80
Desa sebagai tempat berlangsungnya kegiatan sosial masyarakat seharusnya mampu menjadi sumber kehidupan dengan
berbagai sumber daya alam yang dimiliki. Masyarakat tidak perlu melakukan urbanisasi untuk meningkatkan kesejahteraan melainkan
dengan melakukan pengolahan sumber daya alam secara baik untuk menguntungkan pendudukan desa. Hal tersebut yang ingin digiatkan
kembali oleh Ibu Sri Wahyaningsih selaku penggagas Sanggar Anak Alam. Setelah sekian lama melakukan aktivitas sosial di Yogyakarta,
Ibu Sri Wahyaningsih merasa terpanggil untuk pulang ke desa yaitu Lawen Banjarnegara untuk membenahi masalah sosial dari akar. Di
desa Lawen tempat Ibu Sri Wahyaningsih berasal, terdapat berbagai tantangan dari masalah sosial yang ada di masyarakat. Di desa
tersebut memiliki angka putus sekolah dan pernikahan dini yang tinggi. Atas keprihatinan terhadap berbagai masalah sosial tersebut,
lalu dibentuklah Sanggar Anak Alam di desa Lawen Banjarnegara.
b. Sejarah berdirinya Sanggar Anak Alam
Sanggar Anak Alam memulai aktivitas pendidikan pada tanggal 17 Oktober 1988 di Lawen Banjarnegara. Didirikan oleh Ibu
Sri Wahyaningsih semata-mata karena keresahan terhadap kondisi sosial yang memprihatinkan. Pada tahun 2000, Ibu Sri Wahyaningsih
dan pak Toto Rahardjo memutuskan untuk kembali lagi ke kota Yogyakarta dan mendirikan Sanggar Anak Alam. Aktivitas Sanggar
81
Anak Alam di Yogyakarta dimulai pada tanggal 20 Juni 2000. Konsep awal dari Sanggar Anak Alam Yogyakarta adalah pendampingan
remaja. Hingga pada akhirnya tahun 2004 mengalami perkembangan dengan membuka kelompok bermain dan taman anak. Dua tahun
kemudian menyusul dIbuka sekolah dasar dan pada tahun 2010 dilanjutkan membuka sekolah menengah pertama. Perkembangan
Sanggar Anak Alam Yogyakarta tidak terlepas dari support anggota komunitas belajar yang dalam hal ini adalah orang tua pebelajar dan
masyarakat sekitar. Anggota komunitas belajar menginginkan agar Sanggar Anak Alam berkembang dengan melanjutkan jenjang-jenjang
yang dibutuhkan komunitas belajar. Atas kerjasama dari pihak-pihak yang berkepentingan, akhirnya Sanggar Anak Alam mampu tumbuh
dan berkembang hingga saat ini. Sanggar
Anak Alam Yogyakarta menyandang predikat laboratorium pendidikan dasar yang dikategorikan sebagai lembaga
pendidikan non formal. Ide untuk mendirikan laboratorium pendidikan dasar diperoleh Ibu Sri Wahyaningsih dari ucapan Romo Y.B
Mangunwijaya sewaktu masih aktif bersama-sama dalam kegiatan- kegiatan sosial. Romo Y.B Mangunwijaya yang merupakan aktivis
kegiatan-kegiatan sosial terutama pemberdayaan masyarakat, pernah berkata bahwa
“perguruan tinggi itu penting, tapi pendidikan dasar lebih penting”.
82
Sanggar Anak Alam sebagai lembaga pendidikan non formal pada akhirnya disebut sebagai lembaga pendidikan alternatif, karena
memiliki bentuk pembelajaran yang dapat dikatakan berbeda dari sekolah formal. Hal tersebut seperti yang diucapkan Ibu Sri
Wahyaningsih : “
Sanggar Anak Alam berangkat dari mengkritisi pendidikan formal yang ada, semestinya pendidikan itu belajar hal-hal yang
mendasar dari kehidupan, semestinya sekolah dekat dengan kehidupan, sedangkan sekolah formal yang ada itu mengedepankan
sisi kognitif dan tidak mengakar pada kehidupan masyarakat, seperti lembaga yang berdiri sendiri.”
1
Wujud nyata dari mengkritisi pendidikan formal bagi Ibu Sri Wahyaningsih sebagai salah satu penggagas Sanggar Anak Alam
adalah dengan menciptakan komunitas belajar yang menyenangkan dan bermakna bagi anak-anak sekaligus menumbuhkan kepribadian
dirikarakter yang positif pada diri anak.
c. Visi , Misi dan slogan Sanggar Anak Alam Yogyakarta