29 Tabel 5 Perbandingan asam asetat 25 dan ekstrak bawang putih
metode perebusan Asam asetat 25 : ekstrak
0 : 10 3 : 7
5 : 5 7 : 3
10 : 0
Larutan yang terpilih untuk penelitian utama yaitu larutan yang memiliki pH
≤ 3 serta rasa yang tidak asam. Untuk selanjutnya
larutan terpilih ini disebut sebagai larutan biang.
1.3. Ekstraksi Metode Maserasi
Proses ekstraksi bawang putih metode maserasi dilakukan dengan maserasi bertingkat dan maserasi pelarut air. Perbandingan
antara bahan dan pelarut adalah 1:4 wv dan proses ekstraksi dilakukan selama 24 jam dengan alat shaker Nuraini 2007.
Ekstraksi maserasi bertingkat pada bawang putih menggunakan tiga macam pelarut, yaitu heksan, etil asetat, dan etanol. Heksan
digunakan pada ekstraksi tingkat I, etil asetat pada ekstraksi tingkat II, dan etanol pada ekstraksi tingkat III. Ekstraksi bertingkat ini
bertujuan untuk memperoleh komponen bawang putih sebagai hasil akhir yang bersifat polar, tanpa komponen lain yang bersifat non
polar maupun semi polar sebagai pengotor. Komponen aktif yang bersifat polar dapat bercampur dengan asam asetat cuka pasar yang
juga bersifat polar pada proses pencampuran. Tahapan ekstraksi maserasi bertingkat bawang putih dengan
pelarut heksan, etil asetat, dan etanol dapat dilihat pada Gambar 7. Pada maserasi tingkat I, bawang putih yang telah dikeringkan
melalui tahapan pendahuluan dihancurkan dengan blender kering. Pengecilan ukuran bawang putih bertujuan untuk meningkatkan
30 efektifitas proses ekstraksi. Supriadi 2002 menyatakan bahwa
semakin kecil ukuran bahan maka luas permukaan bahan yang melakukan kontak dengan pelarut akan semakin besar. Kelarutan
bahan dalam pelarut juga meningkat, sehingga kadar ekstrak komponen bioaktif dari bahan juga meningkat.
Bawang putih halus diekstraksi menggunakan pelarut heksan dengan perbandingan bawang putih : heksan yaitu 1:4. Ekstraksi
berlangsung selama 24 jam dengan kecepatan rotasi shaker 30-35 rpm. Hasil reaksi disaring vakum hingga terbentuk padatan dan
filtrat. Selanjutnya, filtrat dievaporasi dengan suhu 75
o
C untuk memisahkan ekstrak dengan pelarut heksan. Filtrat yang diperoleh
kemudian didiamkan selama 24 jam dalam ruang asam. Hal ini dilakukan untuk menguapkan kembali sisa heksan yang masih
tertinggal dalam filtrat. Hasil filtrat yang telah didiamkan inilah yang disebut ekstrak heksan.
Sementara itu, padatan yang terpisah dari filtrat heksan diekstraksi dengan pelarut etil asetat selama 24 jam menggunakan
shaker yang berkecepatan 30-35 rpm. Ekstraksi ini merupakan maserasi tingkat II. Hasil ekstraksi tersebut kemudian di saring
menggunakan penyaring vakum hingga terpisah padatan dengan filtratnya. Filtrat lalu dievaporasi menggunakan Rotary Vaccuum
Evaporator dengan suhu 75
o
C. Hasil evaporasi berupa filtrat yang telah diuapkan dari pelarut etil asetat. Pendiaman filtrat tersebut
selama 24 jam dalam ruang asam kembali dilakukan untuk menguapkan etil asetat yang tertinggal. Filtrat yang telah didiamkan
inilah yang menjadi ekstrak bawang putih menggunakan pelarut etil asetat.
Maserasi tingkat III dilakukan terhadap padatan yang terpisah dari filtrat etil asetat. Tahapan ekstraksi tingkat III sama dengan
ekstraksi tingkat I dan II. Perbedaan hanya terletak pada pelarut yang digunakan, yaitu etanol.
31 Bawang putih kering
↓ Diblender kering
↓ Diekstrak dengan heksan, 24 jam
↓ Disaring vakum
↓ ↓
Padatan Filtrat
↓ ↓
Diekstrak dengan etil asetat, 24 jam Dievaporasi ↓
↓ Disaring vakum Didiamkan 24 jam
↓ ↓
↓ Padatan Filtrat Ekstrak heksan
↓ ↓
Diekstrak dengan etanol, 24 jam Dievaporasi ↓
↓ Disaring vakum
Didiamkan 24 jam ↓
↓ ↓
Ekstrak etil asetat Padatan Filtrat
↓ Dievaporasi
↓ Didiamkan 24 jam
↓ Ekstrak etanol
Gambar 7 Ekstraksi maserasi bertingkat bawang putih modifikasi metode Harborne, 1987.
32 Metode ekstraksi maserasi air dilakukan untuk mendapatkan
ekstrak bawang putih yang mengandung komponen aktif yang bersifat larut air. Pelarut air yang bersifat polar akan mengekstrak
komponen aktif pada bawang putih yang bersifat polar. Air yang digunakan berasal dari aqua destilata aquades. Tahapan ekstraksi
maserasi menggunakan pelarut air dapat dilihat pada Gambar 8.
Bawang putih kering ↓
Diblender kering ↓
Ditaruh di erlenmeyer ↓
Ditambahkan pelarut bawang : air = 1 : 4
↓ Dishaker 24 jam
↓ Disaring vakum
↓ Diambil filtrat
volume awal ↓
Diuapkan dg Rotary Vacuum Evaporator volume akhir = ¼ volume awal
↓ Ekstrak bawang putih
Gambar 8 Tahapan ekstraksi bawang putih metode maserasi dengan pelarut air modifikasi metode Harborne, 1987.
33 Bawang putih kering hasil perlakuan pendahuluan yang telah
diblender dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan pelarut air dengan perbandingan bawang putih : air sebesar 1:4. Air
yang digunakan berasal dari aqua destilata aquades. Ekstraksi dilakukan pada suhu kamar selama 24 jam menggunakan shaker.
Hasil ekstraksi kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No. 1 menggunakan penyaring vakum untuk memisahkan padatan
dan ekstrak yang masih bercampur dengan pelarut. Ekstrak yang telah disaring ini disebut filtrat. Filtrat yang dihasilkan diuapkan
menggunakan Rotary Vaccum Evaporator untuk memisahkan pelarut dengan ekstrak bawang putih. Evaporasi dilakukan hingga diperoleh
larutan pekat dengan volume kira-kira seperempat dari volume awal. Ekstrak bawang putih yang diperoleh dari maserasi bertingkat
maupun maserasi pelarut air masing-masing dicampurkan dengan asam asetat 25 dengan perbandingan konsentrasi cuka pasar dan
ekstrak yang ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Perbandingan asam asetat 25 dan ekstrak bawang putih metode maserasi
Asam asetat 25 : ekstrak 8 : 2
7 : 3 6 : 4
5 : 5
Larutan yang terpilih untuk penelitian utama yaitu larutan yang memiliki pH
≤ 3 serta rasa yang tidak asam. Untuk selanjutnya
larutan terpilih ini disebut sebagai larutan biang.
34
2. Penelitian Utama
Pada penelitian utama dilakukan pengenceran larutan biang, optimasi pengenceran larutan biang, dan penyimpanan mie basah matang yang telah
dicelup larutan biang hasil optimasi. Larutan biang yang diperoleh dari masing-masing tahap ekstraksi diencerkan, besar pengencerannya
ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Besar pengenceran larutan biang Besar Pengenceran
10 20
30
Selanjutnya, dilakukan pencelupan mie basah matang ke masing- masing larutan tersebut dan penyimpanan. Pengamatan secara visual
terhadap mie basah matang dilakukan untuk mengetahui larutan yang dapat mempertahankan mutu mie selama penyimpanan hingga mie
mengalami kerusakan.
Larutan yang
memiliki kemampuan
mempertahankan mutu mie basah matang paling lama kemudian dijadikan patokantitik tengah untuk proses optimasi pengenceran. Pada proses
optimasi, dilakukan pengenceran kembali terhadap larutan biang yang besar pengencerannya dapat dilihat pada Tabel 8.