Total asam pada mie basah matang dengan pencelupan larutan A1 pada hari ke-4, yaitu sebesar 3.58 bukan hanya disebabkan oleh kandungan asam asetat saja, melainkan asam yang dihasilkan mikroba perusak mie yang membentuk asam. Frazier et al. 1978 menyatakan bahwa kenaikan nilai TAT dapat juga disebabkan oleh penurunan mutu mie basah matang karena adanya 74 aktivitas mikrobiologi dari bakteri asam laktat, sehingga total asam yang terkandung pada mie basah matang semakin tinggi. Larutan A2 mampu meningkatkan total asam mie basah matang awal menjadi 2.44. Nilai ini terus meningkat pada penyimpanan hari ke-1, 2, 3, dan 4, yaitu 3.02, 3.70, 4.29, dan 4.79. Nilai TAT pada mie yang dicelup larutan A2 ini disebabkan oleh kandungan asam asetat dari larutan pengawet yang kontak dengan mie. Nilai TAT ini tidak menunjukkan penurunan mutu mie. Hal ini karena hasil analisis total mikroba mie basah matang yang dicelup larutan A2 menunjukkan nilai sebesar 2.5 x 10 5 kolonig, yang menandakan mie belum melebihi batas SNI angka lempeng totalnya. Hal ini menyebabkan mie tersebut masih layak dikonsumsi. Total asam yang dikandung mie basah matang yang dicelup larutan A3 lebih tinggi bila dibandingkan larutan A1 dan A2, yaitu 3.40 pada hari ke-0, 3.51 pada hari ke-1, 4.27, 4.42, dan 5.35 pada hari ke-2, 3, dan 4. Nilai TAT yang tinggi ini disebabkan kandungan asam asetat pada larutan A3. Besarnya nilai TAT ini juga didukung dengan nilai pH dan total mikroba. Mie basah matang yang dicelup larutan A3 memiliki pH sebesar 4.16 dan total mikroba sebesar 2.5 x 10 5 kolonig pada hari penyimpanan ke-4. Semakin besar kandungan asam asetat pada larutan maka semakin banyak ion H + yang terurai yang dapat menurunkan pH mie. Hal ini menyebabkan semakin tinggi kemampuan ion H + untuk merusak fungsi membran sel mikroba dengan mendenaturasi enzim dan mengubah sifat permeabel membran sehingga menjadi tidak stabil Marshall et al. 2000. Proses ini dapat mengacaukan fungsi membran sel mikroba, sehingga membuat pertumbuhan mikroba terhambat dan mikroba tersebut mati. Nilai total asam pada mie basah matang yang dicelup larutan A1, A2, dan A3 lebih tinggi jika dibandingkan nilai total asam mie basah matang kontrol. Hal ini disebabkan penyerapan asam asetat yang dikandung larutan pengawet ke dalam mie basah matang. Kandungan asam asetat dalam larutan A1 hanya 0.88, sehingga total asam yang terukur pada mie 75 basah matang yang dicelup ke larutan A1 pun lebih sedikit dibandingkan total asam mie yang dicelup ke larutan A2 dan A3. Nilai total asam pada mie basah matang ini pun didukung oleh nilai pH nya. Mie basah matang yang dicelup larutan A memiliki pH yang lebih rendah dibandingkan kontrol, dan nilai mikrobiologi yang lebih rendah pula daripada kontrol. Total asam yang tertitrasi dari mie basah matang yang dicelup dengan larutan pengawet hasil maserasi menggunakan pelarut etanol ditunjukkan oleh Gambar 15. 1 2 3 4 5 6 7 H0 H1 H2 H3 H4 Lama Penyimpanan hari T A T KONTROL E1 E2 E3 Gambar 15 Grafik total asam tertitrasi mie basah matang dengan pencelupan larutan pengawet hasil maserasi etanol. Gambar 15 menunjukkan nilai total asam dari mie basah matang kontrol selama penyimpanan hari ke-0, 1, 2, dan 3 masing-masing sebesar 1.08, 1.50, 2.12, dan 3.00. Mie basah matang kontrol memiliki nilai total asam yang rendah dikarenakan jumlah asam organik yang dikandungnya berada dalam tingkat yang rendah. Tidak dilakukannya pencelupan pada mie basah matang kontrol menjadikan terbatasnya asam organik dalam mie. Kenaikan total asam mie basah matang kontrol selama penyimpanan disebabkan pertumbuhan mikroba yang menghasilkan asam, seperti Bacillus dan Clostridium Fardiaz 1999. Pertumbuhan mikroba pada mie ini membuat mie berada dalam kondisi yang tidak baik pada hari penyimpanan ke-4. Mie basah matang menjadi berlendir, bau asam, dan 76 memiliki tekstur yang lunak. Oleh sebab itu, mie basah matang penyimpanan hari ke-4 tidak dapat dianalisis total asamnya. Mie basah matang yang dicelup larutan E1 memiliki nilai total asam sebesar 2.68, 2.82, 2.84, 3.15, dan 3.52 masing-masing pada hari ke-0 hingga ke-4. Larutan E2 menyebabkan mie basah matang mengalami peningkatan total asam pada penyimpanan awal dan selama penyimpanan, yaitu sebesar 3.12, 3.22, 3.31, 3.64, dan 3.95. Peningkatan nilai total asam juga dialami mie basah matang yang dicelup larutan E3, yaitu sebesar 3.33, 3.53, 3.74, 4.62, dan 6.03 selama penyimpanan hari ke-0 hingga hari ke-4. Semakin tinggi kandungan asam asetat dalam larutan pengawet menyebabkan semakin besar total asam yang tertitrasi pada mie basah matang. Banyaknya jumlah asam asetat dari larutan pengawet yang berpenetrasi ke mie basah matang juga didukung oleh nilai pH mie basah matang yang semakin menurun dan terhambatnya aktivitas mikroba Gambar 10, 11, 12, dan 13. Hasil analisis ragam menunjukkan nilai TAT mie basah matang kontrol berbeda nyata dengan nilai TAT mie basah matang yang mengalami pencelupan larutan A dan E hingga penyimpanan hari ke-4. Hal ini sesuai dengan data TAT yang menunjukkan perbedaan nilai TAT kontrol dengan mie yang diberi perlakuan selama penyimpanan. Hubungan antara nilai total asam, pH, dan aktivitas mikroba yang dipengaruhi larutan pengawet yang mengandung asam asetat dapat dijelaskan sebagai berikut. Asam asetat merupakan asam organik yang memiliki jumlah molekul asam yang tidak terurai tidak terdisosiasi sebesar 4.76. Nilai ini disebut nilai pKa, yang merupakan nilai dimana 50 total asam merupakan bentuk yang tidak terurai. Pahrudin 2006 menyatakan bahwa senyawa asam yang memiliki pKa 4 merupakan asam lemah. Semakin besar nilai pKa, maka diharapkan semakin banyak asam dalam bentuk tidak terdisosiasi, sehingga asam tersebut efektif dalam membunuh mikroba. Molekul asam asetat yang tidak terdisosiasi R- COOH dapat berpenetrasi ke dalam sel mikroba dan meracuni sel tersebut Handoko 1989. Di dalam sel mikroba yang berada pada kondisi pH 77 netral, R-COOH terurai menjadi RCOO - dan H + . Ion H + yang berada dalam jumlah banyak ini membuat pH dalam sel mikroba menjadi menurun dan menyebabkan sel mati karena aktivitas enzim dan asam nukleatnya terganggu Garbutt 1997. Berdasarkan hasil analisis total asam, larutan pengawet A dan E membuat mie basah matang yang dicelup kedalamnya mengalami kenaikan total asam Lampiran 10 dan 11. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Ferdiani 2008 yang menyatakan bahwa larutan pengawet asam organik yang sangat berpengaruh terhadap nilai TAT mie basah matang adalah larutan asam laktat 2, asam laktat 1, asam asetat 2, asam cuka 2, asam asetat 1, dan asam cuka 1. Asam yang dikandung oleh mie basah matang hasil pencelupan larutan A dan E sebagian besar akibat asam asetat dari larutan pengawet. Larutan yang dapat meningkatkan total asam mie terbesar yaitu larutan E3, sebesar 6.03 di penyimpanan hari ke-4.

4. Analisis Warna