Bangunan dan Development of Good Manufacturing Practices System for enteral food and its application at Gatot Soebroto Hospital Jakarta

Tabel 5. Penyempurnaan pedoman dan panduan audit CPMEB berdasarkan uji coba yang dilakukan di rumah sakit X dan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta lanjutan. 1 2 3 4 Penyaluran makanan Risiko terjadinya kontaminasi saat penyaluran makanan dipengaruhi oleh faktor suhu dan waktu. Oleh karena itu perlu penyempurnaan parameter dan kriterianya Aspek penyaluran makanan disempurnakan, menjadi terdiri dari parameter kondisi makanan saat penyaluran, dengan kriteria penilaian : B : Kondisi makanan selalu berada pada suhu 5 C atau 65 C. C : kondisi makanan berada pada suhu 5 – 65 C kurang dari 4 jam. K : kondisi makanan berada pada suhu 5 – 65 C lebih dari 4 jam. Parameter kondisi alat penyaluran makanan tidak mengalami perubahan kriteria. 7. Pengendalian hama Parameter penyimpanan bahan berbahaya dipindah ke aspek pengendalian hama Ada tambahan parameter yaitu parameter penyimpanan bahan pemberantas hama. Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa terjadi perubahan aspek utama. Aspek penyimpanan tidak lagi menjadi aspek utama dan aspek pengendalian proses berpindah menjadi aspek utama. Dengan demikian yang termasuk aspek utama setelah dilakukan penyempurnaan adalah aspek ruang produksi; peralatan produksi; pengendalian proses; dan higiene karyawan. Penyempurnaan selengkapnya pedoman CPMEB draf 1 menjadi draf 2 dapat dilihat pada Lampiran 4 sedangkan penyempurnaan panduan audit dapat dilihat pada Lampiran 5.

E. APLIKASI PANDUAN AUDIT CPMEB PADA UNIT PENYEDIA

MAKANAN ENTERAL DI RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD JAKARTA. Evaluasi kesesuaian dilakukan menggunakan panduan audit sarana produksi pada unit penyedia makanan enteral di rumah sakit draf 2 seperti yang tercantum pada Lampiran 4. Hasil evaluasi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil evaluasi aplikasi panduan audit CPMEB pada dapur sonde di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. No ASPEKPARAMETER HASIL PENILAIAN HA P1 P2 P3 P4 1 2 3 4 5 6 7 I BANGUNAN DAN FASILITAS 1.Kontruksi lantai B3 B3 B3 B3 2.Kebersihan lantai B3 B3 B3 B3 3.Kontruksi dinding B3 B3 B3 B3 4.Kebersihan dinding B3 B3 B3 B3 5.Kontruksi langit-langit B3 B3 B3 B3 6.Kebersihan langit-langit B3 B3 B3 B3 7.Kontruksi pintu, jendela, dan lubang angin B3 C2 B3 B3 8.Kebersihan pintu, jendela dan lubang angin B3 B3 B3 B3 Huruf mutunilai rata-rata B 3 B 2,9 B3 B3 B3

II RUANG PRODUKSI

1. Luas ruangan B3 B3 B3 B3 2. Kondisi ruangan B3 B3 C 2 B3 3. Letak ruangan B3 B3 B3 B3 4. Penerangan B3 B3 B3 B3 Huruf mutunilai rata-rata B 3 B 3 B 2,8 B3 B3 III. PERALATAN PRODUKSI 1. Peralatan produksi B3 B3 B3 B3 2. Penyimpanan peralatan C2 C2 C2 C2 3. Pemeliharaan kebersihan dan sanitasi B3 B3 B3 C2 4. Prosedur penanganan sanitasi blender B3 B3 B3 C2 Huruf mutunilai rata-rata B 2,8 B 2,8 B 2,8 C2,3 B2.7 IV. FASILITAS SANITASI 1. Penggunaan air B3 B3 B3 B3 2. Tempat sampah B3 B3 B3 B3 3. Tempat cuci tangan B3 B3 B3 B3 4. Tempat cuci bahan baku dan peralatan B3 B3 B3 B3 5. Alat cucipembersih B3 B3 B3 B3 6. Jadwal kegiatan sanitasi B3 B3 B3 B3 Huruf mutunilai rata-rata B 3 B3 B3 B3 B3 Tabel 6. Hasil evaluasi aplikasi panduan audit CPMEB pada dapur sonde di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta lanjutan. 1 2 3 4 5 6 7 V. PENYIMPANAN BAHAN BAKU 1. Penyimpanan bahan baku B3 B3 B3 B3 2. Tata cara penyimpanan B3 B3 B3 B3 Huruf mutunilai rata-rata B3 B3 B3 B3 B3

VI. PENGENDALIAN PROSES

1. Penetapan spesifikasi bahan baku B3 B3 B3 B3 2. Proses produksi makanan enteral B3 B3 B3 B3 3. Jenis wadah B3 B3 B3 K1 4. Volume wadah B3 B3 B3 C2 5. Keterangan produksi B3 B3 B3 C2 6. Penyimpanan makanan enteral B3 B3 B3 K1 Huruf mutunilai rata-rata B 3 B3 B3 C 2 B2.8

VII. MANAJEMEN PENGAWASAN

1. Penanggung jawab proses produksi B3 B3 B3 B3 2. Pengawasan proses produksi dan higiene sanitasi B3 B3 B3 B3 Huruf mutunilai rata-rata B3 B3 B3 B3 B3 VIII PENGENDALIAN HAMA 1. Pencegahan masuknya hama B3 B3 B3 B3 2. Pemberantasan hama B3 B3 B3 B3 3. Penyimpanan bahan pemberantas hama B3 B3 B3 B3 Huruf mutunilai rata-rata B3 B3 B3 B 3 B3

IX. HIGIENE KARYAWAN

1.Kebersihan karyawan B3 B3 B3 B3 2.Kebersihan tangan B3 B3 B3 B3 3.Pemeriksaan kesehatan B3 B3 B3 B3 4.Kesehatan karyawan B3 B3 B3 B3 5.Perilaku karyawan B3 B3 B3 B3 6.Perhiasan dan asesoris lainnya B3 B3 B3 B3 Huruf mutunilai rata-rata B3 B3 B3 B3 B3

X. PENYALURAN MAKANAN

1.Kondisi makanan saat penyaluran B3 B3 K1 K1 2.Kondisi alat penyaluran B3 B3 B3 B3 Huruf mutunilai rata-rata B3 B3 C2 C2 C2,5

XI. PELATIHAN

1.Pengetahuan karyawan B3 B3 C2 C2 Huruf mutunilai rata-rata B3 B3 C2 C2 C2,5 XII. PEMBERIAN MAKANAN ENTERAL KEPADA PASIEN 1. SOP pemberian makanan enteral kepada pasien B3 B3 B3 B3 Huruf mutunilai rata-rata B3 B3 B3 B3 B3 Tabel 6. Hasil evaluasi aplikasi panduan audit CPMEB pada dapur sonde di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta lanjutan. 1 2 3 4 5 6 7 XIII PENCATATAN DAN DOKUMENTASI 1. Pelaksanaan pencatatan dan dokumentasi B3 B3 B3 B3 2. Penyimpanan catatan B3 B3 B3 B3 Huruf mutunilai rata-rata B3 B3 B3 B3 B3 Total nilai 38,8 38,7 36,6 35,3 37,5 Keterangan : P1, P2 dan P3 : penilai dari rumah sakit B : Baik P4 : peneliti C : Cukup HA : hasil akhir evaluasi K : Kurang Berdasarkan data yang tercantum pada Tabel 6 rata-rata hasil penilaian akhir adalah 37,5 dengan sebaran nilai aspek 4B dan 7B-2C dan dikategorikan baik B. Namun demikian masih ada beberapa aspek yang perlu disempurnakan untuk mencapai persyaratan yang maksimal. Hal ini ditunjukkan oleh kategori B untuk beberapa aspek tapi nilai belum mencapai 3 tiga atau bahkan masuk ke kategori C. Aspek yang dimaksud adalah aspek peralatan produksi untuk parameter penyimpanan peralatan, pemeliharaan kebersihan dan sanitasi, serta prosedur penanganan sanitasi blender; aspek pengendalian proses untuk parameter jenis wadah, volume wadah, keterangan produksi, dan penyimpanan makanan enteral; aspek penyaluran makanan untuk parameter kondisi makanan saat penyaluran; dan aspek pelatihan.

1. Peralatan produksi.

Peralatan produksi makanan enteral disimpan pada rak piring terbuka. Rak piring ditempatkan di ruang cuci bahan baku dan peralatan yang lebih sering tertutup. Walaupun ruangan tertutup tetapi memungkinkan terjadi kontaminasi yaitu berasal dari udara disekitarnya. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroba dari udara sekitar ke peralatan yang akan digunakan untuk mengolah makanan enteral, sebaiknya digunakan rak piring tertutup. Peralatan yang dipergunakan untuk mengolah makanan enteral terbuat dari bahan yang tidak bereaksi dengan produk inert. Pencucian menggunakan bahan pembersih yang memadai yaitu menggunakan sabun cuci piring dan dibantu dengan sabut cuci piring. Pencucian blender juga sudah dilakukan sebagaimana mestinya yaitu dengan cara membongkar peralatan untuk memastikan seluruh bagian permukaan yang kontak dengan produk tercuci dengan bersih. Akan tetapi sanitasi peralatan yang kontak dengan produk, termasuk blender belum dilakukan sebagaimana mestinya. Sanitasi dilakukan dengan cara membilas peralatan dengan air panas mendidih. Demikian juga sanitasi yang dilakukan terhadap blender. Menurut Haryadi dan Dewanti-Haryadi 2011 yaitu bahwa secara umum, pemanasan yang baik untuk sanitasi alat dilakukan hingga permukaan alat mencapai suhu 82 C selama beberapa menit. Pembilasan dengan air mendidih tidak akan membuat permukaan alat bersuhu 82 C. Sebaiknya alat yang permukaannya kontak langsung dengan makanan enteral dan sesudah itu tidak ada perlakuan selanjutnya terhadap makanan enteral yang dapat membunuh mikroba, peralatan tersebut direbus terlebih dahulu sebelum dipergunakan agar permukaan alat dapat mencapai suhu 82 C. Penanganan ini seperti yang dianjurkan pada CPPOB Formula bayi-2011 terhadap botol susu bayi yang akan digunakan. Dalam ruang produksi makanan enteral RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta, tidak terdapat kompor. Kebutuhan air panas diambil dari dapur gizi yang berarti harus keluar ruang produksi dan membutuhkan waktu untuk mendapatkan air panas. Hal ini akan menyebabkan suhu air turun pada saat akan dipergunakan untuk membilas peralatan. Jika peralatan yang dibawa ke tempat sumber air panas, perjalanan dari tempat bilas ke ruang produksi setelah mensanitasi peralatan, membutuhkan waktu yang akhirnya berpeluang terjadi kontaminasi silang yang berasal dari debu ruangan. Dalam ruang cuci bahan baku dan peralatan sebetulnya tersedia aliran pipa gas yang saat ini tidak difungsikan. Pengaktifan pipa gas dan atau penambahan kompor gas akan dapat mengatasi hal tersebut. Apabila diadakan kompor gas perlu dilengkapi dengan pengisap asap kompor karena tidak ada ventilasi di ruang cuci bahan baku dan peralatan. Pada kran tempat pencucian bahan baku dan peralatan menurut informasi juga sebetulnya difasilitasi dengan pipa air panas tetapi saat ini dalam keadaan rusak. Perbaikan alat ini juga dapat mengatasi pananganan sanitasi yang belum memadai.

2. Pengendalian proses

Tersedia alur proses produksi yang baku dan dituangkan dalam SOP. Diantara prosedur makanan cair yang ada, terdapat salah satu prosedur yang perlu mendapat perhatian yaitu prosedur pembuatan makanan cair rumah sakit. Proses tersebut tidak melalui perebusan hanya menambahkan air mendidih ke dalam campuran bahan kering meskipun salah satu bahan bakunya adalah kuning telur. Menurut Blackburn et al. 2003 salah satu mikroba patogen yang dikhawatirkan berada dalam telur adalah Salmonella Enteritidis. Keberadaan mikroba tersebut berasal dari induknya, menerobos dan menjalar ke jaringan reproduksi unggas akhirnya dapat menembus telur dan anak ayam. Penambahan air mendidih ke dalam campuran bahan baku makanan enteral tanpa dilakukan perebusan hanya akan meningkatkan suhu sampai dengan 40-50 C. Menurut Jay et al 2005 Amerika telah merekomendasi untuk menghindari konsumsi telur mentah atau setengah matang terutama pada anak-anak, orang tua dan orang sakit. Telur harus direbus pada suhu 63 C selama 15 detik atau sampai kuning telur dan putihnya menggumpal. Jika telur akan disimpan dilakukan pada suhu 7,2 C. Rekomendasi Chantarapanont et al. 2000 tentang cara merebus telur sehingga dapat menginaktifkan Samonella Enteritidis yaitu masukkan telur dalam air sampai dengan telur tersebut terendam oleh air, dipanaskan sampai air mendidih 100 C, dipertahankan pada suhu tersebut selama 15 menit. Perebusan dengan cara seperti ini, akan meningkatkan suhu kuning telur mencapai 62,3 ± 2 C. Jika tidak akan dilakukan perebusan pada proses pembuatan makanan cair rumah sakit, telur dapat diganti dengan tepung telur yang telah tersertifikasi. Wadah yang dipergunakan untuk makanan enteral antara lain rantang dengan bahan baku stainless steel, mangkok dengan bahan baku kaca, kemasan plastik kedap udara dengan bahan baku plastik jenis LDPE dan botol dengan bahan baku kaca. Ditinjau dari bahan bakunya, semua wadah yang digunakan tidak mudah bereaksi dengan produk tetapi salah satu wadah tersebut yaitu mangkok tidak mudah disanitasi. Mangkok terbuat dari bahan yang tidak tahan panas sehingga berisiko pecah pada saat dilakukan perebusan. Permasalahan lain berkaitan dengan wadah yaitu wadah disiapkan oleh petugas dari ruang rawat inap. Sanitasi dilakukan di masing-masing ruang rawat