100
I. HASIL WAWANCARA TIDAK TERSTRUKTUR KEPADA USTAD
PENDIRI PPTM
Penelitian Manajemen Pembelajaran di Pondok Pesantren Takwinul Muballighin Yogyakarta.
Nama : Ust. Didik Purwodarsono
Tanggal : 4 Januari 2013 Waktu
: 08.00-09.20 WIB Tempat : Rumah Ust. Didik
1. Bagaimana perencanaan pembelajaran di Pondok Pesantren Takwinul
Muballighin?
Sebenarnya saya sudah jarang dilibatkan karena sekarang saya hanya mengajar. Sejak angkatan kedua sudah mulai ada perubahan orientasi karena berbagai
gagasan yang perlu ditampung. Kami tidak mencetak ulama juru fatwa tetapi muballigh untuk terjun di masyarakat.
Problemnya adalah kita minim waktu mendidik dan skala prioritasnya santri lebih berat ke kampus. Selain itu, mereka juga menjadi aktivis. Inputnya juga beraneka
ragam, sehingga ini tantangannya. Imbasnya bukan input santri yang harus menyesuaikan kurikulum tetapi kurikulum yang harus menyesuaikan mereka.
Jadinya ya sekenanya saja, minimalis. Kita tak bisa mencetak santri ideal.
2. Bagaimana perumusan silabus di Pondok Pesantren Takwinul Muballighin?
Secara tertulis belum dirumuskan. Karena saya cita-citanya saya sederhana, kelak mereka bisa menjadi dosen dan akademisi tapi juga punya praktisi dakwah. Kita
bukan mencetak ahli tapi terampil menyampaikan pesan agama. 3.
Bagaimana Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran RPP di Pondok Pesantren Takwinul Muballighin?
Belum ada secara tertulis. -
Bagaimana format RPP di PPTM? -
Bagaimana sistematika RPP di PPTM? -
Bagaimana kelengkapan RPP di PPTM?
4. Bagaimana pelaksanaan proses belajar mengajar di Pondok Pesantren
Takwinul Muballighin?
Kalau saya memegang materi kapita selekta atau bahan-bahan untuk ceramah. Saya melihat persentase yang serius 60:40. Enam puluh persen mencatat dan
empat puluhnya kelihatannya tidak serius, seperti datang terlambat dan tidak mencatat.
5. Bagaimana evaluasi pembelajaran di Pondok Pesantren Takwinul
Muballighin?
Tujuannya sekarang bias, dulu yang merumuskan saya tetapi sekarang yang melaksanakan bukan saya. Status pengelola saya sudah tidak menempel, sehingga
saya sekarang tidak punyak hak untuk mencampuri ini. TM ini pondok tradisional
101 tidak dan modern juga tidak. Dapat dikatakan ya seperti asrama dengan nilai plus
agama saja.
6. Apakah komponen pembelajaran tersedia lengkap?
Kalau dulu saya lebih mengarah pada kata muballigh. Masalahnya karena kita banyak masjid tapi kurang penyampai dakwah. Maka kita perlu da‟i. Sehingga
seleksinya dulu untuk berkhutbah dan berceramah. Makanya dulu semester awal banyak latihan ceramah. Itu orientasi saya dulu untuk mencetak muballigh yang
generalis bukan spesialis, bukan mengurus teknis operasional karena itu sudah ditempa di kampus. Karena idealnya saya dulu, santri itu sudah sarjana sehingga
tidak terbebani teori di kampus. Mencari yang seperti ini berat. Maka syaratnya kita turunkan.
7. Bagaimana evaluasi pembelajaran di Pondok Pesantren Takwinul
Muballighin? Pertama, mengalami disorientasi tujuan pondok. Kedua, kurikulum
yang berubah, terbukti sekarang porsi latihan ceramah hanya satu hari. Tidak seperti dulu sepekan latihan ceramah 2 kali, itu pun plus latihan khutbah. Lebih
ditekankan penguasaan materi praktif seperti kapita selekta. Karena kita tidak mencetak pakar, kita mencipta ibarat muballigh yang menghadapi orang awam.
Bukan orang yang pakar atau mendalam. Ibaratnya objek dakwah yang dihadapi adalah anak TK. Jadi ya mengajarnya cair saja. Kalau anak TK yang mengajar
doktor, itu akan menyulitkan keduanya. Anak TM merasa kesulitan bahasanya, begitupun doktor tidak sabar karena yang dihadapi anak TK.