Bahaya biologis berasal dari benda hidup; umumnya mikroba, yang keberadaannya pada bahan pangan menimbulkan masalah kesehatan konsumen.
Mikroba yang dimaksud adalah mikroba patogen yang dapat menyebabkan diare, sakit perut, muntah sampai gagal ginjal dan dapat menyebabkan kematian
Hariyadi Dewanti-Hariyadi 2011. Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi bahaya biologis yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik terdiri
dari pH, kadar air, aktivitas air aw, nutrien, senyawa anti mikroba, struktur biologis dan lain-lain. Faktor ekstrinsik terdiri dari suhu, kelembaban, gas karbon
dioksida, ozon, sulfur dioksida dan lain-lain Winarno 2011b. Bahaya kimia adalah segala bahan kimia yang bersifat racun; sehingga
mengancam kesehatan manusia. Bahaya kimia ini dapat berasal dari bahan pangan sendiri, maupun berasal dari luar. Bahaya kimia yang berasal dari bahan itu dapat
berasal dari proses metabolisme bahan ataupun hasil metabolisme mikroba yang berada pada bahan pangan tersebut. Sedangkan bahaya kimia yang berasal dari
luar, dapat digolongkan dalam bahan bahaya yang masuk secara sengaja intentionally ataupun yang secara tidak sengaja ditambahkan non-intentionally
pada bahan pangan Hariyadi Dewanti- Hariyadi 2011. Bahaya fisik bisa berupa fisik bahan pangan itu sendiri ataupun bahan fisik
lain yang keberadaannya dapat mengancam keselamatan konsumen. Bahaya fisik benda asing dapat berupa pecahan atau patahan tulang, logam, kaca, batang kayu
yang dapat menyebabkan kesehatan atau kecelakaan bagi konsumen. Bahaya fisik yang disebabkan oleh kondisi fisik bahan pangan itu sendiri, misalnya tekstur dan
ukuran produk Hariyadi Dewanti-Hariyadi 2011.
D. GMP Good Manufacturing Practices
GMP adalah persyaratan minimum sanitasi dan pengolahan untuk menjamin pangan yang diroduksinya aman dan bermutu. Tujuan dan perlunya menerapkan
GMP adalah untuk memberikan panduan tata cara khusus Specific Codes yang diperlukan bagi setiap rantai pangan, proses pengolahan, atau penanganan
komoditi bahan pangan untuk mencegah terjadinya kesalahan dan meningkatkan prinsip pelaksanaan persyaratan higiene yang spesifik bagi masing-masing bidang
tersebut Winarno 2011a. Panduan tata cara khusus produksi pangan yang baik dituangkan dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor
75M-INDPER72010 yaitu tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik Good Manufacturing Practices. Ruang lingkup pedoman tersebut
meliputi lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, mesin dan peralatan, bahan, pengawasan proses, produk akhir, laboratorium, karyawan, pengemas, label dan
keterangan produk, penyimpanan, pemeliharaan dan program sanitasi, pengangkutan, dokumen dan catatan, pelatihan, penarikan produk dan
pelaksanaan pedoman Kementerian Perindustrian 2010. Cara produksi pangan yang baik untuk pangan siap saji menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan yaitu cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan
pangan, antara lain dengan cara mencegah tercemarnya pangan siap saji oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan; mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta mengurangi jumlah jasad renik lainnya; dan mengendalikan proses
antara lain pemilihan bahan baku, penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan serta cara penyajian
BPOM 2004. Pedoman cara produksi pangan siap saji yang baik tersebut dituangkan
dalam Peraturan
Menteri Kesehatan
Republik Indonesia
Nomor 1096MenKesPERVI2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Menurut
peraturan tersebut jasaboga adalah usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan atau
badan usaha. Pengelolaan makanan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penerimaan bahan makanan mentah atau terolah, pembuatan, pengubahan bentuk,
pengemasan, pewadahan, pengangkutan dan penyajian Kementerian Kesehatan 2011.
Peraturan tersebut menggolongkan jasaboga kedalam tiga kelompok yaitu golongan A, B dan C. Jasaboga golongan A merupakan jasaboga yang melayani
kebutuhan masyarakat umum, golongan B melayani kebutuhan masyarakat dalam kondisi tertentu dan golongan C melayani kebutuhan masyarakat di dalam alat
angkut umum internasional dan pesawat udara Kementerian Kesehatan 2011.
Pelayanan jasaboga golongan B meliputi a asrama haji, asrama transito atau asrama lainnya, b industri, pabrik, pengeboran lepas pantai, c angkutan umum
dalam negeri selain pesawat udara dan d fasilitas pelayanan kesehatan. Jasaboga golongan ini akan mendapatkan sertifikat kelaikan fisik higiene sanitasi antara
lain bila telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan minimal 90,2 dan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap pangan yang dihasilkan menunjukkan
cemaran kimia pada makanan negatif; bakteri E.coli 0gram contoh; dan tidak dijumpai adanya mikroba patogen pada penjamah makanan yang diperiksa dengan
cara usap duburrectal swab Kementerian Kesehatan 2011. Makanan enteral FRS diproduksi oleh unit penyelenggara makanan pada
pelayanan kesehatan. Oleh karena itu pedoman cara produksi makanan enteral FRS yang baik mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor: 1096MenKesPERVI2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga khususnya untuk jasaboga golongan B. Persyaratan tersebut meliputi persyaratan
teknis higiene dan sanitasi, cara pengolahan makanan yang baik dan kursus higiene sanitasi makanan bagi pengusahapemilikpenanggungjawab dan
penjamah makanan yang bekerja di jasaboga. Persyaratan tersebut terdiri dari beberapa parameter. Parameter yang dimaksud tercantum pada Lampiran 1 yaitu
uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga Kementerian Kesehatan 2011.
Berdasarkan hasil penelitian Oliveira et. al 2000 menyebutkan bahwa blender yang dipergunakan untuk merekonstitusi makanan enteral menjadi
penyebab utama terjadinya kontaminasi. Oleh karena itu disarankan pencucian blender dilakukan dengan cara membongkar peralatan dan diikuti dengan sanitasi
menggunakan disinfektan, setiap kali selesai proses. Sumber kontaminasi yang lain yaitu higiene karyawan, wadah makanan enteral, air atau lingkungan.
Oliveira et al. 2001 juga menyebutkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan terhadap penerapan HACCP makanan enteral di rumah sakit
menemukan bahwa rata-rata suhu lemari pendingin yang dipergunakan untuk menyimpan makanan enteral siap konsumsi menunjukkan suhu diatas yang
disarankan, yaitu di atas 7 C. Menurut Jay et al. 2005 bahwa suhu untuk
penyimpanan dingin idealnya adalah 4,4 C atau diantara 0 dan 7
C. Hasil
penelitian itu juga menyarankan agar sistem distribusi makanan enteral ke pasien dilakukan dengan sistem sentralisasi. Ruang pengolahan dibagi menjadi dua
dengan jendela sebagai penghubungnya. Ruang pertama dipergunakan untuk membersihkan dan mensanitasi peralatan dan ruang kedua hanya untuk
mempersiapkan dan memblender makanan enteral Oliveira et al. 2001.
III. METODOLOGI
A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 meliputi tahap penyusunan pedoman dan panduan audit CPMEB, pelaksanaan uji
coba dan aplikasi panduan audit. Uji coba pedoman dan audit dilaksanakan di rumah sakit X dan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. Aplikasi panduan
audit CPMEB dan evaluasi pemenuhannya dilaksanakan di RSPAD Gatot
Soebroto Ditkesad Jakarta setelah pelaksanaan uji coba.
B. BAHAN PENELITIAN
Bahan penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain : 1
Peraturan Menteri
Kesehatan Republik
Indonesia Nomor
: 1096MenKesPERVI2011 tentang higiene dan sanitasi jasa boga CPPSSB-
2011 2 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2011 Nomor: HK.03.1.23.12.11.10720 tentang Pedoman Cara
Produksi Pangan Olahan yang Baik untuk Formula Bayi dan Formula Lanjutan Bentuk Bubuk CPPOB Formula Bayi-2011b 3 Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2003 Nomor: HK. 00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri
Rumah Tangga CPPB-IRT 2003.
C. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan melalui pengkajian bahan pustaka tentang pangan enteral dan peraturan terkait di Indonesia sehingga tersusun pedoman CPMEB
beserta panduan auditnya. Pedoman dan panduan audit diujicobakan di dua rumah sakit dan berdasarkan hasil uji coba dilakukan penyempurnaan. Aplikasi panduan
audit pemenuhan persyaratan CPMEB dilakukan menggunakan panduan audit yang telah disempurnakan. Tahapan penelitian tergambar pada Gambar 1
sedangkan tahap penyusunan pedoman dan panduan audit CPMEB tercantum pada Gambar 2.
Pengkajian bahan pustaka
Uji coba di RS X Uji coba di RSPAD Gatot Soebroto
Penyempurnaan
Penerapan di RSPAD Gatot Soebroto Hasil Evaluasi
REKOMENDASI
Gambar 1. Tahapan penelitian
.
Gambar 2. Tahap penyusunan pedoman dan panduan audit CPMEB
Aspek dan parameter Pustaka dan
peraturan yang terkait
Persyaratan -
Kriteria penilaian -
Pembobotan -
Penetapan kategori
PEDOMAN
PANDUAN AUDIT