101
pengorganisasian dari perpaduan antara manusia, pengalaman belajar, fasilitas, pemeliharaan atau pengontrolan, dan prosedur yang mengatur
interaksi perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan.
b. Pelaksanaan Pembelajaran
1 Waktu dan tempat pelaksanaan pembelajaran
Sanggar Anak Alam sebagai penyedia ruang belajar memiliki waktu-waktu khusus yang sama seperti pada sekolah-
sekolah formal. Aktivitas pembelajaran Sanggar Anak Alam berlangsung dari hari senin hingga kamis dengan pembagian waktu
sebagai berikut: 08.30-09.00
: Berdoa dan pemanasan kecil bersama di lapangan 09.00-10.00
: Belajar di ruang kelas atau tempat yang disepakati. 10.00-10.30
: Istirahatsnack time 10.30-12.00
: Belajar di ruang kelas atau tempat yang disepakati. 12.00-12.30
: Makan siang 12.30-13.00
: Refleksi pembelajaran dan membersihkan kelas 13.00-
: Pulang Setiap hari sebelum memulai aktivitas pembelajaran,
seluruh elemen Sanggar Anak Alam selalu berdoa dan melakukan pemanasan kecil bersama-sama di lapangan. Aktivitas tersebut
menjadi pemicu semangat fasilitator dan pebelajar sebelum memulai pembelajaran. Snack time atau istirahat dan makan siang
102
menjadi cara Sanggar Anak Alam untuk melatih kemandirian pebelajar karena pebelajar harus mengambil snack dan makan
siang, serta mencuci piringnya masing-masing. Pada hari Jumat seluruh pebelajar Sanggar Anak Alam
melakukan aktivitas olah tubuh yang sesuai dengan kesepakatan mereka. Beberapa aktivitas olah tubuh yang peneliti temukan
adalah berenang, bulutangkis, jalan santai, membuat kue, dan lain lain. Pada jadwal di atas dijelaskan pula bahwa belajar dapat
dilaksanakan di ruang kelas atau di tempat yang telah disepakati. Misalnya pada saat pebelajar sedang melakukan riset atau
melakukan home visit, tentu mereka belajar di luar ruang kelas atau di lokasi yang telah disepakati.
Sanggar Anak
Alam seringkali
memiliki agenda
pembelajaran yang sifatnya insidental. Beberapa agenda insidental yang peneliti temukan di Sanggar Anak Alam adalah belajar
bersama komunitas pecinta hewan sugar glider, belajar musik bersama Dian HP, dan kegiatan pesta panen atau wiwitan yang
diselenggarakan dalam rangka menyambut masa panen padi. Seluruh elemen Sanggar Anak Alam termasuk para pebelajar
dianjurkan untuk mengikuti agenda insidental tersebut. Agenda insidental tersebut bagi Sanggar Anak Alam termasuk upaya
mensinergikan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Dalam
103
sebuah wawancara mengenai agenda insidental wiwitan , Ibu Sri Wahyaningsih menjelaskan betapa pentingnya kegiatan tersebut:
“Iya bentuk pensinergian dan juga kita mengembalikan kalau kita itu punya kearifan lokal, nenek moyang kita dulu
menciptakan itu bukan tidak alasan, agar supaya orang menjaga keseimbangan alam, tidak mengeksploitir bumi, harus dipelihara,
agar dapat diwariskan ke anak cucu, memayu hayuning bawana, itu sungguh terjadi, mengapa dulu waktu panen di share, anak-anak
diutamakan, itu semua ada alasannya. Dari dulu nenek moyang sudah belajar simbol-simbol, walaupun bukan dalam bentuk
tulisan, seperti dalam bentuk ubo rampe wiwitan kemarin. Jadi nenek moyang itu dulu memberi pelajaran, dan ini juga
pembelajaran. Jadi membaca, itu tidak hanya sekedar membaca ba bi bu be bo, namun juga membaca suasana, membaca situasi, harus
terus menerus dilakukan, itu kenapa kami disini melarang belajar membaca hanya ba bi bu be bo yang tidak bermakna, tapi kita
membaca dari sesuatu yang nyata atau yang riil. Itu juga tantangan bagi fasilitator. Membaca dalam arti yang sesungguhnya. Kata
orang timur yaitu pendidikan hati, setiap manusia adalah memiliki kehendak bebas.”
8
Argumen Ibu Sri Wahyaningsih di atas menggambarkan bahwa kegiatan pembelajaran yang ada di Sanggar Anak Alam
senantiasa terintegrasi dengan kehidupan agar pebelajar mampu menemukan kearifan di dalamnya. Dengan begitu aktivitas
pembelajaran akan lebih bermakna bagi pebelajar. 2
Kegiatan pembelajaran Pada hari pertama Peneliti masuk ke Sanggar Anak Alam,
peneliti langsung mengikuti kegiatan pembelajaran di institusi tersebut. Peneliti melihat bahwa sebelum memulai kegiatan
pembelajaran setiap harinya, Sanggar Anak Alam melakukan aktivitas bersama yang diikuti oleh seluruh elemen Sanggar Anak
8
Wawancara dengan Ibu Sri Wahyaningsih, 5 Mei 2015
104
Alam, yaitu doa bersama dan pemanasan kecil yang dilakukan di lapangan. aktivitas tersebut dilaksanakan setiap hari pada pukul
08.00-08.30. Peneliti melihat aktivitas tersebut sebagai salah satu bentuk untuk memotivasi seluruh elemen yang ada di Sanggar
Anak Alam sebelum memulai kegiatan pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran Sanggar Anak Alam
terdapat target dasar belajar yang harus dipenuhi. Untuk memenuhi target dasar belajar tersebut, Sanggar Anak Alam
menggunakan sebuah model pembelajaran yang dinamakan dengan “daur belajar”. Daur belajar inilah yang akan dilalui bersama-sama
oleh fasilitator dan pebelajar. Pada saat awal masuk untuk memulai semester baru
fasilitator, menjelaskan ke pebelajar mengenai skema target dasar belajar yang harus dipenuhi, menawarkan pemilihan lokasi riset
untuk mendapatkan data, dan menyampaikan waktu yang harus ditempuh dalam memenuhi target dasar belajar. Aktivitas Riset
dalam Sanggar Anak Alam merupakan tahap awal dimulainya model pembelajaran daur belajar khas Sanggar Anak Alam. Riset
adalah pebelajar terjun langsung ke dalam suatu peristiwa untuk melakukan, mengamati dan menga-mbil data sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran dengan didampingi oleh fasilitator. Biasanya dalam melakukan pemilihan riset, per-timbangan
utamanya adalah konteks dan tujuan yang akan dicapai sesuai
105
dengan masing-masing jenjang lihat gambar. Sehubungan de- ngan hal tersebut, terdapat pernyataan dari fasilitator bernama
Timo: “Jadi untuk belajar disini kita melakukan sesuatu dulu,
biasa nya kita namakan riset, misalnya kita menanam cabe atau naik bis dulu, setelah itu baru kita belajar dari apa yang telah kita
lakukan tersebut, jadi melakukan dulu baru belajar di kelas.”
9
Seperti yang peneliti lihat dalam proses pemilihan riset yang dilakukan oleh jenjang SMP Sanggar Anak Alam, bahwa pada
mulanya fasilitator menawarkan riset yang telah dibahas di workshop fasilitator yaitu riset dengan tema pasar. Riset dengan
tema pasar dipilih karena dapat mencakup konteks dan tujuan yang sesuai dengan jenjang SMP lihat gambar .Setelah hasil tersebut
ditawarkan kepada pebelajar, fasilitator mempersilahkan para pebelajar untuk menanggapi dengan pertanyaan atau pendapat.
Salah satu pebelajar bernama Tanya berinisiatif untuk menawarkan riset di pasar yang berada di dekat rumahnya, sekaligus
menawarkan rumahnya sebagai tempat transit. Pada akhirnya seluruh anggota SMP setuju untuk melakukan riset di pasar
sambilegi yang tidak jauh dari rumah Tanya, sekaligus melakukan home visit ke rumah Tanya.
Dalam kegiatan pemilihan riset di Sanggar Anak Alam seperti yang telah dipaparkan di atas, sekali lagi peneliti melihat
bahwa pebelajar ditempatkan sebagai subjek pebelajar yang
9
Wawancara dengan timo, 13 Maret 2015, transkrip wawancara
106
merdeka dan bebas memilih. Sedangkan peran fasilitator dalam hal tersebut adalah memancing pebelajar untuk menyampaikan
pendapat. Adapun pendapat yang berhubungan tentang kegiatan riset di Sanggar Anak Alam dikemukakan oleh salah satu pebelajar
bernama Nanda yang menyebutkan bahwa: “Waktu riset itu kita dikasih tanggung jawab, kita milih
sendiri apa yang mau kita gali lagi dan yang mau kita bikin riset. Banyak tanggung jawab waktu riset, dan tanggung jawab waktu
riset itu susah.”
10
Argumen di atas menunjukkan bahwa Sanggar Anak Alam menempatkan pebelajar untuk bebas memilih sesuai dengan pilihan
pebelajar namun dengan batas-batas tanggung jawab yang juga harus dimiliki oleh pebelajar. Seperti yang dikemukakan pula oleh
salah satu fasilitator: “Iya lebih diberi kebebasan memilih, mencari, ya belajar
untuk konsekuen dan akan apa yang ia pilih dan ia putuskan.”
11
Bebas memilih yang diberikan Sanggar Anak Alam kepada para pembelajarnya adalah upaya untuk menumbuhkan sikap
tanggung jawab dan konsekuen terhadap pilihan-pilihan yang diambil. Setelah pemilihan riset dan lokasi riset ditentukan,
Fasilitator mengajak para pebelajar untuk menyusun rencana kegiatan yang akan dilakukan selama kegiatan riset berlangsung.
Adapun kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan adalah melakukan wawancara dengan narasumber yang diperlukan,
10
Wawancara dengan Nanda, 23 Maret 2015, transkrip wawancara
11
wawancara dengan bu Erna, 1 April 2015,trankrip wawancara
107
mencatat, dan melakukan dokumentasi. Dalam perencanaan kegiatan riset tersebut, fasilitator dan pebelajar membuat daftar
pertanyaan untuk
ditanyakan kepada
narasumber dan
mempersiapkan alat-alat yang dIbutuhkan seperti kamera untuk keperluan dokumentasi.
Pada saat akan memulai semester baru, fasilitator juga mengajak para pebelajar untuk membuat kesepakatan-kesepakatan
seputar kegiatan pembelajaran. Kesepakatan tersebut dimaksudkan agar terciptanya situasi yang kondusif untuk belajar. Di Sanggar
Anak Alam sendiri terdapat kesepakatan umum atau slogan yang menjadi landasan untuk dibuatnya kesepakatan-kesepakatan
dikelas. Adapun slogan tersebut adalah “menjaga diri, menjaga teman, menjaga lingkungan”. Lebih lanjut mengenai penggunaan
slogan tersebut dalam pembuatan kesepakatan dijelaskan oleh bu Wiwin:
“Kalau kesepakatan di SALAM sendiri sudah ada “menjaga diri, menjaga teman, menjaga lingkungan”, kalau kesepakatan di
kelas misalnya bagaimana di kelas kita buka forum bareng-bareng, kalau di kelas ada orang bicara sebaiknya gimana, mendengarkan
atau bagaimana, kesepakatannya kalau ada orang bicara didengarkan dulu. Terus ada teman jatuh, lalu gimana yang harus
dilakukan. Jadi kesepakatan-kesepakatan timbul dari konsolidasi.”
12
12
wawancara dengan bu Wiwin, 30 Maret 2015,trankrip wawancara
108
Dari argumen di atas dapat dimengerti bahwa Sanggar Anak Alam mengedepankan kesepakatan bersama yang dibangun
antara sesama warga Sanggar Anak Alam, sehingga tidak terjadi keterpaksaan dan aturan-aturan ketat yang memberatkan.
Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat argumen dari mas Yudhis yang merupakan ketua PKBM :
“Kita tidak membuat aturan, yang kita bangun adalah kesepakatan. Kesepakatan yang muncul dari pengalaman. Ketika
hanya satu orang, maka keputusan ada pada diri sendiri, jika adamelibatkan orang lain maka ada harus ada kesepakatan-
kesepakatan karena disitu ada dua kepentingan karena itu lebih dari satu kepentingan agar semua terfasilitasi.”
13
Dari argumen di atas juga dapat dimengerti bahwa tujuan dibuatnya
kesepakatan adalah
agar semua
kepentingan- kepentingan dapat terfasilitasi sesuai dengan hasil kesepakatan.
Dengan dibuatnya keputusan bersama, para pebelajar akan terlatih untuk dapat menerima perbedaan kepentingan diluar individu
dirinya dan belajar untuk bertoleransi.
13
Wawancara dengan mas Yudhis, 13 Maret 2015, transkrip wawancara
Gambar 10. Pebelajar kelas 3 sedang membuat kesepakatan kelas
109
Kegiatan riset Sanggar Anak Alam dilakukan pada jam aktif sekolah yang dimulai pada pukul 08.00 dan selesai sesuai
keperluan. Sebelum kegiatan riset dilaksanakan, fasilitator mempersiapkan pebelajar dengan melakukan briefing untuk
melakukan re-check perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan oleh pebelajar untuk kegiatan riset. Hal tersebut peneliti lihat pada
kegiatan riset yang diikuti peneliti, yaitu di kelas 4 dan jenjang SMP.
Dalam aktivitas riset yang dilakukan tersebut, pebelajar dan fasilitator memiliki peran yang penting. Para pebelajar melakukan
kegiatan yang telah direncanakan seperti melakukan wawancara dengan narasumber, mencatat hal-hal penting yang diperlukan, dan
melakukan dokumentasi. Peran fasilitator juga tidak kalah penting dalam kegiatan riset. Fasilitator senantiasa mengawasi aktivitas
pebelajar selama
kegiatan riset
berlangsung. Fasilitator
memastikan pebelajar
melakukan kegiatan
yang telah
direncanakan. Fasilitator berkewajiban mendampingi pebelajar dengan membuat kondisi dimana pebelajar dapat belajar. Hal
tersebut seperti yang diucapkan oleh Timo: “...kita hanya mendampingi dan membuat kondisi dimana
anak bisa belajar bisa. Istilah nya seperti memancing, kita hanya menyediakan pancing lalu mengajak ke sungai, nah bagaimana
memancing nya itu anak sendiri yang melakukan kita hanya mendampingi, anak yang belajar sendiri.”
14
14
Wawancara dengan mas Timo, 13 Maret 2015, transkrip wawancara
110
Aktivitas riset Sanggar Anak Alam tidak hanya dilakukan diluar lingkungan Sanggar Anak Alam. Riset juga dapat dilakukan
di dalam lingkungan Sanggar Anak Alam atau dari peristiwa sehari-hari yang dialami pebelajar. Misalnya saja peneliti melihat
riset yang dilakukan oleh pebelajar kelas 1 dan kelas 2. Pada kedua jenjang tersebut peneliti melihat bahwa pebelajar memanfaatkan
tanaman yang mereka tanam dalam acara wiwitan untuk diamati
Gambar 11. Fasilitator dan pebelajar sedang melakukan wawancara
Gambar 12. Pebelajar SMP melakukan wawancara Gambar 13. Pebelajar
kelas 4 mencatat hasil riset
111
perkembangannya. Riset dengan melihat perkembangan tanaman tersebut sehubungan dengan konteks yang akan dicapai yaitu
pengenalan sumber energi dalam kehidupan.
Di Sanggar Anak juga dimungkinkan penggunaan riset yang lebih dari satu. Seperti yang peneliti temui pada jenjang SMP.
Selain melakukan riset di pasar, jenjang SMP juga melakukan riset ke benteng vredeburg. Riset dilakukan sesuai kebutuhan. Seperti
yang dikatakan oleh bu Wahyaningsih dalam workshop Sanggar Anak Alam yang mengatakan :
“riset bisa lebih dari satu, jika memang dirasa kurang”
15
Diadakannya riset lebih dari satu juga berdasarkan kesepakatan warga kelas. Peneliti melihat alasan diadakannya riset
lebih dari satu di jenjang SMP karena terdapat pebelajar yang tidak mengikuti riset yang sebelumnya sekaligus mengatasi kejenuhan
pebelajar. Fasilitator SMP pada saat itu menawarkan hal tersebut ke forum kelas dan disetujui oleh seluruh warga kelas. Fasilitator
15
Argumen dari Bu Sri Wahyaningsih pada saat workshop Sanggar Anak Alam
Gambar 14. Pebelajar kelas 1 sedang riset tanaman Gambar 15. Pebelajar kelas 2 sedang riset energi
112
juga langsung mengajak pebelajar untuk memilih museum yang akan dikunjungi. Para pebelajar dipersilahkan oleh fasilitator untuk
mencari museum yang cocok dengan melihat internet. Akhirnya tercapai kesepakatan diantara mereka untuk mengunjungi museum
benteng vredeburg dengan menggunakan bis Trans Jogja. Peneliti melihat yang terpenting dari hal tersebut adalah terciptanya
kesepakatan diantara warga kelas. Peran fasilitator dalam memfasilitasi para pebelajar hingga muncul
kesepakatan merupakan hal yang penting.
Dalam pembelajaran
Sanggar Anak
Alam yang
menggunakan model pembelajaran Daur Belajar, pengalaman memang merupakan aspek yang paling penting. Pengalaman-
pengalaman tersebut dapat berupa sesuatu kegiatan yang direncanakan dan dilakukan bersama-sama, maupun pengalaman
pribadi yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman- pengalaman tersebut akan menjadi data bagi pebelajar untuk
Gambar 16. Pebelajar smp sedang riset ke vredeburg
113
melakukan kegiatan pembelajaran di kelas. Sehubungan dengan hal tersebut, mas Yudhis selaku ketua PKBM Sanggar Anak Alam
menyampaikan argumennya : “Kalau kita bicara daur belajar itu proses sebenarnya di
dalamnya ada proses pengalaman, pengalaman itu misalnya pengalaman sendiri, masing-masing anak memiliki sendiri
walaupun dilakukan secara bersama-sama. Anak-anak juga punya data masing-masing, data itu kemudian di compare dengan data
teman-teman lain. akhirnya menjadi data bersama, data milik kelas.”
16
Pengalaman-pengalaman akan menjadi data bagi pebelajar Sanggar Anak Alam untuk melakukan kegiatan pembelajaran,
data-data tersebut dapat berupa data pribadi maupun data bersama. Data bersama didapatkan dari compare data diantara para
pebelajar. Namun tidak semua pengalaman dapat diangkat menjadi data. Pengalaman yang diangkat menjadi data dan diolah menjadi
daur hanya yang sesuai dengan capaian atau tujuan belajar tertentu yang telah ditetapkan dalam menjadi target dasar belajar yang
dibuat pada saat workshop setiap awal semester. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh mas Yudhis :
“Misalnya di dalam kelas memiliki capaian tertentu, untuk sampai kesana dia melakukan riset, dan riset itu yang disebut
pengalaman. Pengalaman menjadi daur ketika kemudian data-data nya diungkap, dan data-data yang diungkap itu diolah sampai pada
dia punya kesimpulan.”
17
Peneliti juga melihat bahwa Sanggar Anak Alam juga memfasilitasi pebelajar untuk menggali bakat minat serta
16
Wawancara dengan mas Yudhis, 13 Maret 2015, transkrip wawancara
17
Wawancara dengan mas Yudhis, 13 Maret 2015, transkrip wawancara
114
membantu pebelajar mengalami peristiwa yang dekat dengan kehidupan sehari-hari dengan membawa peristiwa tersebut ke
lingkungan sekolah. Dalam penggalian minat dan bakat, peneliti mengikuti kegiatan jenjang SMP yang mengunjungi perpustakaan
kota. Fasilitator jenjang SMP mengajak anak-anak ke perpustakaan kota dalam rangka untuk mengetahui minat anak dari buku yang
pebelajar baca
Upaya Sanggar Anak Alam untuk menghadirkan peristiwa yang dekat dengan kehidupan sehari-hari untuk dibawa ke
lingkungan sekolah adalah dengan diadakannya pasaran dan wiwitan. Pasaran adalah miniatur dari praktik jual beli di pasar
pada umumnya. Kegiatan tersebut biasa dilakukan sebulan sekali. Kegiatan pasaran tersebut diikuti oleh seluruh elemen
Sanggar Anak Alam, baik fasilitator, pebelajar, maupun pengurus sekolah. Peran-peran yang terdapat dalam kegiatan pasaran antara
Gambar 17. Fasilitator SMP membantu pebelajar membaca Gambar 18. Fasilitator dan pebelajar smp di
perpustakaan kota Yogyakarta
115
lain penjual, pembeli, petugas keamanan, petugas kebersihan, dan petugas bank. Alat transaksi yang digunakan
dalam kegiatan tersebut adalah mata uang Sanggar Anak Alam atau dengan barter jika tercapai kesepakatan antar penjual. Sebagai
modal awal dalam kegiatan tersebut, bank Sanggar Anak Alam memberikan modal ke masing-masing pebelajar atau fasilitator
yang terlibat. Setelah kegiatan pasaran selesai, uang akan kembali disimpan di bank Sanggar Anak Alam sesuai dengan atas nama
pemilik uang tersebut dan dapat dipergunakan lagi dalam kegiatan pasaran selanjutnya.
Sedangkan wiwitan adalah kegiatan syukuran yang dilakukan sebelum melakukan panen padi. Kegiatan wiwitan saat
ini sudah jarang ditemui di masyarakat modern, hal tersebut yang ingin digiatkan kembali oleh Sanggar Anak Alam agar tradisi
tersebut tidak hilang. Selain itu dalam acara wiwitan tersebut, Sanggar Anak Alam juga menyelenggarakan serangkaian acara
Gambar 19. Pebelajar mengantri di bank Sanggar Anak Alam
Gambar 20. Pebelajar sedang melakukan transaksi jual beli
116
yang mengajak pebelajar untuk aktif, seperti penanaman bibit bersama dinas pertanian Yogya dan pentas seni. Sehubungan
dengan kegiatan wiwitan bu Sri Wahyaningsih selaku pendiri Sanggar Anak Alam mengemukakan pendapatnya:
“Iya bentuk pensinergian dan juga kita mengembalikan kalau kita itu punya kearifan lokal, nenek moyang kita dulu
menciptakan itu bukan tidak alasan, agar supaya orang menjaga keseimbangan alam, tidak mengeksploitir bumi, harus dipelihara,
agar dapat diwariskan ke anak cucu, memayu hayuning bawana, itu sungguh terjadi, mengapa dulu waktu panen di share, anak-anak
diutamakan, itu semua ada alasannya. Dari dulu nenek moyang sudah belajar simbol-simbol, walaupun bukan dalam bentuk
tulisan, seperti dalam bentuk ubo rampe wiwitan kemarin. Jadi nenek moyang itu dulu memberi pelajaran, dan ini juga
pembelajaran. Jadi membaca, itu tidak hanya sekedar membaca ba bi bu be bo, namun juga membaca suasana, membaca situasi, harus
terus menerus dilakukan, itu kenapa kami disini melarang belajar membaca hanya ba bi bu be bo yang tidak bermakna, tapi kita
membaca dari sesuatu yang nyata atau yang riil.”
18
Dari pernyataan di atas peneliti melihat bahwa Sanggar Anak Alam dalam mengembangkan pembelajaran, dimulai dari
sesuatu yang nyata atau riil dan mensinergikan kegiatan
18
Wawancara dengan Ibu Sri Wahyaningsih, 5 Mei 2015, transkrip wawancara
Gambar 21. Berdoa di depan padi yang akan dipanen Gambar 22. Penanaman bibit pada rangkaian acara
wiwitan
117
pembelajaran dengan kearifan lokal atau budaya agar pembelajaran menjadi kegiatan yang bermakna. Dari upaya pensinergian
tersebut, Sanggar Anak Alam mengharapkan pebelajar untuk mampu membaca situasi dan suasana.
Berkaitan dengan peristiwa dan riset yang terdapat dalam pembelajaran di Sanggar Anak Alam, peneliti melihat bahwa
semua jenjang yang ada di Sanggar Anak Alam selalu mengawali proses pembelajaran dengan melakukan riset atau berangkat dari
peristiwa. Peneliti menyimpulkan bahwa riset adalah kegiatan untuk mendapatkan pengalaman dari suatu peristiwa. Kegiatan
riset tersebut merupakan fase pertama dari model daur belajar yaitu fase “melakukan”. Riset dapat berupa pengalaman dari peristiwa
yang direncanakan maupun tidak direncanakan. hasil riset yang berupa pengalaman dari suatu peristiwa yang ada pada kehidupan
sehari-hari pebelajar tersebut tersebut dihubungkan dengan suatu capaian atau tujuan tertentu yang ada pada target dasar belajar
Sanggar Anak Alam yang dibuat pada saat workshop untuk memulai awal semester. Dari informasi yang peneliti dapatkan
dalam kegiatan workshop Sanggar Anak Alam pada awal semester, Kegiatan riset yang dilakukan pebelajar dan fasilitator dapat lebih
dari satu atau disesuaikan dengan keperluan untuk mendapatkan data guna kepentingan memenuhi capaian atau tujuan yang ada
pada target dasar belajar. Data-data yang ada pada riset akan diolah
118
dan diungkap melalui proses selanjutnya yang ada pada model daur belajar, yaitu : Ungkapkan, analisis, kesimpulan, tindakan. Adapun
riset-riset yang terencana yang peneliti temui di Sanggar Anak Alam antara lain: Kelas 1 SD yang melakukan riset dengan
mengamati pertumbuhan tanaman, kelas 2 juga mengamati pertumbuhan tanaman, kelas 3 yang riset mengenai batu-bata dan
telur asin, kelas 4 yang melakukan riset di pabrik tahu, jenjang SMP yang melakukan riset ke pasar dan benteng vredeburg.
Data-data yang didapatkan melalui kegiatan riset lalu diungkapkan dan diolah dalam fase selanjutnya dari daur belajar,
yaitu fase ungkapkan. Dalam fase “ungkapkan”, data-data tersebut dirapikan dengan melihat tujuan belajar yang ada pada skema
target dasar belajar pada masing-masing jenjang. Untuk mempersiapkan pebelajar melakukan fase “ungkapkan”, fasilitator
mengajak pebelajar untuk melihat kembali hasil temuan dalam kegiatan riset yang telah dilakukan. Fasilitator memancing
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan riset yang telah dilakukan, misalnya : “hal-hal apa sajakah yang kalian temukan di
pasar?”, “pedagang apa saja yang kalian kunjungi?” atau dengan menanyakan kesan mereka terkait riset yang telah dilakukan.
Peneliti melihat hal tersebut merupakan upaya bagi fasilitator untuk mereview kegiatan riset. Usaha lain yang dilakukan oleh
fasilitator untuk melakukan review adalah dengan juga mengajak
119
pebelajar untuk menuliskan temuan-temuan menarik mereka di papan tulis agar temuan dari masing-masing individu dapat
diketahui oleh sesama pebelajar maupun fasilitator. Misalnya saja seperti yang telah dilakukan oleh jenjang SMP dan kelas 4 yang
menemukan hal-hal menarik dan dituliskan di papan tulis atau kelas 1 yang menuliskan pertumbuhan tanaman yang mereka amati
dari hari ke hari di papan tulis.
Dengan dituliskannya hasil-hasil temuan pada kegiatan riset di papan tulis, maka data pribadi yang dimiliki perseorangan akan
menjadi milik bersama. Sehingga data-data yang dimiliki masing- masing individu dapat dibandingkan atau dilengkapi dari data milik
teman-teman sekelasnya. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh mas Yudhis selaku ketua PKBM:
“Anak-anak juga punya data masing-masing, data itu kemudian di compare dengan data teman-teman lain. akhirnya
menjadi data bersama, data milik kelas.”
19
19
Wawancara dengan mas Yudhis, 13 Maret 2015
Gambar 23. Data para pebelajar yang ditulis di papan tulis
120
Jika dilihat dari argumen dan temuan peneliti tersebut, dapat
diketahui bahwa
pebelajar Sanggar
Anak Alam
mengedepankan sikap kolaboratif sesama pebelajar. Hal tersebut juga tidak terlepas dari peran fasilitator yang memfasilitasi
terjadinya kolaborasi antar sesama pebelajar dengan mengajak pebelajar untuk menuliskan hasil temuannya di papan tulis.
Fase ungkapkan adalah mengungkapkan kembali data-data dari peristiwa yang dialaminya. Setelah data-data tersebut di-
kumpulkan dari masing-masing individu dan menjadi milik bersama, dalam fase ungkapkan selanjutnya adalah melihat tujuan
belajar yang ada pada skema target dasar belajar pada masing- masing jenjang. Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa tujuan
belajar yang ada pada target dasar belajar memiliki fungsi dokumentasi pengetahuan dari riset yang telah mereka lakukan.
Pada jenjang SMP misalnya, peneliti melihat bahwa terdapat tujuan belajar pada skema target dasar belajar yang
menyebutkan bahwa “pebelajar mampu mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk karya ilmiah sederhana, teks
pidato, surat pembaca”. Dari tujuan belajar tersebut, fasilitator mengajak pebelajar untuk menuliskan karya ilmiah yang berbentuk
deskriptif mengenai pasar dan museum benteng vredeburg. Untuk tujuan belajar yang berkaitan dengan menghitung peneliti melihat
jenjang SMP melakukan pengukuran benda-benda yang ada di
121
sekitar kelas, misalnya saja mengukur buku, meja, dan tempat pensil. Fasilitator juga menggunakan data mengenai pengeluaran
biaya sewaktu melakukan riset di benteng vredeburg, yaitu harga parkir, tiket masuk, dan sebagainya. Melalui riset Benteng
vredeburg pula para pebelajar SMP belajar tentang nasionalisme. Pada jenjang sekolah dasar kelas 1, peneliti melihat
terdapat target dasar belajar yang menyebutkan bahwa “pebelajar mampu melakukan penjumlahan dan pengurangan 1-20”. Dari
tujuan tersebut, fasilitator kelas 1 yaitu bu Wiwin, mengajak pebelajar untuk melakukan penjumlahan dan pengurangan dari
pertumbuhan tanaman yang mereka amati setiap harinya. Pada jenjang sekolah dasar kelas 4 terdapat target dasar belajar yang
menyebutkan “mampu menulis jurnal harian, surat, puisi dan naskah”. Dalam memenuhi tujuan tersebut, maka digunakanlah
data terkait riset ke pabrik tahu yang telah dilakukan oleh pebelajar kelas 4 untuk membuat sebuah puisi. Untuk memperkuat
pemahaman pebelajar tentang puisi, mbak Vian selaku fasilitator meminta pebelajar untuk mencari contoh puisi di internet.
Begitupula yang dilakukan oleh jenjang sekolah dasar kelas 3. Mereka menggunakan rak-rak yang ada untuk meletakkan telur
asing untuk belajar perkalian. Jenjang kelas 3 juga belajar bagaimana peristiwa dibuatnya telur bebek menjadi telur asin.
122
Peneliti melihat bahwa dalam fase ungkapkan tersebut, pebelajar dan fasilitator menghubungkan antara pengalaman-
pengalaman yang didapat melalui riset dengan tujuan-tujuan belajar yang ada dalam target dasar belajar. Pengalaman-
pengalaman yang ada pada riset akan membantu pebelajar mencapai tujuan-tujuan belajar yang ada pada target dasar belajar.
Peneliti melihat peran fasilitator tidak kalah penting dalam fase ungkapkan. Beberapa kelas yang peneliti amati, terdapat pebelajar
yang kurang begitu antusias dalam mengikuti pembelajaran. Misalnya saja pada jenjang SMP yang seharusnya menuliskan
cerita pendek mengenai pengalaman riset ke benteng vredeburg dan jenjang kelas 4 yang membuat puisi dari data hasil riset. Pada
mulanya beberapa pebelajar di kedua jenjang tersebut malas mengerjakan tugas yang telah disepakati yaitu menulis cerita
pendek dan membuat puisi. Pada akhirnya fasilitator memberikan motivasi kepada kepada pebelajar agar mau mengerjakan tugas.
Cara fasilitator memberikan motivasi yaitu dengan membujuk
Gambar 24. Fasilitator mengajak pebelajar kelas 1 melakukan penjumlahan dan pengurangan berdasarkan data yang ditulis di
papan tulis
123
secara personal ataupun melakukan kegiatan ice breaking seperti bernyanyi.
Fase daur belajar selanjutnya adalah analisis. Fase analisis adalah kegiatan mengkaji ungkapan pengalaman, baik pengalaman
sendiri maupun pengalaman orang lain, kemudian mengkaitkannya dengan pengalaman-pengalaman yang mengandung ajaran, nilai-
nilai atau makna yang serupa. Peneliti kurang mendapatkan secara jelas gambaran mengenai fase analisis. Namun peneliti melihat
bahwa praktik dalam fase analisis adalah dengan mendiskusikan kembali hasil riset yang telah diungkapkan menggunakan tujuan
belajar yang ada pada target dasar belajar. Misalnya saja peneliti pernah mengikuti diskusi yang dilakukan oleh jenjang SMP
mengenai tulisan ilmiah mereka tentang pasar. Berdasarkan tulisan para pebelajar tersebut, fasilitator memancing diskusi menjadi
lebih luas, yang semula membahas isi pasar menjadi membahas tentang perbedaan pasar modern dan pasar tradisional, hingga
perkembangan tren masa kini yaitu online shop. Peneliti
menangkap salah satu hasil identifikasi pebelajar mengenai online shop yang mengatakan “online shop memang lebih praktis, namun
sesama manusia tidak terjadi interaksi”. Dari hasil riset di benteng vredeburg pebelajar SMP ,
fasilitator juga mengembangkan diskusi terkait nasionalisme. Pebelajar dan fasilitator secara bersama-sama menguraikan tentang
124
nasionalisme dalam suatu forum diskusi. Masing-masing fasilitator menyebutkan peristiwa-peristiwa sejarah yang menurut mereka
dapat menjadi contoh nasionalisme. Dari peristiwa-peristiwa yang dipaparkan oleh fasilitator tersebut, lalu pebelajar
dapat menganalisis dan mencapai kesimpulan tentang nasionalisme.
Untuk memperkuat pandangan para pebelajar tentang sejarah bangsa, fasilitator juga meminta pebelajar untuk mencari artikel-
artikel terkait di internet. Begitupula yang peneliti amati pada kelas 2. Setelah pebelajar kelas 2 mengukur perkembangan tumbuhan
yang mereka tanam, bu Avin fasilitator kelas 2 memancing dengan pertanyaan-pertanyaan seputar energi matahari, seperti “kenapa
kok tumbuhan kalian bisa bertambah tinggi?”, “kira-kira kalau tidak ada matahari tumbuhan kalian bisa tambah tinggi nggak?”.
Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul jawaban yang berbeda-beda dari setiap pebelajar, lalu bu Avin sebagai fasilitator
membantu pebelajar untuk mengerucutkan kesimpulan. Pada jenjang kelas 3 peneliti melihat mereka me-
ngidentifikasi tentang bagaimana proses telur bebek bisa menjadi telur asin. Hingga mereka menyimpulkan langkah-langkah
membuat telur asin. Kelas 3 yang juga melakukan riset tentang batu-bata mengidentifikasi pula bagaimana terbentuknya batu-bata.
Mereka juga berhasil menganalisis dan menyimpulkan bagaimana batu-bata bisa terbentuk. Kesimpulan-kesimpulan dari hasil
125
analisis tersebut berada dalam fase keempat daur belajar yaitu kesimpulan. Fase kesimpulan yaitu keharusan untuk me-
ngembangkan atau merumuskan prinsip-prinsip berupa kesimpulan umum dari pengalaman tersebut. Menyatakan apa yang telah
dialami dan dipelajari dengan cara seperti ini akan membantu masyarakat untuk merumuskan, merinci dan memperjelas hal-hal
yang telah dipelajari. Dalam fase analisis dan fase kesimpulan tersebut peneliti melihat peran fasilitator juga sangat berpengaruh.
Peneliti melihat bahwa pada tahap analisis, peran fasilitator adalah memancing terjadinya diskusi. Sedangkan pada fase kesimpulan,
fasilitator membantu pebelajar untuk mengerucutkan pembahasan dalam
diskusi sehingga
pebelajar mampu
menghasilkan kesimpulan.
Fase daur belajar yang terakhir yaitu melakukan atau menerapkan. Tahap akhir dari daur belajar ini adalah memutuskan
dan melaksanakan tindakan-tindakan baru yang lebih baik berdasarkan hasil pemahaman atau pengertian baru atas realitas
tersebut, sehingga sangat memungkinkan pula untuk menciptakan realitas-realitas baru yang juga lebih baik. Peneliti melihat bahwa
pada fase melakukan, pebelajar identik dengan membuat suatu produk berdasarkan dari proses daur belajar yang dialaminya.
Produk-produk yang dihasilkan pebelajar berdasarkan dari pemahaman baru yang didapatkan melalui proses daur belajar.
126
Adapun contoh-contoh produk pebelajar Sanggar Anak Alam yang peneliti temukan antara lain : jenjang sekolah dasar
kelas 3 yang membuat telur asin dan membuat mading tentang proses pembuatan batu bata, jenjang sekolah dasar kelas 4 yang
membuat kliping tentang proses pembuatan tahu, dan jenjang SMP yang membuat mading yang berkaitan dengan minat para
pebelajar. Berdasarkan pengamatan peneliti, produk-produk
tersebut dibuat berdasarkan kesepakatan antara fasilitator dan pebelajar.
Fasilitator memfasilitasi ide-ide pebelajar untuk membuat produk akhir. Hal tersebut berdasarkan wawancara
dengan salah satu fasilitator bernama bu Erna : “...memfasilitasi saja, memfasilitasi ide, keinginan, solusi-
solusi mereka.”
20
Produk akhir tersebut akan dipamerkan kepada orang tua dalam acara pameran. Informasi tersebut peneliti peroleh dari Ibu
Sri Wahyaningsih: “Jadi orang bisa mengapresiasi anak-anak dalam bentuk
drama, pameran. Ini kan yang dipamerkan adalah hasil kristalisasi dari apa yang mereka dapatkan. Setiap akhir semester kan gelar
bersama. Ada drama, musik, lukis, mading. Itu kan lebih asik, mereka benar-benar menguasai.”
21
Dari pernyataan berikut peneliti dapat melihat bahwa Sanggar Anak Alam berupaya untuk mengapresiasi pebelajar
20
Wawancara dengan bu Erna, Rabu 1 April 2015, transkrip wawancara
21
Wawancara dengan Ibu Sri Wahyaningsih, 5 Mei 2015, transkrip wawancara
127
dengan sebaik mungkin. Orang tua akan dapat melihat secara jelas hasil belajar pebelajar selama satu semester.
c. Penilaian hasil pembelajaran