PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MELALUI FILM PENDEK UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA ( PENELITIAN TINDAKAN KELAS)

(1)

commit to user

i

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

MELALUI FILM PENDEK UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA

(:PENELITIAN TINDAKAN KELAS)

Skripsi

Skripsi Oleh : Triyono K 2306041

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

ii

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

MELALUI FILM PENDEK UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA

(:PENELITIAN TINDAKAN KELAS)

Oleh : Triyono K 2306041

Skripsi

Ditulis Dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika Jurusan

Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(3)

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univesitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada hari : Tanggal :

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Rini Budiharti, M.Pd NIP. 19582708 198403 2 003

Daru Wahyuningsih, S.Si, M.Pd


(4)

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Tanggal :

Tim Penguji Skripsi :

Ketua : Drs. Supurwoko, M.Si ...

Sekretaris : Drs. Yohanes Radiyono ... Anggota I : Dra. Rini Budiharti, M.Pd ...

Anggota II : Daru Wahyuningsih, S.Si, M.Pd ...

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001


(5)

commit to user

v ABSTRAK

Triyono. PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MELALUI FILM

PENDEK UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN

KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA (:PENELITIAN TINDAKAN KELAS). Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, November 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) apakah penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan motivasi belajar fisika siswa dengan (2) apakah penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan kemampuan kognitif fisika siswa.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus diawali tahap persiapan dan tahap pelaksanaan siklus yang terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, serta refleksi. Subyek penelitian adalah siswa kelas X.3 SMA Negeri I Wonogiri Tahun Pelajaran 2009/2010 yang dikhususkan pada materi pokok Suhu dan Kalor sebanyak 33 siswa. Data diperoleh melalui pengamatan, wawancara dengan guru, tes, angket dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa (1) penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan motivasi belajar fisika siswa Kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun Pelajaran 2009/2010 pada materi pokok Suhu dan Kalor. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan siklus I dan siklus II. Pada siklus I pencapaian persentase indikator aspek motivasi belajar fisika siswa sebesar 66,97% dan pada siklus II meningkat menjadi 68,95% dan telah melampaui target yang ditetapkan yaitu pencapaian persentase indikator sebesar 60%. Untuk pencapaian aspek aktivitas belajar klasikal siswa pada siklus I sebesar 70,50% yang kemudian meningkat menjadi 78,50% pada siklus II dan telah melampaui target yang ditetapkan yaitu pencapaian indikator sebesar 60%, (2) penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan kemampuan kognitif fisika siswa Kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun Pelajaran 2009/2010 pada materi pokok Suhu dan Kalor. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan tes siklus I dan tes siklus II. Pada siklus I ketuntasan belajar siswa


(6)

commit to user

vi

sebesar 30,30% yang kemudian meningkat menjadi 66,67% pada siklus II. Untuk target aspek kognitif yang ditetapkan adalah ketuntasan belajar siswa sebesar 60% dengan nilai batas ketuntasan minimal 67.


(7)

commit to user

vii ABSTRACT

Triyono. THE APPLICATION OF CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING THROUGH SHORT FILMS TO IMPROVE LEARNING MOTIVATION AND PHYSICS COGNITIVE STUDENT’S ABILITIES (:CLASSROOM ACTION RESEARCH). Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University, November 2010

The aims of the research are to know : (1) whether the application of contextual teaching and learning through short films can improve the students' physics learning motivation (2) whether the application of contextual teaching and learning through short films can improve the physics cognitive student’s abilities.

This research is a Classroom Action Research that is held in two cycles. The cycles are started by preparation phase and execution phase that consist of action planning, action, observation, evaluation, and reflection. The research subject is X.3 Wonogiri 1 Senior High School students in the school year of 2009/2010, which is consist of 33 students in the subject matter Heat and Temperature. Techniques of collecting data are observation, interview with teacher, test, questionnaire and documentation. Descriptive qualitative technique was used to analyze the data.

Based on research results, it can be concluded that (1) the application of contextual teaching and learning through short films can improve students' learning motivation in the subject matter Heat and Temperature of X.3 Wonogiri 1 Senior High School student in the school year of 2009/2010. It can be seen from execution of cycle I and cycle II. At first cycle, the percentage attainment of student’s learning motivation indicator aspect was 66.97% and increased became 68,95% at second cycle. It has exceeded the target 60% which has been decided. The attainment of student’s classical learning activities was 70,50% at first cycle and then increased became 78,50% at second cycle. It has exceeded the target 60% which has been decided. (2) the application of contextual teaching and learning through short films can improve the physics cognitive student’s abilities in the subject matter Heat and Temperature of X.3 Wonogiri 1 Senior High School student in the school year of 2009/2010. It can be seen from execution of cycle I and cycle II. At first cycle, the student’s learning completeness was 30,30% and


(8)

commit to user

viii

then increased became 66,67% at second cycle. It has exceeded the student’s

learning completeness target was 60% with minimum completeness limit value was 67.


(9)

commit to user

ix MOTTO

”Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga

mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.

( QS. Ar Ra’d : 11 )

”Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (QS. Al Insyirah : 5)

”Bekerja, berdoa kemudian tawakal, apapun hasilnya yakinlah itu adalah yang terbaik dari-Nya ”. ( Penulis)


(10)

commit to user

x

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada: 1. Bapak dan Ibuku tercinta, terima kasih atas doa,

pengorbanan dan perjuangannya untukku.

2. Mbak Nanik, Mas Muji, dan Mbak Tatik tersayang 3. Sahabat-sahabatku yang selalu menyemangatiku 4. Teman-teman Prodi P.Fisika angkatan 2006


(11)

commit to user

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan Skripsi ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan tersebut dapat dapat teratasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk bantuannya, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penelitian.

2. Ibu Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si. Selaku Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui permohonan penyusunan Skripsi ini.

3. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd. Selaku Ketua Program Fisika dan Dosen Pembimbing I Program Fisika Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ibu Daru Wahyuningsih, S.Si, M.Pd, Selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan Skripsi ini.

5. Bapak Drs. H. Mulyadi, M.T selaku Kepala SMA Negeri I Wonogiri yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian.

6. Bapak Suparjo, M.Pd, selaku guru mata pelajaran Fisika SMA Negeri I Wonogiri yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian.

7. Siswa-siswi kelas X.3. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

8. Ibu dan Bapak yang telah memberikan do’a restu dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

9. Kakak-kakakku (Mbak Nanik dan Mbak Tatik) tercinta yang senantiasa menjadi motivator.


(12)

commit to user

xii

10.Sahabat-sahabatku di fisika 2006 untuk segala dukungan, persahabatan, dan bantuannya.

11.Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

Semoga amal baik semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya skripsi yang telah dikerjakan ini masih jauh dari kesempurnaan maka penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta, November 2010


(13)

commit to user

xiii DAFTAR ISI

Hal HALAMAN JUDUL………...

HALAMAN PENGAJUAN ………...

HALAMAN PERSETUJUAN………... HALAMAN PENGESAHAN ……….. HALAMAN ABSTRAK……… HALAMAN ABSTRAC ... HALAMAN MOTTO……… HALAMAN PERSEMBAHAN……….………... KATA PENGANTAR……….……….. DAFTAR ISI……….………... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I. PENDAHULUAN……….….

A. Latar Belakang Masalah………... B. Identifikasi Masalah ...………. C. Pembatasan Masalah ...……… D. Perumusan Masalah ...……….…. E. Tujuan Penelitian…………..………...……… F. Manfaat Penelitian…….. …………... ……… BAB II. LANDASAN TEORI …...

A. Kajian Teori………... 1. Pembelajaran Fisika……… 2. Pendekatan dan Metode Pembelajaran Fisika………

a. Pendekatan Kontekstual………..

b. Metode Diskusi………

3. Media Pembelajaran ………..

a.Film Pendek ……….

b.Microsoft Powerpoint………

I ii iii iv v vii ix x xi xiii xvii xix xxii 1 1 4 4 5 5 5 7 7 7 8 8 13 14 15 16


(14)

commit to user

xiv

4. Tinjauan Tentang Motivasi………. a. Pengertian Motivasi ……… b. Interaksi Antara Motivasi dan Aktivitas Belajar ………… c. Teknik Untuk Menimbulkan Motivasi Belajar ………….. 5. Kemampuan Kognitif Fisika ……… a. Pengetahuan/Ingatan ………

b. Pemahaman ………

c. Penerapan/Aplikasi ………

d. Analisis………

e. Sintesis ………

f. Evaluasi ………...

6. Konsep Suhu dan Kalor ……… a. Suhu dan Termometer ………

b. Pemuaian ………

c. Kalor ………..

B. Penelitian yang Relevan………... C. Kerangka Berpikir ...……….. D. Hipotesis Tindakan ...……….... BAB III. METODOLOGI PENELITIAN………

A. Setting Penelitian ……….

1. Tempat Penelitian………. 2. Waktu Penelitian ……….. B. Subjek Penelitian ...……… C. Data dan Sumber Data ...……….. D. Variabel Penelitian ………

1. Variabel Bebas ……….

2. Variabel Terikat ………

E. Teknik dan Instrumen Penelitian ……….. 1. Teknik Pengumpulan Data ………

a. Nilai Tes ………

b. Observasi ………..

17 17 18 19 20 20 21 21 21 21 21 22 22 23 27 33 34 36 37 37 37 37 37 37 38 38 39 39 39 39 39


(15)

commit to user

xv

c. Wawancara ………

d. Kajian Dokumentasi ………..

e. Angket ………

2. Instrumen Penelitian ……… a. Instrumen Pembelajaran ……… b. Instrumen Penilaian ………

1). Instrumen Kemampuan Kognitif ……….. 2). Instrumen Angket Motivasi ……….. 3). Instrumen Observasi Aktivitas Siswa ……… F. Teknik Pemeriksaan Validitas Data ………. G. Teknik Analisis Data ……… H. Indikator Kinerja ……….. I. Prosedur Penelitian ……… BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………

A. Deskripsi Kondisi Awal ………... B. Deskripsi Hasil Siklus I ……… 1. Perencanaan Tindakan I ……… 2. Pelaksanaan Tindakan I ……… 3. Observasi Tindakan I ……… 4. Refleksi Tindakan I ……….. C. Deskripsi Hasil Siklus II ...………

1. Perencanaan Tindakan II ……….. 2. Pelaksanaan Tindakan II ……….. 3. Observasi Tindakan II ……….. 4. Refleksi Tindakan II ……….

D. Pembahasan ………..

BAB V. Simpulan, Implikasi, dan Saran ………..

A. Simpulan………..

B. Implikasi ...………..

C. Saran ...………

DAFTAR PUSTAKA ...

40 40 40 40 40 40 41 45 47 48 49 50 51 55 55 59 59 60 63 68 73 73 74 77 81 87 90 90 90 91 92


(16)

commit to user

xvi

LAMPIRAN... PERIZINAN ...

95 310


(17)

commit to user

xvii

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 2.1

Tabel 3.1 Tabel 4.1

Tabel 4.2

Tabel 4.3

Tabel 4.4

Tabel 4.5

Tabel 4.6 Tabel 4.7

Tabel 4.8

Tabel 4.9 Tabel 4.10

Tabel 4.11

Tabel 4.12

Tabel 4.13 Tabel 4.14

Perbandingan Antar Skala Pada Termometer Indikator Keberhasilan Siklus

Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Pada Kondisi Pra Siklus

Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus

Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus I

Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I

Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Siswa dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I

Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus I

Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan Observasi Siklus I

Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan

Observasi Siklus I

Persentase Rata-rata Ketercapaian Tes Kognitif Siklus I Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus II

Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus II

Persentase Ketercapain Indikator Aktivitas Siswa Dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus II

Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus II

Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan

23 50 56 57 64 65 66 68 69 70 72 77 78 79 80 81


(18)

commit to user

xviii Tabel 4.15

Tabel 4.16

Tabel 4.17 Tabel 4.18

Siklus II

Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivita Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Observasi Siklus II

Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Siswa Dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I Dengan Observasi Siklus II

Persentase Rata-rata Ketercapaian Tes Kognitif Siklus II Persentase Ketercapaian Rata-rata Tiap Aspek Antar Siklus

83

85

86 88


(19)

commit to user xix DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11 Termometer Raksa

Grafik Penyusutan Volume Air saat Peristiwa Anomali Diagram Perubahan Wujud Zat

Perubahan Wujud Yang Dialami Air Dalam Tiga Fase Grafik Hubungan Kalor Terhadap Perubahan Wujud Zat Rambatan Kalor Secara Konduksi

Arus Konveksi Pada Air yang Dipanaskan Skema Kerangka Pemikiran

Skema Pemeriksaan Validitas Data Skema Analisis Data

Skema Prosedur Penelitian Tampilan Blog Bapak Sukarjo

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus Termometer Yang Dimasukkan Dalam Gelas Beker Tampilan Slide Tentang Rel Kereta Api

Tampilan Film Pendek Tentang Pemuaian Pada Bola Besi Tampilan Film Pendek Tentang Bimetal

Tampilan Film Pendek Tentang Pemuaian Gas Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus I Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator

Aktivitas Siswa Dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi

22 26 29 29 31 31 33 36 48 50 54 56 57 58 60 61 61 62 63 64 65 67


(20)

commit to user xx Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14 Gambar 4.15 Gambar 4.16 Gambar 4.17 Gambar 4.18 Gambar 4.19 Gambar 4.20 Gambar 4.21 Gambar 4.22 Gambar 4.23 Gambar 4.24 Siklus I

Diagram Pie Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Pada Siklus I

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan Siklus I

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan Siklus I

Tampilan Film Pendek Mengenai Peristiwa Mencair Tampilan Film Pendek Mengenai Peristiwa Konduksi Tampilan Film Pendek Mengenai Proses Terjadinya Angin Laut

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus II Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa pada Observasi Siklus II Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator

Aktivitas Siswa Dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus II

Diagram Pie Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Pada Siklus II

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II

68 69 71 75 76 76 78 79 80 81 82 84 85


(21)

commit to user

xxi

Gambar 4.25 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketuntasan Belajar Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II

86


(22)

commit to user xxii DAFTAR LAMPIRAN Hal Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Lampiran 15 Lampiran 16 Lampiran 17 Lampiran 18 Lampiran 19 Lampiran 20 Lampiran 21 Lampiran 22 Lampiran 23 Lampiran 24 Lampiran 25 Lampiran 26 Lampiran 27 Lampiran 28 Jadwal Penelitian Satuan Pelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II Rencana Pelaksanaan Pembelajaran III Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IV Rencana Pelaksanaan Pembelajaran V Lembar Kerja Siswa (LKS) I

Kunci LKS I

Lembar Kerja Siswa (LKS) II Kunci LKS II

Lembar Kerja Siswa (LKS) III Kunci LKS III

Lembar Kerja Siswa (LKS) IV Kunci LKS IV

Lembar Kerja Siswa (LKS) V Kunci LKS V

Kisi-Kisi Try Out Angket Motivasi Belajar Fisika Soal Try Out Angket Motivasi Belajar Fisika Kisi-Kisi Try Out Tes Kemampuan Kognitif Fisika Soal Try Out Tes Kemampuan Kognitif Fisika

Lembar Jawab Try Out Tes Kemampuan Kognitif Fisika Kunci Try Out Tes Kemampuan Kognitif Fisika

Kisi-Kisi Angket Motivasi Belajar Fisika Soal Angket Motivasi Belajar Fisika

Analisis Try Out Angket Motivasi Belajar Fisika Kisi-Kisi Tes Kemampuan Kognitif Siklus I Soal Tes Kemampuan Kognitif Siklus I

95 96 121 127 134 140 147 153 157 160 166 170 176 178 184 186 191 193 194 198 201 215 216 217 218 220 227 229


(23)

commit to user xxiii Lampiran 29 Lampiran 30 Lampiran 31 Lampiran 32 Lampiran 33 Lampiran 34 Lampiran 35 Lampiran 36 Lampiran 37 Lampiran 38 Lampiran 39 Lampiran 40 Lampiran 41 Lampiran 42 Lampiran 43 Lampiran 44 Lampiran 45 Lampiran 46 Lampiran 47 Lampiran 48 Lampiran 49 Lampiran 50

Lembar Jawab Tes Kemampuan Kognitif Siklus I Kunci Tes Kemampuan Kognitif Siklus I

Kisi-Kisi Tes Kemampuan Kognitif Siklus II Soal Tes Kemampuan Kognitif Siklus II

Lembar Jawab Tes Kemampuan Kognitif Siklus II Kunci Tes Kemampuan Kognitif Siklus II

Ringkasan Hasil Wawancara Awal Nilai Optik Siswa Kelas X3 (Pra Siklus) Hasil Observasi Awal (Pra Siklus)

Daftar Kelompok Diskusi Siswa Kelas X3

Lembar Observasi Aktivitas Klasikal Siswa Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II

Lembar Observasi Aktivitas Diskusi Kelompok Siklus I-II Hasil Observasi Aktivitas Klasikal Siswa Siklus I & II Hasil Observasi Aktivitas Diskusi Kelompok Siklus I & II Analisis Angket Motivasi Belajar Pra Siklus

Analisis Angket Motivasi Belajar Siklus I Analisis Angket Motivasi Belajar Siklus II Analisis Try Out Tes Kemampuan Kognitif Analisis Tes Kemampuan Kognitif Siklus I Analisis Tes Kemampuan Kognitif Siklus II Denah Tempat Duduk Siswa Kelas X3 Dokumentasi 239 240 241 243 252 253 254 256 257 258 260 263 265 271 277 282 287 292 298 303 308 309


(24)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sektor yang sangat menentukan kualitas hidup suatu bangsa. Tinggi rendahnya kualitas suatu bangsa dapat diukur dari tingkat pendidikan warga negaranya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kegagalan pendidikan berimplikasi pada gagalnya suatu bangsa, dan keberhasilan pendidikan secara otomatis membawa keberhasilan suatu bangsa. Oleh sebab itu, untuk memperbaiki kehidupan suatu bangsa, harus dimulai dari penataan dalam segala aspek dalam pendidikan, mulai dari aspek tujuan, sarana, pembelajaran, manajerial, dan aspek lain yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran.

Pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran sangat dominan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Sebaliknya, pembelajaran juga memiliki pengaruh yang menyebabkan kualitas pendidikan menjadi rendah, artinya pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru dalam melaksanakan atau mengemas proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilaksanakan secara baik dan tepat akan memberikan kontribusi sangat dominan bagi siswa, sebaliknya pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara yang tidak baik akan menyebabkan potensi siswa sulit dikembangkan atau diberdayakan.

Dewasa ini proses pembelajaran dituntut selalu menyesuaikan dengan dinamika masyarakat, karena pembelajaran yang statis dan konvensional cenderung membuat siswa bosan dan tidak memiliki motivasi untuk belajar. Suatu pembelajaran akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Demikian sehingga diperlukan terobosan baru dalam pembelajaran yang memungkinkan guru untuk mengajarkan suatu materi kepada siswa dengan menarik.

Salah satu pembelajaran yang berorientasi hal tersebut adalah pembelajaran kontekstual. Wina Sanjaya (2008 : 255) berpendapat, “Contextual

Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang


(25)

commit to user 1

menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menekankan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka”.

Selain itu setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan yang dimiliki siswa tersebut oleh Bobbi Deporter dalam Wina Sanjaya (2008:262) dinamakan sebagai unsure modalitas belajar. Menurutnya ada tiga tipe gaya belajar siswa yaitu tipe visual, auditorial, dan kinestetis. Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, artinya siswa akan lebih cepat belajar dengan cara menggunakan indra penglihatan. Tipe auditorial adalah tipe belajar dengan cara menggunakan alat pendengarannya. Sedangkan tipe kinestetis adalah tipe belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh.

Sebagai fasilitator pembelajaran, guru hendaknya mampu berinovasi dan berkreasi dalam rangka merancang suatu pembelajaran yang menarik dan bermakna bagi siswa. Sesuai tuntutan perkembangan teknologi, guru hendaknya mampu mengembangkan pembelajaran yang memanfaatkan media komputer sebagai sarana untuk menampilkan konsep-konsep fisika yang abstrak menjadi terlihat konkret. Guru dapat memanfaatkan program Macromedia Flash 8 untuk membuat animasi-animasi fisika. Guru juga dapat memanfaatkan program GOM Player dan Windows Media Classic untuk menampilkan film pendek dalam pembelajaran fisika. Sehingga dengan memanfaatkan dua program di atas diharapkan siswa akan lebih tertarik dan mudah memahami konsep-konsep fisika.

Media film pendek merupakan media yang mampu mengkombinasikan dua gaya belajar yaitu tipe visual dan auditorial. Dengan film pendek, siswa mampu melihat dan mendengar suatu kejadian fisika yang tidak dapat ditampilkan media lainnya. Melalui film pendek dapat ditampilkan ilustrasi yang konkret tentang sebuah konsep dan aplikasi dari sebuah materi fisika yang sebelumnya kelihatan abstrak sehingga dari situ kemampuan siswa dalam memahami sebuah fenomena fisika dapat lebih baik

Keberhasilan siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, secara garis besar adalah faktor intern (dalam diri) dan faktor ekstern ( luar diri/


(26)

commit to user

lingkungan). Faktor intern berasal dari dalam diri individu masing-masing, hal itu berupa kemauan ataupun kemampuan yang lain dari individu tersebut yang dapat mengendalikannya. Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar, hal tersebut dapat berasal dari lingkungan sekitar, baik lingkungan keluarga, masyarakat bahkan bisa berasal dari kegiatan belajar mengajar itu sendiri.

Dalam kaitannya dengan faktor intern, contoh yang mudah dilihat adalah adanya motivasi. Seperti yang dikemukakan Mc Donald dalam Sardiman (2010:74) bahwa motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Sehingga untuk belajar secara rutin, siswa memerlukan motivasi dari dalam dirinya. Sedangkan untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, guru harus pintar-pintar untuk memberikan rangsangan. Dan salah satu rangsangan yang dapat diberikan adalah dengan melaksanakan pembelajaran yang menarik, yang menggugah rasa ingin tahu siswa dan menghadirkan suasana yang menyenangkan dalam kegiatan belajar mengajar.

SMAN 1 Wonogiri adalah salah satu sekolah favorit di wilayah Kabupaten Wonogiri sehingga sebagian besar siswanya merupakan siswa-siswa yang memiliki nilai ujian nasional di atas rata-rata. Kendati demikian, dari hasil wawancara dengan guru kelas X di SMAN 1 Wonogiri dan observasi di kelas X3 yang dilakukan peneliti, diperoleh suatu fakta tentang permasalahan yang terjadi di kelas tersebut. Adapun permasalahan adalah sebagai berikut:

1. Kurang tertariknya siswa terhadap mata pelajaran fisika. Ini disebabkan paradigma mereka bahwa fisika adalah pelajaran yang membosankan karena identik dengan menghitung dan menghafal rumus.

2. Kurang optimalnya pemanfaatan media pembelajaran oleh guru fisika. Dalam mengajar guru terbiasa menggunakan media powerpoint untuk menjelaskan materi. Tetapi penggunaan media ini hanya bersifat informatif artinya hanya berisi tulisan tentang materi tanpa disertai animasi yang menarik perhatian siswa.


(27)

commit to user

3. Kondisi siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pelajaran Fisika. Hal ini ditunjukkan oleh sikap siswa yang enggan bertanya maupun menjawab pertanyaan guru

4. Metode guru dalam mengajar yang sering berceramah pasif membuat pembelajaran kurang menarik.

5. Rendahnya kemampuan kognitif fisika siswa. Hal ini diperkuat dengan tingkat ketuntasan siswa kelas X3 hanya sebesar 12,12% untuk materi alat-alat optik dengan batas ketuntasan minimal 67.

Oleh karena itu, dari uraian permasalahan tersebut, peneliti mencoba untuk mengatasinya dengan mengajukan judul penelitian ”Penerapan Pembelajaran Kontekstual Melalui Film Pendek Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Dan Kemampuan Kognitif Fisika Siswa (:Penelitian Tindakan Kelas)”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah yang timbul sebagai berikut:

1. Kemajuan suatu negara dapat dilihat dari tinggi rendahnya tingkat pendidikan warga negaranya.

2. Pembelajaran yang dilaksanakan dengan baik dapat memberikan hasil belajar yang baik bagi siswa.

3. Inovasi dan kreativitas guru dalam memanfaatkan media komputer diperlukan agar pembelajaran menjadi lebih menarik.

4. Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern. 5. Salah satu faktor intern tersebut adalah motivasi

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan dapat mencapai sasaran, maka penulis membatasi permasalahan penelitian ini pada :

1. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X3 SMAN 1 Wonogiri Tahun Pelajaran 2009/2010.


(28)

commit to user

2. Pembelajaran fisika yang diterapkan adalah pendekatan kontekstual dengan metode diskusi.

3. Media pembelajaran yang dipakai adalah microsoft powerpoint dan film pendek.

4. Faktor intern yang diteliti adalah motivasi siswa.

5. Indikator keberhasilan proses pembelajaran fisika diukur dengan peningkatan motivasi belajar fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa.

6. Materi pelajaran dibatasi pada pokok bahasan suhu dan kalor.

D. Rumusan Masalah

Sesuai dengan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan motivasi belajar fisika siswa ?

2. Apakah penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan kemampuan kognitif fisika siswa ?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di depan, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Meningkatan motivasi belajar fisika siswa melalui pembelajaran kontekstual

melalui film pendek.

2. Meningkatan kemampuan kognitif fisika siswa melalui pembelajaran kontekstual melalui film pendek.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti :


(29)

commit to user 2. Bagi Guru

Memberikan pengalaman dan wawasan baru dalam proses pembelajaran konstektual melalui film pendek dan penelitian tindakan kelas.

3. Bagi Siswa

Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar dan kemampuan kognitif fisika siswa yang terlibat dalam kegiatan penelitian.

4. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan yang positif bagi pengembangan sekolah, utamanya untuk peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah.


(30)

commit to user

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Fisika

Fisika adalah bagian dari sains, di mana sains merupakan hasil serangkaian proses ilmiah yang berupa pengetahuan, gagasan dan konsep dari interaksi manusia dengan lingkungannya. Proses yang dimaksud meliputi penyelidikan, penyusunan, dan pengajuan gagasan-gagasan. Pelajaran sains (termasuk fisika) berkaitan dengan kegiatan mengumpulkan data, mengamati, mengukur, menghitung, menganalisis, mencari hubungan antara dua kejadian, dan menghubungkan konsep-konsep. Oleh karena itu dibutuhkan pemahaman yang konseptual untuk mempelajarinya, sebab sains berkaitan langsung dengan fakta-fakta, konsep-konsep, teori, prinsip, dan hukum alam. Sehingga kemampuan menalar sangat diperlukan untuk mempelajari sains (termasuk fisika).

Menurut Piaget, pengetahuan datang dari tindakan (Suparno, 2001). Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa aktif anak memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Perkembangan kognitif bukan merupakan akumulasi dari kepingan informasi terpisah, namun lebih merupakan pengkonstruksian oleh siswa untuk memahami lingkungan mereka. Sehingga dalam pembelajaran fisika, guru seharusnya hadir sebagai fasilitator bagi siswa dalam mengkonstruksi pemahaman dan pengetahuannya. Karena belajar fisika akan menarik jika penyajiannya melibatkan siswa secara aktif baik dari segi mental maupun fisik dan bersifat nyata (kontekstual).

Pembelajaran fisika memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan penyelidikan secara sistematis, memahami konsep dan hubungan antar konsep berdasarkan fakta dalam kehidupan sehari-hari, serta mampu berkomunikasi dengan menggunakan terminologi dan penyajian ilmiah. Dengan demikian, pembelajaran fisika memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mencari, mempertanyakan, dan mengeksplorasi pengetahuan.


(31)

commit to user

Untuk membangkitkan ketakjuban, antusiasme, dan keingintahuan siswa dalam belajar fisika, berbagai model pembelajaran dapat diterapkan. Adapun yang dimaksud dengan model pembelajaran adalah sebuah rencana/pola yang mengorganisasi pembelajaran dalam kelas dan menunjukkan cara penggunaan materi pembelajaran (buku, video, komputer, bahan dan alat praktikum). Model pembelajaran yang diterapkan dimaksudkan untuk membantu siswa menggali informasi, ide-ide, keterampilan, nilai-nilai, serta cara berpikir dan mengekspresikan diri mereka sendiri. Dengan demikian, hasil akhir yang terpenting dari pembelajaran adalah peningkatan kemampuan siswa untuk belajar lebih mudah dan efektif di masa depan, baik karena pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka miliki maupun karena mereka telah menuntaskan proses-proses belajar.

2.Pendekatan dan Metode Pembelajaran Fisika a. Pendekatan Kontekstual

1) Latar Belakang Penggunaan Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning atau CTL)

Suatu pembelajaran akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Salah satu pembelajaran yang berorientasi hal tersebut adalah pembelajaran kontekstual. Di mana pengertian dari pembelajaran kontekstual tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Elaine Johnson (2002: 58) menyatakan CTL adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. CTL adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siwa.

Wina Sanjaya (2008: 255) berpendapat, “Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menekankan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka”.


(32)

commit to user

Ada tiga konsep dasar dalam pembelajaran kontekstual yaitu :

Pertama, CTL menekankan kepada proses peningkatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorentasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun strategi-strategi pengajaran yang berasosiasi dengan pendekatan kontekstual adalah CBSA, Pendekatan Proses, Life Skill Education, Authentic Instruction, Inquary Based Learning, Problem Based Learning, Cooperative Learning dan Service Learning". Dalam hal ini pembelajaran dengan pendekatan kontekstual akan dijabarkan dengan metode diskusi dan tanya jawab. Diskusi merupakan penerapan pada komponen masyarakat belajar dan tanya jawab merupakan penjabaran dari komponen bertanya (question) pada pendekatan kontekstual.

Konsep kontekstual ditempatkan dari pemikiran abstrak ke konkret di dalam pembelajaran untuk membantu guru-guru menghubungkan isi mata pelajaran dengan situasi sebenarnya dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan serta penerapannya dalam kehidupan mereka. Pembelajaran kontekstual diartikan pembelajaran penemuan, pembelajaran berdasarkan pengalaman, pendidikan dunia nyata, pembelajaran aktif, dan pembelajaran yang berdasarlkan instruksi untuk memepertunjukkan ide-ide yang sama. Pembelajaran kontekstual adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam proses belajar agar kelas lebih hidup dan lebih bermakna karena siswa


(33)

commit to user

mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Di sini diartikan bahwa proses pembelajaran kontekstual diharapkan berjalan secara ilmiah dalam bentuk kegiatan siswa dan mengalami sendiri, sedangkan guru hanya mengarahkan dan layak mendengarkan apa yang disampaikan siswa-siswanya. Hasil pembelajaran kontekstual diharapkan lebih bermakna bagi siswa untuk memecahkan persoalan, berpikir kritis, sehingga dengan konteks itu siswa diharapkan mampu menggali makna sendiri atas suatu konsep dalam materi, sehingga apa yang terpikirkan lebih tahan lama di benak siswa dibandingkan dengan siswa yang hanya sekedar menghafal. 2)Komponen-Komponen Dalam Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu : a) Konstruktivisme (Constructivism)

Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses "mengkonstruksi" bukan "menerima" pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.

b) Menemukan (inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Langkah – langkah kegiatan menemukan (inquiry), yaitu (1) merumuskan masalah, (2) mengamati atau observasi, (3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, gambar, laporan, bagan, table, dan karya lain, (4) merumuskan masalah, (5) mengamati atau observasi.


(34)

commit to user c) Bertanya (Questining)

Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis kontekstual. Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Manfaat kegiatan bertanya bermanfaat dalam pembelajaran adalah: (1) mengecek pemahaman siswa, (2) membangkitkan respon pada siswa, (3) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, (4) mengetahui hal–hal yang sudah diketahui siswa, (5) menfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru. Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu akan menumbuhkan dorongan untuk "bertanya".

d) Masyarakat belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pemelajaran diperoleh dari kerjasam dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu, sehingga dalam pembelajaran kontekstual guru disarankan untuk melaksanakan dalam bentuk kelompok belajar. Masyarakat belajar biasa terjadi apabila ada proses komunikasi pembelajaran saling belajar. Seseorang yang terlibat dalam masyarakat belajar, informasi yang diperoleh dari teman berbicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.

e) Permodelan (Modelling )

Pada saat pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu berlangsung, sebaiknya ada model yang dapat ditiru. Model itu biasa berupa cara mengoperasikan sesuatu, atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu, dengan demikian guru memberi “model” tentang bagaimana cara belajar

Dalam pembelajaran kontekstual atau CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa ditunjuk untuk memberikan contoh mendemonstrasikan keahliannya. Siswa "contoh" tersebut dikatakan sebagai model. Siswa lain dapat


(35)

commit to user

menggunakan model tersebut sebagai standar kompetensi yang harus dicapainya, model juga dapat didatangkan dari luar.

f) Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajarinya atau berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterimanya, dengan demikian siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya. Realisasi dalam pembelajaran berupa: (1) rangkuman tentang apa yang dipelajarinya; (2) catatan atau jurnal di buku siswa; (3) kesan dan saran tentang pembelajaran hari itu; (4) diskusi; (5) hasil karya.

g) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang biasa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Kemajuan belajar siswa dalam penilaian yang sebenarnya adalah diambil dari proses, dan bukan melulu hasil, dan dengan berbagai cara. Tes hanya salah satunya. Adapun karakteristik authentic assessment adalah: (1) dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung; (2) bisa digunakan untuk formatif dan sumatif; (3) mengukur keterampilan dan performansi yang dimiliki siswa, dan bukan hanya mengingat faktanya saja; (4) berkesinambungan; (5) terintegrasi; (6) dapat digunakan sebagai umpan balik (feed back). 3)Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual jika menerapkan ke-tujuh komponen pembelajaran kontekstual. Pendekatan pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja. Bidang studi apa saja dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.

Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar langkahnya adalah sebagai berikut: (1) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksikan


(36)

commit to user

sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya; (2) Melaksanakan kegiatan inkuiri sejauh mungkin untuk semua topik; (3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya; (4) Menciptakan "masyarakat belajar" (belajar dalam kelompok); (5) Menghadirkan "model" sebagai contoh pembelajaran; (6) Melakukan refleksi di akhir pembelajaran; (7) Melakukan penilaian yang sebenarnya (Depdiknas, 2003: 10).

b. Metode Diskusi

Metode diskusi adalah model pembelajaran dengan pembicaraan kelompok yang bersifat edukatif, reflektif, terstruktur dengan dan bersama siswa lain (Kindvatter, Wilen, Ishler, 1990: 278). Intinya adalah pembicaraan, di mana siswa dengan siswa mengadakan pembicaraan, saling tukar gagasan dan ide dengan yang lain; bahkan dapat juga saling bertukar perasaan.

Diskusi adalah pembicaraan yang bersifat edukatif, artinya demi tujuan tertentu sesuai dengan arah yang ingin dicapai. Dalam diskusi bukan hanya pembicaraan santai biasa tanpa tujuan, tapi ada persoalan yang akan dibicarakan bersama atau ingin dipecahkan bersama. Diskusi bersifat reflektif, artinya pembicaraan mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif tentang persoalan yang ada, sehingga akan keluar gagasan yang lebih mendalam dan rasional.

Diskusi juga bersifat terstruktur, artinya jalannya diskusi itu diatur, diarahkan oleh seorang pemimpin yang dapat berasal dari guru atau siswa itu sendiri. Sehingga diharapkan hasil diskusi akan mengarah pada topik atau tujuan yang hendak dicapai.

Diskusi dengan siswa-siswa lain adalah cara yang baik untuk mengungkapkan pengetahuan siswa (Farmer, 1985). Diskusi dengan teman lain tentang konsep yang baru saja dipelajari akan membuat mereka tertantang mengerti lebih dalam. Mereka saling mengungkapkan konsep dan gagasan mereka masing-masing, mendengarkan gagasan teman lain, memperdebatkannya secara argumentatif rasional gagsan mereka yang berbeda. Dari perdebatan itu mereka yang mempunyai gagsan tidak benar, dapat memperbaiki gagasannya dengan mengambil gagasan teman lain yang benar. Sedangkan kalau gagasan mereka


(37)

commit to user

sudah benar, mereka menjadi lebih yakin akan kebenaran gagsan itu. Dan yang diutamakan dalam diskusi adalah bahwa mereka dipacu untuk terlibat aktif dalam diskusi.

Menurut Gall (1990, dalam Kinsvatter dkk, hal 238) diskusi sangat berguna dan efektif dalam pembelajaran karena membantu siswa menguasai bahan, memecahkan persoalan, melatih siswa mengembangkan nilai moral seperti menghargai pendapat orang lain, mengembangkan keterampilan berkomunikasi

3. Media Pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Dalam suatu proses komunikasi selalu melibatkan tiga komponen pokok, yaitu komponen pengirim pesan (guru), komponen penerima pesan (siswa), dan komponen pesan itu sendiri yang biasanya berupa materi pelajaran. Kadang-kadang dalam proses pembelajaran terjadi kegagalan komunikasi. Artinya, materi pelajaran atau pesan yang disampaikan guru tidak diterima secara optimal oleh siswa, atau siswa sebagai penerima pesan salah menangkap isi pesan yang disampaikan. Untuk menghindari semua itu, maka guru dapat menyusun strategi pembelajaran dengan memanfaatkan media dan sumber belajar baik berupa film, televisi, gambar, atau slide yang disajikan dalam komputer.

Gerlach dan Ely (1971) dalam Azhar Arsyad (2007: 3) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah adalah media. Secara khusus, media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

Heinich, dkk (1982) mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran.


(38)

commit to user

Sementara itu, Gagne dan Briggs (1975) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran yang terdiri dari buku, tape recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

Dari uraian di atas, media sangat membantu dalam pembelajaran, terlebih bagi guru yang ingin melaksanakan pembelajaran yang interaktif dan menarik. Maka guru dapat memanfaatkan media film pendek dan powerpoint dalam pembelajaran untuk meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajaran fisika. a. Film Pendek

Film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame di mana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup ( Azhar Arsyad, 2007). Melalui film, suatu objek yang bergerak dapat ditampilkan bersamaan dengan suara alamiah atau suara yang sesuai. Menurut Azhar Arsyad (2007: 49), melalui media film kita dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, dan mempengaruhi sikap.

Film Pendek di sini didefinisikan sebagai video yang menceritakan sebuah fenomena atau gejala fisika yang berdurasi kurang dari 10 menit yang dapat disajikan dalam GOM Player dan Windows Media Classic. Film pendek ini dapat kita unduh dari berbagai situs diantaranya adalah www.youtube.com , www.metacafe.com, dengan memasukkan kata kunci yang relevan dengan tema atau materi yang ingin kita cari. Untuk software untuk memutar video atau film tersebut dapat juga diunduh di internet.

Keuntungan terbesar dari penggunaan media ini adalah kita dapat menampilkan atau menyajikan berbagai macam gejala dan fenomena fisika yang kerap terjadi di lingkungan sekitar kita yang sebenarnya erat hubungannya dengan materi fisika. Contohnya adalah ketika kita ingin menyajikan aplikasi hukum


(39)

commit to user

Archimedes dalam kehidupan sehari-hari maka kita dapat menyajikan film pendek tentang kapal laut, kapal layar, dan mungkin juga kapal selam.

Keuntungan lain dari penggunaan media ini adalah melalui media film pendek kita dapat menampilkan ilustrasi yang konkret tentang sebuah konsep dan aplikasi dari sebuah materi fisika yang sebelumnya kelihatan abstrak sehingga dari situ maka kemampuan anak didik dalam memahami sebuah fenomena fisika dapat lebih baik karena mereka dapat mengamati langsung penerapan sebuah konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan keterbatasan dari penggunaan media film pendek diantaranya adalah ketersediaan jumlah film atau video yang dapat diunduh di internet tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar yang dinginkan. Misalkan ada pun, film atau video tersebut merupakan produksi luar negeri sehingga timbul kesulitan dalam memahami maksud film tersebut karena bahasa yang digunakan bukan bahasa Indonesia.

b. Microsoft Powerpoint

Microsoft Powerpoint atau Microsoft Office Powerpoint adalah sebuah program komputer untuk presentasi yang dikembangkan oleh Microsoft di dalam paket aplikasi kantoran mereka, Microsoft Office, selain Microsoft Word, Excel,

Access dan beberapa program lainnya. Powerpoint berjalan di atas komputer PC berbasis sistem operasi Microsoft Windows dan juga Apple Macintosh yang menggunakan sistem operasi Apple Mac OS, meskipun pada awalnya aplikasi ini berjalan di atas sistem operasi Xenix. Aplikasi ini sangat banyak digunakan, apalagi oleh kalangan perkantoran dan pebisnis, para pendidik, siswa, dan trainer. Dimulai pada versi MicrosoftOfficeSystem 2003, Microsoft mengganti nama dari sebelumnya Microsoft Powerpoint saja menjadi Microsoft Office Powerpoint. Versi terbaru dari powerpoint adalah versi 12 (Microsoft Office Powerpoint

2007), yang tergabung ke dalam paket MicrosoftOfficeSystem 2007.

Dalam powerpoint, seperti halnya perangkat lunak pengolah presentasi lainnya, objek teks, grafik, video, suara, dan objek-objek lainnya diposisikan dalam beberapa halaman individual yang disebut dengan "slide". Istilah slide


(40)

commit to user

dalam powerpoint ini memiliki analogi yang sama dengan slide dalam proyektor biasa, yang telah kuno, akibat munculnya perangkat lunak komputer yang mampu mengolah presentasi semacam powerpoint dan Impress. Setiap slide dapat dicetak atau ditampilkan dalam layar dan dapat dinavigasikan melalui perintah dari si presenter. Slide juga dapat membentuk dasar webcast (sebuah siaran di World Wide Web).

(www.wikipedia.com/wiki_microsoft_Powerpoint)

4. Tinjauan Tentang Motivasi

a. Pengertian Motivasi

Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut turut berperan dalam aktivitas dirinya sehari-hari. Salah satu dari kondisi internal tersebut adalah motivasi. Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu dengan dorongan dari dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan atas motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya.

Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. ( Isbandi R A, 1994)

Menurut Hamzah Uno (2008: 4) motif dibedakan menjadi dua macam, yaitu motif inrinsik dan motif eksrinsik. Motif intrinsik timbulnya tidak memerlukan rangsangan dari luar karena memang telah ada dalam diri individu sendiri, yaitu sesuai atau sejalan dengan kebutuhannya. Sedangkan motif ekstrinsik timbul karena adanya rangsangan dari luar individu, misalnya dalam bidang pendidikan terdapat minat positif terhadap kegiatan pendidikan yang timbul karena melihat manfaatnya.

Menurut Wahosumidjo dalam Hamzah Uno (2008: 8), motivasi merupakan dorongan dan kekuatan dalam diri seseorang untuk melakukan tujuan


(41)

commit to user

tertentu yang ingin dicapainya. Tujuan yang dimaksud adalah sesuatu yang berada di luar diri manusia sehingga kegiatan manusia lebih terarah karena seseorang akan berusaha lebih semangat dan giat dalam berbuat sesuatu.

Menurut Hamzah Uno (2008: 23) hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal tersebut mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik.

Arden N. Frandsen dalam Sardiman (2010: 46) menyatakan beberapa indikator motivasi belajar yaitu: (1) adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas, (2) adanya sifat yang kreatif pada orang yang belajar dan adanya keinginan untuk selalu maju, (3) adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-temannya, (4) adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan kooperasi dan kompetisi, (5) adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran, (6) adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari belajar.

b. Interaksi Antara Motivasi Dan Aktivitas Belajar

Motivasi sangat diperlukan dalam kegiatan belajar, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Sardiman (2010: 90) mengatakan bahwa motivasi intrinsik merupakan bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkait dengan


(42)

commit to user

aktivitas belajarnya. Contohnya adalah siswa yang melakukan aktivitas belajar karena betul-betul ingin mendapat pengetahuan, nilai, dan keterampilan.

Di dalam kegiatan belajar mengajar peranan motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, pelajar dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar.

Seperti dikemukakan oleh Sardiman A.M (2010: 75) ”Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Dikatakan keseluruhan karena pada umumnya ada beberapa motif yang bersama-sama menggerakkan siswa untuk belajar. Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar”.

Selain itu Sardiman (2010: 95) mengungkapkan bahwa pada prinsipnya belajar adalah berbuat yaitu berbuat untuk mengubah tingkah laku. Sehingga tanpa ada aktivitas, proses belajar tidak akan terjadi.

c. Teknik Untuk Menimbulkan Motivasi Belajar

Agar seorang pendidik dapat memotivasi anak didiknya dengan baik, diperlukanteknik atau cara untuk memperkuat motif-motif yang ada pada siswa. Sehubungan dengan hal tersebut maka Hamzah Uno (2008: 34) menyebutkan beberapa teknik motivasi yang dapat dilakukan dalam pembelajaran yang diantaranya adalah sebagai berikut :

(1) Pernyataan penghargaan secara verbal. Pernyataan verbal terhadap perilaku yang baik atau hasil kerja atau hasil belajar siswa yang baik seperti pernyataan “ Bagus sekali”, “Hebat”, ”Menakjubkan” merupakan cara yang paling mudah dan efektif untuk meningkatkan motif belajar siswa.

(2) Menggunakan nilai ulangan sebagai pemacu keberhasilan.

(3) Menimbulkan rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu dapat ditimbulkan oleh sesuatu yang dapat mengejutkan, keragu-raguan, ketidaktentuan, adanya kontradiksi,


(43)

commit to user

menghadapi masalah yang sulit, menemukan suatu hal yang baru, dan menghadapi teka-teki.

(4) Menggunakan materi yang dikenal siswa sebagai contoh dalam belajar. (5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di

depan umum.

(6) Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai.

(7) Membuat suasana persaingan yang sehat di antara para siswa. Suasana ini memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengukur kemampuan dirinya melalui kemampuan orang lain.

5. Kemampuan Kognitif Fisika

Berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil belajarnya. Hasil belajar secara umum dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Sedangkan menurut Bloom, hasil belajar dibagi menjadi tiga ranah, yaitu “...ranah kognitif, afektif, dan ranah psikomotorik” (Nana Sudjana, 1991: 22).

Ranah kognitif berhubungan erat dengan hasil belajar intelektual. Komponen ranah kognitif meliputi beberapa aspek diantaranya pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Ranah afektif berhubungan dengan sikap. Ranah ini meliputi aspek penemuan jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.

Ranah psikomotorik berhubungan erat dengan hasil keterampilan dan kemampuan bertindak. Ranah ini meliputi gerakan refleks, aspek keterampilan gerakan dasar, aspek kemampuan perseptual, aspek keharmonisan atau ketepatan, serta aspek gerakan ekspresif dan interpretatif.

Menurut Benjamin Bloom yang dikutip oleh M. G. Dwi Hastuti (2006: 52), komponen kognitif meliputi:

a. Pengetahuan/Ingatan (C1)

Merupakan aspek terendah ranah kognitif. Aspek ini mengacu pada kemampuan mengenal/mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai hal-hal yang sukar.


(44)

commit to user b. Pemahaman (C2)

Merupakan aspek berikutnya dari ranah kognitif berupa kemampuan memahami makna materi yang dipelajari. Pada umumnya unsur pemahaman ini menyangkut kemampuan menangkap makna suatu konsep, yang ditandai dengan kemampuan menjelaskan arti suatu konsep dengan kata-kata sendiri.

c. Penerapan/Aplikasi(C3)

Merupakan kemampuan menggunakan generalisasi atau abstraksi lainnya yang sesuai dalam situasi yang konkret. Aspek ini mengacu pada kemampuan menggunakan atau menerapkan pengetahuan yang sudah dimiliki pada situasi yang baru, yang menyangkut penggunaan aturan dan prinsip dalam memecahkan persoalan.

d. Analisis(C4)

Merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke bagian-bagian yang menjadi unsur pokok. Kemampuan ini merupakan akumulasi atau kumpulan pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi, sehingga keaktifan belajar siswa lebih tinggi daripada keaktifan belajar yang dituntut untuk aspek aplikasi.

e. Sintesis(C5)

Merupakan kemampuan menggabungkan berbagai konsep dan komponen, sehingga membentuk pola struktur yang baru. Kemampuan sistesis relatif lebih tinggi dari kemampuan analisis, sehingga untuk menguasainya diperlukan kegiatan belajar yang lebih kompleks.

f. Evaluasi(C6)

Merupakan kemampuan menilai isi pelajaran untuk tujuan tertentu. Hasil belajar dalam tingkatan ini, merupakan hasil belajar yang tertinggi dalam komponen kognitif, sehingga memerlukan semua tipe hasil belajar tingkatan sebelumnya. Dengan demikian, kegiatan belajar yang dituntut untuk mencapai tujuan dalam tingkatan ini jelas lebih tinggi lagi.

Dalam proses belajar bidang studi Fisika baik pada jenjang SMP maupun jenjang SMA ranah yang sering dijadikan obyek sebagai hasil belajar adalah ranah kognitif karena ranah ini berkaitan erat dengan kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran.


(45)

commit to user

Untuk mengetahui hasil belajar siswa perlu diadakan kegiatan penilaian suatu bidang pelajaran tertentu dengan menggunakan evaluasi atau tes. Nilai itu dapat berupa angka-angka yang menggambarkan kedudukan siswa di dalam kelompoknya, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai siswa pada mata pelajaran Fisika merupakan hasil belajarnya.

6. Konsep Suhu Dan Kalor a. Suhu Dan Termometer

Dalam kehidupan sehari-hari, suhu didefinisikan sebagai ukuran derajat panas atau dinginnya suatu zat atau benda. Oven yang panas dikatakan bersuhu tinggi, sedangkan es yang membeku dikatakan memiliki suhu rendah.

Alat untuk mengukur suhu adalah termometer. Cara kerja termometer memanfaatkan sifat termometrik zat yaitu perubahan sifat fisis zat karena perubahan suhu, misalnya volume zat cair, panjang logam, tekanan gas pada volume tetap. Termometer berupa tabung kaca yang di dalamnya berisi zat cair, yaitu raksa atau alkohol (lihat Gambar 2.1). Pada suhu yang lebih tinggi, raksa dalam tabung memuai sehingga menunjuk angka yang lebih tinggi pada skala. Sebaliknya, pada suhu yang lebih rendah raksa dalam tabung menyusut sehingga menunjuk angka yang lebih rendah pada skala. Terdapat empat skala yang digunakan dalam pengukuran suhu, yaitu skala Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan Kelvin.

Gambar 2.1 Termometer Raksa

Kalibrasi termometer adalah kegiatan menetapkan skala sebuah termometer yang belum memiliki skala. Suhu termasuk besaran pokok dalam fisika sehingga suhu mempunyai standar. Standar untuk suhu disebut titik tetap, di mana ada dua titik tetap yaitu titik tetap bawah dan titik tetap atas. Berdasarkan


(46)

commit to user

pengukuran dengan termometer celcius, titik tetap bawah didefinisikan sebagai titik lebur es murni dan ditandai dengan angka 0 0C. Alasan menyebut es murni adalah karena ketidakmurnian es (misalnya bercampur dengan garam) akan menyebabkan titik lebur es akan menjadi lebih rendah (di bawah nol). Titik lebur zat didefinisikan sebagai suhu di mana fase padat dan cair ada bersama dalam kesetimbangan, yaitu tanpa adanya zat cair total yang berubah menjadi padat atau sebaliknya Titik tetap atas merupakan suhu uap di atas air yang sedang mendidih pada tekanan 1 atm dan ditandai dengan angka 100 0C. Titik didih didefinisikan sebagai suhu di mana zat cair dan gas ada bersama dalam kesetimbangan.

Tabel 2.1 Perbandingan Antar Skala Pada Termometer

Skala Titik lebur es (pada P = 1 atm) Titik didih air (pada P = 1 atm)

Celcius 0 100

Reamur 0 80

Fahrenheit 32 212

Kelvin 273 373

Dari Tabel 2.1 di atas dapat dibuat perbandingan antar skala

TC : (TF – 32) : TR = 5 : 9 : 4

Konversi antara skala Celsius dan skala Fahrenheit dapat dituliskan

Konversi antara skala Celsius dan skala Reamur dapat dituliskan

Konversi antara skala Fahreinheit dan skala Reamur dapat dituliskan

Konversi antara skala Celcius dan skala Kelvin dapat dituliskan TC = TK – 273 atau TK = TC + 273

b.Pemuaian

Pemuaian adalah peristiwa bertambahnya ukuran suatu benda akibat kenaikan suhu pada benda tersebut.

1)Pemuaian zat padat a). Pemuaian panjang


(47)

commit to user

Jika suatu benda padat dipanaskan, benda tersebut akan memuai ke segala arah. Untuk benda padat yang memiliki panjang tetapi luas penampangnya kecil, misalnya jarum rajut, kita dapat saja hanya memperhatikan pemuaian zat padat ke arah memanjangnya. Misal, ketika tiga batang logam yang berbeda jenis tetapi memiliki panjang mula-mula yang sama dipanaskan, ketika ketiga batang tersebut mengalami kenaikan suhu yang sama, tetapi pertambahan panjang ketiganya berbeda. Perbedaan panjang ini disebabkan oleh perbedaan koefisien muai panjang dari masing-masing logam tersebut.

Koefisien muai panjang (α)suatu bahan adalah perbandingan antara pertambahan panjang (∆L) terhadap panjang awal benda (L0) per satuan kenaikan suhu (∆T). Secara matematis dinyatakan sebagai berikut :

T L L ∆ ∆ = 0

α

pemuaian panjang ∆L=

α

L0T panjang akhir benda

) 1 ( 0 0 0 0 T L L T L L L L L ∆ + = ∆ + = ∆ + =

α

α

dengan ∆T =TT0

di mana L : panjang akhir benda ( m )

T : suhu akhir benda (0C atauK)

T0 : suhu awal benda (0C atauK)

b) Pemuaian luas

Bila benda padat berbentuk persegi panjang dipanaskan, terjadi pemuaian dalam arah memanjang dan melebar. Pemuaian luas suatu zat juga bergantung pada koefisien muai luas benda tersebut. Koefisien muai luas (

β

) suatu bahan adalah perbandingan antara pertambahan luas (∆A) terhadap luas awal benda (A0)per satuan kenaikan suhu (∆T). Secara matematis dinyatakan sebagai berikut


(48)

commit to user T A A ∆ ∆ = 0

β

T A

A= ∆

β

0

α

β

β

β

2 ), 1 ( 0 0 0 0 = ∆ + = ∆ + = ∆ + = T A A T A A A A A A

A = luas akhir benda (m2) c). Pemuaian volum

Bila benda padat berdimensi tiga yang memiliki panjang, lebar, dan tinggi dipanaskan maka benda tersebut akan mengalami pemuaian volum. Pemuaian volum berbagai zat juga bergantung pada koefisien muai volum zat tersebut. Koefisien muai volum (γ) suatu bahan adalah perbandingan antara pertambahan volum (∆V) terhadap volum awal benda (V0)per satuan kenaikan suhu (∆T). Secara matematis dinyatakan sebagai berikut

T V V ∆ ∆ = 0

γ

T V

V = ∆

∆ γ 0

α γ γ γ 3 ), 1 ( 0 0 0 0 = ∆ + = ∆ + = ∆ + = T V V T V V V V V V

2) Pemuaian zat cair

Sifat zat cair adalah selalu mengikuti bentuk wadah yang ditempatinya. Jika air dituangkan ke dalam botol maka air akan memenuhi botol dan bentuk air mengikuti bentuk botol. Sehingga dapat dikatakan bahwa volum botol sama dengan volum air. Jika zat cair dipanaskan maka akan mengalami pemuaian volum. Pemuaian volum pada zat cair juga dipengaruhi oleh koefisien muai volume zatnya yang dirumuskan

T V V ∆ ∆ = 0


(49)

commit to user

volum pada zat padat yaitu V =V0(1+

γ

T),

γ

: koefisien muai volum zat cair.

Jika sebagian besar zat akan memuai secara beraturan terhadap penambahan suhu. Akan tetapi, air tidak mengikuti pola yang biasa. Bila air pada suhu 0 0C dipanaskan, volumenya menurun sampai bersuhu 40C. Kemudian, suhu di atas 4 0C air berperilaku normal dan volumenya memuai terhadap bertambahnya suhu. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.2. Sifat pemuaian air yang tidak teratur ini disebut anomali air. Dengan demikian, air memiliki massa jenis yang paling tinggi pada suhu 4 0C. Perilaku air yang menyimpang ini sangat penting untuk bertahannya kehidupan air selama musim dingin. Ketika suhu air di danau atau sungai di atas 4 0C dan mulai mendingin karena kontak dengan udara yang dingin, air di permukaan terbenam karena massa jenisnya yang lebih besar dan digantikan oleh air yang lebih hangat dari bawah. Campuran ini berlanjut sampai suhu mencapai 4 0C. Sementara permukaan air menjadi lebih dingin lagi, air tersebut tetap di permukaan karena massa jenisnya lebih kecil dari 4 0C air di sebelah bawahnya. Air di permukaan kemudian membeku, dan es tetap di permukaan karena massa jenisnya lebih kecil dari air.

Gambar 2.2. Grafik Penyusutan Volume Air saat Peristiwa Anomali 3)Pemuaian zat gas

Gas juga mengalami pemuaian volum, tetapi pemuaian gas lebih besar daripada pemuaian volum zat cair untuk kenaikan suhu yang sama. Pemuaian volum pada gas sangat dipengaruhi oleh tekanan dan suhu.


(50)

commit to user

Berikut ini beberapa hukum yang menyatakan hubungan antara volum, suhu, dan tekanan.

a). Hukum Boyle

Pada batas-batas volume tertentu dan suhu rendah yang konstan berlaku bahwa hasil perkalian antara volum gas dan tekanannya selalu konstan.

P.V = konstan P1V1 =P2V2

b). Hukum Gay Lussac

Pada volum konstan, tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlak.

≈ =

T P T

P , konstan

2 2 1 1 T P T P =

c). Hukum Charles

Pada tekanan konstan, volume gas dengan jumlah tertentu berbanding lurus dengan suhu mutlaknya.

= ≈

T V T

V , konstan

2 2 1 1 T V T V =

d). Hukum Boyle-Gay Lussac

Hukum ini berlaku jika tekanan, suhu, dan volum semuanya berubah.

2 2 2 1 1 1 T V P T V P =

Pemuaian volum gas memenuhi persamaan V =V0(1+

γ

T) dan besarnya koefisien muai volum (γ) untuk semua gas adalah sebesar 0 1

273

1

C .

c. Kalor

1). Pengertian Kalor

Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah ketika kedua benda bersentuhan. Kalor timbul akibat perbedaan suhu. Suhu adalah derajat panas atau dinginnya suatu benda. Kalor yang diperlukan suatu zat untuk menaikkan suhunya sebanding dengan massa benda dan perubahan suhu. Banyaknya kalor dapat dirumuskan : Q=mcT


(1)

30.30% P e rs e n ta se Ke te rc a p a ia n Siklu c. Ketuntasan Belajar Siswa Berdasarkan hasil tes kognitif tuntas sebanyak 22 orang den ketercapaian ketuntasan belaja dirinci tiap butir soal, persenta Tabel 4.17 Persentase Rata-rata

Persentase Ra C1

84%

Dari tabel di atas dapat diketa kegiatan pembahasan soal di a siswa dalam memecahkan soa dilihat dari perolehan persenta disimpulkan terjadi kenaikan kognitif siklus I yang persen berdampak terhadap peningk perbandingan antara hasil ketu diagram batang di bawah ini :

Gambar 4.25 D .30%

66.67% 69.70%

33.33% Tun

Tida

iklus I Siklus II

wa

itif tes siklus I diperoleh data bahwa jumlah s dengan persentase 66,67%. Hal tersebut menu lajar sebesar 60% telah tercapai. Apabila hasil ntase ketercapaian masing-masing adalah sebag

rata Ketercapaian Tes Kognitif Siklus II Rata-rata Ketercapaian Tiap Ranah Kognitif

C2 C3 C4

77% 73% 55%

etahui bahwa pelaksanaan pembelajaran siklu i akhir KBM tiap pertemuan berdampak positif oal berupa hitungan atau aplikasi konsep dalam ntase ketercapaian siswa menjawab benar yang an persentase sebesar 18,5% jika dibanding sentasenya hanya mencapai 54,5%. Kenaika gkatan tingkat ketuntasan siswa yang menca etuntasan belajar siswa pada siklus I dan siklus

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketu Tuntas Tidak Tuntas

h siswa yang dinyatakan nunjukkan bahwa target asil tes kognitif siklus I agai berikut :

lus II yang menerapkan itif terhadap kemampuan lam rumus. Hal ini dapat ang mencapai 73%. Dan ingkan dengan hasil tes ikan persentase tersebut capai 66,67%. Adapun lus II dapat dilihat dalam


(2)

commit to user

87

D. Pembahasan

Penelitian Tindakan Kelas di kelas X3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun Pelajaran 2009/2010 ini dilakukan karena berdasarkan hasil observasi awal diketahui bahwa tingkat motivasi belajar fisika dan nilai kognitif fisika siswa di kelas tersebut masih rendah. Upaya yang dilakukan peneliti untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan pembelajaran kontekstual melalui film pendek.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penerapkan pembelajaran kontekstual melalui film pendekdalam kegiatan belajar mengajar dapat meningkatkan motivasi belajar fisika dan nilai kognitif fisika siswa. Peningkatan motivasi belajar fisika siswa dapat dilihat melalui hasil penyebaran angket dan observasi terhadap aktivitas siswa selama kegiatan belajar mengajar. Sedangkan peningkatan kemampuan kognitif fisika siswa dapat diketahui dari hasil tes kemampuan kognitif di akhir siklus.

Pada akhir siklus I terdapat peningkatan motivasi belajar fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa. Peningkatan motivasi belajar fisika siswa dilihat dari hasil angket dan observasi aktivitas siswa. Rata-rata persentase angket motivasi belajar fisika siswa meningkat sebesar 11,6% dari pra siklus sebesar 55,37% menjadi 66,97% pada akhir siklus I. Sedangkan rata-rata persentase observasi aktivitas klasikal siswa meningkat sebesar 31,11% dari pra siklus sebesar 39,39% menjadi 70,5% pada akhir siklus I. Kemampuan kognitif fisika meningkat 18,18% dilihat dari tingkat ketuntasan pada hasil tes kognitif siklus I yang mencapai 30,3% dibandingkan hasil ulangan bab optik sebesar 12,12%. Akan tetapi peningkatan kemampuan kognitif fisika siswa belum maksimal dikarenakan masih di bawah target yang ditetapkan yaitu 60%. Namun demikian, adanya peningkatan persentase dari masing-masing aspek yang dinilai tersebut (angket motivasi, aktivitas siswa, dan tes kognitif) membuktikan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan motivasi belajar fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa.

Hasil refeksi tindakan I digunakan peneliti sebagai bahan perbaikan penerapan pembelajaran pada tindakan II. Perbaikan tersebut meliputi :

1.

Perubahan jumlah anggota kelompok yang semula berjumlah 4-5 orang berubah menjadi 2-3 orang. Hal ini bertujuan untuk mengefektifkan berlangsungnya diskusi yaitu agar semua siswa dapat terlibat aktif selama kegiatan diskusi berlangsung.


(3)

2.

Pengoptimalan penggunaan film pendek pada saat pembelajaran di mana pada siklus I film pendek hanya diputar saat langkah motivasi dan saat menjelaskan aplikasi dalam konsep. Sedangkan pada saat siklus II, film pendek diputar saat langkah motivasi dan juga digunakan untuk memandu jalannya diskusi kemudian juga diputar untuk menjelaskan aplikasi konsep. Hal ini bertujuan agar jalannya diskusi dapat berlangsung dua arah di mana siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam LKS harus mengamati tayangan dalam film pendek. Dengan kata lain film pendek digunakan sebagai media tambahan untuk menyelesaikan LKS. Dari situ diharapkan diskusi tidak berlangsung membosankan tetapi lebih menarik perhatian siswa.

3.

Pengefektifan waktu untuk tiap pertemuan pada pembelajaran siklus II yang digunakan untuk membahas latihan soal dalam LKS. Hal ini bertujuan mengkondisikan siswa untuk terbiasa mengerjakan soal-soal terutama soal dalam ranah C3 dan C4. Dari sini diharapkan dapat meningkatkan nilai kognitif fisika siswa.

Berdasarkan hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan II dapat dikatakan bahwa perbaikan yang dilakukan peneliti berpengaruh terhadap hasil akhir pembelajaran siklus II. Buktinya diantaranya adalah hasil angket menunjukkan rata-rata persentase angket motivasi belajar fisika siswa meningkat sebesar 1,98 % dari siklus I sebesar 66,97% menjadi 68,95% pada akhir siklus II. Sedangkan rata-rata persentase observasi aktivitas klasikal siswa meningkat sebesar 8% dari siklus I sebesar 70,5% menjadi 78,5% pada akhir siklus II. Rata-rata persentase observasi aktivitas diskusi kelompok meningkat sebesar 9,8% dari siklus I sebesar 54% menjadi 63,8% pada akhir siklus II. Kemampuan kognitif fisika meningkat 36,37% dilihat dari tingkat ketuntasan pada hasil tes kognitif siklus II yang mencapai 66,67% dibandingkan siklus I sebesar 30,3%. Selengkapnya hasil penelitian dari tahap para siklus sampai akhir siklus II dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.18 Persentase Ketercapaian Rata-rata Tiap Aspek Antar Siklus

No Aspek Yang Dinilai Persentase Ketercapaian Rata-rata Kesimpulan Akhir Pra Siklus Siklus I Siklus II

1 Angket Motivasi Belajar 55.37% 66.97% 68.95% Meningkat 13.58%

2 Aktivitas Klasikal Siswa 39.39% 70.50% 78.50% Meningkat 39.11% 3 Aktivitas Diskusi Kelompok _ 54% 63.80% Meningkat 9.8%


(4)

commit to user

89

4 Ketuntasan Belajar Siswa 12.12% 30.30% 66.67% Meningkat 54.55%

Dari tabel di atas diketahui bahwa semua aspek yang dinilai mengalami kenaikan persentase yang dapat diartikan terjadi peningkatan kualitas. Peningkatan ini dipengaruhi oleh penggunaan pembelajaran kontekstual melalui film pendek. Penerapan pembelajaran ini mengakibatkan kegiatan belajar mengajar menjadi menarik sehingga siswa tidak bosan dalam mengikuti pelajaran fisika. Selain itu, ditampilkannya fenomena fisika melalui film pendek menjadikan konsep yang semula abstrak menjadi konkret di benak siswa. Penggunaan metode diskusi kelompok dalam memecahkan permasalahan LKS menjadikan siswa terlibat aktif untuk berpendapat, menyampaikan ide/gagasan, kemudian bersama-sama menyimpulkan jawaban yang sebenarnya. Dari sini tumbuhlah masyarakat belajar dalam kelas sehingga proses kegiatan belajar mengajar terlihat hidup.

PTK sendiri menurut Sarwiji Sarwandi (2008: ) memiliki karakteristik untuk berupaya memperbaiki praktik pembelajaran agar menjadi lebih efektif. PTK dilaksanakan dalam rangka memecahkan sebuah permasalahan dalam sebuah kelas yang dialami guru dan siswa agar tercipta pembelajaran yang lebih efektif. Dan pencapaian target keberhasilan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan terhadap siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Wonogiri selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.19 Pencapaian Keberhasilan Target Penelitian

No Aspek Yang Dinilai Persentase Ketercapaian Kesimpulan

Target Penelitian Hasil Penelitian

1 Motivasi Belajar Fisika 60% 68.95% Tercapai

2 Aktivitas Siswa 60% 78.50% Tercapai

3 Kemampuan Kognitif Fisika 60% siswa tuntas 66.67% siswa tuntas Tercapai

Berdasarkan hasil pembahasan di atas secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan pembelajarn kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan motivasi belajar fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri pada materi pokok Suhu dan Kalor Tahun Pelajaran 2009/2010.


(5)

commit to user

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:

1. Penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan motivasi belajar fisika siswa Kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun Pelajaran 2009/2010 pada materi pokok Suhu dan Kalor. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan siklus I dan siklus II. Pada siklus I pencapaian persentase indikator aspek motivasi belajar fisika siswa sebesar 66,97% dan pada siklus II meningkat menjadi 68,95% dan telah melampaui target yang ditetapkan yaitu pencapaian persentase indikator sebesar 60%. Untuk pencapaian aspek aktivitas belajar klasikal siswa pada siklus I sebesar 70,50% yang kemudian meningkat menjadi 78,50% pada siklus II dan telah melampaui target yang ditetapkan yaitu pencapaian indikator sebesar 60%.

2. Penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan kemampuan kognitif fisika siswa Kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun Pelajaran 2009/2010 pada materi pokok Suhu dan Kalor. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan tes siklus I dan tes siklus II. Pada siklus I ketuntasan belajar siswa sebesar 30,30% yang kemudian meningkat menjadi 66,67% pada siklus II. Untuk target aspek kognitif yang ditetapkan adalah ketuntasan belajar siswa sebesar 60% dengan nilai batas ketuntasan minimal 67.

B. Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat dikemukakan implikasi secara teoritis dan praktis.

1. Implikasi Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan penelitian selanjutnya dan dapat digunakan untuk mengusahakan upaya bersama antara guru, orang tua dan siswa serta pihak sekolah lainnya agar


(6)

commit to user

91

dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil dan proses belajar fisika secara maksimal.

2. Implikasi Praktis

Secara praktis berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat diterapkan pada kegiatan belajar mengajar fisika untuk meningkatkan motivasi belajar fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa pada materi pokok Suhu dan Kalor.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :

1. Guru

Hendaknya guru dapat menyajikan materi pokok Suhu dan Kalor menggunakan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dengan baik. Guru lebih cermat lagi memilih metode yang paling sesuai untuk digunakan dalam jenis materi tertentu dan karakteristik siswanya sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa.

2. Siswa

Hendaknya siswa dapat memberikan respon yang baik terhadap guru dalam menyajikan materi Suhu dan Kalor menggunakan pembelajaran kontekstual melalui film pendek sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa.

3.Peneliti

a. Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis hendaknya sedapat mungkin terlebih dahulu menganalisis kembali perangkat pembelajaran yang telah dibuat untuk disesuaikan penggunaanya, terutama dalam hal alokasi waktu, fasilitas pendukung dan karakteritik siswa yang ada pada sekolah tempat penelitian tersebut.

b. Hendaknya penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya dengan mengaitkan aspek-aspek yang belum diungkapkan dan dikembangkan.