Analisis Margin Pemasaran Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Perkebunan Lada

29 Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Belitung tahun 2005-2015 untuk mengetahui apakah wilayah tersebut menjadi lokasi arahan atau bukan bagi pengembangan perkebunan lada. Penentuan lokasi arahan akan dibahas pada sub metode selanjutnya pada penelitian ini.

3.4.3 Analisis Margin Pemasaran

Margin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima oleh petani Rahim dan Hastuti, 2008. Analisis margin pemasaran digunakan untuk mengetahui siapakah yang menikmati keuntungan terbesar dari rantai pemasaran yang ada. Semakin besar nilai proporsi margin keuntungan yang diterima petani berarti bargaining position petani lebih menguntungkan, demikian pula sebaliknya. Dari rantai-rantai pemasaran yang terbentuk di masyarakat, dengan analisis margin pemasaran maka rantai pemasaran yang terefisien akan diketahui. Masukan tersebut merupakan hal yang penting dalam rangka pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung. Analisis ini dilakukan menggunakan data hasil wawancara dan kuesioner dari petani, pedagang pengumpul tingkat desa, pengumpul tingkat kecamatan, dan pedagang besar eksportir di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Menurut Rahim dan Hastuti 2008, apabila dalam pemasaran suatu produk pertanian terdapat lembaga pemasaran yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran, margin pemasaran secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: = ∑ Cij , + ∑ Keterangan : M = Margin Pemasaran Mj = Margin tataniaga Rpkg lembaga tataniaga ke-j j=1,2,…,m dan m adalah jumlah lembaga tataniaga yang terlibat. Cij = Biaya pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j = Keuntungan yang diperoleh oleh lembaga pemasaran ke j = Jumlah jenis biaya pemasaran = Jumlah lembaga pemasaran 30

3.4.4 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Perkebunan Lada

Penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan perkebunan lada dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik Analytical Hierarchy Process AHP. Analytical Hierarchy Process AHP merupakan suatu analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem, dimana analisis ini dapat digunakan untuk memahami suatu sistem dan membantu dalam melakukan prediksi dan pengambilan keputusan. Menurut Marimin 2008, prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberikan nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tertinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Dalam menentukan arahan pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung, maka perlu diketahui persepsi stakeholders terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan perkebunan lada tersebut. Menurut Saaty 1980, langkah-langkah yang dilakukan dalam metode AHP sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi atau menetapkan masalah-masalah yang muncul 2. Menetapkan tujuan, kriteria dan hasil yang ingin dicapai 3. Mengidentifikasi kriteria-kriteria yang mempunyai pengaruh terhadap masalah yang ditetapkan 4. Menetapkan struktur hierarki 5. Menetukan hubungan antara masalah dengan tujuan, hasil yang diharapkan, pelaku obyek yang berkaitan dengan masalah, dan nilai masing-masing faktor 6. Membandingkan alternatif-alternatif comparative judgement 7. Menentukan faktor-faktor yang menjadi prioritas 8. Menentukan urutan alternatif-alternatif dengan memperhatikan logical consistency. 31 Menurut Marimin 2008, beberapa prinsip dasar kerja AHP dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Penyusunan Hierarki Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, dan setiap unsur kemudian diuraikan menjadi beberapa kriteria dari unsur yang bersangkutan untuk selanjutnya disusun menjadi struktur hierarki. 2. Penilaian Kriteria Kriteria dinilai melalui perbandingan berpasangan. Dalam menentukan tingkat kepentingan bobot dari elemen keputusan, penilaian pendapat judgement dilakukan dengan menggunakan fungsi berpikir dan dikombinasi dengan intuisi, perasaan, penginderaan dan pengetahuan. Penilaian pendapat ini dilakukan dengan perbandingan berpasangan yaitu membandingkan setiap elemen dengan elemen lainnya pada setiap tingkatan hierarki secara berpasangan sehingga akhirnya dapat diketahui tingkat kepentingan elemen dalam pendapat yang bersifat kualitatif. Untuk mengkuantifikasi pendapat tersebut, digunakan skala penilaian sehingga diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka kuantitatif. Hasil penilaian disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison. Menurut Saaty 1980, untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat seperti Tabel 2. Tabel 2. Skala dasar ranking Analytical Hierarchy Process AHP Nilai Keterangan 1 Kedua elemen sama pentingnya 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain 5 Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain 7 Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen yang lain 9 Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan 32 3. Penentuan Prioritas Berdasarkan matriks perbandingan berpasangan, kemudian dicari nilai eigen valuenya untuk mendapatkan prioritas lokal. Nilai-nilai perbandingan relatif tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan peringkat relatif dari keseluruhan kriteria. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik. 4. Konsistensi logis Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis. Jika penilaian tidak konsisten, maka proses harus diulang untuk memperoleh penilaian yang lebih tepat. Dalam penelitian ini, teknik AHP digunakan untuk mengetahui persepsi stakeholders terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung. Berbagai faktor-faktor yang ditawarkan dalam kuesioner tersebut merupakan hasil penggalian kuesioner pendahuluan yang diperkuat dengan berbagai referensi tertulis mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan perkebunan lada. Berbagai faktor-faktor yang terjaring dari persepsi responden pada kuesioner pendahuluan kemudian diranking berdasarkan jumlahfrekuesi faktor yang terbanyak dipilih oleh responden. Kemudian dipilih 5 lima faktor teratastertinggi yang disesuaikan dengan referensi tertulis mengenai pengembangan lada. Teknik ini sekaligus ingin mengetahui kriteria yang paling berpengaruh dari masing-masing faktor yang ditentukan. Struktur hierarki dari Analytical Hierarchy Process AHP dalam penelitian ini disajikan seperti pada Gambar 4. 33 Gambar 4. Struktur hierarki AHP dalam penilaian faktor-faktor pengembangan perkebunan lada Penyebaran kuesioner merupakan teknik untuk menangkap persepsi responden yang kemudian jawaban yang disampaikan responden diolah menggunakan program Expert Choice 11 dan Microsoft Excell. Dengan pengolahan data dari kuesioner tersebut, maka dapat diketahui persepsi masing- masing responden dan persepsi keseluruhan responden mengenai bobot dan prioritas kepentingan dari tiap faktor yang mempengaruhi pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung.

3.4.5 Analisis Arahan dan Strategi Pengembangan Perkebunan Lada