Sejarah Pesantren dan Komponen-komponennya
59
pendidikan alternatif tersendiri, sehingga membuatnya tidak butuh dicampuri apalagi dirubah orientasinya oleh pihak lain.
38
Pendidikan Islam di Indonesia masuk dan berkembang bersamaan dengan masuknya agama Islam ke Indonesia, yaitu
sekitar abad ke-12 M. Menurut analisa Badri Yatim, para pedagang Muslim yang berasal dari Arab, Persia, dan India
sudah masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 M,
39
Namun perkembangan agama Islam pada saat itu hanya sebatas dakwah
dan perdagangan semata dan belum sepenuhnya menyentuh pendidikan.
Indonesia memang memiliki latar belakang historis dan perkembangan pendidikan yang kaya, beragam, dan dinamis. Itu
semua terlihat jelas dengan mendominasinya padepokan asrama
yang tersebar
di seluruh
Nusantara. Pada
perkembangannya tradisi itu menjadi sebuah tradisi yang khas di dalam tatanan masyarakat Indonesia sampai saat ini yang
dikenal dengan sebutan pesantren. Kata pondok berarti tempat
38
Muhammad Kholid Fathoni, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional Paradigma Baru, Ibid, hlm 5.
39
Badri Yatim, Sejarah Peradaan Islam, Jakarta. PT Raja Grafindo Persada, 1993, cet. I, hlm 191.
60
yang dipakai untuk makan dan istirahat. Istilah pondok dalam konteks dunia pesantren berasal dari pengertian asrama-asrama
bagi para santri. Kata pesantren berasal dari kata santri dengan awalan pe dan akhiran an yang berarti tempat tinggal para
santri.
40
Menurut Nurcholis Madjid, Pesantren adalah sebuah lembaga
yang dapat
dikatakan wujud
proses wajar
perkembangan sistem pendidikan nasional. Dari segi historis pesantren tidak hanya identik dengan makna ke-Islaman saja,
tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia. Karena, sebagai lembaga yang serupa, pesantren sebenarnya sudah ada
sejak masa kekuasaan Hindu-Budha, dan Islam tinggal meneruskan dan mengislamisasikan lembaga pendidikan yang
sudah ada. Tentunya pernyataan ini tidak berarti mengecilkan peranan Islam dalam mempelopori masalah pendidikan Islam di
Indonesia.
41
40
Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta, LPSE, 1985, Cet.ke-4, hlm 18.
41
Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: Paramadina, 1997, hlm 3.
61
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan alternatif
untuk menyongsong
Indonesia baru
dengan mewujudkan masyarakat madani.
42
Salah satu persyaratan untuk mewujudkan masyarakat madani ditentukan oleh sejauh mana
kualitas peradaban masyarakatnya. Peradaban suatu bangsa akan tumbuh dan lahir dari sistem pendidikan yang digunakan oleh
bangsa tersebut. Masyarakat yang berperadaban adalah masyarakat yang berpendidikan.
Pondok pesantren sebagai salah satu pilar pendidikan modern Islam tengah menghadapi tantangan yang tidak ringan.
Ia harus dapat menjawab berbagai persoalan bangsa di tengah kemajuan di berbagai bidang yang tidak mungkin dihindari. Itu
sebabnya pondok pesantren yang selama ini memiliki stigma sebagai lembaga pendidikan yang konservatif dan cendenrung
anti modern harus segera melakukan perbaikan, agar tidak tertinggal dengan kemajuan lembaga pendidikan umum lainya.
Dalam hal ini, dibutuhkan sistem atau kurikulum pengajaran pondok pesantren yang memadai, sehingga mampu memenuhi
42
Nurcholis Madjid dikutip dari buku Yasmadi, Modernisasi Pesantren: Kritik Nurcholish Madjid terhadap Pendidikan Islam Tradisional, Jakarta: Ciputat Press, 2002, hlm
111.
62
kebutuhan masyarakat banyak dan tentunya mampu menjawab tantangan zaman.
Pesantren juga tidak bisa dikatakan sekedar tempat saja bagi satuan-satuan pendidikan yang memilih berada di
dalamnya, sebab pesantren merupakan lembaga yang memiliki visi dan misi tertentu. Meski dapat menyelenggarakan segala
rupa bentuk dan jenis pendidikan, tetapi pesantren adalah sebuah lembaga keagamaan yang dengan sendirinya akan menolak
penyelenggaraan satuan pendidikan yang berada di luar meanstrem pesantren karena tidak sesuai dengan visi dan
misinya itu. Selain itu, visi serta misi pesantren bukanlah selalu pendidikan, tetapi umumnya merupakan lembaga dakwah
kemasyarakatan.
43
Dewasa ini, sistem pendidikan pondok pesantren dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Pesantren Salaf
tradisional dan Pesantren Modern.
44
Pesantren salaf atau tradisional
ini merupakan
pesantren yang
masih
43
Muhammad Kholid Fathoni, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional Paradigma baru, hlm 108-109.
44
Azumardy Azra, Pengantar dalam Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan Jakarta:Paramadina, 1997, Cet.Ke-I, hlm xii.
63
mempertahankan sistem pengajaran tradisional dengan materi kitab-kitab klasik atau sering juga disebut dengan istilah kitab
kuning. Sedangkan pesantren modern merupakan lembaga pendidikan yang mengintegrasikan secara penuh sistem klasikal
sekolah. Santri yang masuk pondok pesantren terbagi dalam tingkatan kelas. Pengajian kitab kuning tidak lagi menonjol,
tetapi berubah menjadi mata pelajaran atau bidang studi umurn. Sistem sorogan dan bandongan pun mulai berubah menjadi
bimbingan individual dalam hal belajar dan kuliah ceramah umum.
45
Sistem sorogan merupakan salah satu metode pembelajaran tradisional di pesantren, dimana seorang guru
mengajarkan materi pelajaran kepada santri secara individu dan bergiliran. Sedangkan bandongan adalah sebuah metode
pengajaran dimana guru mengajarkan pelajaran kepada para santrinya di dalam ruangan yang sama secara keseluruhan, dan
santri mendengarkan pelajaran yang sedang diterangkan oleh guru.
45
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994, hlm 54.
64
Dalam lembaga pendidikan Islam yang disebut pesantren sekurang-kurangnya ada unsur-unsur: kiai yang mengajar dan
mendidik serta jadi panutan, santri yang belajar kepada kyai, masjid sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan dan sholat
jamaah, dan asrama tempat tinggal santri. Sementara itu menurut Zamakhsyari Dhofier ada lima elemen utama pesantren yaitu
pondok, masjid, pengajian kitab-kitab klasik, santri dan kiai.
46
Unsur-unsur pondok pesantren tersebut sebagaimana berikut:
a. Pondok asrama Menurut Hasbullah bahwa perkembangan pondok
pesantren bukanlah semata-mata dimaksudkan sebagai tempat tinggal atau asrama para santri untuk mengikuti pelajaran yang
diberikan oleh kyai, tetapi juga sebagai latihan bagi santri yang bersangkutan agar mampu hidup mandiri dalam masyarakat.
Dalam dalam perkembangan selanjutnya, terutama masa sekarang tampaknya lebih menonjol fungsinya sebagai tempat
46
Zamakhsyari Dlofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai Semarang: LP3ES, 2000, hlm 44.
65
pemondokan atau asrama, dan setiap santri dikenakan semacam sewa atau iuran untuk pemeliharaan pondok tersebut.
47
Ada beberapa alasan mengapa harus menyediakan asrama atau tempat bagi santri, antara lain adalah :
1 Kemasyhuran seorang kyai dan kedalaman pengetahuannya
tentang Islam yang dapat menarik perhatian santri-santri jauh;
2 Hampir semua pesantren berada di desa-desa diminta tidak
tersedia perumahan akomodasi yang cukup untuk menampung santri-santri;
3 Ada sikap timbal balik antara santri dan kyai, dimana para
santri menganggap kyai seolah-olah sebagai bapaknya sendiri. Sedangkan kyai menganggap para santri sebagai
titipan Tuhan yang senantiasa harus dilindungi.
48
Fenomena diatas menunjukkan bahwa dalam sistem pendidikan pesantren berlangsung sehari semalam, yang
artinya semua tingkah laku santri atau semua kegiatan santri dapat dimonitoring oleh kyai. Sehingga bila terjadi suatu
47
Abd. Halim Soebahar, Modernisasi Pesantren, hlm 41.
48
Zamakhsyari Dlofier, Tradisi Pesantren, hlm 46-47.
66
yang menyimpang dari tingkah laku santri dapat langsung ditegur dan diberi bimbingan langsung dari kyai.
b. Masjid Menurut bahasa, masjid merupakan isim makan nama
tempat yang diambil dari fiil kata kerja bahasa Arab sajada, yang artinya tempat untuk sujud. Pada mulanya yang dimaksud
dengan masjid adalah bagian tempat di muka bumi yang dipergunakan untuk bersujud, baik dihalaman, lapangan, ataupun
di padang pasir yang luas. Akan tetapi, pengertian masjid ini lama kelamaan tumbuh dan berubah sehingga pengertiannya
menjadi satu bangunan yang membelakangi arah kiblat dan dipergunakan sebagi tempat sholat baik sendiri atau jamaah.
49
Masjid merupakan elemen yang bisa terpisahkan dari pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat dalam
mendidik pesantren, terutama dalam praktek Shalat lima waktu, khutbah, berjamaah dan pengajian kitab kuning, sehingga
kedudukan masjid sebagai tempat pendidikan pesantren merupakan manivestasi dari universalisme sistem pendidikan
49
Mundzirin Yusuf Elba, Masjid Tradisional di Jawa, Yogyakarta: Nur Cahaya, 1983, hlm 1-2.
67
tradisional dengan kata lain berkesinambungan sistem pendidikan Islam yang berpusat pada masjid sejak masjid Quba
didirikan dekat Madinah pada Masa Nabi Muhammad SAW telah menjadikan pusat pendidikan Islam.
50
c. Santri Santri merupakan unsur pokok dari suatu pesantren,
santri biasanya terdiri dari dua kelompok yaitu santri mukim dan santri kalong sebagaimana dijelaskan oleh Hasbullah bahwa :
1 Santri mukim adalah santri yang berasal dari daerah yang
jauh dan menetap di pesantren. Santri mukim yang telah lama tinggal di pesantren biasanya diberi tanggung jawab
untuk mengurusi kebutuhannya sehari-hari. 2
Santri kalong adalah santri yang berasal dari daerah desa sekeliling pesantren yang tidak menetap di pesantren.
Mereka biasanya pulang pergi dari rumah ke pesantren. Adapun alasan santri pergi dan menetap disuatu
pesantren karena berbagai alasan, yaitu :
50
Zamaskhsyari Dlofier, Tradisi Pesantren, hlm. 49.
68
1 Ia ingin mempelajari kitab-kitab lain yang membahas Islam
secara lebih mendalam dibawah bimbingan kyai yang memimpin pesantren tersebut;
2 Ia ingin memperoleh pengalaman kehidupan bersama, baik
dalam bidang pengajaran keorganisasian maupun hubungan dengan pesantren-pesantren terkenal;
3 Ia ingin memusatkan studinya di pesantren tanpa disibukkan
kewajiban sehari-hari dikeluarganya.
51
d. Kyai Kyai dikenal sebagai guru atau pendidik utama di
pesantren. Ia merupakan elemen yang esensial dari suatu pondok pesantren bahkan merupakan pendiri pesantren tersebut.
Kyai bukanlah gelar yang bisa didapatkan dari pendidikan formal, akan tetap gelar tresebut diberikan oleh masyarakat
kepada orang yang ilmu pengetahuannya mendalam tentang agama Islam dan memiliki serta memimpin pondok pesantren
dan juga mengajarkan kitab-kitab klasik pada para santrinya
52
Dalam hal ini kyai merupakan salah satu unsur terpenting dalam
51
Abd. Halim Soebahar, Modernisasi Pesantren, hlm 39.
52
Abd. Halim Soebahar, Modernisasi Pesantren, hlm 38.
69
pesantren. Kemashuran seorang kyai menurut Hasbullah banyak bergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu pengetahuan,
kharismatik, berwibawa serta kemampuan ketrampilan kyai yang bersangkutan dalam mengelola pesantrennya. Dengan
demikian jelaslah bahwa kepribadian sesosok kyai sangat menentukan perkembangan pesantren ke depan karena kyai
merupakan tokoh sentral dalam pesantren. Predikat kyai akan diperoleh oleh seseorang, apabila
terpenuhi beberapa syarat diantaranya : 1
Keturunan, biasanya kyai besar mempunyai silsilah yang cukup panjang dan valid;
2 Pengetahuan agama, seseorang tidak akan pernah
memperoleh predikat kyai apabila tidak menguasai pengetahuan agama atau kitab Islam klasik, bahkan
kepopuleran kyai ditentukan oleh keahliannya menguasai cabang ilmu tertentu;
3 Jumlah muridnya merupakan indikasi kebesaran kyai yang
terlihat banyaknya murid yang mengaji kepadanya; 4
Cara mengabdi kyai kepada masyarakat.
70
Menurut Moh. Akhyadi, ada tiga hal utama yang melatar belakangi
sentralisnya peran
kyai dalam
pesantren. Pertama, keunggulan dibidang ilmu dan kepribadian yang dapat dipercaya dan diteladani. kedua, keberadaan kyai
sebagai pemilik
tanah wakaf,
pendiri pesantren
dan ketiga, kultur pesantren yang sangat kondusif bagi terciptanya pola hubungan kyai-santri yang bersifat atasan
bawahan, dengan model komunikasi satu arah: sistem komando, sehingga mereka pun menjadikan kyai sebagai sesepuh dan
tempat mengembalikan berbagai persoalan hidup.
53
Berdasarkan proses tersebut, dapat kita ketahui bahwa untuk menjadi seorang
kyai setiap orang mempunyai kesempatan bilamana mampu memenuhi berbagai kriteria diatas dan dapat diterima oleh
masyarakat. e. Pengajian kitab-kitab klasik
Unsur pokok lain yang membedakan antara pondok pesantren dengan lembaga pendidikan lain adalah bahwa dalam
pondok pesantren ini diajarkan kitab-kitab klasik yang dikarang
53
Abudin Nata ed, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2001, hlm 144.
71
oleh Ulama terdahulu. Di kalangan pesantren kitab-kitab klasik ini bisa disebut dengan kitab kuning, bahkan karena tidak
dilengkapi dengan sandangan syakal, istilah lain kerap oleh kalangan pesantren dengan sebutan kitab gundul.
Kitab-kitab yang diajarkan dalam pondok pesantren sangatlah beraneka ragam. Keseluruhan kitab-kitab klasik yang
diajarkan di pesantren dapat digolongkan dalam beberapa kelompok: 1 nahwu dan sharaf, 2 fiqh, 3 Ushul Fiqh, 4
hadits 5 tafsir 6 tauhid akidah 7 tasawuf dan etika. Disamping itu, kitab-kitab tersebut meliputi teks yang sangat
pendek sampai teks yang terdiri dari berjilid-jilid tebal mengenai hadits, tafsir, fiqh, dan tasawuf. Kesemuanya ini dapat
digolongkan ke dalam tiga kelompok kitab-kitab dasar, kitab- kitab menengah dan kitab-kitab besar.
54
Seiring dengan kemajuan zaman, pesantren semakin tumbuh dan berkembang kuantitas maupun kualitasnya. Tidak
sedikit dari masyarakat yang masih menaruh perhatian besar kepada pesantren sebagai pendidikan alternatif. Terlebih lagi
54
Zamakhsyari Dlofier, Tradisi Pesantren, hlm 50-51.
72
dengan berbagai inovasi pendidikan, sampai saat ini pendidikan pesantren tidak kehilangan karakteristiknya yang unik dan
membedakan dirinya dengan model pendidikan umum yang diformulasikan dalam bentuk sekolahan.
Pengembangan pesantren tidak saja dilakukan dengan cara memasukkan pengetahuan non-agama, melainkan agar lebih
efektif dan signifikan, praktek pengajaran harus menerapkan metodologi yang lebih baru dan modern. Sebab, ketika didaktik-
metodik yang diterapkan masih berkutat pada cara-cara lama yang ketinggalan zaman alias kuno, maka selama itu pula
pesantren sulit untuk berkompetisi dengan institusi pendidikan lainnya.
Aplikasi dari pendidikan pesantren dengan pola pengajaran yang modern perlu segera diterapkan untuk bisa
menghasilkan anak didik yang bisa mempunyai paradigma berfikir yang relevan dengan kehidupan saat ini yang semakin
modern. Ditinjau dari sejarah panjang keberadaannya, pesantren hadir untuk mengemban sebuah misi dan tanggung jawab yang
besar. Ia dilahirkan untuk memberikan respon terhadap situasi
73
dan kondisi sosial suatu masyarakat yang tengah dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral, melalui transformasi nilai
yang ditawarkan yaitu amar makruf nahyi munkar.
55
Ia diharapkan dapat membawa perubahan dalam tatanan sosial
masyarakat agent of social change, untuk itu, ia diharapkan dapat melakukan kerja-kerja pembebasan liberation pada
masyarakat dari segala keburukan moral, penindasan politik dan mampu membumikan nilai-nilai demokrasi.
Secara umum ada tiga sistem yang diterapkan pesantren dalam mewujudkan visi-misinya:
1 Sistem Klasikal
Pola penerapan sistem klasikal ini adalah dengan pendirian sekolah sekolah baik kelompok yang mengolah
pengajaran agama maupun ilmu yang dimasukkan dalam kategori umum dalam arti termasuk di dalam disiplin ilmu ilmu kauni
ijtihad hasil perolehan manusia, yang berbeda dengan agama yang sifatnya tauqifi langsung ditetapkan bentuk dan wujud
ajarannya. Secara lebih luas terjadi integrasi sistem pendidikan
55
http:ifuljihad.blogspot.com200902rekonstruksi-fungsi-dan-peran-pesantren.html.
74
di atas juga dilaksanakan sehingga benar-benar terwujud pondok pesantren komprehensif seperti pondok-pondok modern yang ada
dalam pendidikan di Indonesia. Kedudukan kyai dalam proses belajar mengajarnya bukan semata-mata sebagai pengajar
melainkan juga sebagai pembimbing yang secara direktif mengasuh pondok pesantren tersebut dalam segala aktifitas.
2 Sistem Kursus-kursus
Pola pengajaran
yang ditempuh
melalui kursus
takhassus ini ditekankan pada pengembangan ketrampilan berbahasa Arab, Inggris atau yang lainnya, di samping itu
diadakan ketrampilan tangan yang menjurus kepada terbinanya kemampuan psikomotorik seperti kursus menjahit, mengetik
computer, dan sablon.
56
Sistem pengajaran kursus ini mengarah kepada terbentuknya santri-santri yang mandiri menopang ilmu-
ilmu agama yang mereka tuntut dari kyai melalui pengajaran sorogan, wetonan. Sebab pada umumnya santri diharapkan tidak
tergantung kepada pekerjaan di masa mendatang melainkan harus
56
M. Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan Jakarta: Prasasti, 2003, hlm 32.
75
mampu menciptakan pekerjaan sesuai dengan kemampuan mereka.
3 Sistem Pelatihan
Di samping sistem pengajaran klasikal dan kursus-kursus, maka dilaksanakan juga sistem pelatihan yang menekankan
kepada kemampuan psikomotorik. Pola pelatihan
yang dikembangkan adalah termasuk menumbuhkan kemampuan
praktis seperti : pelatihan pertukangan, perkebunan, perikanan, manajemen koperasi dan kerajinan-kerajinan yang mendukung
terciptanya kemandirian integratif. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan yang lain yang cenderung lahirnya santri intelek dan
ulama yang mumpuni. Baik sistem pengajaran klasik atau tradisional maupun
yang bersifat modern yang dilaksanakan dalam pondok pesantren kaitanya sangat erat dengan tujuan pendidikan yang pada
dasarnya hanya semata-mata bertujuan untuk membentuk pribadi Muslim
yang tangguh
dalam mengatasi
dan kondisi
lingkungannya, artinya sosok yang dapat diharapkan sebagai hasil system pendidikan dan pengajaran pondok pesantren adalah
76
sebagai figur yang mandiri. Atas dasar pembentukan kemandirian itu maka sistem pendidikan dan pengajaran pondok pesantren
adalah sistem terpadu. Kemandirian itu nampak dari keberadaan bangunan sekolah kelas, pondok dan masjid sebagai wadah
pembentukan jati diri. Sekolah adalah wadah pembelajaran, pondok sebagai ajang pelatihan dan praktek sedangkan masjid
tempat pembinaan para santri. Dan ketiga sebagai wadah pendidikan itu digerakkan oleh seorang kyai, yang merupakan
pribadi yang selalu ikhlas dan menjadi teladan santrinya.
57