Pendidikan Demokrasi di Pesantren
82
Dalam ajaran agama Islam, salah satu tema pokoknya adalah masalah kemanusiaan, disamping persoalan yang
bersifat teologis dan kosmologis. Al-
Qur’an sebagai
sumber autentik ajaran Islam, sesungguhnya merupakan agama yang mendukung pelaksanaan demokrasi. Dalam Al-
Qur’an, tidak saja terkandung nilai etik demokratis, tapi juga nilai
Instrumental dengan mana nilai-nilai etik demokrasi dapat diaktualisasikan.
59
Sebenarnya Islam lebih dulu mencanangkan sendi-sendi bangunan substansi Demokrasi. Tapi rinciannya diserahkan
kepada Ijtihad orang-orang Muslim, sesuai dengan dasar-dasar agamanya, kemaslahatan dunianya, perkembangan hidupnya
menurut pertimbangan tempat dan waktu serta trend kehidupan manusia.
60
Dewasa ini kaum Muslim mulai sadar untuk melakukan gerakan
kebangkitan dalam
agama setelah
sebelumnya mengalami kelemahan dalam kurun waktu lama. Perasaan ini
59
Tobroni dan Syamsul Arifin, Islam Pluralisme Budaya dan Politik Refleksi Teologi Untuk aksi Dalam Keberagamaan Dan Pendidikan Yogyakarta : Sipress, 1994, Cet. I, hlm 30-
31.
60
Yusuf Al-Qardhawy, Fiqih
Daulah Dalam
Perspektif Al-
Qur’an dan Sunnah,terjemahan dari Min Fiqhid-Daulah Fil-Islam alih bahasa Khatur Suhardi, Jakarta :
Pustaka Al-Kautsar, 1998, Cet.III, hlm 192.
83
muncul ketika mereka menyadari posisinya dalam skala global dan membandingkan kondisi mereka dewasa ini dengan kejayaan
di masa lalu, dan realitas sosial mereka dengan idealitas agama. Sejak kesadaran ini tumbuh, kaum Muslimin mengetahui betul
kelemahan kondisi mereka dan berupaya segera bangkit menuju kondisi yang lebih baik.
Kaum Muslim dihadapkan pada serangan budaya Barat yang mereka ketahui lewat ekspansi kolonial dan media massa
modern. Akibatnya, tampaklah kelemahan budaya, ekonomi, dan politik dalam menghadapi kekuatan dan dominasi kolonial.
Semula, serangan itu mendorong mereka untuk melakukan perlawanan dengan kekuatan lemah sehingga menimbulkan
fenomena kesadaran dan Revolusi Islam sejak abad lalu. Kemudian, mereka mewarisi pasang surut kehancuran. Jawaban
mereka atas serangan itu mengalami kematangan setelah pertengahan abad ini. saat ini, mereka berusaha menyelamatkan
jati diri dan eksistensi mereka dengan kembali kepada keaslian Islam dan mendorong mengejar mereka untuk mengejar Eropa
84
serta menandinginya dalam bentuk kemajuan peradaban secara menyeluruh.
61
Diantara kelebihan sistem demokrasi yang pernah diperjuangkan secara mati-matian dalam menghadapi para tiran,
ialah menuntut kebeberapa bentuk dan sarana, yang hingga kini dianggap sebagai satu-satunya sistem yang memberi jaminan
keselamatan bagi rakyat dari jarahan tangan para tiran, sekalipun sistem ini tidak lepas dari cacat dan kekurangan, seperti lazimnya
perbuatan manusia yang tidak lepas dari kekurangan.
62
Prinsip kekuasaan rakyat yang merupakan fondasi demokrasi, tidaklah bertentangan dengan prinsip kekuasaan Allah
yang merupakan fondasi legislasi Islami. Tapi memang bertentangan dengan prinsip kekuasaan individu yang merupakan
dasar pemerintahan diktator. Bukanlah suatu keharusan bagi para pendukung
demokrasi untuk menolak kekuasaan Allah atas manusia. Kebanyakan pendukung demokrasi tidak pernah berpikir tentang
61
Hasan Al-Turabi, Fiqih Demokratis Dari Tradisionalisme Kolektif Menuju Modernisme Populis, terjemahan dari Tajdid Al-Fikr Al-Islam alih bahasa Abdul Haris dan Zaimul
Am, , Bandung:Arasy, 2003, Cet.I, hlm 74.
62
Yusuf Al-Qardhawy, Fiqh Daulah, hlm. 192.
85
ini perhatian mereka hanya tertuju untuk menolak kekuasaan atau pemerintahan diktator yang sewenag-wenang yang di praktekkan
oleh para tiran yang angkuh dan sombong. Kekuasaan Allah terhadap makhluk adalah suatu yang
permanen. Kekuasaan itu ada dua macam; kekuasaan kauni kodrati, artinya hanya Allah-lah satu-satunya yang berwenang
dijagat raya ini, dan kekuasaan syari’ah, yaitu kekuasaan untuk
memberikan tugas, memerintah, melarang, membebankan kewajiban dengan paksa dan dengan pilihan. Untuk itu Allah
mengutus berbagai Rasul, menurunkan beberapa kitab, membuat berbagai peraturan, menggariskan berbagai tugas, menghalalkan
yang halal dan mengharamkan yang haram.
63
Demokrasi ditegakkan berdasarkan pendapat mayoritas, dan mayoritas inilah yang berhak menunjuk pemimpin, menata
berbagai persoalan, mendukung salah satu dari beberapa hal yang berbeda. Dalam sistem demokrasi, pemilihan dan pemungutan
suara merupakan suatu hal yang menentukan.
63
Yusuf Qardhawy, Fiqih Negara Ijtihad Baru Seputar Demokrasi Multi Partai Keterlibatan Wanita di Dewan Perwakilan Partisipasi Dalam Pemerintahan Sekuler, terjemahan
dari Min Fiqh Ad-Daulah Fil- Islam Makanatuha, Thabi’atahu, Manqi fuha Min Ad-Dimoqratiyah
Wa At- Ta’addiyah Wal-Maar’ah Wa Khairul Muslimin alih bahasa Khatur Suhardi Jakarta :
Robbani Press, 1997, Cet.I, hlm 178-181.
86
Di dalam Islam tidak bisa mendukung suatu pendapat hanya karena pendapat itu didukung oleh mayoritas. Tapi Islam
melihat kepada pendapat itu sendiri. Apakah benar atau salah. Bila pendapat itu benar, maka diterima dan dilaksanakan,
walaupun hanya didukung oleh satu suara, atau tidak yang mendukungnya sama sekali. Karakteristik pesantren yang
diidentikkan dengan penolakan terhadap isu pemusatan merupakan potensi luar biasa bagi pesantren dalam memainkan
transformasi sosial secara efektif. Karena itu, pesantren adalah kekuatan masyarakat dan sangat diperhitungkan oleh negara.
Dalam kondisi sosial politik yang serba menegara dan di hegemoni oleh wacana kemodernan, pesantren dengan ciri-ciri
dasariyah mempunyai potensi yang luas untuk melakukan pemberdayaan masyarakat, terutama pada kaum tertindas dan
terpingirkan. Bahkan, dengan kemampuan fleksibelitasnya, pesantren dapat mengambil peran secara signifikan, bukan saja
dalam wacana keagamaan, tetapi juga dalam setting sosial budaya, bahkan politik dan ideologi negara sekalipun.
64
64
Dawam Rahardjo, Pergulatan Dunia Pesantren, hlm 57.
87
Meski identik dengan sistem pendidikan tradisional, pesantren merespon atas kemunculan dan ekspansi sistem
pendidikan modern Islam dengan bentuk menolak sambil mengikuti. Komunitas pesantren menolak paham dan asumsi-
asumsi keagamaan kaum reformis, tetapi pada saat yang sama mereka juga mengikuti jejak langkah kaum reformis dalam batas-
batas tertentu yang sekiranya mampu tetap bertahan. Oleh karena itu, pesantren melakukan sejumlah akomodasi yang dianggap
tidak hanya akan mendukung kontinuitas pesantren, tetapi juga bermanfaat bagi santri. Dalam wujudnya secara kongkrit,
pesantren merespon tantangan itu dengan beberapa bentuk. Pertama, pembaharuan substansi atau isi pendidikan pesantren
dengan memasukkan subjek-subjek umum dan ketrampilan. Kedua, pembaharuan metodologi, seperti sistem klasikal dan
penjenjangan. Ketiga, pembaharuan kelembagaan, seperti kepemimpinan pesantren, diversifikasi kelembagaan. Dan
keempat, pembaruan fungsi, dari fungsi kependidikan untuk juga mencakup fungsi politik, sosial ekonomi dan budaya.
88
Secara konvensional, pesantren memang tidak secara khusus melakukan pendidikan demokrasi, tetapi bukan berarti
tradisi di pesantren jauh dari tradisi yang demokratis. Tradisi keilmuan para santri adalah tradisi yang demokratis, seperti
adanya penghargaan atas perbedaan, menganggap wajar pluralitas, sikap tasamuh atau toleransi, tawassuth atau jalan
tengah, tawazun atau keseimbangan, dan itidal atau bersikap adil.
65
Dengan demikian, pesantren dalam tataran tertentu tampaknya sudah secara sadar atau tidak melakukan sosialisasi,
penanaman dan aktualisasi nilai-nilai demokrasi.
65
Endang Turmudi, Demokrasi dalam Pendidikan di Pesantren, Makalah, Seminar Pendidikan Demokrasi di Pesantren 20-22 April 2005 di Cipayung Bogor, hlm 3.
89