Gambaran unit penyedia makanan enteral di RSPAD Gatot Soebroto

yaitu mengecek stok bahan dan mengambil bahan di gudang apabila bahan tersebut kurang; berkoordinasi dengan ahli gizi di Ur Diamak Diet dan pelayanan ruang rawat inap; mengolah makanan dengan jumlah sesuai pesanan dan diolah berdasarkan SOP yang ada; mempersiapkan distribusi makanan enteral yang telah diolah; membersihkan peralatan masak; dan mengecek persediaan bahan baku dan melengkapinya untuk dinas berikutnya dengan cara memesan kepada bagian gudang. Tingkat pendidikan pengatur administrasi adalah diploma tiga gizi dan tingkat pendidikan pengatur pelayanan adalah SMK jurusan tataboga. Jadwal tugas pegawai terbagi menjadi 3 tiga shift. Shift pertama pukul 07.00 sampai dengan pukul 15.30, shift kedua pukul 12.00 sampai dengan pukul 19.30 dan shift ketiga pukul 20.00 sampai dengan pukul 07.00. Pengatur administrasi selalu bertugas pada shift pertama dibantu oleh seorang pengatur pelayanan. Pada shift kedua dan ketiga yang bertugas hanya satu orang yaitu pengatur pelayanan penyedia makanan enteralsonde.

b. Tata letak unit penyedia makanan enteral

High higiene area sudah diterapkan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. Dapur sonde dibangun dalam ruangan khusus yang masih terletak di dalam lingkungan dapur gizi dengan dipisahkan oleh pintu. Pintu dibuat membuka keluar. Dapur sonde terbagi menjadi tiga ruangan yaitu ruang untuk cuci tangan, ruang untuk cuci bahan baku dan peralatan serta ruang untuk pengolahan. Petugas dan siapapun yang masuk ruang tersebut alas kaki harus dilepas. Ruang cuci tangan terletak paling depan dengan ukuran 2,1 m x 1 m 2,1 m 2 . Ruangan ini berisi wastafel, lap basah, lap kering, sabun cuci tangan dan keset. Terdapat pedoman cara cuci tangan yang baik ditempel diatas wastafel. Ruang sebelah dalamnya sesudah ruang cuci tangan adalah ruang pengolahan. Antara ruang cuci tangan dan ruang pengolahan dipisahkan oleh sebuah pintu yang membuka ke dalam ruang pengolahan. Luas ruang pengolahan 12,8m 2 dan dipergunakan untuk peralatan seluas 3,84 m 2 sehingga luas ruangan yang bebas dari peralatan adalah 8,96 m 2 . Peralatan yang terdapat di dalamnya antara lain pendingin ruangan 1 PK; lemari penyimpanan hot cool thermobox; tempat sampah; meja persiapan sekaligus sebagai meja proses yang terbuat dari bahan stainlesteel ; meja distribusi terbuat dari stainlessteel; meja kerja dan kursi; dan lemari penyimpan formulir. Di bawah meja persiapan dipergunakan untuk menyimpan telur yang sudah tertata dalam rak telur dan kontainer plastik besar. Kontainer plastik berisi gula pasir, tepung maizena, susu bubuk yang masih terkemas dan beberapa stoples. Stoples dipergunakan untuk mewadahi produk kering yang telah terbuka dari kemasannya. Di bawah meja distribusi dibuat lemari tertutup untuk menyimpan makanan enteral FK, margarin dan bahan kering lainnya yang masih terkemas utuh. Ruang cuci bahan baku dan peralatan terletak disamping ruang cuci tangan memanjang ke belakang sehingga terhubung dengan ruang pengolahan. Kedua ruangan tersebut dihubungkan oleh sebuah pintu yang terbuka ke arah ruang pengolahan. Luas ruang cuci bahan baku dan peralatan yaitu 3,8m 2 . Dalam ruang cuci bahan baku dan peralatan terdapat bak cuci piring terbuat dari stainlesteel yang dilengkapi dengan sabun dan sabut cuci piring; rak piring terbuka; selang pipa gas yang tidak berfungsi karena dimatikan alirannya. Lampu yang terpasang di ruang produksi ada tiga kotak setiap kotak berisi dua lampu setiap lampu mempunyai kekuatan penerangan 25 watt, ruangan terlihat cukup terang ditambah dengan cahaya matahari yang masuk ke dalam ruang produksi. Denah dapur gizi dapat dilihat pada Lampiran 7 dan denah dapur sonde dapat dilihat pada Lampiran 8 .

c. Bahan baku dan peralatan

Bahan baku makanan enteral diperoleh dari gudang bahan baku yang juga menyimpan bahan baku untuk makanan lain. Tidak ada standar spesifikasi yang dikhususkan untuk bahan baku makanan enteral. Bahan baku yang dipergunakan untuk memproduksi makanan enteral di dapur sonde terbagi menjadi dua yaitu bahan baku basah dan kering. Bahan baku basah antara lain daging sapi, ayam, tempe, tahu, wortel, labu siam dan telur. Bahan baku kering antara lain beras, susu full cream, susu skim, gula pasir, garam, tepung maizena, tepung beras, mineral mix, makanan enteral formula komersial. Dapur sonde selain sebagai tempat untuk memproduksi makanan enteral juga kadang-kadang untuk mempersiapkan menu sarapan pagi seperti roti bakar sehingga di dalam ruangan tersebut juga tersedia bahan baku roti tawar dan margarin yang bukan untuk keperluan makanan enteral. Peralatan yang dipergunakan untuk memproduksi makanan enteral yaitu antara lain blender, timbangan digital, lemari penyimpanan hot cool thermobox, teko plastik volume 2 liter dan 4 liter, gelas ukur plastik volume 2 liter dan 1 liter, plastik wrapping film, plastik bening jenis PE dan sendok kayu. Semua peralatan tersebut disimpan di rak piring terbuka yang terletak di ruang cuci bahan baku dan peralatan.

d. Jenis dan proses produksi

Makanan enteral yang sering diproduksi dapur sonde dengan menggunakan pengelompokkan yang diterapkan oleh Almatsier 2005 yaitu makanan cair penuh FRS hasil blender dan makanan cair penuh FRS dengan susu full cream atau skim. Di dapur sonde RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta makanan cair penuh FRS hasil blender dikenal dengan nama makanan saring tanpa susu, sedangkan produk makanan cair penuh FRS dengan susu terdiri dari makanan cair rumah sakit, makanan cair formula WHO dan makanan cair diet lambung 1. Makanan cair tersebut dikonsumsi melalui rute oral atau enteral tergantung kondisi pasien. Setiap hari dapur sonde memproduksi kurang lebih 50 porsi makanan enteral siap konsumsi. Makanan enteral formula WHO untuk pasien yang memerlukan diet tinggi energi dan tinggi protein didistribusikan dalam bentuk kering, dikemas per porsi dalam plastik bening jenis PE dan siap untuk dicairkan. Pencairan dilakukan di ruang rawat inap. Makanan enteral FK didistribusikan masih dalam kemasan primer kemasan sekunder dilepas. Pencairan dilakukan di ruang rawat inap dengan prosedur pencairan mengikuti petunjuk penyajian atau sesuai saran dokter. Proses pembuatan makanan enteral yang dihasilkan dapur sonde pada prinsipnya sama yaitu seluruh bahan dicampurkan, penambahan air, dimasak bila perlu, dihaluskan diblender bila perlu dan disaring bila perlu. Bahan baku makanan saring tanpa susu adalah beras putih giling, daging sapi atau ayam, tempe atau tahu, wortel, labu siam, sedikit kecap dan santan. Karena bahan bakunya adalah bahan mentah dan tidak halus maka diperlukan pemasakan dan pemblenderan. Seluruh bahan kecuali beras dicampur menjadi satu, ditambah dengan air dan dimasak. Setelah masak, ditunggu sampai dingin kemudian ditambah nasi dan diblender. Selanjutnya hasil blenderan tersebut disaring. Bahan baku makanan cair rumah sakit yaitu susu full cream, susu rendah lemak, gula pasir, kuning telur ayam dan minyak jagung. Proses pembuatan makanan cair rumah sakit tidak melalui pemasakan karena bahan bakunya siap untuk dikonsumsi. Bahan baku kering dicampur menjadi satu, ditambah kuning telur dan minyak jagung sambil diaduk lagi sampai homogen dan ditambah air mendidih. Proses pembuatan makanan cair formula WHO juga tidak melalui pemasakan. Seluruh bahan baku yang terdiri dari susu full cream, gula pasir, minyak kelapa dan mineral mix dicampur kemudian ditambah air mendidih. Pencampuran dilakukan di ruang rawat inap. Proses pembuatan makanan cair diet lambung 1 melalui pemasakan karena salah satu bahan bakunya tidak siap untuk langsung dikonsumsi yaitu tepung maizena. Bahan baku lainnya adalah susu full cream, gula pasir. Skema proses produksi masing-masing makanan cair dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4 serta SOP dapat dilihat pada Lampiran 9, 10, 11 dan 12.

e. Alur pemesanan bahan baku dan distribusi produk

Jumlah dan jenis produksi makanan enteral yang diolah di dapur sonde didasarkan pada pesanan makanan pasien di ruang rawat inap. Berdasarkan rekomendasi dari dokter, penanggungjawab ruang rawat inap memesan makanan enteral ke seksi penyedia makanan Unit Gizi kemudian dilanjutkan ke penyedia makanan diet. Pengatur administrasi penyedia makanan diet dibantu pengatur administrasi penyedia makanan enteral akan menterjemahkan kebutuhan gizi yang direkomendasikan dokter ke dalam kebutuhan bahan pangan. Selanjutnya pengatur administrasi makanan enteral menyusun bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pesanan tersebut dan pengatur pelayanan penyedia makanan enteral akan memesan bahan baku ke bagian gudang. Telur, susu, tepung maizena, tepung beras, garam, gula pasir, dipesan untuk keperluan dua hari sedangkan makanan enteral FK dipesan untuk keperluan satu minggu. Selanjutnya bahan baku tersebut disimpan di dapur sonde. Bahan baku basah seperti sayur, tempe, tahu, ayam dan daging sapi disimpan di dapur gizi. Bahan baku basah datang setiap pagi dan disimpan di lemari pendingin untuk bahan yang akan diolah siang atau sore. Sayur-sayuran disimpan di lemari pendingin dengan suhu 4,5 C, daging dengan suhu  5 C dan ayam disimpan di freezer dengan suhu  20 C. Tempe dan tahu disimpan pada suhu ruang. Alur pemenuhan makanan pasien dapat dilihat pada Lampiran 13 dan alur permintaan bahan baku di pengolahan makanan enteral dapat dilihat pada Lampiran 14. Pengadaan bahan baku untuk makanan enteral bergabung dengan bahan baku untuk makanan lain. Penentuan rekanan sebagai suplier dilakukan oleh Perbekalan dan Angkutan Angkatan Darat BEKANGAD, akan tetapi rumah sakit diberi hak untuk memeriksa kembali mutu bahan baku yang diterima. Acuan mutu bahan baku menggunakan standar spesifikasi yang telah dibuat oleh rumah sakit. Contoh prosedur pemeriksaan telur sebagai bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 15. Selanjutnya diikuti dengan tes untuk bahan baku yang mungkin menggunakan bahan tambahan terlarang seperti rhodamin B, metanil yellow, boraks dan formalin. Tes bahan tambahan terlarang menggunakan metode screening cepat yaitu test kit. Prosedur test kit bahan tambahan terlarang bagi makanan dapat dilihat pada Lampiran 16, 17, 18 dan 19. Sistem distribusi yang diterapkan di dapur sonde menggunakan sistem desentralisasi dan sentralisasi. Desentralisasi diterapkan untuk makanan enteral FK dan makanan cair tinggi energi dan tinggi protein formula WHO. Formula tersebut akan dicairkan di ruang rawat inap. Sentralisasi diterapkan untuk formula lain yang membutuhkan pemasakanperebusan dalam prosesnya. Distribusi dilakukan dengan cara menempatkan makanan enteral ke dalam wadah rantang, mangkok atau botol dan ditutup dengan filmplastik pembungkus wrapping film. Laporan hasil pengujian tentang filmplastik pembungkus dapat dilihat pada Lampiran 20. Wadah dipersiapkan oleh bagian ruang rawat inap dan dibawa ke dapur sonde satu jam sebelum makanan enteral akan disajikan. Makanan enteral akan dipindahkan ke tempat penyajian yang tersedia di ruang rawat inap. Pemberian makanan enteral kepada pasien dilakukan oleh perawat dengan mengikuti SOP yang telah ditetapkan. 43 Bahan : - Daging sapiayam - Tempetahu - Wortel - Labu siam - Kecap - Santan Bahan : - Susu full cream - Susu skim - Gula pasir - Minyak jagung PPPe Bahan baku Perebusan Penghancuran dengan blendr Pencampuran bahan kering Penempatan di wadah Distribusi ke pantry R. rawat inap Pembagian per satu porsi Pemberian kepada pasien Air m endidi h Makanan saring tanpa susu Penyaringan Pencampuran sampai merata Penambahan kuning telur Penempatan di wadah Pemberian kepada pasien Distribusi ke pantry R. rawat inap Bahan baku Pembagian persatu porsi Makanan cair rumah sakit Air mendidih Penyaringan Nasi Ampas Ampas Gambar 3 : Skema proses pembuatan makanan saring tanpa susu kiri dan makanan cair formula susu makanan cair rumah sakit kanan. 44 Bahan : - Susu full cream - Gula pasir - Tepung maizena Bahan : - Susu full cream - Gula pasir - Mineral mix Bahan baku Air mendidih Makanan cair diet lambung Distribusi ke pantry R. rawat inap Pembagian persatu porsi Bahan baku per satu porsi Pencampuran bahan kering M Pencampuran Penempatandalam plastik Distribusi ke pantry R. rawat inap Air mendidih Pengenceran Makanan cair formula WHO Pemberian kepada pasien Perebusan Penyaringan Penempatan di wadah Minyak goreng Pemberian kepada pasien Ampas Penyaringan Ampas Gambar 4 : Skema proses pembuatan makanan cair formula susu yaitu diet lambung 1 kiri dan formula WHO kanan

f. Perawatan kebersihan dan sanitasi

Sumber air yang dipergunakan untuk pengolahan makanan cair, makanan biasa dan keperluan lain bersumber dari air tanah dan telah memenuhi persyaratan kesehatan air minum ditunjukkan dengan adanya laporan hasil pemeriksaan kualitas air bersih secara fisik pada Lampiran 21, secara kimia pada Lampiran 22, dan secara bakteriologi pada Lampiran 23. Perawatan kebersihan dan sanitasi ruang produksi dan sarana produksi makanan enteral dilakukan secara rutin oleh pengatur administrasi dan pengatur pelayanan dibantu oleh cleaning service. General cleaning kurve dilakukan seminggu sekali pada hari kamis dan dilakukan serentak antara dapur gizi dan dapur sonde.

g. Pengendalian hama

Pengendalian hama diperlukan untuk menjaga agar lingkungan tidak menjadi sumber yang kondusif untuk pertumbuhan hama. Serangga, tikus, hewan peliharaan dan hewan pengganggu lainnya dapat menjadi sumber kontaminasi mikroba. Menurut Hariyadi dan Dewanti-Hariyadi 2011 anjing, kucing seringkali terkontaminasi oleh salmonella. Kucing juga merupakan inang bagi protozoa Toxoplasma gondii yang dapat menyebabkan toksoplasmosis pada manusia. Serangga, terutama lalat dan kecoa dapat mengkontaminasi makanan dengan berbagai patogen penyebab tifus, disentri, diare, dan lain-lain. RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta selalu melakukan penangkapan kucing yang berada di sekitar rumah sakit. Hasil pemantauan pekerjaan pest control pengendalian kucing dapat dilihat pada Lampiran 24. Pengendalian hama tikus dilaksanakan dengan cara membuat saringan hama tikus di dalam dan di luar got tempat pembuangan air limbah. Ruang produksi makanan enteral atau dapur sonde di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta selalu dalam keadaan bersih, tidak terlihat adanya hama serangga maupun tikus dan tidak terlihat adanya sarang hama. Beberapa usaha yang dilakukan untuk menjaga kebersihan dan sanitasi ruang produksi antara lain alas kaki karyawan selalu dilepas sebelum memasuki ruang produksi; pintu selalu tertutup dan dipampang tulisan “tutup kembali pintu”; sebelum memasuki ruang pengolahan terpampang tulisan peringatan “ cucilah tangan sebelum dan sesudah melakukan pengolahan makanan”; dan “cara mencuci tangan yang baik”. .

3. Uji coba pedoman CPMEB

Uji coba pedoman CPMEB dimaksudkan untuk mengkaji apakah pedoman dapat diterapkan di unit penyedia makanan enteral rumah sakit dan mudah dipahami oleh petugas yang terkait. Oleh karena itu pembahasan ditujukan pada aspek dan parameter yang dianggap belum cocok dan tidak mudah dipahami. Data hasil uji coba pedoman CPMEB diperoleh dari wawancara dengan penilai dan pengamatan terhadap kondisi di lapangan. Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan, aspek dan parameter yang dianggap belum cocok dan perlu penyempurnaan antara lain aspek bangunan dan fasilitas; fasilitas sanitasi; penyimpanan; dan pengendalian proses .

a. Bangunan dan Fasilitas

Proses makanan cair sangat sederhana sehingga kemungkinan makanan cair jatuh ke lantai sangat sedikit. Lantai mudah dibersihkan walaupun tidak dibuat miring. Oleh karena itu pedoman yang menyatakan bahwa lantai seharusnya dibuat miring dihilangkan sedangkan pedoman lainnya tetap berlaku.

b. Fasilitas Sanitasi

Pemenuhan persyaratan air minum untuk proses pengolahan maupun ingredient makanan enteral di rumah sakit tidak terlalu sulit sehingga yang semula mensyaratkan air bersih untuk proses pengolahan dan air minum untuk ingredient digabung menjadi satu yaitu memenuhi syarat kesehatan air minum. Hal ini seperti yang tercantum pada keputusan menteri kesehatan nomor 9072002 tentang syarat dan pengawasan kualitas air minum.

c. Penyimpanan

Pada aspek penyimpanan termasuk di dalamnya adalah pedoman penyimpanan bahan berbahaya. Hal ini mengacu pada CPPB-IRT 2003. Setelah dilakukan uji coba ternyata hal ini dirasa tidak sinkron sehingga pedoman untuk penyimpanan bahan berbahaya dialihkan ke aspek pengendalian hama.

d. Pengendalian proses

Pada pedoman disebutkan bahwa tujuan bank sampel adalah untuk konfirmasi bila terjadi gangguan atau tuntutan konsumen. Jumlah produksi makanan enteral di rumah sakit setiap jenisnya tidak banyak, sehingga adanya bank sampel tidak efektif. Proses produksi sangat sederhana, rantai distribusi sangat pendek yaitu dari tempat produksi, perawat langsung ke pasien. Konsumen dan petugas yang memproduksi sangat jelas karena terdokumentasi datanya sehingga tanpa bank sampelpun konfirmasi mudah dilakukan bila terjadi gangguan atau tuntutan konsumen. Oleh karena itu parameter bank sampel tidak perlu ada.

4. Uji coba panduan audit CPMEB

Uji coba panduan audit CPMEB dimaksudkan untuk mengkaji kemungkinan adanya perbedaan persepsi antar penilai terhadap panduan audit sarana unit penyedia makanan enteral yang dikembangkan. Perbedaan persepsi ditunjukkan oleh adanya perbedaan hasil penilaian audit antar penilai pada kondisi yang sama. Hasil uji coba audit secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil uji coba audit sarana pada unit makanan cair di rumah sakit X dan dapur sonde di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. No. PARAMETER RS I RS II P1 P2 P3 P4 P5 1 2 3 4 5 6 7 I BANGUNAN DAN FASILITAS 1. Kontruksi lantai B3 B3 B3 - B3 2. Kebersihan lantai B3 B3 B3 B3 B3 3. Kontruksi dinding B3 B3 B3 B3 B3 4. Kebersihan dinding B3 B3 B3 B3 B3 5. Kontruksi langit-langit C2 C2 B3 B3 B3 6. Kebersihan langit-langit B3 B3 B3 B3 B3 7. Kontruksi pintu, jendela, dan lubang angin. B3 B3 B3 B3 B3 Tabel 4. Hasil uji coba audit sarana pada unit makanan cair di rumah sakit X dan dapur sonde di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta lanjutan. 1 2 3 4 5 6 7

8. Kebersihan pintu, jendela dan

lubang angin B3 B3 B3 B3 B3 Huruf mutunilai rata-rata B 2,9 B 2,9 B3 B3 B3

II RUANG PRODUKSI

1. Luas ruangan B3 B3 B3 B3 B3 2. Kondisi ruangan B3 C2 B3 B3 B3 3. Letak ruangan B3 C2. B3 B3 B3 4. Penerangan B3 B3 B3 K1 B3 Huruf mutunilai rata-rata B 3 C2,5 B3 C2,5 B3

III. PERALATAN PRODUKSI

1. Peralatan produksi B3 B3 B3 B3 B3 2. Penyimpanan peralatan B3 B3 B3 C2 C2 3. Pemeliharaan kebersihan dan sanitasi B3 K1 B3 B3 K1 4. Prosedur penanganan sanitasi blender B3 C2 B3 B3 C2 Huruf mutunilai rata-rata B3 C2,3 B3 B2,8 C2 IV. FASILITAS SANITASI 1. Penggunaan air B3 B3 B3 B3 B3 2. Air yang kontak langsung dengan pangan B3 B3 B3 B3 B3 3. Tempat sampah C2 C2 B3 B3 B3 4. Tempat cuci tangan B3 K1 B3 B3 B3 5. Tempat cuci bahan baku dan peralatan B3 C2 B3 B3 B3 6. Alat cucipembersih B3 B3 B3 B3 B3 7. Jadwal kegiatan sanitasi B3 B3 B3 B3 B3 Huruf mutunilai rata-rata B 2,9 C2,4 B3 B3 B3

V. PENYIMPANAN

1. Penyimpanan bahan baku B3 B3 B3 B3 B3 2. Tata cara penyimpanan B3 B3 B3 B3 B3 3. Penyimpanan makanan enteral - - B3 C2 K1 4. Penyimpanan bahan berbahaya B3 B3 B3 B3 B3 Huruf mutunilai rata-rata B3 B3 B3 B2,8 C2,5

VI. PENGENDALIAN PROSES

1. Penetapan spesifikasi bahan baku B3 B3 B3 B3 B3 2. Proses produksi makanan enteral B3 B3 B3 B3 B3 3. Jenis wadah B3 K1 B3 B3 K1 4. Volume wadah B3 B3 B 3 B3 K1 5. Keterangan produksi B3 B3 K1 B3 K1 6. Bank sampel - K1 - C2 K1 Huruf mutunilai rata-rata B3 C2,3 B2,6 B2,7 C1,7