109
3. Bagaimana program pengajaran di Pondok Pesantren Takwinul
Muballighin?
Bagus sih, seperti tahsin yang dibagi tingkatan-tingkatan sesuai kemampuan. Karena tenaga pengurus baru, sehingga masih semangat baru untuk membina
adik-adik. Menurut saya yang paling penting adalah menjaga regenerasi pengurus untuk terus dijaga.
Sekarang pola pengajarannya sudah cukup mengakomodir dengan masih memberikan toleransi mahasiswa atau santri untuk beraktivitas di kampus. Ke
depan pengurus perlu menyadarkan santri agar bertanggungjawab atas segala aktivitas yang dilakukan di sini. Bahwa santri di sini dibiayai umat dan ke depan
mempunyai tanggungjawab moral mengurus umat. Harus ada konselinglah. Seperti membuat forum mentoring untuk santri.
4. Bagaimana sistem penyampaian materi dari pendidik di Pondok Pesantren
Takwinul Muballighin?
Banyak praktik langsung untuk menopang menjadi seorang da‟i seperti menjadi imam sholat, kuliah tujuh menit, membaca hadist. Praktik-praktik seperti ini yang
terus dilakukan untuk menjadi seorang da‟i. Selain itu ada presentasi, kita diminta
mencari tema tertentu untuk dipresentasikan, terjun di masyarakat untuk berdakwah dan melakukan bakti sosial dengan tujuan menjaga nilai kepedulian
sosial. Kebanyakan klasikal para santri dikumpulkan di kelas.
5. Bagaimana sistem penilaian di Pondok Pesantren Takwinul Muballighin?
Seperti di kampus ada ujian semester dan ada nilai yang keluar, tetapi tidak seketat yang ada di kampus. Kalau ada santri banyak yang bolos tetap saja
dibolehkan untuk mengikuti ujian. Harusnya kalau ingin menjaga mutu, santri seperti ini tak boleh diikutkan ujian. Masalahnya adalah hampir semua santri
seperti itu.
Perlu pendisiplinan, konsistensi dan ketegasan kalau santri ada yang tidak ikut kajian maka tidak boleh mengikuti ujian. Karena kan pondok pesantren
mengeluarkan sertifikat. Kalau pondok mengeluarkan sertifikat tetapi kalau kelakuannya tidak mencerminkan seorang santri itu akan mencoreng pondok
sendiri.
Maka pola penilaian dan pengelolaannya harus profesional jangan seperti kekeluargaan. Menurut saya lebih baik kita maksimalis, santri diminta membayar
daripada minimalis tetapi kenyataannya seperti ini. Seperti pondok asma amanina, di sana membayar uang bulanan tetapi tetap saja laku. Para pembantu ustad harus
dibayar, mereka juga manusia dan membutuhkan untuk kebutuhan lainnya. Sedangkan dana donatur untuk pengembangan pondok, bukan untuk profesional.
Seperti rumah tahfidz dulu gratis sekarang membayar. Karena kalau minimalis tidak optimal. Jadi singkat kata, membayar itu menunjukkan keseriusan santri
untuk belajar dan keseriusan pondok untuk mengelola. Kalau di TM ini terlalu murah dan santri menganggapnya sebagai rumah singgah atau kos dengan
tambahan materi kajian. Artinya kalau digaji musyrif atau pembantu ustad mempunyai tanggungjawab lebih. Tidak main-main.
110
6. Apakah ada bimbingan khusus kepada santri di Pondok Pesantren Takwinul
Muballighin?
Tidak ada. Panggil aja modelnya. Kalau berulang kali tak hadir, santri harus dipanggil. Harus ada forum renungan atau muhasabah bersama setiap bulan untuk
mendekatkan santri dan pengurus. Acara informal lainnya perlu dilakukan agar saling memahami persoalan santri dan pengurus.
7. Bagaimana sistem administrasi di Pondok Pesantren Takwinul Muballighin?
Presensi sudah ada. Kalau ustad membagi makalah pegangan kepada santri setiap pekannya, itu tidak efisien. Harusnya pengurus berusaha untuk membukukan dan
bisa dibagikan kepada santri angkatan berikutnya.
Surat masuk dan surat keluar perlu diperhatikan. Peminjaman ruangan juga belum dioptimalkan, harus ada yang tanggungjawab khusus pada orang tertentu. Perlu
inventarisasi pondok ke depannya.
8. Bagaimana pemanfaatan buku sumber rujukan materi pelajaran di Pondok
Pesantren Takwinul Muballighin?
Penting dan sangat membantu tetapi belum terlalu optimal. Karena keinginan membaca santri masih kurang. Solusinya santri harus ditargetkan untuk membaca
buku dan adakan pula program bedah buku yang ada di perpustakaan.
9. Bagaimana pemanfaatan alat atau media pembelajaran di Pondok Pesantren
Takwinul Muballighin?
Sudah dioptimalkan menggunakan LCD dan papan tulis. Kalau bahasa arab menggunakan kamus.
10.
Apakah representatif keberadaan perpustakaan di Pondok Pesantren Takwinul Muballighin?
Masih belum dikelola dengan baik. Tempatnya lebih tepat disebut ruang serga guna bukan perpustakaan. Perlu diinventarisir dan dibuat
katalog buku. Sehingga kalau ingin pengadaan buku menjadi jelas, mana yang sudah ada dan mana yang belum. Kelihatannya mereka mencari referensi ketika
butuh untuk ceramah tidak ada niatan untuk menamatkan satu buku di perpustakaan. Untuk mendorong santri ke perpustakaan bisa dengan penugasan
atau reward bagi santri yang pergi ke perpustakaan.
11. Apakah representatif lapangan olah raga di Pondok Pesantren Takwinul
Muballighin?
Kalau untuk badminton ya representatif. Ke depan bisa dimanfaatkan olah raga bela diri dan untuk aktivitas sosial masyarakat semisal pemeriksaan kesehatan
gratis dan kegiatan idul adha.