Menghargai Perbedaan NILAI BUDAYA DEMOKRASI DI PESANTREN

160 Pesantren Madinatunnajah merupakan lembaga belajar yang diikuti oleh santri dari berbagai daerah. Mereka berasal dari latar belakang profesi orang tua yang berbeda, kultur dan budaya yang berbeda dan lingkungan yang juga berbeda. Beberapa berasal dari kawasan pedesaan, dan yang lain berasal dari lingkungan urban. Mereka terlibat dalam hubungan yang menyenangkan, menjalani beragam kegiatan pesantren dengan tanpa meributkan identitas dari mana mereka berasal. Pengurus pesantren memperlakukan santri tanpa pandang bulu. Mereka mendapat perlakuan yang sama. Zamaksyari Dhofier membedakan dua jenis santri yang belajar di pesantren: 1. Santri mukim Santri mukim merupakan murid-murid pesantren yang berasal dari daerah yang jauh yang menetap dalam komplek pesantren. Santri mukim yang paling lama tinggal di pesantren, biasanya merupakan satu kelompok tersendiri yang diberi tugas mengurusi kepentingan harian pesantren. Mereka juga bertugas memberikan pelajaran santri-santri muda dengan kitab-kitab dasar dan menengah. Dalam sebuah pesantren yang besar dan 161 terkenal terdapat putra-putra kyai yang belajar di sana. Biasanya, mereka memperoleh perhatian istimewa dari kyai. Para putra kyai ini nantinya menjadi penerus kepemimpinan lembaga-lembaga pesantren keluarganya. 2. Santri kalong Mereka yang dikategorikan sebagai santri kalong adalah murid-murid yang berasal dari kampung-kampung di sekitar pesantren. Mereka tidak bermukim di pesantren. Untuk mengikuti kegiatan belajar di pesantren mereka bolak-balik dari rumahnya sendiri. Biasanya perbedaan pesantren besar dan kecil dapat dilihat dari jumlah santri kalongnya. Semakin besar pesantren, maka semakin besar jumlah santri mukimnya. Sebaliknya, pesantren yang memiliki jumlah santri kalong yang banyak, maka pesantren ini termasuk kategori pesantren kecil. 20 Di samping itu, motif menetapnya santri di pesantren memang sangat beragam. Dhofier membagi dalam tiga jenis: 20 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia Jakarta: LP3ES, 2011 hlm. 89. 162 1. Ia ingin menelaah kitab-kitab lain yang membahas Islam secara mendalam di bawah bimbingan kyai pemimpin pesantren. 2. Ia ingin mendapatkan pengalaman hidup di pesantren, baik pengalaman pengajaran. Keorganisasian maupun relasi dengan pesantren-pesantren terkenal. 3. Ia ingin memfokuskan belajarnya di pesantren tanpa diganggung oleh kesibukan berupa kewajiban di keluarganya. Selain itu, tinggal di pesantren yang terletak jauh dari rumahnya dipilih agar ia tidak mudah bolak- balik pulang ke rumah, meskipun kadang-kadang ia menginginkannya. 21 Bermacam-macamnya latar belakang para santri tersebut di atas, beberapa masih bisa ditemukan pada masa sekarang. Hanya saja, pesantren yang sudah mengadopsi kurikulum nasional, sepertinya telah mempunyai kurikulum yang baku, sehingga santrinya harus mengikuti kegiatan wajib belajar menengah pertama selama tiga tahun penuh, atau menengah atas 21 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren ..., hlm. 89 – 90. 163 dengan waktu yang sama dan tidak diperkenankan untuk keluar- masuk pesantren dengan sesuka hati. Baik cerdas ataupun tidak, para santri harus mengikuti pendidikan pesantren yang sudah diatur sedemikian rupa dan disesuaikan dengan kurikulum nasional. Ia harus menempuh pendidikan selama tiga tahun, baik untuk taraf SMP atau SMA, atau 6 tahun, yakni sejak SMP hingga tamat SMA. Dalam kehidupan yang serba bersama-sama, pengajaran untuk menerima perbedaan sikap kawan-kawan tentu menjadi materi awal yang diterima para santri. Pemahaman untuk dapat hidup dalam pergaulan orang banyak, menuntut sikap terbuka atau dengan kata lain ia harus menerima perbedaan yang ada. Hal tersebut merupakan modal dalam menjalin pertemanan di pesantren. Rasa canggung, malu dan takut, memang biasa menghinggapi para santri baru. Selain keperluan adaptasi lingkungan dan keseharian, mereka juga dilatih berkomunikasi dengan para kawannya. Masa-masa santri baru memang tahap yang krusial dalam permulaan pendidikan pesantren. Mereka diharapkan mampu menyatu dengan kehidupan pesantren, dengan 164 skill komunikasi yang mereka miliki. Jika mereka mudah berteman dengan siapa saja, maka penerimaan perbedaan sikap tidak lagi dianggap sebagai kendala. Salah satu model pendidikan di pesantren adalah mudzkarah yang bisa diartikan sebagai forum diskusi. Dalam bahasa lain, diskusi dikenal dengan sebutan bahtsul masail. Biasanya forum ini diikuti oleh para santri senior yang terlibat dalam diskusi keilmiahan yang menitikberatkan pada kitab-kitab kuning sebagai sumber rujukannya. Masing-masing dari mereka mengemukakan pendapatnya berserta referensi untuk mendukung gagasannya itu. Dalam bentuk lain, mudzakarah juga kerap melibatkan beberapa santri dari perwakilan kelas, yang dianggap mampu dan cerdas dalam mengemukakan pendapat. Mudzakarah dipandu oleh ustadz atau kepala pengasuh pesantren, bisa juga pengurus organisasi santri yang bertindak sebagai moderator. Mudzakarah merupakan momen tepat untuk mengukur kedalaman santri menguasai materi keagamaan dan memformulasikannya menjadi solusi untuk menjawab suatu permasalahan. Masing-masing santri sudah tentu mempunyai 165 pendapat yang berbeda dan keotentikan gagasan mereka dinilai dari sejauh mana mereka melampirkan pendapat ulama terdahulu dalam kitab kuning sebagai referensinya. Semakin luas pendapat- pendapat yang dikutip, lantas dikemukakan sebagai penguat dari pendapatnya maka semakin besar kemungkinan gagasannya diterima para peserta mudzakarah, meskipun bukan berarti hal itu merupakan finalitas yang kemudian menggugurkan pendapat yang lain. Selain keberanian mengemukakan pendapat, kegiatan ini tentu saja melatih santri untuk menghargai perbedaan pandangan sejawatnya. Menghargai pendapat orang ditujukan dengan perhatian yang penuh serta memberikan tanggapan terhadap pendapat lain. Budaya seperti ini merupakan lahan penyemaian menghargai keragaman di lingkungan santri. Mujamil Qamar menyebutkan bahwa metode diskusi merupakan metode andalan yang kerap dijumpai di perguruan tinggi. Metode ini juga diterapkan di pesantren, terutama di pesantren modern. Hal tersebut tidak terlepas dari sikap kyainya yang dinamis dan toleran terhadap suatu perbedaan persepsi. Metode diskusi hanya bisa berlangsung kondusif, jika kyai serta 166 pengajarnya telah terbiasa dengan forum diskusi di mana kekayaan pandangan menjadi unsur yang menghidupinya. 22 Diskusi, meskipun di pesantren masih mendapat kontrol dan bimbingan dari para staf pengajar, menjadi metode belajar yang penting dalam rangka pengembangan sistem berpikir dan pendewasaan ilmiah para santri. Perbedaan ide ditanggapi dengan arif dan santun dan para guru akan mengarahkan santrinya, jika terdapat gagasan yang bertentangan dengan materi yang dikaji.

E. Musyawarah

Menurut Louis Ma’luf, musyawarah secara etimologisberarti nasihat, konsultasi, perundingan, pikiran atau konsideren kemufakatan. Secara terminologis berarti majelis yang dibentuk untuk mendengarkan saran-saran dan ide sebagaimana mestinya dan terorganisir dalam masalah-masalah politik. 23 Musyawarah dapat juga diartikan sebagai suatu forum tukar menukar pikiran, gagasan, ataupun ide, termasuk saran- saran yang diajukan dalam memecahkan suatu masalah sebelum 22 Mujamil Qamar, Pesantren ..., hlm. 152. 23 Louis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-Alam Beirut:Dar al-misriq, 1996hal. 407-408. 167 sampai kepada sebuah konklusi bagi keputusan-keputusan prinsip konstitusional. 24 Musyawarah merupakan unsur lain dari demokrasi yang keberadaannya juga hidup dalam pesantren. Kehidupan serba taat

Dokumen yang terkait

Strategi komunikasi Kh. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan pondok pesantren madinatunnajah Jombang Ciputat Tangerang Selatan

0 30 101

Manajemen Kurikulum Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Tangerang Selatan

2 26 105

PERBANDINGAN PENERAPAN NILAI-NILAI AKHLAQ DAN ETIKA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI PONDOK PESANTREN Perbandingan Penerapan Nila-nilai Akhlaq dan Etika dalam Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Ta'mirul Islam Tahun Pelajaran 2014/2015.

0 4 27

PERBANDINGAN PENERAPAN NILAI-NILAI AKHLAQ DAN ETIKA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI PONDOK PESANTREN Perbandingan Penerapan Nila-nilai Akhlaq dan Etika dalam Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Ta'mirul Islam Tahun Pelajaran 2014/2015.

0 3 15

PENANAMAN NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KMI PONDOK PESANTREN DARUSY SYAHADAH SIMO PENANAMAN NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KMI PONDOK PESANTREN DARUSY SYAHADAH SIMO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2015/2016.

0 3 20

PENANAMAN NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KMI PONDOK PESANTREN DARUSY SYAHADAH PENANAMAN NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI KMI PONDOK PESANTREN DARUSY SYAHADAH SIMO BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2015/2016.

0 2 14

INTERNALISASI NILAI-NILAI IBADAH SYAUM DI PONDOK PESANTREN : Studi Kasus Kesalehan Sosial di Pondok Pesantren Al-Muhajirin Purwakarta.

0 1 48

NILAI NILAI DEMOKRASI DALAM ISLAM

0 0 10

NILAI NILAI DEMOKRASI DALAM ISLAM UNTUK (1)

0 0 13

nilai tradisi dan nilai demokrasi

1 1 12