Directions and Development Strategies for Pepper (Piper nigrum L) Plantation in Belitung Regency

(1)

ARAHAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

PERKEBUNAN LADA (Piper nigrum L)

DI KABUPATEN BELITUNG

RIYADI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Arahan dan Strategi Pengembangan Perkebunan Lada (Piper nigrum L) Di Kabupaten Belitung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2012 Riyadi NRP A156110284


(3)

ABSTRACT

RIYADI. Directions and Development Strategies for Pepper (Piper nigrum L) Plantation in Belitung Regency. Under direction of SANTUN R.P SITORUS and WIDIATMAKA

Pepper (Piper nigrum L) is one of plantation commodities in the Belitung Regency and has been well known in international market. However, in recent years the total area and production has declined. Therefore it requires an effort to determine potential areas in terms of comparative advantage and competitive terms, also factors that influence the development of pepper plantation as well as its development strategy. The analysis which are used consist of Location Quotient (LQ), Shift Share Analysis (SSA), land suitability analysis, marketing margins, Analytical Hierarchy Process (AHP) and combining AHP and SWOT (A'WOT). The results showed that the Membalong sub district be prioritized in the development of pepper plantations. The most influential factor in development of pepper is land. Other factors influencing development of pepper based on degree of its influence are human resources, technology, market, and capital, respectively. Some of the proposed strategies are optimizing and maintaining natural resources potential, increasing the quality and quantity of products, diversification of processed pepper products, and improve bargaining position of the farmers.


(4)

RIYADI. Arahan dan Strategi Pengembangan Perkebunan Lada (Piper nigrum L) di Kabupaten Belitung. Dibimbing oleh SANTUN R.P SITORUS dan WIDIATMAKA

Salah satu komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Belitung adalah lada (Piper nigrum L). Lada masih menjadi tumpuan petani di Belitung di samping komoditas perkebunan lainnya seperti karet, kelapa sawit, kelapa dan aren. Areal penanaman lada pada akhir tahun 2011 seluas 7.423,74 ha (Badan Pusat Statistik Kabupaten Belitung, 2011). Namun luas areal perkebunan lada tersebut telah berkurang dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya.

Mengingat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dikenal sebagai salah satu sentra produksi lada di Indonesia, maka eksistensi lada perlu diperhatikan terutama dalam pengembangan wilayah. Keberadaan lada perlu dipertahankan mengingat komoditas perkebunan ini cukup menjanjikan untuk peningkatan ekonomi petani. Berbagai fenomena yang muncul seperti maraknya penambangan timah ilegal dan faktor-faktor lain yang merusak lahan potensial untuk pengembangan pertanian khususnya perkebunan lada perlu dikendalikan.

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan upaya untuk mengembalikan kejayaan lada di Kabupaten Belitung. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan dan memberikan solusi dalam pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung. Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) mengidentifikasi dan menganalisis sentra perkebunan lada berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah ; (2) menganalisis dan memetakan wilayah yang berpotensi untuk pengembangan areal perkebunan lada berdasarkan kesesuaian lahannya ; (3) menganalisis rantai pemasaran dan persentase harga jual yang diterima petani lada di Kabupaten Belitung; (4) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung menurut persepsi stakeholders ; (5) merumuskan arahan dan strategi pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung.

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Belitung. Kegiatan persiapan, penelitian lapang, analisis data dan penyusunan tesis dilaksanakan selama 6 bulan, yaitu dari bulan April sampai dengan September 2012. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa data pengamatan lapang, wawancara dan pengisian kuesioner. Data sekunder berupa data dan peta yang diperoleh dari berbagai instansi/ lembaga baik pemerintah maupun swasta. Beberapa metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ; analisis Location Quotient (LQ), Shift Share Analisis (SSA), analisis kesesuaian lahan, analisis margin pemasaran, Analytical Hierarchy Process (AHP) dan analisis AHP kombinasi SWOT (A’WOT).

Berdasarkan analisis LQ, kecamatan yang memiliki nilai LQ di atas 1 (LQ>1) adalah kecamatan Membalong. Menurut Rustiadi et al. (2011), wilayah yang memiliki keunggulan komparatif memiliki nilai LQ>1. Hal ini berarti kecamatan Membalong memiliki keunggulan komparatif dibandingkan kecamatan lainnya. Hasil analisis Shift Share (SSA) menunjukkan bahwa kecamatan Membalong memiliki nilai differential Shift positif yang artinya kinerja sektor di


(5)

level lokal dalam hal ini perkebunan lada memiliki potensi yang masih bisa dikembangkan.

Berdasarkan analisis kesesuaian lahan aktual untuk penanaman lada diketahui bahwa lahan dengan kelas S2 paling dominan di Kabupaten Belitung dibandingkan dengan kelas yang lain (S3 dan N). Lahan dengan kelas S2 memiliki luas 117.332 ha atau sekitar 52,18%, yang tersebar di semua kecamatan. Kecamatan Membalong memiliki lahan dengan kelas S2 terluas yang mencapai 53.985 ha. Luas lahan S3 aktual untuk tanaman lada di Kabupaten Belitung adalah 85.107 ha atau 37,85 %. Lahan kelas S3 ini juga tersebar atau menempati masing-masing kecamatan yang ada di Kabupaten Belitung. Lokasi terluas dari lahan kelas S3 berada di kecamatan Membalong.

Berdasarkan analisis margin pemasaran diketahui bahwa secara umum rantai pemasaran lada di Kabupaten Belitung ada 2 (dua) rantai pemasaran. Rantai pemasaran 1 dengan rantai pemasaran yang dimulai dari petani yang menjual ke pedagang pengumpul I, kemudian pedagang pengumpul I menjual ke pedagang pengumpul II untuk selanjutnya menjual ke eksportir. Rantai pemasaran 2 pada dasarnya lebih pendek dari rantai pemasaran 1, karena di rantai pemasaran 2 ini petani langsung menjual ke pedagang pengumpul II dan pedagang pengumpul II menjual ke eksportir. Persentase harga yang diterima petani melalui rantai pemasaran 1 sebesar 78,82 % atau lebih rendah dari persentase harga yang diterima pada rantai pemasaran 2 yaitu 82,35 %.

Berdasarkan hasil Analytical Hierarchy Process (AHP) diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan perkebunan lada secara prioritas berdasarkan urutan pengaruhnya yaitu lahan dengan nilai eigenvalue (0,4391), sumberdaya manusia (SDM) (0,2297), teknologi (0,1453), pasar (0,1107) dan modal (0,0751). Lahan menjadi faktor yang paling mempengaruhi pengembangan perkebunan lada. Faktor lain yang berpengaruh secara berurutan berdasarkan tingkat pengaruhnya adalah sumberdaya manusia (SDM), teknologi, pasar dan modal.

Analisis arahan pengembangan perkebunan lada dilakukan dengan metode Sistem Informasi Geografis yang bertujuan mengetahui lokasi yang berpotensi untuk pengembangan perkebunan lada. Metode ini memadukan peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Belitung Tahun 2005-2015, Peta Penggunaan Lahan Tahun 2009, peta kesesuaian lahan aktual dan hasil analisis LQ dan SSA. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa Kabupaten Belitung memiliki luas lahan arahan pengembangan lada seluas 24.704 ha. Dari luas tersebut, 14.129 ha (57,19%) berada di kecamatan Membalong. Dengan demikian, maka kecamatan Membalong menjadi lokasi prioritas arahan untuk pengembangan lada.

Rumusan strategi pengembangan perkebunan lada dilakukan dengan menggunakan metode A’WOT. Metode ini merupakan perpaduan AHP dan SWOT. Berdasarkan analisis A’WOT, beberapa strategi yang dapat dirumuskan adalah (1) mengoptimalkan dan menjaga potensi SDA untuk pengembangan perkebunan lada; (2) peningkatan kualitas dan kuantitas produk dengan berbagai penerapan teknologi; (3) diversifikasi produk olahan lada; (4) meningkatkan posisi tawar petani dan peluang pasar dalam siklus pemasaran lada dengan penguatan kelembagaan tani.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

ARAHAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

PERKEBUNAN LADA (Piper nigrum L)

DI KABUPATEN BELITUNG

RIYADI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

Nama : Riyadi NRP : A156110284

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus

Ketua Dr. Ir. Widiatmaka, DAA Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr Tanggal Ujian : 23 November 2012 Tanggal Lulus :


(9)

(10)

Kupersembahkan Karya ini

Kepada:

Kedua orang tua tercinta;

Ayahanda Rahman dan Ibunda Ani,

Istriku terkasih Yuniarty, S.Kep dan Kedua anakku tersayang:

Naurah Syakira & Rafif Al Ghifari,

serta keluarga besarku


(11)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April sampai Oktober ini adalah Arahan dan Strategi Pengembangan Perkebunan Lada (Piper nigrum L) di Kabupaten Belitung.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus selaku ketua komisi pembimbing dan ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah atas segala motivasi, arahan dan bimbingan yang diberikan dari tahap awal sampai penyelesaian tesis ini. 2. Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku anggota komisi pembimbing atas

segala dukungan, motivasi, arahan dan bimbingan yang diberikan selama penelitian sampai penyelesaian tesis ini.

3. Ibu Dr. Dra. Khursatul Munibah, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB beserta seluruh staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB

4. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis

5. Dinas Pertanian dan Kehutanan, Badan Pendidikan dan Pelatihan, dan Pemerintah Kabupaten Belitung yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini

6. Rekan-rekan PWL Bappenas dan Reguler Angkatan 2011 atas dukungan dan kerjasamanya selama ini, serta pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu dalam membantu penyelesaian tesis ini

Terima kasih yang istimewa disampaikan kepada istriku Yuniarty, S.Kep dan anakku Naurah Syakira dan Rafif Al Ghifari beserta seluruh keluarga besar di Belitung, atas segala do’a dan dukungan selama ini.

Akhirnya, semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat. Amiin.

Bogor, November 2012 Riyadi


(12)

Penulis dilahirkan di Tanjungpandan, Kabupaten Belitung pada tanggal 13 November 1982 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak

Rahman dan Ibu Ani. Telah menikah dengan Yuniarty, S.Kep dan dikaruniai dua orang anak ; Naurah Syakira dan Rafif Al Ghifari.

Tahun 2001 penulis lulus SMA Negeri I Tanjungpandan dan diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi (sekarang Ilmu dan Teknologi Pangan), Fakultas Teknologi Pertanian dan lulus tahun 2005.

Pada tahun 2006 Penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Belitung dan ditempatkan pada Dinas Pertanian dan Kehutanan. Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah pascasarjana pada tahun 2011 dan diterima pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) IPB dengan bantuan pembiayaan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).


(13)

VAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian... 5

1.5 Kerangka Pemikiran ... 6

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Konsep Pengembangan Wilayah ... 9

2.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan ... 11

2.3 Komoditas Unggulan ... 13

2.4 Prospek Pengembangan Perkebunan Lada (Piper nigrum L) ... 14

2.5 Tinjauan Studi Terdahulu ... 17

3 METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

3.2 Sumber Data dan Informasi Penelitian ... 19

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 20

3.4 Teknik Analisis Data ... 22

3.4.1 Analisis Sentra Perkebunan Lada ... 25

3.4.1.1 Analisis Location Quotient (LQ) ... 25

3.4.1.2 Shift Share Analysis (SSA) ... 26

3.4.2 Analisis Wilayah Yang Berpotensi Untuk Pengembangan Perkebunan Lada ... 27

3.4.3 Analisis Margin Pemasaran ... 29

3.4.4 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Perkebunan Lada ... 30

3.4.5 Analisis Arahan dan Strategi Pengembangan Perkebunan Lada ... 33

3.4.5.1 Analisis Lokasi Arahan Pengembangan Perkebunan Lada ... 34

3.4.5.2 Analisis A’WOT ... 34

4 KONDISI UMUM KABUPATEN BELITUNG ... 43

4.1 Kondisi Fisik Daerah ... 43

4.1.1 Letak Geografi ... 43


(14)

4.1.3 Geologi ... 44

4.1.4 Fisiografi ... 45

4.1.5 Tanah ... 47

4.1.6 Hidrologi ... 47

4.1.7 Iklim ... 48

4.1.8 Alokasi Penggunaan Lahan ... 49

4.2 Kependudukan dan Sosial Budaya ... 50

4.2.1 Kependudukan ... 50

4.2.2 Sosial Budaya ... 51

4.3 Perekonomian Daerah ... 51

4.4 Potensi Pertanian di Kabupaten Belitung ... 53

4.4.1 Komoditas Pertanian Utama... 53

4.4.2 Peranan Subsektor Perkebunan ... 55

4.4.3 Perkembangan Perkebunan Lada ... 56

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59

5.1 Analisis Sentra Perkebunan Lada ... 59

5.2 Analisis dan Pemetaan Wilayah Yang Berpotensi Untuk Pengembangan Perkebunan Lada... 65

5.3 Analisis Margin Pemasaran Lada di Kabupaten Belitung ... 73

5.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Lada... 77

5.4.1 Persepsi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ... 78

5.4.2 Persepsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah ... 80

5.4.3 Persepsi Dinas Pertanian dan Kehutanan ... 82

5.4.4 Persepsi Dinas Perindagkop dan Penanaman Modal ... 83

5.4.5 Persepsi Badan Pengelolaan, Pengembangan dan Pemasaran Lada (BP3L) ... 85

5.4.6 Persepsi Balai Penyuluhan Pertanian ... 87

5.4.7 Persepsi Akademisi ... 89

5.4.8 Persepsi Tokoh Masyarakat ... 91

5.4.9 Persepsi Penyuluh Pertanian ... 92

5.4.10 Persepsi Petani ... 94

5.4.11 Persepsi Seluruh Stakeholders ... 96

5.5 Arahan dan Strategi Pengembangan Perkebunan Lada di Kabupaten Belitung ... 98

5.5.1 Arahan Pengembangan Perkebunan Lada di Kabupaten Belitung ... 98

5.5.2 Strategi Pengembangan Perkebunan Lada di Kabupaten Belitung ... 104

6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 115

6.1 Kesimpulan ... 115

6.2 Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 117


(15)

iii

VAFTAR TABEL

Halaman

1 Jenis dan sumber data, teknik analisis data dan output penelitian ... 22

2 Skala dasar ranking Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 31

3 Matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) ... 36

4 Matriks Eksternal Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) ... 37

5 Fluktuasi iklim di Kabupaten Belitung tahun 2011 ... 48

6 Perkembangan penduduk per kecamatan di Kabupaten Belitung tahun 2009-2011 ... 50

7 Kepadatan penduduk dan sex ratio menurut kecamatan di Kabupaten Belitung tahun 2011 ... 51

8 Persentase distribusi PDRB Kabupaten Belitung atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha tahun 2006-2010 ... 52

9 Luas panen, produksi dan produktifitas tanaman pangan Kabupaten Belitung tahun 2011 ... 54

10 Luas areal dan produksi tanaman perkebunan Kabupaten Belitung tahun 2011 ... 54

11 Luas areal perkebunan lada tiap kecamatan di Kabupaten Belitung tahun 2008-2011 ... 56

12 Nilai ekspor lada dari beberapa negara produsen Lada ... 57

13 Nilai analisis LQ perkebunan lada tahun 2008-2011 ... 60

14 Nilai Shift Share Analysis komoditas perkebunan lada di Belitung ... 63

15 Nilai Shift Share Analysis komoditas perkebunan di kecamatan Membalong ... 64

16 Kelas kesesuaian lahan aktual pada setiap satuan lahan ... 67

17 Sebaran kelas kesesuaian lahan aktual di tiap kecamatan ... 69

18 Luas wilayah yang berpotensi untuk perkebunan lada ... 72

19 Margin pemasaran dan akumulasi biaya di tiap tingkatan pemasaran ... 75

20 Harga yang diterima petani dan margin pemasaran terhadap harga jual eksportir ... 76

21 Kriteria penentuan arahan pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung ... 99

22 Pembagian prioritas arahan pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung ... 101


(16)

24 Faktor-faktor kekuatan,kelemahan, peluang dan ancaman ... 105 25 Hasil analisis matriks Internal Strategic Factors Analysis Summary

(IFAS)... 106 26 Hasil analisis matriks External Strategic Factors Analysis Summary


(17)

v

VAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram alir kerangka pemikiran penelitian ... 7

2 Peta lokasi penelitian ... 19

3 Kerangka operasional penelitian ... 24

4 Struktur hierarki AHP dalam penilaian faktor-faktor pengembangan perkebunan lada ... 33

5 Model matriks internal eksternal ... 38

6 Model matriks space ... 40

7 Model matriks SWOT ... 41

8 Alokasi penggunaan lahan di Kabupaten Belitung ... 49

9 Nilai analisis LQ perkebunan lada tiap kecamatan di Kabupaten Belitung tahun 2008-2011... 61

10 Peta kelas kesesuaian lahan aktual tanaman lada ... 70

11 Peta wilayah yang berpotensi untuk perkebunan lada ... 72

12 Rantai pemasaran lada ... 74

13 Hasil analisis AHP (faktor utama) berdasarkan persepsi anggota DPRD ... 79

14 Hasil analisis AHP (kriteria dari faktor utama) berdasarkan persepsi anggota DPRD ... 79

15 Hasil analisis AHP (faktor utama) berdasarkan persepsi Bappeda ... 80

16 Hasil analisis AHP (kriteria dari faktor utama) berdasarkan persepsi Bappeda ... 81

17 Hasil analisis AHP (faktor utama) berdasarkan persepsi Dinas Pertanian dan Kehutanan ... 82

18 Hasil analisis AHP (kriteria dari faktor utama) berdasarkan persepsi Dinas Pertanian dan Kehutanan ... 83

19 Hasil analisis AHP (faktor utama) berdasarkan persepsi Dinas Perindagkop dan Penanaman Modal ... 84

20 Hasil analisis AHP (kriteria dari faktor utama) berdasarkan persepsi Dinas Perindagkop dan Penanaman Modal ... 85

21 Hasil analisis AHP (faktor utama) berdasarkan persepsi BP3L ... 86


(18)

22 Hasil analisis AHP (kriteria dari faktor utama)

berdasarkan persepsi BP3L ... 86

23 Hasil analisis AHP (faktor utama) berdasarkan persepsi Balai Penyuluh Pertanian ... 87

24 Hasil analisis AHP (kriteria dari faktor utama) berdasarkan persepsi Balai Penyuluh Pertanian ... 88

25 Hasil analisis AHP (faktor utama) berdasarkan persepsi akademisi ... 89

26 Hasil analisis AHP (kriteria dari faktor utama) berdasarkan persepsi akademisi ... 90

27 Hasil analisis AHP (faktor utama) berdasarkan persepsi tokoh masyarakat ... 91

28 Hasil analisis AHP (kriteria dari faktor utama) berdasarkan persepsi tokoh masyarakat ... 92

29 Hasil analisis AHP (faktor utama) berdasarkan persepsi penyuluh pertanian ... 93

30 Hasil analisis AHP (kriteria dari faktor utama) berdasarkan persepsi penyuluh pertanian ... 93

31 Hasil analisis AHP (faktor utama) berdasarkan persepsi petani ... 94

32 Hasil analisis AHP (kriteria dari faktor utama) berdasarkan persepsi petani ... 95

33 Hasil analisis AHP (faktor utama) berdasarkan persepsi seluruh stakeholders ... 96

34 Hasil analisis AHP (kriteria dari faktor utama) berdasarkan persepsi seluruh stakeholders ... 97

35 Peta arahan pengembangan lada ... 103

36 Hasil analisis matriks internal eksternal ... 109

37 Hasil analisis matriks space ... 111


(19)

vii

VAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kriteria kesesuaian lahan tanaman lada (Piper nigrum L) ... 121

2 Peta penggunaan lahan Kabupaten Belitung tahun 2009 ... 123

3 Peta RTRW Kabupaten Belitung tahun 2005-2015 ... 124

4 Peta satuan lahan Kabupaten Belitung ... 125

5 Penilaian kelas kesesuaian lahan pada masing-masing satuan lahan... 126

6 Luasan areal komoditas perkebunan Kabupaten Belitung tahun 2008 ... 130

7 Luasan areal komoditas perkebunan Kabupaten Belitung tahun 2009 ... 131

8 Luasan areal komoditas perkebunan Kabupaten Belitung tahun 2010 ... 132

9 Luasan areal komoditas perkebunan Kabupaten Belitung tahun 2011 ... 133

10 Nilai analisis LQ semua komoditas perkebunan tahun 2008 ... 134

11 Nilai analisis LQ semua komoditas perkebunan tahun 2009 ... 135

12 Nilai analisis LQ semua komoditas perkebunan tahun 2010 ... 136

13 Nilai analisis LQ semua komoditas perkebunan tahun 2011 ... 137

14 Nilai analisis Shift Share tahun 2008/2011 ... 138

15 Kuesioner AHP untuk menjaring persepsi stakeholders ... 139

16 Kuesioner untuk analisis A’WOT ... 149

17 Pembobotan faktor strategi internal dan eksternal hasil AHP ... 159


(20)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kabupaten Belitung merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kabupaten yang memiliki luas 2.293,69 km2 ini

dihuni 162.328 jiwa (Badan Pusat Statistik Kabupaten Belitung, 2012). Berbagai sektor pendukung perekonomian masyarakat dikembangkan di kabupaten ini, baik sektor pertanian, jasa, industri pengolahan dan sebagainya. Salah satu sektor yang akhir-akhir ini banyak diusahakan masyarakat adalah sektor pertanian.

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dominan dalam menopang perekonomian disamping sektor pertambangan/penggalian. Sektor ini banyak diusahakan masyarakat mengingat prospek ekonominya yang cukup baik. Dengan demikian, pembangunan perekonomian yang pro rakyat perlu ditingkatkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan upaya penggalian, pengkajian dan pengembangan sektor pertanian terutama subsektor perkebunan dalam mendukung pengembangan wilayah di Kabupaten Belitung. Pengkajian sub sektor perkebunan sebagai salah satu sub sektor di sektor pertanian diperlukan, karena sub sektor perkebunan terutama perkebunan lada telah diusahakan turun temurun di Kabupaten Belitung, bahkan lada menjadi icon dan ditetapkan sebagai komoditas unggulan Kabupaten Belitung oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Belitung.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Belitung (2012), diketahui bahwa persentase tertinggi penyumbang PDRB Kabupaten Belitung tahun 2011 adalah sektor pertanian yaitu 23,25% diikuti sektor industri pengolahan 21,67 % serta sektor jasa-jasa sebesar 15,26 %. Keberadaan sektor pertanian dalam hal ini sub sektor perkebunan memang menjadi andalan masyarakat Kabupaten Belitung karena keberadaan tambang timah rakyat yang mulai menurun dengan keterbatasan lahan penambangan dan fluktuasi harga timah di pasaran.

Salah satu komoditas perkebunan yang menjadi primadona di Kabupaten Belitung adalah lada (Piper nigrum L). Tanaman lada masih menjadi tumpuan sebagian besar petani di Kabupaten Belitung disamping komoditas perkebunan


(21)

2

lainnya seperti karet, kelapa sawit, kelapa dan aren. Areal penanaman lada pada akhir tahun 2011 adalah seluas 7.423,74 ha (Badan Pusat Statistik Kabupaten Belitung, 2012). Namun jumlah areal perkebunan lada tersebut telah menyusut dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya, sebagai gambaran luas areal perkebunan lada pada akhir tahun 2001 mencapai 12.069 ha (Badan Pusat Statistik Kabupaten Belitung, 2002)

Di pasar internasional, komoditas lada khususnya lada putih menjadi salah satu komoditas perkebunan yang diperhitungkan. Berdasarkan data International Pepper Community (2012), diketahui bahwa Indonesia merupakan negara eksportir lada putih terbesar kedua setelah Vietnam. Data tahun 2010 menunjukkan total ekspor lada putih Indonesia mencapai 13.453 ton, dari angka tersebut, Indonesia berkontribusi sekitar 32% dari total ekspor lada putih dunia yang mencapai 41.990 ton. Vietnam tahun 2010 mampu mengekspor lada putih sebanyak 20.000 ton.

Berdasarkan data International Pepper Community (2012), lada putih Indonesia diimpor oleh negara-negara di kawasan Amerika, Asia, Eropa dan Pasifik Oceania. Nilai permintaan lada putih Indonesia oleh beberapa negara importir di kawasan tersebut menunjukkan peningkatan, dimana tahun 2010 negara-negara tersebut mengimpor lada putih sebanyak 13.453 ton atau naik sekitar 17,34 % dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 11.465 ton.

Mengingat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah dikenal sebagai salah satu sentra produksi lada di Indonesia khususnya lada putih, maka eksistensi lada perlu diperhatikan terutama dalam pengembangan wilayah. Keberadaan lada perlu dipertahankan mengingat komoditas perkebunan ini cukup menjanjikan untuk peningkatan ekonomi petani. Berbagai fenomena yang muncul akhir-akhir ini seperti maraknya penambangan timah ilegal dan faktor-faktor lain yang merusak lahan potensial untuk pengembangan pertanian khususnya perkebunan lada perlu dikendalikan. Konversi lahan yang tidak bertanggungjawab harus diminimalisir oleh pemerintah. Hal ini penting guna memberikan alokasi ruang yang lebih terbuka bagi pengembangan perkebunan lada ke depan.

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan upaya untuk mengembalikan kejayaan lada di Kabupaten Belitung. Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka


(22)

Belitung telah mengambil langkah dengan melakukan revitalisasi perkebunan lada yang bertujuan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas lada sebagai andalan ekspor nasional, meningkatkan pendapatan petani lada sekaligus mempercepat pengurangan tingkat kemiskinan khususnya di daerah sentra produksi lada (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006). Langkah tersebut antara lain peningkatan produktivitas, mutu hasil, efisiensi biaya produksi dan pemasaran, serta manajemen stok melalui pengembangan inovasi teknologi dan kelembagaan. Namun, langkah revitalisasi ini kurang berjalan optimal dan secara umum belum semua petani menikmati dampak positif dari kebijakan pemerintah tersebut (Pranoto, 2011)

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan dan memberikan solusi dalam pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung. Dalam penelitian ini dikaji upaya pengembangan areal perkebunan lada dengan memetakan potensi lahan yang sesuai dengan persyaratan budidaya lada secara spasial dan biofisik. Penelitian ini juga menganalisis margin pemasaran lada untuk mengetahui dan menilai efisiensi pemasaran lada serta memberikan masukan dalam upaya melindungi petani lada. Disamping itu, penelitian ini juga menggali permasalahan dan harapan dari berbagai stakeholders terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan perkebunan lada. Hasil analisis dan olahan data dari penelitian ini diharapkan menjadi pertimbangan dalam merumuskan strategi pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung.

1.2. Perumusan Masalah

Sektor pertanian di Kabupaten Belitung merupakan sektor penyumbang terbesar dari total PDRB kabupaten. Namun upaya menjaga keberadaan sektor pertanian masih kurang diperhatikan. Hal ini tampak pada terjadinya konversi lahan pertanian seiring dengan semakin banyaknya aktivitas penduduk yang bergerak dalam sektor lain seperti pertambangan. Padahal jika dilihat sejarahnya, sektor pertanian dalam hal ini komoditas lada sudah dikenal luas, baik lingkup nasional maupun internasional. Penyusutan luas areal perkebunan lada semakin memprihatinkan akibat konversi lahan perkebunan lada menjadi pertambangan timah ilegal dan sebagainya.


(23)

4

Dalam perencanaan pengembangan wilayah di Kabupaten Belitung, pengembangan sektor pertanian harus diperhatikan mengingat share sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Belitung cukup besar. Keberadaan sektor pertanian terutama eksistensi komoditas lada yang sudah menjadi icon daerah perlu diperhatikan dan dikembangkan agar produksinya bisa meningkat lagi. Selain itu, prospek usaha perkebunan ini cukup baik dengan harga lada yang semakin menguat beberapa tahun terakhir. Hal penting lainnya, usaha perkebunan lada mampu mempertahankan kelestarian lahan dari eksploitasi pertambangan timah ilegal yang merusak lingkungan.

Untuk mewujudkan usaha pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung, dibutuhkan strategi konkrit yang dapat menjadi arahan bagi pembuat kebijakan dalam perencanaan dan pengembangan wilayah ke depan. Berbagai permasalahan seperti belum teridentifikasinya sentra perkebunan lada berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah serta belum terpetakannya wilayah yang berpotensi untuk pengembangan lada, harus segera ditemukan jawabannya. Disamping itu, permasalahan rantai pemasaran lada juga perlu dianalisis guna mengetahui sejauh mana efisiensi rantai pemasaran dalam arti keuntungan yang diperoleh petani dibandingkan dengan modal dan pengorbanannya. Permasalahan lain yang perlu dikaji yaitu terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan perkebunan lada dan strategi pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung.

Dengan memperhatikan beberapa permasalahan di atas, maka pertanyaan penelitian yang dikaji adalah :

1. Wilayah mana saja di Kabupaten Belitung yang saat ini merupakan sentra perkebunan lada berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah? 2. Wilayah mana saja yang berpotensi untuk pengembangan areal perkebunan

lada di Kabupaten Belitung ?

3. Bagaimana kondisi rantai pemasaran lada di Kabupaten Belitung ?

4. Bagaimana persepsi stakeholders terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung ?

5. Bagaimana arahan dan strategi pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung ?


(24)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi dan menganalisis sentra perkebunan lada berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah.

2. Menganalisis dan memetakan wilayah yang berpotensi untuk pengembangan areal perkebunan lada berdasarkan kesesuaian lahannya.

3. Menganalisis rantai pemasaran dan persentase harga jual yang diterima petani lada di Kabupaten Belitung.

4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung menurut persepsi stakeholders

5. Merumuskan arahan dan strategi pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan pertanian khususnya dalam mempertahankan dan mengembangkan keberadaan perkebunan lada di Kabupaten Belitung.

2. Sebagai bahan masukan dalam kebijakan penatagunaan lahan di Kabupaten Belitung.

3. Sebagai bahan pertimbangan dan acuan masyarakat khususnya yang bergerak dalam usaha perkebunan lada.


(25)

6

1.5 Kerangka Pemikiran

Penelitian arahan dan strategi pengembangan perkebunan lada (Piper nigrum L) di Kabupaten Belitung didasari kerangka berpikir dengan melihat kondisi aktual dan faktual yang terjadi di Kabupaten Belitung. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Belitung (2012) dapat diketahui bahwa PDRB Kabupaten Belitung tahun 2011 masih didominasi oleh sektor pertanian yang menjadi penyumbang terbesar dengan share sektor pertanian sebesar 23,25%. Sub sektor perkebunan memegang peranan besar di sektor pertanian ini selain sub sektor perikanan.

Salah satu komoditas perkebunan yang banyak diusahakan penduduk saat ini adalah lada. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Belitung (2012) diketahui bahwa total luas areal perkebunan lada mencapai 7.423,74 ha, diikuti kelapa sawit rakyat dan karet. Namun angka luas areal perkebunan lada tersebut jauh lebih rendah dibandingkan luas perkebunan lada tahun 2001 yang mencapai 12.069 ha. Dengan demikian telah terjadi penyusutan luas areal perkebunan lada sebesar 38,5%. Kondisi ini tentu perlu diperhatikan dan dilakukan upaya pencegahannya.

Mengingat lada di Kabupaten Belitung sudah menjadi icon perkebunan dan dinilai cukup prospektif dalam mengangkat taraf hidup petani, maka perlu dilakukan upaya dan strategi untuk mempertahankan dan mengembangkan perkebunan lada ke depan. Dengan memperhatikan kondisi faktual yang ada, maka perlu dilakukan analisis mengenai potensi pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung yang meliputi analisis dan pemetaan wilayah pengembangan areal perkebunan lada, analisis rantai pemasaran serta penggalian persepsi stakeholders mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan perkebunan lada. Berbagai analisis tersebut sangat penting dan dibutuhkan untuk merumuskan strategi pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung. Secara ringkas, kerangka pikir dari penelitian ini dapat digambarkan dalam bentuk diagram alir seperti disajikan pada Gambar 1.


(26)

(27)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengembangan Wilayah

Pengembangan suatu wilayah pada dasarnya bertujuan agar wilayah itu berkembang menuju tingkat perkembangan yang diinginkan. Pengembangan wilayah dilakukan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya yang dimilikinya secara harmonis, serasi dan terpadu dengan pendekatan yang bersifat komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan.

Pemahaman konsep mengenai wilayah sangat penting dalam pengembangan suatu wilayah. Ada beberapa pengertian wilayah yang harus dipahami terlebih dahulu. Konsep wilayah dalam proses penataan ruang harus meliputi konsep ruang sebagai ruang wilayah ekonomi, ruang wilayah sosial budaya, ruang wilayah ekologi dan ruang wilayah politik. Wilayah itu sendiri adalah batasan geografis (deliniasi yang dibatasi oleh koordinat geografis ) yang mempunyai pengertian/maksud tertentu atau sesuai fungsi tertentu (Djakapermana, 2010)

Wilayah juga didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut (subwilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional (Rustiadi et al. 2011). Menurut Undang-Undang Penataan Ruang No 26 tahun 2007, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007). Sementara itu, pengertian ruang menurut Undang-Undang yang sama adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Dengan pengertian ruang tersebut, maka ada ruang untuk kegiatan manusia melakukan kegiatannya (budidaya) dan ada ruang untuk kelangsungan makhluk hidup lainnya yang harus dipelihara, dijaga dan bahkan dilindungi agar kehidupannya bisa tetap berlangsung (Djakapermana, 2010)


(28)

Karakteristik dan potensi suatu wilayah sangat menentukan dalam menerapkan strategi pengembangan suatu wilayah. Oleh karena itu, sebelum melakukan perumusan kebijakan yang dilaksanakan akan lebih baik mengetahui tipe/jenis wilayahnya. Menurut Tarigan (2004), salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengembangan wilayah adalah menyusun perencanaan wilayah. Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah (termasuk perencanaan pergerakan dalam wilayah) dan perencanaan kegiatan pada ruang wilayah tersebut (Tarigan, 2004). Perencanaan pembangunan wilayah biasanya terkait dengan apa yang sudah ada di wilayah tersebut.

Pengembangan suatu wilayah erat kaitannya dengan pembangunan wilayah. Pembangunan wilayah adalah kegiatan yang dilakukan secara terencana untuk mencapai hasil yang lebih baik di masa yang akan datang. Sebagai proses yang bersifat terpadu, pembangunan dilaksanakan berdasarkan potensi lokal yang dimiliki, baik potensi sumberdaya alam, manusia, buatan, maupun sumberdaya sosial. Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Tujuan akhir pembangunan adalah tercapainya kesejahteraan bagi masyarakat (Rustiadi et al. 2011). Untuk menilai pembangunan dapat digunakan beberapa indikator sebagai berikut:

a. Indikator berbasis tujuan pembangunan: (1) produktivitas, efisiensi dan pertumbuhan (growth); (2) pemerataan, keadilan dan keberimbangan (equity); dan (3) keberlanjutan (sustainability).

b. Indikator pembangunan berbasis sumberdaya, yaitu cara mengukur tingkat kinerja pembangunan dengan mengembangkan berbagai ukuran operasional berdasarkan pemanfaatan dan kondisi sumberdaya yang meliputi sumberdaya manusia, alam, buatan, dan sumberdaya sosial.

c. Indikator pembangunan berbasis proses; merupakan suatu cara mengukur kinerja pembangunan dengan mengedepankan proses pembangunan itu sendiri dengan melihat input, proses atau implementasi, output, outcome, benefit, dan impact.


(29)

11 Menurut Rustiadi et al. (2011), pembangunan regional yang berimbang merupakan pembangunan yang merata dari wilayah yang berbeda untuk meningkatkan pengembangan kapabilitas dan kebutuhan wilayah, yaitu adanya pertumbuhan yang seoptimal mungkin dari potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah sesuai dengan kapasitasnya. Dengan demikian, diharapkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan yang merupakan hasil interaksi yang saling memperkuat diantara sesama wilayah yang terlibat, sehingga dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah (disparitas pembangunan regional).

2.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan

Pertumbuhan suatu wilayah akan berdampak pada peningkatan kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan. Kondisi tersebut mengharuskan perlunya pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan pemanfaatan yang paling menguntungkan dari sumberdaya lahan yang terbatas dengan tetap memperhatikan tindakan konservasinya untuk penggunaan di masa yang akan datang (Sitorus, 2004)

Analisis potensi kesesuaian lahan tidak terlepas dari evaluasi lahan baik secara fisik maupun daya dukung sosial ekonomi terhadap pengembangan suatu kegiatan pada lahan atau lokasi tertentu. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna lahan dan merupakan proses penilaian suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu.

Menurut Sitorus (2004), evaluasi sumber daya lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk menduga potensi sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaannya. Adapun kerangka dasar dari evaluasi sumberdaya lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumberdaya yang ada pada lahan tersebut. Dasar pemikiran utama dalam prosedur evaluasi suatu lahan adalah kenyataan bahwa berbagai penggunaan lahan membutuhkan persyaratan yang berbeda-beda. Oleh karena itu dibutuhkan keterangan-keterangan tentang lahan tersebut yang menyangkut berbagai aspek sesuai dengan rencana peruntukan yang dipertimbangkan.


(30)

Fungsi evaluasi sumberdaya lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan-hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil (Sitorus, 2004). Dengan demikian manfaat yang mendasar dari evaluasi sumberdaya lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan (Sitorus, 2004)

Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini, maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian lahan untuk tipe penggunaan lahan tersebut. Tujuan evaluasi lahan (Land evaluation atau Land Assesment) adalah menentukan nilai suatu lahan untuk tujuan tertentu. Menurut FAO (1976), dalam evaluasi lahan perlu memperhatikan aspek ekonomi, sosial, serta lingkungan yang berkaitan dengan perencanaan tataguna lahan.

Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna lahan. Isu utama dalam evaluasi lahan adalah menjawab pertanyaan yaitu lahan manakah yang terbaik untuk suatu jenis penggunaan lahan dan penggunaan lahan apa yang terbaik untuk suatu lahan tertentu. Hasil evaluasi lahan dapat dijadikan dasar untuk memilih berbagai komoditas pertanian alternatif yang akan dikembangkan dalam suatu wilayah.

Hasil evaluasi suatu lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk perencanaan tataguna lahan yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, disamping dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lahan, juga akan meningkatkan masalah kemiskinan dan sosial lainnya bahkan dapat menghancurkan suatu kebudayaan yang sebelumnya telah berkembang.

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), logika dilakukannya evaluasi lahan adalah :

1. Sifat lahan beragam, sehingga perlu dikelompokkan ke dalam satuan-satuan yang lebih seragam, yang memiliki potensi yang sama.


(31)

13 2. Keragaman ini mempengaruhi jenis-jenis penggunaan lahan yang sesuai

untuk masing-masing satuan lahan

3. Keragaman ini bersifat sistematik sehingga dapat dipetakan

4. Kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu dapat dievaluasi dengan ketepatan tinggi bila data yang diperlukan untuk evaluasi cukup tersedia dan berkualitas baik.

5. Pengambilan keputusan atau penggunaan lahan dapat menggunakan peta kesesuaian lahan sebagai salah satu dasar untuk mengambil keputusan dalam perencanaan tataguna lahan.

Dari uraian diatas, maka evaluasi lahan harus dilakukan agar rencana tataguna lahan dapat berjalan dengan optimal. Disamping itu, prediksi yang didasarkan atas kesesuaian lahan untuk berbagai kegiatan produksi dan pengelolaan lahan juga akan memberikan makna yang besar bagi program pembangunan. Melalui prediksi ini juga, konsekuensi-konsekuensi sebaliknya dapat diramalkan, sehingga peringatan-peringatan terhadap lahan yang seharusnya tidak diusahakan/ ditanami dapat dihindari.

2.3 Komoditas Unggulan

Komoditas unggulan merupakan komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu wilayah yang penetapannya didasarkan pada berbagai pertimbangan baik secara teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat). Penetapan komoditas unggulan di suatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa komoditas-komoditas yang mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama di wilayah lain adalah komoditas yang diusahakan secara efisien dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Disamping itu, faktor kemampuan suatu wilayah untuk dapat memproduksi dan memasarkan komoditas yang sesuai dengan kondisi lahan dan iklim di wilayah tertentu juga sangat terbatas.

Dalam menetapkan suatu komoditas menjadi komoditas unggulan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Salah satu metode yang paling umum


(32)

digunakan yaitu metode Location Quotient (LQ) (Hendayana, 2003). Metode ini lebih bersifat analisis dasar yang dapat memberikan gambaran tentang pemusatan aktifitas atau sektor basis saat ini.

Berbagai komoditas unggulan di sektor pertanian telah banyak dikaji oleh para peneliti di berbagai lembaga penelitian terutama di lingkungan Kementerian Pertanian. Penentuan komoditas unggulan merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan (Hendayana, 2003).

Penetapan komoditas unggulan perlu dilakukan sebagai acuan dalam penyusunan prioritas program pembangunan oleh penentu kebijakan mengingat berbagai keterbatasan sumberdaya yang dimiliki baik sumberdaya keuangan, sumberdaya manusia, maupun sumberdaya lahan. Selain itu, keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan juga diharapkan akan lebih baik karena kegiatan yang dijalankan lebih terfokus pada program yang diprioritaskan. Batasan wilayah dalam penetapan komoditas unggulan biasanya merupakan wilayah administrasi baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten maupun kecamatan. Hendayana (2003) telah mengidentifikasi komoditas unggulan pertanian pada tingkat nasional dengan menggunakan metode LQ. Hasilnya menunjukkan bahwa metode LQ sebagai salah satu pendekatan model ekonomi basis yang relevan dan dapat digunakan sebagai salah satu teknik untuk mengidentifikasi komoditas unggulan.

2.4 Prospek Pengembangan Perkebunan Lada (Piper nigrum L)

Salah satu komoditas perkebunan yang paling menonjol di Kabupaten Belitung adalah lada. Disamping sangat berperan besar dalam menyumbangkan devisa negara, lada merupakan salah satu jenis rempah yang paling penting diantara rempah-rempah lainnya dan tidak dapat digantikan dengan rempah lainnya. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil utama lada dan mempunyai peranan penting dalam perdagangan lada dunia. Pasokan lada di Indonesia dalam perdagangan dunia salah satunya dipenuhi dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu lada putih dengan sebutan Muntok White


(33)

15 Pepper dan dari Propinsi Lampung berupa lada hitam yang dikenal sebagai Lampung Black Pepper sejak sebelum Perang Dunia II.

Lada merupakan komoditas ekspor potensial di Indonesia. Pada tahun 2010, produksi lada di Indonesia menduduki urutan kedua dunia setelah Vietnam. Lada menyumbang devisa negara terbesar keempat untuk komoditas perkebunan setelah minyak sawit, karet dan kopi. Lada Indonesia masih mempunyai kekuatan dan peluang untuk dikembangkan karena lahan yang sesuai untuk lada masih cukup luas, biaya produksi lebih rendah dari negara pesaing, tersedianya teknologi budidaya yang efisien serta adanya peluang untuk melakukan diversifikasi produk guna mengantisifasi harga lada yang fluktuatif.

Lada adalah “King of Spice”, rajanya rempah-rempah dan komoditas perdagangan dunia. Tanaman lada mempunyai sejarah yang panjang dan terkait erat dengan perjalanan bangsa Indonesia. Lada merupakan produk rempah tertua dan terpenting dalam perdagangan dunia. Lada adalah produk pertama yang diperdagangkan antara Barat dan Timur. Pada tahun 1100-1500, perdagangan lada memiliki kedudukan yang sangat penting. Pada waktu itu, lada bukan hanya digunakan untuk rempah-rempah, tetapi juga sebagai alat tukar dan mas kawin.

Menurut George et al. (2005), lada berperan penting dalam perekonomian Indonesia sebagai penghasil devisa, penyedia lapangan kerja, bahan baku industri, dan untuk konsumsi langsung. Devisa dari lada menempati urutan keempat setelah minyak sawit (CPO), karet, dan kopi. Di Indonesia, lada digunakan sebagai bahan baku industri makanan siap saji, obat-obatan, dan kosmetik. Di beberapa negara, khususnya Perancis, industri parfum memiliki ketergantungan yang besar pada lada. Makanan tradisional maupun masakan Eropa yang berkembang di Indonesia juga menggunakan lada sebagai penyedap. Konsumsi lada di Indonesia mencapai 60 g/kapita/tahun. Dengan jumlah penduduk 220 juta orang, diperlukan 13.200 ton lada/tahun atau 19,6% dari produksi lada nasional.

Secara umum lada dapat dikelompokkan menjadi lada putih dan lada hitam. Keduanya dibedakan karena proses pengolahan hasil panennya yang berbeda sehingga produk akhirnya juga berbeda. Lada putih merupakan produk olahan lada yang umum dilakukan dan dihasilkan oleh petani lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung khususnya di Kabupaten Belitung. Lada putih ini


(34)

berbeda pengolahannya dengan lada hitam yang biasa diusahakan dan diproduksi oleh petani lada di Lampung.

Pengolahan lada putih di Kabupaten Belitung umumnya masih dilakukan dengan cara tradisional. Menurut Laksamanahardja (1990), proses pengolahan lada putih secara tradisional dilakukan dengan melakukan perendaman terhadap buah lada yang telah masak petik selama 8-10 hari, yang kemudian diikuti dengan penggilasan dan pencucian dengan menggunakan air mengalir atau kolam air tergenang.

Jika proses perendaman telah dianggap cukup waktunya, buah lada diangkat dan dituang ke dalam keranjang rotan atau ke dalam bak kayu untuk digilas agar kulitnya terkelupas. Kemudian biji lada yang sudah terpisah dari kulitnya dibilas dengan air bersih lalu dijemur di bawah sinar matahari selama 4-5 hari (tergantung intensitas sinar matahari).

Menurut Laksamanahardja (1990), waktu perendaman yang terbaik adalah 8 hari dan sebaiknya tidak melakukan penundaan perendaman artinya buah lada yang terkumpul dari hasil pemanenan langsung direndam. Penundaan perendaman akan menyebabkan kadar minyak atsiri menurun dan aromanya agak berkurang.

Perbedaan mendasar lada putih dan lada hitam adalah pada proses pengolahan. Lada putih diolah dengan proses perendaman, penggilasan, pencucian dan penjemuran, sementara lada hitam tidak dilakukan proses pengolahan seperti lada putih. Proses pengolahan lada hitam dilakukan dengan melakukan penjemuran langsung terhadap lada hasil panen sampai benar-benar mengering, tanpa dilakukan perendaman sebagaimana pada pengolahan lada putih (Laksamanahardja, 1990).

Indonesia merupakan negara pengekspor lada putih terbesar di pasar internasional dalam kurun waktu 2001 sampai dengan 2008. Pada tahun 2002, volume ekspor lada putih Indonesia mencapai 31.343 ton atau 70% dari total ekspor lada putih dunia saat itu yang mencapai angka tertinggi 45.020 ton. Namun, pada tahun 2009 dan 2010, volume ekspor lada putih Indonesia menurun dan berada di urutan kedua di bawah Vietnam. Tahun 2009 dan 2010, total ekspor lada putih Indonesia hanya 11.465 ton dan 13.453 ton, jauh di bawah Vietnam yang mencapai 20.000 ton (International Pepper Community, 2012).


(35)

17 Mengingat peran Provinsi Kepulauan Bangka Belitung khususnya Kabupaten Belitung dalam kancah perladaan nasional dan internasional cukup besar, maka penurunan areal tanam dan produksi lada putih (Piper nigrum L) akan berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi petani lada khususnya, dan perladaan nasional umumnya. Untuk itu, pada penelitian ini akan dibahas arahan dan strategi pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung yang diharapkan dapat berkontribusi positif bagi masyarakat daerah tersebut.

2.5 Tinjauan Studi Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu dijelaskan dalam sub bab ini terutama yang terkait dengan pengembangan perkebunan dan usaha tani lada. Judul penelitian, pengarang serta hasil penelitian akan diuraikan secara singkat untuk memberikan gambaran dan mencari keterkaitan dengan penelitian yang akan dibahas dalam tesis ini. Berbagai penelitian terdahulu ini diharapkan akan memperkuat argumentasi dan analisis pengembangan perkebunan lada yang diteliti.

Pranoto (2011) menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap keuntungan dan daya saing lada putih (Muntok white pepper) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa usaha tani lada putih di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung layak dikembangkan karena menguntungkan secara finansial dan memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Pola budidaya yang masih tradisional perlu diubah dengan melakukan pola budidaya anjuran yang ramah lingkungan dengan menggunakan tiang panjat hidup. Disamping itu perlunya pengembangan teknologi budidaya dan menciptakan pasar domestik agar kestabilan harga dapat dipertahankan.

Syam (2002) meneliti mengenai analisis efisiensi produksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi lada di Bangka Belitung. Metode analisis menggunakan fungsi produksi Stochastic Frontier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha tani lada masih menguntungkan bagi petani, dengan rataan TE (Technological Efficiency) untuk petani sampel lada adalah 0.71. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada peluang untuk meningkatkan produksi lada, dari segi sebaran TE (Technological Efficiency). Komoditas lada tidak memiliki sebaran yang merata. Ini berarti bahwa masih ada peluang untuk meningkatkan


(36)

kapabilitas managerial sebagai faktor internal yang dapat mempengaruhi proses/fungsi produksi lada.

Penelitian yang dilakukan Kemala (2011) mengenai strategi pengembangan agribisnis lada untuk meningkatkan pendapatan petani, memberikan gambaran akan berbagai persoalan yang dihadapi petani lada baik pada subsistem hulu maupun subsistem hilir. Penelitian ini memberikan berbagai strategi pemecahan masalah meliputi pentingnya membangun kebun bibit untuk penangkaran lada, mengembangkan pusat pertumbuhan lada berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah serta penguatan kelembagaan dan teknologi.

Penelitian yang dilakukan Muslim dan Nurasa (2007) yang menganalisis margin pemasaran lada putih dalam mendukung daya saing produk agroindustri lada Indonesia menunjukkan bahwa permintaan dan harga lada dalam negeri sampai ke tingkat petani sangat dipengaruhi oleh harga patokan dari luar negeri. Penelitian ini mengungkapkan bahwa komoditas lada putih masih menjadi andalan sumber devisa non migas di Indonesia. Namun persoalan kualitas masih menjadi hambatan utama bagi produk lada Indonesia untuk bersaing di pasar internasional. Dalam penelitian ini juga diungkap bahwa permintaan lada di level internasional menunjukkan peningkatan yang relatif besar sehingga masih memungkinkan untuk peningkatan produksi lada dengan membuka areal perkebunan lada yang baru.


(37)

III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang meliputi seluruh kecamatan di Kabupaten Belitung. Kabupaten Belitung merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Secara geografis, Kabupaten Belitung terletak antara 107 08’-10758,5’ Bujur Timur dan 0230’-0315’ Lintang Selatan dengan luas wilayah daratan 2.293,69 km2. Kegiatan persiapan, penelitian lapang, pengolahan dan analisis data serta penyusunan tesis dilaksanakan selama 6 bulan, yaitu dari bulan April sampai September 2012. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta lokasi penelitian 3.2 Sumber Data dan Informasi Penelitian

Sumber data dan informasi pada penelitian ini berasal dari : a. Sumber data primer

SELA

T

GASPAR KABUPATEN


(38)

Data primer bersumber dari hasil wawancara dan pengisian kuesioner oleh stakeholders yang terkait dengan usaha budidaya lada baik sebagai pelaku utama, pembuat kebijakan maupun yang terlibat dalam pemasaran lada baik pedagang pengumpul tingkat desa, kecamatan maupun eksportir. Beberapa pihak yang terlibat menjadi responden dalam penelitian ini meliputi unsur Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Belitung, Dinas Perindagkop dan Penanaman Modal Kab. Belitung, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kab. Belitung, Anggota DPRD Kab. Belitung, Badan Pengelolaan, Pengembangan dan Pemasaran Lada (BP3L) Provinsi Kep. Bangka Belitung, akademisi dari Universitas Bangka Belitung, Tokoh Masyarakat, Penyuluh Pertanian, UPTD Balai Informasi Penyuluhan Pertanian dan petani lada.

b. Sumber data sekunder

Data sekunder bersumber dari dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Belitung, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kab. Belitung, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab.Belitung, Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Pengelolaan, Pengembangan dan Pemasaran Lada (BP3L) Provinsi Kep. Bangka Belitung, International Pepper Community (IPC) serta instansi-instansi lain yang berkompeten dengan data-data yang diperlukan.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Mengawali pelaksanaan penelitian, dilakukan penggalian data dan informasi dasar dengan cara mengumpulkan data dan informasi dari instansi-instansi terkait, melakukan pengamatan langsung ke lapangan dan melakukan wawancara. Wawancara dilakukan dengan meminta pendapat melalui kuesioner kepada pelaku utama (petani) dari perwakilan tiap kecamatan, pembuat kebijakan atau dinas terkait, pelaku pemasaran lada, penyuluh pertanian dan akademisi. Informasi dan data yang berhasil dikumpulkan selanjutnya digunakan sebagai bahan dasar untuk kuesioner utama.

Pengambilan sampel (responden) untuk wawancara dilakukan dengan teknik sampling non probabilitas yaitu dengan melalui pendekatan purposive sampling dimana sampel (responden) ditentukan berdasarkan pertimbangan penelitian. Penentuan jumlah responden dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut.


(39)

21 Untuk melakukan wawancara dan pengisian kuesioner pada kuesioner pendahuluan, maka dilakukan pengambilan sampel dari berbagai pihak yang terkait dengan usaha budidaya lada baik dari unsur pelaku utama (petani lada) yang tersebar di tiap kecamatan, pembuat kebijakan (Dinas Pertanian dan Kehutanan dan Bappeda Kabupaten Belitung), Penyuluh Pertanian, Ketua Kelompok Tani, Balai Informasi Penyuluhan Pertanian Kabupaten Belitung, akademisi dan tokoh masyarakat. Jumlah semua responden berjumlah 35 orang. Kuesioner pada tahap pertama akan menjadi dasar pertanyaan pada kuesioner utama baik untuk kuesioner Analytical Hierarchy Process (AHP) maupun analisis A’WOT.

Kuesioner utama digunakan untuk menjaring persepsi responden guna mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan perkebunan lada yang dilakukan dengan teknik Analytical Hierarchy Process (AHP) dimana wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan dengan pendekatan purposive sampling, dan sampel (responden) ditentukan berdasarkan pertimbangan penelitian. Dalam pelaksanaan Analytical Hierarchy Process (AHP), jumlah responden dipilih sebanyak 10 (sepuluh) orang yang mewakili Bappeda Kabupaten Belitung, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Belitung, Dinas Peridustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten Belitung, Anggota DPRD Kabupaten Belitung, akademisi dari Universitas Bangka Belitung, Badan Pengelolaan, Pengembangan dan Pemasaran Lada (BP3L) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, penyuluh pertanian, UPTD Balai Informasi Penyuluhan Pertanian, tokoh masyarakat dan petani lada.

Untuk menjaring persepsi responden guna mengetahui faktor-faktor SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats), dilakukan dengan menjaring persepsi responden dari masing-masing kriteria SWOT tersebut yang bobotnya ditentukan oleh tiap responden melalui perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Metode ini disebut metode A’WOT yaitu menggabungkan kombinasi antara AHP dan SWOT . Dalam pelaksanaan A’WOT ini, jumlah responden ditentukan sebanyak 10 (sepuluh) orang dengan pendekatan purposive sampling, dimana sampel (responden) ditentukan berdasarkan pertimbangan penelitian.


(40)

3.4 Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui arahan dan strategi pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung, terlebih dahulu harus diketahui gambaran umum potensi dan karakteristik daerah berdasarkan data-data sekunder yang terkumpul. Dari berbagai data sekunder tersebut, kemudian dilakukan analisis data yang dipadukan dengan kuesioner (analisis data primer) untuk kemudian diolah dan dijadikan dasar dalam penentuan arahan dan strategi pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung. Matriks analisis penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis dan sumber data, teknik analisis data dan output yang diharapkan

No Tujuan Jenis Data Sumber

Data Analisis Data Teknik Output DiharapkanYang

1. Mengidentifikasi

dan menganalisis sentra perkebunan

lada berdasarkan

keunggulan

komparatif dan

kompetitif wilayah

Luas areal

perkebunan lada di tiap kecamatan

di Kabupaten

Belitung BPS Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Belitung Analisis Location Quotient Shift Share

Analysis Diketahuinya sentra perkebunan lada berdasarkan keunggulan kompetitif dan komparatif wilayah

2. Menganalisis dan

memetakan wilayah

yang berpotensi

untuk

pengembangan areal perkebunan lada

Peta satuan lahan

(land unit), peta penggunaan lahan (land use), peta kawasan hutan,

peta kawasan

penambangan

timah, peta

kawasan

perkebunan besar, peta administrasi, data tabular curah hujan.

Spesifikasi

persyaratan kesesuaian lahan lada.

Bappeda

Kab. Belitung

Balai Besar

Sumberdaya Lahan Pertanian

Distanhut

P4W IPB

Analisis data

spasial dengan metode Sistem Informasi Geografis Diketahuinya kesesuaian lahan perkebunan lada secara spasial

dan sesuai

dengan aspek biofisik

Diketahuinya

peta wilayah

yang berpotensi untuk


(41)

23 Tabel 1. (lanjutan)

No. Tujuan Jenis Data Sumber

Data Analisis Data Teknik Output Yang Diharapkan

3. Menganalisis rantai

pemasaran lada dan

persentase harga

jual yang diterima petani

Data harga lada di

tingkat petani,

pedagang

pengumpul kec, pedagang

pengumpul kab. dan eksportir

Wawancara

Distanhut Analisis margin

pemasaran

Diketahuinya

tingkat efisiensi margin

pemasaran lada

4. Mengidentifikasi

persepsi stakeholders tentang pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung

Hasil wawancara/

kuesioner Hasil Analisis Analytical Hierarchy

Process

Diketahui

persepsi stakeholders terhadap faktor –faktor

pengembangan perkebunan lada di Kab. Belitung

5. Merumuskan

arahan dan strategi pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung

Peta satuan lahan

(land unit), peta penggunaan lahan (land use), peta

RTRW, peta

kawasan hutan,

peta kawasan

penambangan

timah, peta

kawasan

perkebunan besar, peta administrasi.

Hasil wawancara/

kuesioner

Bappeda

Kab. Belitung

P4W IPB

Data-Data

dari

International Pepper Community

Analisis SIG

Analisis

A’WOT

Arahan dan

strategi yang

tepat dalam

pengembangan perkebunan lada

di Kabupaten

Belitung

Dari Tabel 1 diketahui bahwa dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan dan teknik analisis data. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis sentra perkebunan lada berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah digunakan teknik analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Location Quotient (LQ) yang dalam penelitian ini dilakukan menggunakan data luas areal tanam lada tahun 2008, 2009, 2010 dan tahun 2011. Sementara untuk Shift Share Analysis (SSA) menggunakan kombinasi dua titik tahun yaitu tahun 2008 dan 2011.

Untuk menganalisis dan memetakan wilayah yang berpotensi dan menjadi arahan untuk pengembangan areal perkebunan lada dilakukan analisis kesesuaian lahan secara spasial dan biofisik yang dipadukan dengan peta penggunaan lahan


(42)

(land use) eksisting dengan metode Sistem Informasi Geografis. Analisis ini menggunakan berbagai peta tematik dan tetap mengacu pada persyaratan kualitas lahan tanaman lada.

Efisiensi margin pemasaran dan rantai tata niaga lada akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis margin pemasaran. Untuk mengetahui persepsi stakeholders terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan perkebunan lada akan dilakukan pengumpulan data melalui wawancara dan pengisian kuesioner yang selanjutnya diolah datanya menggunakan teknik Analytical Hierarchy Process (AHP) . Berbagai analisis tersebut sangat penting dan dibutuhkan untuk merumuskan strategi pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung. Strategi pengembangan perkebunan lada ini didasari dengan analisis A’WOT (kombinasi AHP dan SWOT) terhadap berbagai faktor – faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengembangan perkebunan lada. Kerangka operasional penelitian disajikan pada Gambar 3.


(43)

25 Beberapa teknik analisis yang dilakukan berdasarkan Tabel 1 dan kerangka operasional diuraikan berikut ini.

3.4.1 Analisis Sentra Perkebunan Lada

Analisis sentra perkebunan lada dalam penelitian ini didasari oleh keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah. Metode yang digunakan yaitu Location Quotient (LQ) untuk menganalisis keunggulan komparatif dan Shift Share Analysis (SSA) untuk menganalisis keunggulan kompetitif wilayah. Teknik analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA) diuraikan berikut ini.

3.4.1.1 Analisis Location Quotient (LQ)

Analisis LQ digunakan untuk mengetahui lokasi pemusatan/basis aktivitas dan menunjukkan peranan sektor dan mengetahui kapasitas ekspor perekonomian wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi suatu wilayah. Untuk komoditas yang berbasis lahan seperti tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, perhitungannya didasarkan pada lahan pertanian (luas panen atau luas tanam), produksi atau produktivitas (Hendayana, 2003). Menurut Rustiadi et al. (2011), analisis LQ merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktifitas tertentu dengan pangsa aktifitas tersebut dalam wilayah secara agregat. Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktifitas pada sub wilayah ke-i terhadap persentase aktifitas total wilayah dengan rumus sebagai berikut.

LQ =XX. /X../X.

Keterangan :

LQ = Nilai LQ untuk aktivitas ke-j di wilayah ke-i

X = derajat aktivitas ke –j pada wilayah ke-i

X. = derajat aktivitas total pada wilayah ke-i X. = derajat aktifitas ke-j pada total wilayah


(44)

i = wilayah/kecamatan yang diteliti j = aktivitas ekonomi yang dilakukan

 Jika nilai LQ > 1, komoditas tanaman perkebunan ke-i memiliki keunggulan komparatif untuk dikembangkan di suatu wilayah (kecamatan)

 Jika nilai LQ < 1, komoditas tanaman perkebunan ke-i tidak memiliki keunggulan komparatif untuk dikembangkan di suatu wilayah (kecamatan) Dalam penelitian ini, analisis Location Quotient (LQ) dilakukan dengan mengambil dasar perbandingan yaitu luas areal tanam perkebunan. Luas areal perkebunan lada dari masing-masing kecamatan dibandingkan dengan luas areal perkebunan di kecamatan yang bersangkutan. Kemudian hasil perbandingan tersebut dibandingkan dengan hasil luas areal perkebunan lada di Kabupaten Belitung dengan total luas areal perkebunan di Kabupaten Belitung.

3.4.1.2 Shift Share Analysis (SSA)

Menurut Rustiadi et al. (2011), Shift Share Analysis (SSA) dilakukan untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil Shift Share Analysis juga menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas. Rumus untuk menghitung Shift Share Analysis sebagai berikut :

Keterangan : a = komponen share

b = komponen proportional shift c = komponen differential shift

X.. = Nilai total aktivitas dalam total wilayah

X.i = Nilai total aktivitas tertentu dalam total wilayah Xij = Nilai aktivitas tertentu dalam unit wilayah t1 = titik tahun akhir


(45)

27 Pelaksanaan Shift Share Analysis (SSA) pada penelitian ini menggunakan data dasar dari luas areal tanam perkebunan lada baik di masing-masing kecamatan maupun total luas areal perkebunan lada di Kabupaten Belitung. Disamping itu digunakan juga data total luas areal perkebunan di Kabupaten Belitung.

Dengan melakukan pengolahan data melalui Shift Share Analysis (SSA), diharapkan akan diketahui nilai komponen share, proportional shift dan differential shift dari masing-masing komoditas perkebunan di tiap kecamatan. Wilayah/kecamatan dimana nilai differential shift komoditas ladanya menunjukkan angka positif, maka perkebunan lada di kecamatan tersebut memiliki keunggulan kompetitif untuk pengembangan perkebunan lada ke depan. 3.4.2 Analisis Wilayah Yang Berpotensi Untuk Pengembangan Perkebunan

Lada

Analisis wilayah yang berpotensi untuk pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung dalam penelitian ini dilakukan dengan memadukan peta kesesuaian lahan aktual dengan peta penggunaan lahan (land use) eksisting. Peta kesesuaian lahan aktual lada dalam penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada analisis kesesuaian lahan menurut FAO dalam "Framework of Land Evaluation" (FAO,1976). Sistem FAO dapat dipakai untuk klasifikasi kuantitatif maupun kualitatif tergantung dari data yang tersedia (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Analisis wilayah yang berpotensi untuk pengembangan perkebunan lada dilakukan dengan pengolahan data sekunder menggunakan metode Sistem Informasi Geografis (SIG). Data sekunder yang digunakan dalam analisis ini terdiri dari beberapa peta tematik antara lain peta satuan lahan (land unit) Kabupaten Belitung, peta penggunaan lahan (land use) eksisting tahun 2009 dan peta administrasi Kabupaten Belitung. Disamping itu dalam analisis wilayah yang berpotensi ini juga digunakan kriteria persyaratan kesesuaian lahan untuk perkebunan lada yang dikeluarkan oleh Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) .

Analisis wilayah yang berpotensi untuk pengembangan lada diawali dengan melakukan analisis dan membuat peta kesesuaian lahan aktual lada. Peta


(1)

3.

Dalam Pengembangan Perkebunan Lada

(Piper nigrum L)

di Kabupaten Belitung

dipengaruhi oleh faktor strategis eksternal yaitu

PELUANG

, yang mana terdapat

lima faktor penting yang perlu dipertimbangkan. Menurut Bapak/Ibu, berdasarkan

pemahaman dan pengalaman selama ini, bila ditinjau dari tingkat kepentingannya,

maka urutannya adalah :

Faktor

Urutan

Permintaan Lada di pasar dunia cenderung naik

Harga Lada cenderung membaik

Alternatif penggunaan junjungan hidup

Diversifikasi produk

Paket teknologi pasca panen

Selanjutnya bagaimana pembobotan perbandingan berpasangan dari masing-masing

faktor tersebut?

Permintaan Lada di pasar dunia cenderung naik

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Harga Lada cenderung membaik Permintaan

Lada di pasar dunia cenderung naik

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Alternatif penggunaan junjungan hidup Permintaan

Lada di pasar dunia cenderung naik

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diversifikasi produk

Permintaan Lada di pasar dunia cenderung naik

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Paket teknologi pasca panen

Harga Lada cenderung

membaik 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Alternatif penggunaan junjungan hidup Harga Lada cenderung

membaik 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diversifikasi produk Harga Lada

cenderung

membaik 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Paket teknologi pasca panen Alternatif penggunaan junjungan hidup

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diversifikasi produk Alternatif penggunaan junjungan hidup

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Paket teknologi pasca panen Diversifikasi

produk 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Paket teknologi pasca panen


(2)

4.

Dalam Pengembangan Perkebunan Lada

(Piper nigrum L)

di Kabupaten Belitung

dipengaruhi oleh faktor strategis eksternal yaitu

ANCAMAN

, yang mana terdapat

lima faktor penting yang perlu dipertimbangkan. Menurut Bapak/Ibu, berdasarkan

pemahaman dan pengalaman selama ini, bila ditinjau dari tingkat kepentingannya,

maka urutannya adalah :

Faktor

Urutan

Hama dan penyakit tanaman lada

Status lahan pertanian ada yang tidak jelas

Konversi lahan (perkebunan sawit ataupun pertambangan timah)

Persaingan dengan produsen negara lain

Pencurian lada di perendaman

Selanjutnya bagaimana pembobotan perbandingan berpasangan dari masing-masing

faktor tersebut?

Hama dan penyakit tanaman lada

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Status lahan tidak jelas Hama dan penyakit tanaman lada

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konversi lahan Hama dan penyakit tanaman lada

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Persaingan dengan produsen negara lain Hama dan penyakit tanaman lada

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pencurian lada di perendaman Status

lahan

tidak jelas 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konversi lahan Status

lahan

tidak jelas 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Persaingan dengan produsen negara lain Status lahan

tidak jelas 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pencurian lada di perendaman Konversi

lahan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Persaingan dengan produsen negara lain Konversi

lahan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pencurian lada di perendaman Persaingan dengan produsen negara lain

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pencurian lada di perendaman


(3)

BAGIAN III

PENENTUAN RATING

Rating

ditentukan terhadap faktor-faktor strategis internal (kekuatan

dan kelemahan) dan faktor-faktor strategis eksternal (peluang dan ancaman)

berdasarkan pengaruhnya terhadap strategi pengembangan perkebunan lada di

Kabupaten Belitung.

Dalam menentukan

rating

, dilakukan dengan cara memberikan tanda

“V” pada “

kolom nilai

rating”

pada tabel yang telah disediakan pada angka

yang dianggap paling sesuai dengan kondisi saat ini.

Ketentuan penilaian dalam penentuan rating ini mengacu pada skala

rating sebagai berikut :

Nilai

rating

4

: sangat kuat

Nilai

rating

3

: agak kuat

Nilai

rating

2

: agak lemah

Nilai

rating

1

: sangat lemah

1.

Faktor Strategi Internal

Faktor Internal Nilai Rating

Kekuatan 4 3 2 1

Budaya Turun Temurun

Memiliki Sertifikasi Indikasi Geografis Dikenal di pasar internasional

Pemasaran Mudah

Potensi Sumber Daya Alam (Ketersediaan Lahan dan Air)

Faktor Internal Nilai Rating

Kelemahan 4 3 2 1

Fluktuasi Harga

Harga Saprodi Yang relatif mahal Peran Kelembagaan tani belum optimal Keterbatasan Modal


(4)

2.

Faktor Strategi Eksternal

Faktor Eksternal Nilai Rating

Peluang 4 3 2 1

Permintaan Lada di pasar dunia cenderung naik Harga Lada cenderung membaik

Alternatif penggunaan junjungan hidup Diversifikasi produk

Paket teknologi pasca panen

Faktor Eksternal Nilai Rating

Ancaman 4 3 2 1

Hama dan penyakit tanaman lada

Status lahan pertanian ada yang tidak jelas

Konversi lahan (perkebunan sawit ataupun pertambangan timah) Persaingan dengan produsen negara lain

Pencurian lada di perendaman


(5)

Lampiran 17. Pembobotan faktor strategi internal dan eksternal hasil AHP

dalam analisis A’WOT (untuk penentuan strategi) dari

responden

Faktor-Faktor Strategi

Nilai*

Bobot (Nilai x 0,5)

Faktor Internal

Kekuatan

1. Budaya Turun Temurun

0,2244

0,1122

2. Memiliki SIG

0,1454

0,0727

3. Dikenal di Pasar Internasional

0,1501

0,0750

4. Pemasaran Mudah

0,1106

0,0553

5. Potensi SDA

0,3695

0,1848

Kelemahan

1. Fluktuasi Harga

0,3865

0,1932

2. Harga Saprodi Yang Relatif Mahal

0,2320

0,1160

3. Peran Kelembagaan Tani Belum Optimal

0,0712

0,0356

4. Keterbatasan Modal

0,1788

0,0894

5. Kondisi SDM

0,1314

0,0657

Faktor Eksternal

Peluang

1. Permintaan Lada di Pasar Dunia Cenderung Naik

0,1053

0,0526

2. Harga Lada Cenderung Membaik

0,1342

0,0671

3. Alternatif Penggunaan Junjungan Hidup

0,2764

0,1382

4. Diversifikasi Produk

0,2560

0,1280

5. Paket Teknologi Pasca Panen

0,2281

0,1141

Ancaman

1. Hama dan Penyakit Tanaman Lada

0,2341

0,1171

2. Status Lahan Pertanian ada yang tidak jelas

0,2139

0,1070

3. Konversi Lahan

0,4194

0,2097

4. Persaingan dengan produsen negara lain

0,0705

0,0353

5. Pencurian Lada di Perendaman

0,0620

0,0310


(6)

Lampiran 18. Perhitungan

rating

faktor strategi internal dan eksternal dalam

analisis A’WOT (untuk penentuan strategi) dari responden

Faktor-Faktor Strategi

Rating

Jumlah Rata-

Rata

Nilai

1

2

3

4

Akhir

Faktor Internal

Kekuatan

1. Budaya Turun Temurun

1

1

4

4

31

3,1

3

2. Memiliki SIG

1

3

1

5

30

3

3

3. Dikenal di Pasar Internasional

-

1

6

3

32

3,2

3

4. Pemasaran Mudah

-

2

4

4

32

3,2

3

5. Potensi SDA

-

-

4

6

36

3,6

4

Kelemahan

1. Fluktuasi Harga

-

1

5

4

33

3,3

3

2. Harga Saprodi Yang Relatif Mahal

-

2

3

5

33

3,3

3

3. Peran Kelembagaan Tani Belum

Optimal

2

4

4

-

22

2,2

2

4. Keterbatasan Modal

-

2

6

2

30

3

3

5. Kondisi SDM

1

3

5

1

26

2,6

3

Faktor Eksternal

Peluang

1.

Permintaan Lada di Pasar Dunia

Cenderung Naik

-

-

9

1

31

3,1

3

2. Harga Lada Cenderung Membaik

-

1

5

4

33

3,3

3

3.

Alternatif Penggunaan Junjungan

Hidup

-

0

5

5

35

3,5

4

4. Diversifikasi Produk

-

4

5

1

27

2,7

3

5. Paket Teknologi Pasca Panen

1

3

5

1

26

2,6

3

Ancaman

1. Hama dan Penyakit Tanaman Lada

-

2

3

5

33

3,3

3

2.

Status Lahan Pertanian ada yang

tidak jelas

-

7

2

1

24

2,4

2

3. Konversi Lahan

-

1

4

5

34

3,4

3

4.

Persaingan dengan produsen negara

lain

-

6

3

1

25

2,5

3

5. Pencurian Lada di Perendaman

1

8

1

21

2,1

2