Pembelajaran versi Pedagogi Kritis

21 pendidikan yang konsen terhadap kemanusiaan. Pedagogi Kritis mengkaji bagaimana pendidikan dapat menyediakan alat bagi individu untuk mengembangkan potensi dan memperkuat demokrasi, serta mengembangkan sebuah masyarakat yang egaliter Rakhmat Hidayat, 2013:13.

4. Pembelajaran versi Pedagogi Kritis

Menurut Voke 2007 dalam Rakhmat Hidayat 2013:6 Pedagogi Kritis merupakan konsep pedagogi yang telah mengalami transformasi di kalangan pendidik dan menjadi strategi baru untuk mengahadapi perubahan konteks sosial dan historis, Pedagogi Kritis secara tradisional disebut teori pendidikan dan pengajaran serta praktik belajar yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran kritis pebelajar mengenai kondisi sosial yang menindas. Dalam definisi yang dikemukakan oleh Voke, jelas sekali bahwa Pedagogi Kritis menempatkan kesadaran yang kritis menjadi tujuan utama dari praktik Pedagogi Kritis. Paulo Freire 1984:16 menyebutkan bahwa manusia memiliki tiga 3 tingkat kesadaran, yakni : a. Kesadaran semiintransitif Dalam tahap ini manusia tidak dapat memahami masalah-masalah yang berada di luar lingkungan kebutuhan biologis. Minat mereka semata-mata tertuju pada sekitar kelangsungan hidup dan mereka tidak mempunyai pengertian tentang sisi kehidupan yang berada pada dataran sejarah. Kesadaran semi intransitif lebih berarti bahwa 22 lingkungan persepsi manusia terbatas, dan bahwa manusia tidak dapat menembus tantangan-tantangan yang berada di luar lingkungan kebutuhan biologis. b. Kesadaran transitif-naif Dalam tingkat kesadaran ini, manusia mulai sadar bahwa dirinya tertindas serta cakrawala telah berkembang dan mereka menanggapi rangsangan dengan lebih terbuka, tetapi tanggapan-tanggapan ini masih juga masih juga mempunyai nilai magis. Kesadaran manusia yang masih menjadi bagian dari massa, dimana perkembangan kemampuan berdialog masih rapuh dan mudah diselewengkan. Kesadaran dalam tahap ini mungkin akan dapat diselewengkan menjadi fanatisme oleh golongan sektarian yang irasional. c. Kesadaran transitif kritis Ditandai oleh kematangan menafsirkan masalah; keterangan- keterangan yang bersifat magis digantikan prinsip-prinsip sebab- akibat; dengan menguji “penemuan” seseorang dengan keterbukaan terhadap pembaharuan; dengan usaha-usaha menghindari penyelewengan-penyelewengan sewaktu memahami masalah dan menghindari prasangka-prasangka sewaktu menganalisis; dengan menolak pemindahan tanggung jawab; dengan menolak peran-peran pasif; dengan argumentasi yang kuat; dengan berdialog bukan dengan berpolemik; dengan menerima yang baru bukan hanya karena baru nya dan secara sehat tidak menolak yang lama hanya karena lamanya. 23 Dalam Rakhmat hidayat, 2013:28 juga disebutkan bahwa manusia dalam tahap ini mampu memandang kritis lingkungannya, memi- sahkan dirinya dengan keadaan sekitar yang menindas, kemudian bertindak untuk membebaskan dirinya. Paparan-paparan oleh para ahli Pedagogi Kritis di atas tentu semakin mempertegas bahwa tujuan dari Pedagogi Kritis adalah menumbuhkan kesadaran yang kritis bagi siapapun yang terlibat dalam proses pendidikan, baik guru atau pun pebelajar. Sehingga untuk mewujudkan kesadaran kritis, diperlukan formula-formula baru dalam praktik pendidikanpembelajaran. Paulo Freire sebagai pencetus lahirnya Pedagogi Kritis telah mengusulkan suatu bentuk pembelajaran baru, yang merupakan anti-thesis dari pembelajaran konvensional, yaitu pembelajaran problem posinghadap masalah. Kritik utama dalam pembelajaran problem posing adalah pola hubungan vertikal yang terjadi antara guru dan pebelajar. Maka dari itu untuk memasuki pendidikan hadap masalah, prasyarat utamanya ialah menciptakan hubungan yang egaliter antara guru dan pebelajar, dengan mengedepankan hubungan dialogis diantara kedua subjek tersebut. Melalui dialog, guru-nya-pebelajar serta pebelajar-nya- guru tidak ada lagi dan muncul suasana baru: guru-yang-pebelajar dengan pebelajar-yang-guru, sehingga guru tidak lagi menjadi orang-yang- mengajar, tetapi orang yang mengajar dirinya melalui dialog dengan para pebelajar, yang pada gilirannya di samping diajar mereka juga mengajar, 24 dan mereka semua bertanggung jawab terhadap suatu proses dalam mana mereka tumbuh dan berkembang Paulo Freire, 1985:62. Relasi yang egaliter antara guru dan pebelajar akan memberikan pengaruh yang berbeda dalam proses pencarian pengetahuan. Tidak hanya bentuk komunikasinya yang berubah, namun seperangkat metode serta “aturan main” dalam proses pembelajaran pun ikut berubah, terutama adalah keterlibatan aktif pebelajar dalam proses pembelajaran. Seperti yang pernah dilakukan Ira Shor yang merupakan tokoh Pedagogi Kritis, Ira Shor membantu kelas dengan mempersilahkan pebelajar untuk menentukan kelas dengan aturan mereka, silabus, perencanaan, dan bagaimana mereka akan di evaluasi, serta pebelajar wajib untuk menandatangani kontrak untuk kelas yang mereka ingin terima tersebut Rakhmat Hidayat, 2013:101. Pembelajaran dengan menggunakan metode problem posing juga memiliki karakteristik lain. Rakhmat Hidayat 2013:106 menyebutkan bahwa selain hubungan guru dan pebelajar yang egaliter dan penggunaan dialog, dalam metode posing juga menggunakan yaitu riset yang efektif dan kolaboratif, pendekatan kritis terhadap standar pengetahuan barat, dorongan untuk respons yang aktif terhadap pengetahuan dan wawasan yang baru, kurikulum yang baru diambil dari budaya dan kehidupan pebelajar, dan keingintahuan mereka yang alami dalam kehidupan sehari- hari. Penggunaan riset yang efektif dan kolaboratif sebagai suatu pendekatan dalam pencarian pengetahuan juga pernah diperkenalkan 25 dengan nama yang berbeda oleh tokoh pendidikan progresif lainnya, yaitu John Dewey. John Dewey menyebutkan bahwa proses belajar yang dilakukan oleh anak, menggunakan cara yang sama dengan yang dilakukan ilmuwan. Adapun model belajar dari John Dewey adalah sebagai berikut : 1 Menyadari adanya masalah, 2 merumuskan masalah, 3 mengajukan hipotesis pemecahannya, 4 mengevaluasi konsekuensi hipotesis berdasarkan pengalaman masa lalunya, 5 menguji solusi yang paling mungkin Rakhmat Hidayat, 2013:44. Model belajar gaya ilmuwan tersebut juga lazim disebut learning by doing belajar sambil melakukan. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa dalam pembelajaran khas Pedagogi Kritis relasi gurupendidik dan pebelajar adalah egaliter. Pebelajar juga memiliki andil yang cukup besar dalam proses pencarian pengetahuan. Namun bukan berarti bahwa guru tidak memiliki peran penting dalam pembelajaran khas Pedagogi Kritis. Paulo Freire 1985:63 mengemukakan peran guru dalam pembelajaran sebaiknya tidak menganggap obyek-obyek yang dapat dipahami sebagai milik pribadi, tetapi sebagai obyek refleksi para pebelajar serta dirinya sendiri, dan dengan cara ini pendidik hadap-masalah secara terus menerus memperbaharui refleksinya di dalam refleksi para pebelajar, yang dimana pebelajar telah menjadi rekan pengkaji yang kritis melalui dialog dengan pendidikguru, sehingga peran pendidikguru dalam pendidikan hadap- masalah adalah menciptakan bersama dengan pebelajar, suatu suasana di 26 mana pengetahuan pada tahap doxa diganti dengan pengetahuan sejati pada tahap ilmulogos.

B. Kajian tentang Sekolah Alam 1. Pengertian Sekolah Alam