Faktor Penyebab Stres Kerja

19 fisiologis dalam bekerja, misalnya kebisingan noise dan suhu ruangan yang tidak wajar. Pendekatan psikologis klinis memandang bahwa stres kerja muncul karena adanya stresor psikologis sehingga mengakibatkan individu mengalami tekanan psikologis dalam melakukan pekerjaan. Dilihat dari segi teknis, stres kerja adalah suatu keadaan yang terjadi apabila individu berhadapan dengan keadaan lingkungan teknis dalam organisasi yang menekan, misalnya peralatan yang tidak menunjang, sehingga stresor yang muncul adalah stresor fisiologi yang dapat mempengaruhi penampilan kerja. Pendekatan organisasional memandang bahwa stres kerja adalah suatu kondisi yang terjadi karena adanya stresor psikologis yang bersumber dari organisasi tempat kerja.

D. Faktor Penyebab Stres Kerja

Hampir dapat dipastikan bahwa dalam setiap kondisi pekerjaan akan dijumpai berbagai faktor yang dapat memicu munculnya stres dalam bekerja. Diantaranya kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai berikut Umar, 2001:231 1. Beban kerja yang berlebihan 2. Tekanan atau desakan waktu 3. Kualitas supervisi yang jelek 4. Iklim politis yang tidak aman 5. Umpan balik tentang pelaksanaan pekerjaan yang tidak memadai 6. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggungjawab 7. Kemenduaan peran role ambiguity 8. Frustasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20 9. Konflik antar pribadi dan antar kelompok 10. Perbedaan antara nilai-nilai perusahan dan karyawan 11. Berbagai bentuk perubahan kebijaksanaan Cooper dalam Krispramudyani, 2004:16-17, berpendapat bahwa terdapat lima sumber stres kerja, yaitu: 1. Kondisi Kerja Meliputi beban kerja yang berlebihan work overload atau beban kerja yang kurang work underload, kondisi demikian tidak mampu membangkitkan semangat kerja. Selain itu adapula kondisi fisik pekerjaan yang membahayakan seperti tim SAR, polisi, tentara, penjinak bom, pembagian waktu kerja pekerjaan yang memiliki pembagian jam kerja terkadang menggangu ritme hidup sehari-hari, stres dengan adanya kemajuan teknologi. 2. Ambiguitas Peran Kelompok pekerja wanita sering menghadapi situasi seperti ini, terutama bagi mereka yang telah menikah. Wanita bekerja menghadapi dua peran sekaligus, sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pekerja. Selain itu ambiguitas dalam menempatkan peran biasanya terjadi pada organisasi yang besar dan struktur organisasi yang kurang baik. 3. Faktor interpersonal Hubungan interpersonal dalam bekerja merupakan faktor penting untuk mencapai kepuasan kerja. kepedulian pihak manajemen dan pihak lain PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21 sangat diperlukan oleh pekerja agar selalu tercipta hubungan yang harmonis. 4. Perkembangan Karir Tiap individu yang bekerja biasanya mempunyai berbagai harapan dalam kehidupan karir kerjanya, yang ditujukan pada pencapaian prestasi dan pemenuhan kebutuhan untuk mengaktualisasi diri. Bilamana pihak perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhan berkarir karyawan maka tumbuh perasaan ketidakpastian dalam diri pekerja sehingga menimbulkan gejala perilaku stres. 5. Struktur Organisasi Struktur organisasi yang diperlakukan secara kaku, pihak manajemen kurang mempedulikan inisiatif karyawan, tidak melibatkan karyawan dalam proses pengambilan keputusan akan berpotensi menimbulkan stres. Sementara itu Gibson, Ivancevich dan Donnelly 1989:214-217, mengatakan bahwa stres kerja pada tingkat individu berkaitan erat dengan tuntutan peran yang diemban individu tersebut. Mereka membagi Stressor Individu atas tiga jenis, yakni: 1. Konflik peranan role conflict Konflik peranan role conflict adalah stressor individu yang paling banyak diteliti secara luas. Konflik peranan terjadi bilamana penyesuaian terhadap seperangkat harapan tentang pekerjaan bertentangan dengan penyesuaian terhadap seperangkat harapan yang lain. Segi-segi konflik peranan mencakup perasaan tidak menentu oleh tuntutan yang berlawanan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22 dari seorang penyelia supervisor tentang pekerjaan, dan mendapat tekanan agar bekerjasama dengan orang yang dirasa tidak bisa cocok. Ahli lain, Schein dalam Kreitner dan Kinichi 2005:70-71, mengatakan bahwa konflik peran dialami ketika anggota yang berbeda dari sekumpulan peran mengharapkan hal yang berbeda dari orang yang vokal. Para manajer seringkali menghadapi tuntutan peran yang bertentangan antara pekerjaan dan keluarga misalnya. Wanita mengalami konflik peranan yang lebih besar antara pekerjaan dan keluarga daripada pria karena wanita terus mengerjakan mayoritas kewajiban rumah tangga dan tanggungjawab mengasuh anak. Para karyawan yang hidup sendirian memiliki versi konflik peranannya sendiri yaitu antara pekerjaan dan minat luarnya. Konflik peran dapat juga terjadi ketika internalisasi nilai, etika, atau standar pribadi bertabrakan dengan harapan orang lain. Tanpa memperhatikan apakah konflik peranan disebabkan oleh kebijakan organisasi atau dari orang lain, konflik tersebut dapat menjadi penekan stressor yang penting bagi sebagian orang. Khan et al. 1964:94, melaporkan hasil suatu survei wawancara dari percontohan sampel nasional tentang upah dan gaji karyawan pria, bahwa 48 persen dari peserta survei mengalami konflik peranan. Sangat menarik dicatat, bahwa para peneliti juga menemukan bahwa semakin besar kekuasaan atau wewang dari orang yang mengirimkan pesan konflik peran, semakin besar ketidakpuasan kerja yang diakibatkan oleh konflik peranan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23 2. Ambiguitas peranan role ambiquity Agar karyawan dapat melaksanakan pekerjaan mereka dengan baik, para karyawan memerlukan keterangan tertentu yang menyangkut hal-hal yang diharapkan untuk mereka lakukan dan hal-hal yang tidak harus mereka lakukan. Karyawan perlu mengetahui hak-hak, hak-hak istimewa, dan kewajiban-kewajiban mereka. Lebih lanjut mereka mendefinisikan ambiguitas peranan sebagai kondisi kurangnya pemahaman atas hak-hak, hak-hak istimewa, dan kewajiban yang dimiliki seseorang untuk melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan menurut Seniati 2002 role ambiguty adalah tingkat ambiguitas terhadap tuntutan, kriteria dan peran yang berkaitan dengan tugas-tugas lain. Lebih lanjut Seniati mengatakan bahwa role ambiguty akan timbul apabila pemegang peran merasa tidak yakin mengenai kemungkinan evalusi yang diberikan dan sadar akan adanya ketidak pastian itu. Schein dalam Kreitner dan Kinichi 2005:72, berpendapat bahwa ambiguitas peran, terjadi jika anggota dari sekumpulan peran gagal untuk mengkomunikasikan kepada orang yang vokal pengharapan yang mereka miliki atau informasi yang dibutuhkan untuk menjalankan peran, karena mereka tidak memiliki informasi atau karena mereka secara sengaja menahannya. Singkatnya, seseorang mengalami ambiguitas peranan ketika mereka tidak tahu apa yang diharapkan dari mereka. Para pendatang baru organisasional sering mengeluhkan deskripsi pekerjaan dan kriteria promosi mereka yang tidak jelas. Menurut teori peran, ambiguitas peran berkepanjangan dapat mendorong terjadinya 24 ketidakpuasan kerja, mengikis rasa percaya diri, dan menghambat kinerja pekerjaan. 3. Beban peran berlebihan work overload Pada suatu ketika beban peran yang berlebihan tersebut mungkin terdiri atas dua jenis yang berbeda yakni kuantitatif atau kualitatif. Terlalu banyak melakukan sesuatu atau tidak cukup waktu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan adalah beban berlebihan kuantitatif quantitative overload . Di pihak lain, beban berlebihan kualitatif qualitative overload terjadi jika individu merasa bahwa ia kurang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan atau standar prestasi terlalu tinggi. Schein dalam Kreitner dan Kinichi 2005:70 mengatakan bahwa beban peran berlebihan terjadi ketika jumlah total yang diharapkan oleh para pengirim pesan kepada orang yang vokal jauh melampaui apa yang mampu ia kerjakan. Jika individu mencoba untuk bekerja semakin berat namun waktu semakin sedikit, maka perasaan tertekan naik dan efektivitas pribadi menurun. Sedangkan menurut Sutton 1984:7-28, role overload terjadi jika tuntutan beragam yang diberikan kepada karyawan melebihi sumber daya yang dimilikinya, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Qualitative overload yang dimaksud adalah suatu situasi yang dirasakan dimana pekerjaan yang diminta terlalu sulit untuk dapat diselesaikan, sedangkan quantitative overload adalah jika pekerjaan yang diberikan terlalu banyak atau karyawan tidak mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Role overload juga bisa berarti suatu 25 kondisi dimana seorang karyawan memiliki terlalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dalam satu waktu Beehr, walsh dan Taber, 1976:41- 47.

E. Dampak Stres Kerja