Kebebasan Mengemukakan Pendapat NILAI BUDAYA DEMOKRASI DI PESANTREN

134 mendalam tentang kebebasan mengemukakan pendapatnya, terutama dari segi tertib kehidupan sehari-hari, hal ini dikarenakan daur hidup mereka yang wajib mengikuti aturan yang ditetapkan pengurus pesantren, sehingga tidak tersedia banyak celah untuk mengemukakan keberatan akan sistem kehidupan pesantren. Mereka yang masuk, pada umumnya telah setuju untuk mengikuti jadwal keseharian yang telah digariskan pengurus pesantren. Kegiatan pesantren pada umumnya memanglah kental dengan unsur penyeragaman. Para santri dituntut untuk mengikuti petunjuk kyai dan para ustadznya. Apa yang dikatakan dewan gurunya tidak boleh dilakukan, maka menjadi kesalahan jika dilakukan. Anjuran untuk berbuat kebenaran, bisa dimaknai sebagai kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Misalnya saja mengenai kegiatan belajar mandiri selepas kegiatan belajar al- Qur’an, meskipun dilakukan secara mandiri, namun wajib bagi seluruh santri untuk melakukannya. Begitu pula waktu tidur, peraturan menggariskan agar seluruh santri tidur pada jam 22.30 WIB, jika diketahui ada sebagian santri yang tidur di atas jam itu, 135 maka ia melanggar peraturan dan bisa jadi dijatuhi hukuman sanksi, begitu pula terjadi dalam kegiatan wajib lainnya. Para santri bisa dikatakan bebas mengatur kegiatannya pribadi pada hari minggu, di mana kegiatan belajar mengajar formal libur. Hari Sabtu dan Minggu, umumnya para santri dianjurkan untuk mengikuti satu atau dua ekstra kurikuler yang disediakan. Pada kegiatan inilah, sebenarnya nilai demokrasi lebih terlihat. Masing-masing santri tentu memiliki kecenderungan pribadi untuk memilih kegiatan yang ia minati. Sesuatu yang ia minati, tentu saja berimplikasi pada besarnya manfaat yang bisa didapatkan, mengingat umumnya mereka akan mengeksplorasi kemampuan serta bakat mereka dalam kegiatan itu. Ditambah lagi dengan teman-teman yang memiliki minat serupa maka akan semakin semarak dan segala aktivitas yang dijalankan menjadi sesuatu yang menyenangkan, jauh dari suasana membosankan. Ekstra kurikuler menjadi wahana ekspresi para santri yang sekaligus menjadi wahana menunjukkan kebebasan berpendapat dan berkegiatan. Dalam kelompok yang mempunyai minat yang sama, akan terbentuk suatu sistem diskusi yang menarik, masing- 136 masing santri terlibat aktif dalam perbincangan yang saling membangun. Mereka ibarat menemukan dunia mereka yang hilang ditelan rutinitas belajar formal dan pengajian, sekumpulan kegiatan yang tentu saja menyita minat mereka untuk menyalurkan bakat serta hobi mereka. Bisa dikatakan ekstra kurikuler adalah wadah pelepas penat, namun tidak pula berarti melakukan kegiatan tanpa manfaat. Di Pesantren Madinatunnajah, telah disediakan kotak saran yang gunanya untuk menyampaikan ide-ide atau saran setiap santri, dan nanti akan dibahas sebelum para santri tidur, ada juga kegiatan Muqonam Muhadatsah Qobla Naum yaitu pengarahan dari para ustad dan ustazah untuk mengevaluasi semua kegiatan santri setiap hari. 7 Dalam beberapa foto yang berhasil diabadikan, penulis melihat sebagian santri yang mengikuti ekstra kurikuler Pramuka dengan antusias. Ini dibuktikan dengan kekompakan mereka dalam baris berbaris, mendirikan kemah, membuat kerajinan dari tongkat yang diikat sedemikian rupa, hingga saling membantu 7 Wawancara dengan ustazah Masyitoh, Pembina OSMN Putri, Rabu 25 November 2015, di Pesantren Madinatunnajah-Ciputat. 137 dalam kegiatan memasak. Para santri menjalani peran mereka di Pramuka dengan riang gembira. Suasana belajar outdoor yang menjadi ciri khas Pramuka, benar-benar menciptakan keharmonisan dan menyegarkan, sehingga kegiatan demi kegiatan yang mereka lakukan hampir tidak terasa sebagai kewajiban yang dipaksakan. Para santri menjalani kegiatan Pramuka juga diberikan kekebasan dalam berpendapat dalam memutuskan masalah yang dihadapi para santri di dalam kegiatan kepramukaan, contohnya: para santri memberikan ide atau gagasan dalam berdiskusi. 8 Kegiatan Pramuka semakin menemukan urgensi dalam menciptakan daya kreatif santri, manakala sebagian ustadz atau pengurus asrama berkecimpung sebagai pembina Pramuka. Dalam pesantren para ustadz mukim dan pengurus asrama menempati posisi vital sebagai pengganti sosok orang tua bagi santri. Dari merekalah pengetahuan tentang kepribadian santri bisa diketahui. Para pembina asrama maupun ustadz yang juga 8 Wawancara dengan Pembina pramuka Madinatunnajah: Ustad Aris, Rabu, 25 November 2015, di Kediaman Pesantren Madinatunnajah, Jombang- Ciputat. 138 sebagai pembina pramuka akan semakin mengetahui karakter para santrinya, terutama mengenai mentalitas dan keberanian mengemukakan pendapat. Bukan tidak mungkin para pembina Pramuka melakukan stimulasi agar daya berpikir santri semakin kreatif melalui kegiatan-kegiatan Pramuka yang bersendikan pada upaya membentuk pribadi yang berani untuk mengemukakan gagasannya. Sebenarnya, status pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang menanamkan perilaku kebajikan akhlak al- karimah tidak hanya dilakukan melalui wadah intelektual, melainkan juga pelbagai kegiatan ekstra kurikulernya. Termasuk dalam perilaku kebajikan adalah menampilkan pemikiran yang bermanfaat bagi orang banyak. Terlepas dari benar atau tidak, diterima atau tidaknya pemikiran tersebut, para santri ditekankan untuk mampu mencerna pelajaran serta informasi nasional meskipun kapasitasnya sedikit oleh karena keterbatasan media elektronik dan cetak. Penilaian yang kritis akan suatu masalah, secara teoritis, membuat santri dapat mengembangkan serangkaian temuan serta solusi atas problem sederhana. Model 139 pengajaran semi diskusi serta pelatihan ceramah juga menjadi wahana bagi para santri untuk mengemukakan pendapatnya. OSMN Organisasi Santri Madinatunnajah sepertinya menjadi perkumpulan santri tempat mereka bisa saling bertukar pandangan. Jika nilai dan ajaran Pramuka berlaku umum, jikapun ada materi agama sebagai pengayaan maka tidak sampai mengganti ajaran pokok Pramuka seperti Dasadarma Pramuka atau Trisatya Pramuka, maka OSMN tentu sifatnya lebih khusus. Setiap organiasi santri merupakan perwujudan dari visi misi Pesantren di mana ia hidup. Dengan begitu, setiap Pesantren bisa saja mempunyai ADART organiasi yang berbeda, meskipun secara garis besar mempunyai maksud sama, yakni membiasakan santri untuk mengelola kegiatannya sendiri. Di OSMN, para santri belajar bagaimana mendistribusikan tugas-tugas yang telah ditetapkan, seperti membantu kerja pengurus asrama menertibkan santri, memotori penggunaan bahasa asing, beberapa kerja kreatif massal seperti penyelenggaraan lomb a 17 Agustusan, Perayaan Isra Mi’raj, Muharram dan lain-lain. Meksipun pada praktiknya masih 140 membutuhkan arahan pembina organisasi, namun kemerdekaan santri dalam menentukan apa yang akan mereka lakukan menjadi adalah yang diutamakan. Pembina tinggal melakukan evaluasi dan mengontrol bagaimana organisasi tersebut berjalan dengan baik, memberikan pengarahan lanjutan jika terjadi kesalahan, sampai teguran bagi para pengurus yang kedapatan tidak menjalankan tugasnya. Kepengurusan OSMN sebagai wadah ekspresi para santri dalam rangka distribusi peran, merupakan keunikan tersendiri. Mereka dipertemukan hampir dalam setiap waktu di pesantren. Berbeda dengan organisasi serupa yang hidup di sekolah umum, di mana interaksi umumnya dibatasi hanya pada jam sekolah dan sedikit waktu setelah sekolah. Keterbatasan lain adalah saling berjauhannya rumah para siswa sehingga menghambat komunikasi secara langsung. Gadget memang menjadi sesuatu yang diandalkan, namun tentu saja tidak bisa mewakili kehadiran dan tatap muka masing-masing anggota organisasi siswa sekolah umum. 141 Hambatan demikian agaknya tidak ditemukan dalam pesantren. Wilayah jelajah santri yang sempit, memungkinkan mereka untuk mudah berkumpul dan menyelenggrakan suatu rapat atau temu pengurus dalam membahas suatu hal. Ketiadaan gadget malah mendidik mereka untuk terbiasa berinteraksi secara langsung, mempertanggung jawabkan gagasannya serta bersama memutuskan suatu perkara. Kontrol akan tugas-tugas mereka pun lebih mudah, karena ketua OSMN dapat bertemu langsung dengan para pengurus terkait, menanyakan kinerja mereka, atau jika menemukan kendala, sang ketua bisa segera memberi jalan keluarnya. Jika ia tidak bisa, maka mereka akan mendatangi pembina OSMN untuk meminta arahan. Kegiatan-kegiatan semacam ini terkonsentrasi dalam wilayah geografis yang sempit, sehingga pola komunikasi mereka dapat berjalan secara efektif dan maksimal. Bisa dipastikan, dalam setiap aktivitas tersebut, kebebasan memutuskan pendapat berada di tangan para santri dan ini akan ditradisikan pada generasi-generasi setelah mereka. Lukman Hakim mengungkapkan bahwa pesantren mempunyai tugas untuk merubah nilai-nilai etis, logis dan estetis 142 yang menjadi nilai esensial bagi individu, kelompok maupun lembaga. Di samping itu, perubahan yang diharapkan pesantren adalah kemampuannya dalam merevisi kinerja, posisi dan peranan manusia dalam kehidupan masyarakat. Untuk melakukan hal tersebut, maka pesantren harus mempunyai landasan nilai- nilai dasar yang menjadi sistem pendidikan pesantren. 9 Untuk membangun sistem dasar pesantren yang kuat, maka manajemen santri bisa dimaksimalkan menjadi soko gurunya. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menuju manajemen santri yang baik, adalah dengan menyertakan mereka dalam proses tersebut. Upaya menyemai serta menumbuhkembangkan kebebasan berpendapat merupakan pendidikan dasar bagi optimalisasi peran akal dalam kehidupan manusia. Selepas pendidikan pesantren, sebagian besar santri akan kembali ke tengah masyarakat sebagai agen perubahan sosial. Bekal yang dimilikinya bukan hanya pemahaman akan ilmu agama, melainkan juga cermat menelurkan solusi agar objek dakwahnya bisa merasakan manfaat 9 Lukman Hakim, “Arah Pengembangan Pendidikan Pesantren Dalam Bingkai Sistem Pendidikan Nasional Kajian Fakta Peran Pendidikan Pesantren dalam Membangun Bangsa Bermartabat” , E-Journal Kopertis, hlm. 12, diunduh dari e-journal.kopertis4.or.id pada Sabtu 30 Mei 2015, pukul 00.11. 143 akan kehadirannya, bukan hanya dari segi penanaman nilai keislaman namun juga memberikan atas permasalahan yang dihadapi masyarakat. Hal itu menemukan titik pijaknya, tatkala kebebasan berpendapat memperoleh porsi yang besar dalam kehidupan santri, meskipun yang dipahami dari kata “bebas” bukan sampai menabrak ketentuan yang telah digariskan pesantren. Lebih jauh, Endang Saifuddin Anshari menegaskan bahwa Islam mendudukkan akal sebagai alat untuk memikirkan keadaan alam. 10 Alam ini dimaknai bukan hanya sebatas gunung, hutan, sungai, lautan atau yang termasuk dalam kategori natur. Alam bisa pula diartikan sebagai kehidupan sekitar, mengenai hubungan antarmanusia termasuk pula tawaran gagasan serta perilaku yang berpotensi menumbuhkan manfaat bagi bersama. Tentu saja ini merupakan sesuatu yang diharapkan ada dalam diri setiap manusia, namun untuk membentuk pribadi demikian tentu saja tidak bisa instan, tanpa melewati serangkaian proses belajar. Pesantren menjadi salah stau lembaga pendidikan yang fokus 10 Endang Saifuddin Anshari, Agama dan Kebudayaan Surabaya: PT Bina Ilmu, 1982 hlm. 69. 144 dalam pembinaan akhlak yang luhur, menggunakan kemampuan pribadi untuk membenahi suatu masalah orang banyak.

B. Kesamaan dalam Kesempatan

Sejauh pengamatan penulis, layaknya pesantren lainnya, nilai kolektivitas pada umumnya sangat terasa dalam kehidupan para santri. Masing-masing individu tidak ada yang diistimewakan dibanding yang lain. Mereka semua menjalani jadwal harian yang sama, dengan bersama-sama. Dimulai dari ibadah shalat subuh hingga kegiatan belajar mandiri dilakukan secara bersama-sama. Dalam kegiatan belajar mandiri, meskipun tempat belajar mereka berpisah-pisah, namun tetap bersama dengan kawannya, minimal kawan dekatnya. Wilayah jelajah santri yang begitu sempit, perlahan menimbulkan keakraban dan kekompakan karena hampir setiap waktu mereka menjumpai temannya. Dalam menjalani kehidupan di Pesantren Madinatunnajah, tidak ada diskriminasi atau pembedaan kelas di antara para santri. Tidak ada pengistimewaan santri satu dengan yang lain. Semua santri dikenai peraturan yang sama, mereka menerima kewajiban 145 dan hak yang sama. Mereka belajar dengan guru yang sama serta memperoleh informasi serta pengetahuan agama yang sama. Distribusi hak serta kewajiban yang sama inilah, yang kemudian merekatkan para santri untuk saling berkawan dan bersahabat. Mereka merasa sedang menjalani periode belajar yang diikat dengan semangat kolektif. Waktu makan menjadi salah satu yang menyita perhatian penulis. Dengan tertib, para santri antre dengan sabar menunggu giliran. Antrian panjang tidak lantas membuat mereka saling berebut, secara umum terlihat rapi, jarang sekali ada santri yang mencoba mendahului yang lainnya. Terlihat, ketertiban ternyata bisa membuahkan keharmonisan. Di atas meja dan bangku yang sama bangku dan meja makan berbentuk panjang mereka makan sambil bercerita ringan. Suasana begitu akrab jauh dari kesan individualistik. Kegiatan kolektif semacam ini menjadi faktor kuat mengikat emosi antarindividu menjadi begitu rekat. Bukan tidak mungkin, kegiatan makan bersama ini akan membekas dalam kehidupan mereka kelak.

Dokumen yang terkait

Strategi komunikasi Kh. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan pondok pesantren madinatunnajah Jombang Ciputat Tangerang Selatan

0 30 101

Manajemen Kurikulum Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang Selatan

2 26 105

PERBANDINGAN PENERAPAN NILAI-NILAI AKHLAQ DAN ETIKA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI PONDOK PESANTREN Perbandingan Penerapan Nila-nilai Akhlaq dan Etika dalam Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Ta'mirul Islam Tahun Pelajaran 2014/2015.

0 4 27

PERBANDINGAN PENERAPAN NILAI-NILAI AKHLAQ DAN ETIKA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI PONDOK PESANTREN Perbandingan Penerapan Nila-nilai Akhlaq dan Etika dalam Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Ta'mirul Islam Tahun Pelajaran 2014/2015.

0 3 15

PENANAMAN NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KMI PONDOK PESANTREN DARUSY SYAHADAH SIMO PENANAMAN NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KMI PONDOK PESANTREN DARUSY SYAHADAH SIMO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2015/2016.

0 3 20

PENANAMAN NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KMI PONDOK PESANTREN DARUSY SYAHADAH PENANAMAN NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KMI PONDOK PESANTREN DARUSY SYAHADAH SIMO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2015/2016.

0 2 14

INTERNALISASI NILAI-NILAI IBADAH SYAUM DI PONDOK PESANTREN : Studi Kasus Kesalehan Sosial di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Purwakarta.

0 1 48

NILAI NILAI DEMOKRASI DALAM ISLAM

0 0 10

NILAI NILAI DEMOKRASI DALAM ISLAM UNTUK (1)

0 0 13

nilai tradisi dan nilai demokrasi

1 1 12