Penetapan kategori hasil pemeriksaan

Makanan enteral termasuk pangan dengan kategori khusus sehingga dalam penentuan penilaian akhir dibuat lebih ketat dibandingkan dengan pangan siap saji dan industri rumah tangga. Bentuk pengetatan mengacu pada peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.52.08.11.07235 tahun 2011 tentang Pengawasan Formula Bayi dan Formula Bayi untuk keperluan Medis Khusus pasal 6 ayat 1. Pada pasal tersebut disebutkan bahwa pelaku usaha yang memproduksi Formula Bayi danatau Formula Bayi untuk keperluan Medis Khusus wajib menerapkan Cara Produksi yang Baik dan Sistem Pengendalian Bahaya Pada Titik Kritis Hazard Analysis and Critical Control Point HACCP BPOM 2011a. Bentuk pengetatan pada CPMEB yaitu seluruh aspek utama harus bernilai B baik dan tidak diperbolehkan ada nilai K kurang untuk seluruh aspek lainnya. Persyaratan ini hanya dapat dipenuhi oleh rumah sakit yang pelayanan gizinya telah terakreditasi. Pemenuhan persyaratan akreditasi pelayanan gizi yaitu antara lain dapur sonde harus terpisah dari dapur gizi. Pada CPMEB terdapat 13 aspek yang harus dinilai. Total nilai akhir maksimum dicapai bila semua aspek mempunyai kategori baik B yaitu nilai 3. Dengan demikian total nilai akhir maksimum menjadi 39. Mengacu pada CPPSSB 2011 yaitu bahwa jasaboga golongan B akan mendapatkan sertifikat kelaikan fisik higiene sanitasi antara lain bila telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan minimal 90,2 maka total nilai akhir minimal yang harus dicapai untuk mendapatkan kategori baik pada pemenuhan CPMEB yaitu 90 dari 39 sama dengan 35. Jika dikonversi ke dalam sebaran nilai aspek yaitu bila seluruh aspek utama bernilai B dan minimal 5 lima aspek yang lain juga memperoleh nilai B serta tanpa ada nilai K 4B dan 5B-4C. Mengacu pada CPPSSB 2011 kembali yaitu bahwa perusahaanunit pengelolan tidak boleh beroperasi bila nilainya kurang dari 70 , maka pemenuhan persyaratan CPMEB dikatakan cukup bila total nilai akhir minimal yang harus dicapai 70 dari 39 sama dengan 27. Konversi nilai tersebut ke dalam sebaran nilai aspek menjadi 1B-3C dan 9C. CPMEB mensyaratkan seluruh aspek utama bernilai B dan tanpa nilai K oleh karena itu minimal sebaran nilai aspek yaitu 4B dan 9C=30 atau 77 dari 39. Dengan demikian pemenuhan persyaratan CPMEB dikatakan berkategori cukup bila total nilai akhir minimal 30. Jika dikonversi ke dalam sebaran nilai aspek yaitu seluruh aspek utama bernilai baik dan minimal 9 sembilan aspek yang lain memperoleh nilai C serta tanpa ada nilai K 4B dan 9C; dan dikatakan kurang bila belum memenuhi kategori cukup.

C. HASIL UJI COBA PEDOMAN DAN PANDUAN AUDIT CPMEB DI

RUMAH SAKIT. 1. Gambaran unit penyedia makanan enteral di rumah sakit X. a. Penanggungjawab unit penyedia makanan enteral Di lingkungan rumah sakit X yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan makanan pasien adalah instalasi gizi. Instalasi gizi memproduksi makanan dalam bentuk padat, lunak dan cair. Unit penyedia makanan enteral di rumah sakit X disebut dengan unit produksi makanan cair karena pada dasarnya makanan enteral adalah makanan dalam bentuk cair. Petugas yang mengolah makanan cair berjumlah dua orang dengan jadwal terbagi menjadi 2 dua shift. Shift pagi mulai pukul 07.00 sampai pukul 14.00 dan shift sore mulai pukul 13.00 sampai pukul 20.00. Dengan demikian dalam ruang tersebut hanya ada satu orang setiap shiftnya. Latar belakang pendidikan petugas tersebut yaitu Sekolah Menengah Kejuruan SMK jurusan tatabogagizi dengan dilengkapi pelatihan pelayanan prima yaitu pelatihan dengan materi kursus higiene sanitasi makanan. Persyaratan kesehatan karyawan dan pemeriksaan kesehatan telah ditetapkan sebagaimana mestinya yaitu dengan adanya pemeriksaan kesehatan secara rutin setahun sekali. Kebersihan karyawan dirawat dengan baik dan selalu diingatkan oleh beberapa tulisan yang ditempel di ruang produksi. Tulisan tersebut antara lain: “cuci dahulu tangan anda sebelum menjamah makanan”, “ gunakan alat pelindung diri celemektopi”, “ perhatian- setiap selesai bekerja semua peralatan wajib dibersihkan”. Dalam melaksanakan tugasnya, pengolah makanan cair dimonitor oleh 2 dua orang ahli gizi. Satu orang ahli gizi memonitor tentang proses produksi mulai dari peracikan sampai dengan distribusi dan ahli gizi yang lain memonitor penerapan higiene dan sanitasi. Racikan atau resep disusun oleh ahli gizi sesuai dengan kebutuhan diet yang direkomendasikan dokter.

b. Tata letak unit penyedia makanan enteral.

Produksi makanan cair harus dalam ruang khusus yang dijaga higiene dan sanitasinya atau disebut high higiene area HHA. Hal ini sudah diterapkan oleh rumah sakit X. Unit produksi makanan cair menempati ruang khusus yang masih berada dalam lingkungan dapur gizi. Antara ruang produksi makanan cair dan lingkungan dapur gizi dipisahkan oleh sebuah pintu. Ruang tersebut terbagi menjadi dua ruangan. Antar ruangan juga dipisahkan oleh sebuah pintu. Luas ruang pertama 7,6 m 2 , dipergunakan untuk pembuatan snack tidak ada hubungannya dengan produksi makanan enteral. Ruangan ke dua adalah ruang yang benar-benar dipergunakan untuk produksi makanan enteral. Luas ruangan tersebut 10,64 m 2 . Sarana yang terdapat dalam ruangan ini yaitu tempat cuci tangan wastafel, meja persiapan, meja produksi, meja distribusi, lemari gantung untuk menyimpan bahan baku kering dan peralatan serta alat pemanas air yang dilengkapi dengan filter. Luas ruangan yang dipergunakan untuk penempatan sarana seluas 3.7 m 2 sehingga ruang kosong yang digunakan untuk karyawan bekerja seluas 6,94 m 2 . Karyawan yang bertugas dalam ruangan tersebut satu orang setiap shift, sehingga berdasarkan persyaratan luas ruang telah cukup memadai. Suhu ruangan berkisar antara 25 sampai 30 C. Sumber penerangan selain berasal dari lampu juga berasal dari sinar yang masuk dari jendela. Ruang produksi dilengkapi dengan jendela dorong yang menghadap ke bagian ruang distribusi makanan. Ruang distribusi makanan adalah ruang dimana petugas yang akan mendistribusikan makanan antri untuk mengambil makanan yang harus didistribusikan ke pasien sesuai dengan pesanan. Denah ruang produksi makanan cair dapat dilihat pada Lampiran 6.

c. Bahan baku, peralatan dan proses produksi

Penerimaan bahan baku di rumah sakit X didasarkan pada standar spesifikasi yang telah ditetapkan. Bahan baku makanan cair diperoleh dari gudang bahan baku yang juga menyimpan bahan baku untuk makanan lain. Tidak ada standar spesifikasi yang dikhususkan untuk bahan baku makanan cair. Air yang dipergunakan untuk mengolah makanan cair sama dengan yang digunakan untuk keperluan lain dan telah memenuhi persyaratan air minum. Sebelum dipergunakan untuk mengolah makanan cair, air tersebut dilewatkan ke dalam filter dan selanjutnya masuk ke dalam alat pemanas air yang dapat memanaskan air hingga suhu 90 C. Filter air dibersihkan secara berkala. Fasilitas sanitasi yang lain yaitu tempat sampah untuk kebutuhan seluruh dapur gizi jumlahnya cukup tetapi ada beberapa yang terbuka. Peralatan yang dipergunakan untuk memproduksi makanan cair di rumah sakit X terdiri dari dua buah gelas ukur yang terbuat dari plastik, pengaduk dari plastik, pisau, pemeras jeruk dari bahan plastik, saringan dari bahan plastik, alat penghasil air panas dan blender. Blender yang digunakan terbuat dari bahan stainless steel dengan volume cup sebesar 2,5 liter. Semua peralatan disimpan di lemari tertutup kecuali blender. Blender diletakkan di luar ruang produksi yaitu di dapur gizi, dipasang secara permanen di tempatnya, tidak dapat dipindah-pindah. Makanan enteral yang diproduksinya hanya makanan enteral FRS dengan jenis produksi dan bahan baku yang dipergunakan antara lain : a. makanan cair untuk diabetes melitus DM, bahan bakunya adalah susu rendah lemak, susu full cream , kuning telur, tepung maizena, pemanis buatan tak berkalori dan jeruk; b makanan cair rendah protein RP, bahan bakunya adalah tepung maizena, gula pasir, susu full cream dan jeruk; c makanan cair DM rendah laktosa, bahan bakunya adalah susu rendah laktosa, pemanis buatan tak berkalori dan jeruk; d makanan cair biasa, bahan bakunya adalah susu full cream, gula pasir, kuning telur, jeruk dan beberapa jenis makanan cair yang lain dengan bahan baku hampir sama. Secara umum pengolahan makanan cair dilakukan dengan cara mencampur bahan baku kering kemudian menambahkan air panas 90 C dan diaduk rata. Pencampuran dilakukan dalam gelas ukur plastik. Setelah pencampuran suhu makanan cair berkisar antara 70 sampai 80 C. Proses produksi makanan cair yang prosesnya harus menggunakan blender misalnya makanan cair bebas laktosa dengan bahan baku telur, kacang hijau, wortel, jeruk, tepung beras dan gula pasir pemasakan dan pemblenderan dilakukan di luar ruang produksi karena dalam ruang produksi tidak terdapat kompor dan blender telah terpasang secara permanen di luar ruang produksi. Makanan enteral siap konsumsi ditempatkan dalam plastik bening jenis PE Polietilene dengan volume sekitar 250 mL untuk satu kali konsumsi. Sebetulnya tersedia alur proses produksi yang baku dan ditaati tetapi alur proses belum berupa SOP, hanya berupa catatan sederhana dalam buku besar.

d. Distribusi produk dan pengawasan

Jumlah makanan enteral yang diproduksi didasarkan pada pemesanan perawat di unit ruang rawat inap ke ahli gizi di unit ruang rawat inap. Pesanan tersebut diterjemahkan ke dalam jenis diet makanan enteral dan penetapan bahan baku. Selanjutnya pesanan diserahkan ke ahli gizi unit penyelenggaraan makanan yang dalam hal ini adalah unit makanan cair untuk diolah. Hasil olahan didistribusikan sesuai dengan catatanpesanan dari ruang rawat inap. Alat yang dipergunakan untuk mendistribusikan makanan enteral yaitu rantang. Pemberian makanan cair maupun makanan lunak kepada pasien dilakukan oleh perawat. Makanan diberikan pada jam yang telah ditentukan. Tersedia SOP pemberian makanan enteral kepada pasien.

e. Pengendalian hama

Pengendalian hama untuk seluruh unit di rumah sakit X dilakukan oleh perusahaan out sourcing dibawah koordinasi urusan rumah tangga. Jika ada permasalahan, unit yang bersangkutan akan melaporkan ke urusan rumah tangga dan dilanjutkan ke perusahaan tersebut untuk ditangani.

2. Gambaran unit penyedia makanan enteral di RSPAD Gatot Soebroto

Ditkesad Jakarta. Pada tanggal 14 Mei 2009 RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta mendapatkan sertifikat akreditasi sebagai pengakuan bahwa rumah sakit telah memenuhi standar pelayananan. Pelayanan yang terakreditasi meliputi administrasi dan manajemen; pelayanan medis; pelayanan gawat darurat; pelayanan keperawatan; rekam medis; farmasi; K3; radiologi; laboratorim; kamar operasi; pengendalian infeksi di rumah sakit; perinatal risiko tinggi; pelayanan rehabilitasi medik; pelayanan gizi; pelayanan intensif dan pelayanan darah. Pada tahun 2012 meningkatkan visinya menjadi rumah sakit berstandar internasional, rujukan utama dan rumah sakit pendidikan serta merupakan kebanggaan prajurit dan masyarakat. Dalam rangka mencapai visi rumah sakit dan mempertahankan sertifikat akreditasi, Unit Gizi menyusun misi yang isinya adalah menyelenggarakan pelayanan gizi yang berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan pasien untuk menunjang aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta meningkatkan kualitas hidup; meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia; mengembangkan penelitian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi IPTEK terapan. Pelaksanaan misi antara lain berpedoman pada persyaratan akreditasi rumah sakit. Dalam akreditasi rumah sakit tahun 2005 standar 4 pedoman 1 P1 dipersyaratkan tersedia tempat yang cukup untuk melaksanakan pelayanan gizi. Ada 12 item yang dipersyaratkan dalam standar 4 P1 tersebut, salah satu diantaranya yaitu tersedianya ruangtempat dapur susu item g. Dapur susu adalah suatu ruangan yang dipergunakan untuk memproduksi makanan cair baik yang dikonsumsi melalui oral maupun enteral. Dalam rangka memenuhi persyaratan akreditasi, pada tahun 2005 dibangun ruangan khusus untuk dapur susu. Di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta dapur susu ini disebut dengan dapur sonde yaitu unit yang memproduksi makanan enteral.

a. Penanggungjawab unit penyedia makanan enteral.

Pengelolaan unit penyedia makanan enteral atau dalam hal ini dapur sonde, dimonitor oleh ahli gizi yang bertugas di urusan penyediaan makanan diet Ur Diamak Diet. Petugas yang mengelola dapur sonde terdiri dari pengatur administrasi penyediaan makanan enteral sonde dan pengatur pelayanan penyedia makanan enteralsonde. Tugas pokok pengatur administrasi yaitu membantu menghitung macam diet dan jumlah orang yang dilayani; membantu menginventarisasi peralatan dan perlengkapan dapur enteralsonde yang tersedia; membuat etiket makanan enteralsonde; serta membantu dalam pencatatan dan pelaporan. Sedangkan tugas pengatur pelayanan penyedia makanan enteral sonde yaitu mengecek stok bahan dan mengambil bahan di gudang apabila bahan tersebut kurang; berkoordinasi dengan ahli gizi di Ur Diamak Diet dan pelayanan ruang rawat inap; mengolah makanan dengan jumlah sesuai pesanan dan diolah berdasarkan SOP yang ada; mempersiapkan distribusi makanan enteral yang telah diolah; membersihkan peralatan masak; dan mengecek persediaan bahan baku dan melengkapinya untuk dinas berikutnya dengan cara memesan kepada bagian gudang. Tingkat pendidikan pengatur administrasi adalah diploma tiga gizi dan tingkat pendidikan pengatur pelayanan adalah SMK jurusan tataboga. Jadwal tugas pegawai terbagi menjadi 3 tiga shift. Shift pertama pukul 07.00 sampai dengan pukul 15.30, shift kedua pukul 12.00 sampai dengan pukul 19.30 dan shift ketiga pukul 20.00 sampai dengan pukul 07.00. Pengatur administrasi selalu bertugas pada shift pertama dibantu oleh seorang pengatur pelayanan. Pada shift kedua dan ketiga yang bertugas hanya satu orang yaitu pengatur pelayanan penyedia makanan enteralsonde.

b. Tata letak unit penyedia makanan enteral

High higiene area sudah diterapkan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. Dapur sonde dibangun dalam ruangan khusus yang masih terletak di dalam lingkungan dapur gizi dengan dipisahkan oleh pintu. Pintu dibuat membuka keluar. Dapur sonde terbagi menjadi tiga ruangan yaitu ruang untuk cuci tangan, ruang untuk cuci bahan baku dan peralatan serta ruang untuk pengolahan. Petugas dan siapapun yang masuk ruang tersebut alas kaki harus dilepas. Ruang cuci tangan terletak paling depan dengan ukuran 2,1 m x 1 m 2,1 m 2 . Ruangan ini berisi wastafel, lap basah, lap kering, sabun cuci tangan dan keset. Terdapat pedoman cara cuci tangan yang baik ditempel diatas wastafel. Ruang sebelah dalamnya sesudah ruang cuci tangan adalah ruang pengolahan. Antara ruang cuci tangan dan ruang pengolahan dipisahkan oleh sebuah pintu yang membuka ke dalam ruang pengolahan. Luas ruang pengolahan 12,8m 2 dan dipergunakan untuk peralatan seluas 3,84 m 2 sehingga luas ruangan yang bebas dari peralatan adalah 8,96 m 2 . Peralatan yang terdapat di dalamnya antara lain pendingin ruangan 1 PK; lemari penyimpanan hot cool thermobox; tempat