Visi dan Misi Pesantren Madinatunnajah

106 masih ada beberapa keluarga yang mempercayakan anaknya untuk menimba ilmu di pesantren ini. Untuk itu, guna mendapatkan kepercayaan dari keluarga-keluarga tersebut, pihak pesantren sudah melakukan upaya-upaya strategis yakni dengan merumuskan atau mengerjakan pelbagai kegiatan pra- penyelenggaraan pesantren, yang di antaranya adalah merumuskan visi dan misi berdirinya pesantren itu sendiri. Penggagas Pesantren Madinatunnajah, kelihatannya sangat terobsesi dengan ayat al- Qur’an, surat Thaha ayat 114; “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku.” 13 Dari sekian banyak ayat yang berisi kebijaksanaan di kitab suci itu, pendiri pesantren hanya memilih satu penggalan ayat tersebut. Tentu bukanlah sesuatu pilihan yang kebetulan, tanpa adanya kesan atau harapan dari ayat ini, khususnya untuk pendirian suatu lembaga pendidikan Islam. Pesantren adalah salah satu tempat yang digunakan sebagai tempat mengkaji ilmu agama. Mengkaji ilmu bukanlah kegiatan fisik semata, melainkan juga sebagian dari 13 Hasil Wawancara dengan pimpinan pesantren Madinatunnajah, K.H. M. Agus Ghofurur Rochim M.Pd, pada tanggal 15 Maret 2015 di kediaman beliau di komplek pesantren Madinatunnajah, Tangerang Selatan. 107 ibadah kepada Tuhan. Ayat tersebut sering dijumpai dalam untaian doa. Doa adalah bentuk ibadah kepada Tuhan. Dengan kata lain, pendiri pesantren, menginginkan agar pengkajian ilmu adalah suatu ibadah yang dilazimkan oleh para santrinya, sebagaimana mereka terbiasa melakukan ibadah kepada Allah SWT. Dari ayat tersebut, K.H. M. Amin merumumuskan visi P esantren Madinatunnajah dengan kalimat “Ya Tuhanku, tambahkan kepadaku imu pengetahuan.” Pada titik ini, ayat di atas mengalami transformasi pemaknaan, meskipun secara maknawi terdapat kesamaan dengan arti ayat di atas. Ilmu pengetahuan yang dimaksud dalam visi itu merangkum beragam cabang ilmu pengetahuan baik agama maupun umum. Pesantren ini menerapkan sistem pengajaran modern dengan memasukkan pula beberapa materi pelajaran umum sebagai tambahan pelajaran para santri. Dengan begitu terlihat bahwa sang kyai ingin mengawinkan pembelajaran agama dan ilmu-ilmu pengetahuan umum dalam satu wadah, dan itu merupakan suatu formula 108 kurikulum mutakhir yang nantinya akan diterjemahkan dalam berbagai metode pengajaran. Visi Pesantren ini memang unik, tidak berbentuk untaian kalimat tegas, penuh dengan optimisme dan sarat akan makna, sebagaimana lazim ditemui dalam visi lembaga atau organisasi lainnya. Pendiri pesantren lebih memilih visi berbentuk doa, seakan ingin menampilkan maksud bahwa segala sesuatu yang direncanakan adalah melibatkan Tuhan sebagai tempat bernaung dan berharap, bahkan sampai pada kegiatan menuntut ilmu. Tubuh manusia adalah instrumen utama sebagai sarana pencari ilmunya, sedangkan Tuhan sebagai pemberi hidayah atas usahanya itu. Di samping itu, pemilihan visi seperti ini adalah menampilkan sifat asli dari pesantren yakni kesederhanaan, kekhusyu’an keteduhan serta kerendahan hati. Kegiatan menuntut ilmu di pesantren tidak ubahnya seperti rumah teduh bagi para pencari ilmu yang membiasakan diri dalam kesederhanaan. 14 14 Hasil Wawancara dengan pimpinan pesantren Madinatunnajah, K.H. M. Agus Ghofurur Rochim M.Pd, pada tanggal 15 Maret 2015 di kediaman beliau di komplek pesantren Madinatunnajah, Tangerang Selatan. 109 Visi sederhana namun sarat makna itu mengilhami rumusan lain, yakni misi Pesantren Madinatunnajah. Pertama, mendidik kader-kader pemimpin ummat dan bangsa yang beriman dan takwa, berakhlak mulia, cerdas, rajin, terampil dan ulet. Sang pendiri pesantren telah menyadari bahwa membentuk pribadi santri yang kuat, hendaknya didahului dengan penguatan sikap- sikap dasar, sebagaimana yang telah disebutkan itu, sebagai pembentuk jati diri mandiri. Kemandirian saja belum cukup jika tidak diimbangi dengan kapasitas diri yang memadai. Oleh sebab itu, kecerdasan pun juga menjadi perhatian selanjutnya. Ketundukan dan ketaatan kepada ajaran agama juga termasuk dalam upaya membesarkan kapasitas diri, utamanya sebagai orang yang beriman. Ilmu dan iman saja belum cukup, jika tidak dibarengi dengan akhlak yang mulia pada sesama. Terlihat, aspek pembangunan individu bermuara pada pengabdian kepada ummat. Kyai Mahrus Amin mempunyai mimpi besar, yakni bukan hanya mencetak individu yang cerah hati dan pikiran, melainkan juga harus siap menjadi pemimpin bangsa dan agama. Bukan 110 merupakan maksud berdirinya pesantren jika hanya mencetak sekumpulan orang baik yang justru akan hanyut dalam pusaran kehidupan masyarakat luas kelak. Mereka diharapkan mampu mengembangkan diri dan aktif di lingkungan tinggal mereka. Untuk itu, mental mereka juga harus dibentuk untuk siap menjadi pemimpin ummat. Bukan hanya mengurusi masalah-masalah agama, namun mereka juga diharap mampu memimpin negeri dan bangsanya. Soedjatmoko mengatakan bahwa dalam proses pembangunan nasional, masyarakat tidak serta merta dapat menggantungkan semua daya upaya kepada pemerintah dan negara, melainkan harus bisa berperan aktif di dalamnya. Sikap pasif yang ditunjukkan bukanlah merupakan wujud dari dinamika berbangsa. Suatu dinamika sosial mensyaratkan pada pengembangan diri individu-individu yang hidup dalam negara tersebut. Masyarakat hendaknya bisa memanfaatkan kesempatan- kesempatan yang ada, termasuk di bidang pendidikan dan pelatihan mental kepemimpinan, sebagaimana yang terdapat di 111 Pesantren. Inilah yang dikatakan sebagai gelora pembangunan dari bawah. 15 Di tengah kondisi bangsa yang serba berkembang seperti sekarang ini, penguatan individu tentunya merupakan suatu problem yang perlu dituntaskan. Lembaga pendidikan seperti pesantren, mempunyai jawaban untuk masalah tersebut. Pola pendidikan serba mandiri, ketat dan teratur menjadi andalan untuk membentuk pribadi yang siap dalam kerja besar pembangunan nasional. Pesantren mempunyai nilai lebih dari lembaga pendidikan setingkat lainnya, yakni memacu pertumbuhan keteguhan dalam bertindak serta bertanggung jawab. Akan selalu ada konsekwensi yang ditanggung santri, terhadap perbuatannya. Kehidupan jauh dari orang terdekat, memaksa santri untuk lebih gigih mengembangkan potensi optimisme dalam dirinya. Kedua, menyelenggarakan seribu Pesantren Madinatunnajah di seluruh Nusantara. Maksud yang terkandung pada misi ini, bukanlah disederhanakan hanya berangkat dari lingkaran 15 Soedjatmoko, Pembangunan dan Kebebasan Jakarta: LP3ES, 1985, hlm. 85 – 87. 112 keluarga Pesantren Madinatunnajah sendiri, yang sedari awal bercita-cita mendirikan banyak pesantren. Misi ini lebih kontekstual jika dibincangkan tatkala para santri kelak bisa mendirikan pesantren seperti Madinatunnajah. Tentu merupakan suatu kebanggaan di kalangan kyai serta jajaran gurunya, apabila santri yang dibimbingnya bisa berperan aktif di bidang pendidikan, mulai kelak berprofesi sebagai guru pengajian di lingkungan sekitar, hingga menjadi kyai yang mempunyai pesantren. Misi kedua memiliki dimensi yang jauh ke depan. Di dalamnya terkandung harapan luhur agar kelak di Nusantara berdiri banyak Pesantren Madinatunnajah, atau yang mengacu pada model pembelajaran Madinatunnajah. Setidaknya dapat diperoleh pemahaman bahwa K.H. M. Amin berupaya menularkan semangat dan cita-cita mendirikan banyak pesantren kepada para santrinya. Tentu merupakan suatu perkiraan yang jauh dari kenyataan, jika berkeyakinan bahwa seluruh santri Madinatunnajah bisa menjadi kyai dan mendirikan pesantren. Melalui misi ini, asa itu setidaknya bisa tertanam di benak 113 sebagian santri agar kelak mendirikan pesantren dan berkiprah di dalamnya. Saat ini, pesantren menjadi lembaga pendidikan alternatif yang bisa diandalkan sebagai pendidikan kemandirian anak. K.H. Anwar Musaddad, pendiri Pesantren al-Musaddadiyah dan mantan rektor IAIN Sunan Gunung Djati, mengatakan bahwa sistem pendidikan dan kelembagaan yang digagas dan dilaksanakan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Dengan semakin besarnya pengaruh negatif dari globalisasi, dibutuhkan suatu pendidikan terintegrasi dari sekolah tingkatan menengah. Lebih jauh, dalam perkembangannya, pesantren hendaknya bisa berintegrasi dengan perguruan tinggi. Keberadaan perguruan tinggi dalam pesantren merupakan satu upaya mengembangkan pendidikan gaya pesantren ke jenjang yang lebih tinggi. 16 Meskipun maksud dari misi kedua Pesantren Madinatunnajah tidak sampai pada pendirian pesantren, namun bukan tidak mungkin cara ini dikembangkan kelak. Pendidikan 16 Yies Sa’diyah, Prof. K.H. Anwar Musaddad; Biografi, Pengabdian dan Pemikiran Ulama-Intelektual Puslitbang Lektur Depaf RI, 2012, hlm. 110-111. 114 terintegrasi – memadukan pembangunan akal dan jiwa - sudah dimiliki pesantren sejak lama. Pembangunan pondok Pesantren se-Nusantara, boleh diartikan pula sebagai cita-cita pihak pesantren Madinatunnajah untuk pemerataan pendidikan ke setiap lapisan masyarakat. Tidak bisa dipungkiri, majunya suatu bangsa adalah ketika manusianya memperoleh pendidikan yang layak, khususnya pendidikan agama yang menjadi kendali atas penggunaan akal dalam sistem pendidikan umum. Pengajaran agama berdimensi pula pada penataan spiritual, sehingga dapat menciptakan sarjana-sarjana keilmuan yang komplit, yakni memahami ilmu modern dan agama. Model pendidikan seperti ini tentunya bisa dijadikan muatan penting dalam menyiasati pembangunan lembaga- lembaga pendidikan di daerah-daerah yang membutuhkan. Ketiga, menjalin hubungan dan kerjasama dengan lembaga- lembaga, baik dalam dan luar negeri, untuk memajukan pendidikan dan usaha dakwah Islamiyah. Komunikasi antar lembaga, merupakan salah satu aspek mendasar dalam pembangunan lembaga itu sendiri. Bagi lembaga pendidikan, 115 upaya membina hubungan dengan kelompok, organisasi atau lembaga terkait tentu memiliki banyak manfaat, salah satu manfaatnya adalah mengembangkan sistem pendidikan serta pembibitan santri-santri unggulan. Sistem pendidikan modern bertumpu pada teknologi pendidikan terpadu, yang bentuknya secara berkala bisa berubah-ubah. Jika dulu belajar hanya menggunakan papan tulis dan kapur sebagai instrumen bagi pendidik, maka sekarang beralih ke pemaparan menggunakan slide. Begitu pula tentang pencarian informasi, jika dulu hanya terpaku pada buku pelajaran, kitab-kitab kuning serta buku-buku yang ada di perpustakaan, kini akses internet menjanjikan sumber-sumber keilmuan yang lebih luas dan kaya. Memang, beberapa instrumen tersebut bisa diperoleh melalui pembelian dari kas pesantren, namun jika mampu bersinergi dengan lembaga terkait, semacam Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta lembaga kenegaraan lainnya, maka teknologi pendidikan bisa diperoleh dengan cara yang lebih murah. Hibah dari lembaga-lembaga kenegaraan tersebut, menuntut pada sejauh mana komunikasi 116 yang dibangun pihak pesantren dengan pihak lembaga itu. Alokasi bantuan pembinaan pendidikan, seyogyanya diberikan secara merata, tidak lagi memandang apakah sekolah itu negeri atau swasta. Kerjasama semacam ini, biasanya bisa dibina secara berkesinambungan, sehingga dapat memicu adanya kerjasama- kerjasama lain, seperti pelatihan guru, sertifikasi guru atau pelbagai kegiatan-kegiatan yang meningkatkan kualitas tenaga pengajar serta santri pesantren. Manfaat lain dari adanya kerjasama adalah penyaluran minat dan bakat santri dalam beasiswa-beasiswa yang diadakan oleh kemeneterian-kementerian. Zamakhsyari Dhofier mengatakan bahwa sejak tahun 2005, banyak di antara para pimpinan pesantren yang menitahkan santrinya untuk mengikuti pendidikan lanjutan Strata Satu S1 dan Strata Dua S 2 dalam berbagai disiplin ilmu umum, termasuk sains dan teknologi. Mereka melanjutkan kuliah di Universitas Indonesia UI, Institut Teknologi Bandung ITB, Institut Pertanian Bogor IPB, Universitas Gadjah Mada UGM, Institut Teknologi Surabaya ITS dan Universitas Airlangga Unair. Mereka yang kuliah di 117 tempat itu mendapatkan beasiswa dari Kementerian Agama RI setiap tahunnya. Para kyai menitipkan kepercayaannya pada santri-santri pilihannya untuk mengikuti tes masuk ke enam PTN tersebut, agar kelak mereka bisa kembali mengabdi ke pesantrennya, setelah mereka selesai kuliah. 17 Munculnya keinginan di kalangan para kyai untuk mendorong para santri mengikuti beasiswa perguruan tinggi ini adalah buah dari komunikasi yang baik dengan pihak kementerian. Tidak bisa dipungkiri, kementerian Agama RI pun, tentu belum bisa menjangkau seluruh pesantren yang ada di Nusantara, terlebih pesantren-pesantren yang baru didirikan. Terkadang, bantuan-bantuan pendidikan belum terdistribusi secara merata, disebabkan oleh adanya pesantren-pesantren yang mungkin belum tercatat. Untuk menyiasati hal ini, pihak pesantren perlu menjemput kesempatan tersebut, dengan mengadakan koordiasi partisipatif dengan lembaga-lembaga tersebut. 17 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren ..., hlm. 167 – 168. 118 Menurut K.H. Agus Ghofurur Rahim, di samping visi dan misi, Pesantren Madinatunnajah juga memiliki motto yakni: Berakhlak Mulia, Berwawasan Cendikia dan Berbudaya Madania. Motto ini dirumuskan sebagai ruh penggerakan segenap elemen Pesantren untuk senantiasa giat dalam kegiatan yang meningkatkan intelektualitas. Pesantren ini memiliki tigas untuk mendidik para santri yang tidak hanya paham akan pengetahuan agama namun juga mampu menjawab tantangan umat. Oleh sebab itu, seorang yang bermanfaat adalah mereka yang mempu membangun masyarakatnya dengan berbekal wawasan keilmuannya. Langkah-langkah tersebut masih membutuhkan akhlak mulia sebagai sarana komunikasi ummat. Jika manusianya sudah tertata seperti itu, maka cita-cita mewujudkan kehidupan berperadaban bukanlah sekedar angan-angan. 18 18 Hasil Wawancara dengan pimpinan pesantren Madinatunnajah, K.H. M. Agus Ghofurur Rochim M.Pd, pada tanggal 15 Maret 2015 di kediaman beliau di komplek pesantren Madinatunnajah, Tangerang Selatan. 119

C. Sarana dan Prasarana

Layaknya pesantren modern lainnya, Pesantren Madinatunnajah memiliki sarana-sarana penunjang sebagai tempat atau kebutuhan untuk santri belajar. Kehidupan mukim yang dijalani para santri menjadi alasan utama mengapa fasilitas menjadi perhatian penting untuk dipersiapkan. Pola belajar santri bukan hanya terbatas di ruangan kelas sebagaimana sekolah non- pesantren lainnya. Masjid, lapangan bahkan kamar sekalipun menjadi ruang belajar yang tidak kalah penting. Banyak kegiatan- kegiatan yang dilakukan santri di luar kelas memiliki nilai pendidikan tertentu. Setiap hari, santri memulai kegiatananya dari asrama. Pesantren ini memiliki asrama santri putra sebanyak 3 unit dan putri berjumlah 2 unit. Di samping itu terdapat pula asrama bagi para guru. Hampir sama seperti pesantren lainnya, kamar-kamar di Pesantren Madinatunnajah ditinggali oleh banyak santri, kurang lebih sepuluh orang atau lebih. Di sana mereka membaur dan berinteraksi tatkala selesai jam pelajaran. Kelihatannya kamar menjadi tempat favorit para santri, yakni selain tempat 120 istirahat ,mereka juga menggunakan sebagai ajang bercakap- cakap antar santri, bermain, sebagian yang lain ada yang membaca atau mengulang-ngulang pelajaran. Suasana yang bising, kelihatannya sudah menjadi ciri kamar pesantren. Terkadang ustadz atau pengurus asrama menegur mereka, jika menimbulkan kegaduhan yang berlebihan. Kamar juga digunakan sebagai sarana interaksi para santri dengan pengurus asrama. Jika ada yang disampaikan, mengenai suatu informasi atau bahasan tertentu, kamar seringkali dijadikan tempat bermusyawarah. Pengurus asrama tidak ubahnya tampil sebagai wakil orang tua di kalangan para santri, di tangannyalah, informasi-informasi para santri binaannya berada. Seringkali para orang tua santri berbicara mengenai keadaan serta perkembangan anaknya ketika berkunjung ke pesantren. Di kamar lah, sang pengurus pesantren lebih leluasa memperhatikan kepribadian santri ketimbang di kelas. Masjid juga merupakan sarana vital pesantren. Selain digunakan untuk ibadah shalat lima waktu, masjid kerap dijadikan tempat menyelengarakan beragam kegiatan seperti

Dokumen yang terkait

Strategi komunikasi Kh. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan pondok pesantren madinatunnajah Jombang Ciputat Tangerang Selatan

0 30 101

Manajemen Kurikulum Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang Selatan

2 26 105

PERBANDINGAN PENERAPAN NILAI-NILAI AKHLAQ DAN ETIKA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI PONDOK PESANTREN Perbandingan Penerapan Nila-nilai Akhlaq dan Etika dalam Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Ta'mirul Islam Tahun Pelajaran 2014/2015.

0 4 27

PERBANDINGAN PENERAPAN NILAI-NILAI AKHLAQ DAN ETIKA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI PONDOK PESANTREN Perbandingan Penerapan Nila-nilai Akhlaq dan Etika dalam Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Ta'mirul Islam Tahun Pelajaran 2014/2015.

0 3 15

PENANAMAN NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KMI PONDOK PESANTREN DARUSY SYAHADAH SIMO PENANAMAN NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KMI PONDOK PESANTREN DARUSY SYAHADAH SIMO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2015/2016.

0 3 20

PENANAMAN NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KMI PONDOK PESANTREN DARUSY SYAHADAH PENANAMAN NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KMI PONDOK PESANTREN DARUSY SYAHADAH SIMO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2015/2016.

0 2 14

INTERNALISASI NILAI-NILAI IBADAH SYAUM DI PONDOK PESANTREN : Studi Kasus Kesalehan Sosial di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Purwakarta.

0 1 48

NILAI NILAI DEMOKRASI DALAM ISLAM

0 0 10

NILAI NILAI DEMOKRASI DALAM ISLAM UNTUK (1)

0 0 13

nilai tradisi dan nilai demokrasi

1 1 12